Statistik Industri Game dan Esports Selama Pandemi

Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat pandemi COVID-19. Memang, pandemi tidak hanya berdampak pada kesehatan dunia, tapi juga pada ekonomi. Akibat pandemi, Indonesia kini dinyatakan memasuki resesi. Namun, tidak semua industri mengalami masalah karena pandemi. Industri game justru tumbuh di tengah pandemi. Memang, pandemi membuat developer kesulitan untuk membuat game karena para pekerjanya harus bekerja dari rumah. Meskipun begitu, mereka diuntungkan karena semakin banyak orang yang bermain game.

 

Industri Game Selama Pandemi

Pada 2020, Newzoo memperkirakan, industri game akan bernilai US$174,9 miliar, naik 19,6% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan Newzoo pada Mei 2020. Ketika itu, mereka menduga, valuasi industri game hanya akan mencapai US$159,3 miliar, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 9,3% dari tahun 2019. Hal ini menunjukkan bagaimana industri game justru diuntungkan oleh pandemi. Memang, selama lockdown akibat pandemi, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya dengan bermain game.

Di dunia, Asia Pasifik masih menjadi region dengan kontribusi paling besar pada total pemasukan industri game. Kawasan Asia Pasifik menyumbangkan US$84,3 miliar atau sekitar 48% dari total pemasukan industri game global. Amerika Utara memberikan kontribusi terbesar kedua dengan kontribusi sebesar US$44,7 miliar (26% dari total nilai industri game) dan Eropa di posisi ketiga dengan kontribusi US$32,9 mliiar (19% dari total nilai industri game).

Pemasukan industri game global pada 2020, berdasarkan region. | Sumber: Newzoo
Pemasukan industri game global pada 2020, berdasarkan region. | Sumber: Newzoo

Namun, kawasan yang memiliki pertumbuhan paling tinggi adalah Timur Tengah & Afrika. Pada 2020, nilai industri game di Timur Tengah & Afrika naik 30,2% dari tahun lalu. Sebagai perbandingan, pertumbuhan industri game di Asia Pasifik hanya mencapai 17,5%, Eropa 19,9%, Amerika Utara 21,4%, dan Amerika Latin 25,2%.

Tiongkok masih menjadi negara dengan pasar game paling besar di dunia. Di Tiongkok, nilai industri game mencapai US$44 miliar. Posisi kedua diisi oleh Amerika Serikat, yang memiliki nilai pasar game sebesar US$41,3 miliar. Kedua negara ini menyumbangkan 49% dari total industri game di dunia.

Sementara itu, dari segi platform industri game terbagi menjadi tiga segmen: PC, konsol, dan mobile. Sepanjang pandemi, pemasukan untuk tiga segmen itu lebih tinggi dari perkiraan awal Newzoo. Total pemasukan dari game PC mencapai US$37,4 miliar, naik dari US$36,9 miliar. Sementara pemasukan segmen konsol naik dari US$45,2 miliar menjadi US$51,2 miliar. Mobile mendapatkan pemasukan paling tinggi, dengan total pemasukan US$86,3 miliar, naik dari perkiraan awal US$77,2 miliar.

Saat ini, mobile menjadi kontributor terbesar pada total pemasukan industri game di dunia. Dengan pemasukan US$86,2 miliar, mobile game memberikan kontribusi sebesar 49%. Sementara segmen konsol memberikan kontribusi sebesar 29% dengan pemasukan US$51,2 miliar dan PC memberikan kontribusi 22% atau sekitar US$37,4 miliar.

Pemasukan industri game di dunia, berdasarkan segmentasi platform. | Sumber:
Pemasukan industri game di dunia, berdasarkan segmentasi platform. | Sumber: Newzoo

Salah satu alasan mengapa mobile game bisa menyumbangkan 49% dari total pemasukan industri game adalah karena rendahnya barrier to entry untuk mobile game. Anda bisa menemukan banyak smartphone dengan harga yang lebih murah dari konsol, walau tentu saja, smartphone itu tidak se-powerful konsol atau PC. Selain itu, banyak mobile game yang bisa dimainkan gratis. Hal ini membuat mobile menjadi platform yang ideal bagi orang yang ingin mencoba untuk bermain game tanpa harus mengeluarkan banyak modal.

Menariknya, konsol menjadi segmen gaming yang mengalami pertumbuhan paling besar. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, pemasukan game konsol tahun ini naik 21%. Padahal, tahun ini, Sony dan Microsoft meluncurkan konsol baru mereka, PlayStation 5 dan Xbox Series X. Biasanya, pemasukan dari game konsol akan turun menjelang peluncuran konsol baru karena gamer lebih memilih untuk menabung agar bisa membeli konsol next-gen daripada membeli game atau konsol current-gen.

 

Jumlah Download dan Pemasukan Mobile Game Selama Q3 2020

Seperti yang sudah disebutkan di atas, industri mobile game terus tumbuh sepanjang 2020. Pada Q1 2020, pemasukan mobile game naik 10,3 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Sementara pada Q2 2020, angka pertumbuhan itu naik menjadi 27%, menurut data dari Sensor Tower. Tren ini berlanjut sampai Q3 2020.

Pada Q3 2020, pemasukan industri mobile game naik 26,7%, menjadi US$20,9 miliar. Pengguna iPhone memberikan kontribusi sebesar US$12,4 miliar atau sekitar 59,3% dari total pemasukan industri mobile game sepanjang Q3 2020. Sementara 40,7% sisanya (sekitar US$8,5 miliar) berasal dari pengguna Android. Namun, jika Anda melihat pertumbuhan pendapatan, maka Android masih lebih unggul dengan angka pertumbuhan per tahun mencapai 30,8%. Sebagai perbandingan, angka pertumbuhan pemasukan industri mobile game untuk iOS pada Q3 2020 hanya mencapai 24%.

10 game dengan pemasukan terbesar pada Q3 2020. | Sumber: Sensor Tower
10 game dengan pemasukan terbesar pada Q3 2020. | Sumber: Sensor Tower

Pada Q3 2020, mobile game yang memiliki pemasukan paling besar adalah Honor of Kings, diikuti oleh PUBG Mobile. Keduanya merupakan game di bawah Tencent. Menariknya, pada Q2 2020, kedua game ini juga menjadi dua mobile game dengan pemasukan tertingggi. Hanya saja, pada Q2 2020, PUBG Mobile duduk di nomor satu, sementara Honor of Kings ada di peringkat dua. Pada Q3 2020, pemasukan Honor of Kings dan versi internasionl dari game itu, Arena of Valor, tumbuh 65% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara pemasukan PUBG Mobile naik 28%.

Tak hanya pemasukan, total download mobile game pada Q3 2020 juga mengalami kenaikan. Sepanjang Q3 2020, total download mobile game mencapai 14,2 miliar, naik 28% dari Q3 2019. Android menjadi pendorong naiknya total download mobile game. Sistem operasi buatan mobile itu menyumbangkan 11,9 miliar download pada Q3 2020. Angka itu naik 36,8% jika dibandingkan dengan Q3 2019. Sebaliknya, total download mobile game di iOS justru turun 4,2%, dari 2,4 miliar pada Q3 2019 menjadi 2,3 miliar pada Q3 2020.

 

Kenapa Industri Game Justru Tumbuh Selama Pandemi?

Selama pandemi, masyarakat diminta untuk tetap di rumah. Sekolah-sekolah pun mengadakan kelas online. Sementara itu, tidak sedikit perusahaan yang menetapkan work-from-home (WFH) untuk para karyawannya. Di satu sisi, hal ini berarti orang-orang punya lebih banyak waktu luang karena tidak harus menghabiskan banyak waktunya di perjalanan. Di sisi lain, jenis hiburan yang bisa didapatkan orang-orang menjadi sangat terbatas karena mereka harus diam di rumah. Alhasil, bermain game menjadi salah satu hiburan utama bagi orang-orang selama lockdown.

Alasan lain mengapa banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk bermain game selama pandemi adalah karena bermain game bisa menjadi cara bagi mereka untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga. Memang, bagi orang-orang yang sedang merantau atau tinggal jauh dari keluarga, dunia maya menjadi tempat yang aman untuk melepas rindu di tengah pandemi corona. Memang, dalam laporannya, Newzoo menyebutkan, sosialisasi merupakan salah satu alasan utama mengapa banyak orang bermain game selama pandemi.

Among Us jadi salah satu game yang populer di tengah pandemi. | Sumber: Steam
Among Us jadi salah satu game yang populer di tengah pandemi. | Sumber: Steam

Karena itu, jangan heran jika game-game yang populer di tengah pandemi adalah game online yang memungkinkan pemainnya untuk bermain bersama teman dan keluarga mereka. Sebut saja Animal Crossing: New Horizons, Fall Guys, sampai Among Us. Ketiga game itu memang menawarkan gameplay yang berbeda-beda. Namun, ketiganya punya satu kesamaan, yaitu gameplay yang memungkinkan para pemainnya untuk terhubung dengan pemain lain.

Terakhir, alasan mengapa game mendadak menjadi sangat populer adalah karena game dapat mengalihkan perhatian para pemainnya dari dunia nyata. Ketika Anda sedang bermain game, Anda tidak harus memikirkan tugas sekolah atau kuliah yang menumpuk atau pekerjaan yang harus Anda selesaikan. Di dunia game, Anda tidak perlu khawatir akan pandemi virus corona — kecuali kalau Anda sedang memainkan game Pandemic.

 

Industri Esports di Tengah Pandemi

Sama seperti industri game, industri esports juga sempat mendulang untung selama pandemi. Pasalnya, banyak kompetisi olahraga yang harus ditunda atau dibatalkan karena lockdown dan digantikan oleh turnamen esports, mulai dari basket, sepak bola, hingga bakapan. Hal ini tidak hanya membuat jumlah penonton esports naik, tapi juga membuat esports menjadi semakin dikenal masyarakat luas.

Jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo
Jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Pada 2020, Newzoo memperkirakan, jumlah penonton esports akan mencapai 495 juta orang, naik 11,7% dari tahun lalu. Sekitar 223 juta orang merupakan esports enthusiasts sementara 272 juta orang lainnya merupakan occasional viewers. Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah penonton esports tampaknya masih akan naik. Pada 2023, jumlah penonton esports diproyeksikan akan menembus 646 juta orang dengan pembagian 295 juta esports enthusiasts dan 351 juta occasional viewers.

Sayangnya, pandemi juga memberikan dampak buruk pada industri esports. Memang, turnamen esports masih bisa diadakan secara online. Namun, akibat pandemi, sejumlah turnamen esports besar harus ditunda atau bahkan dibatalkan. Salah satunya adalah The International. Valve memutuskan untuk menunda turnamen Dota 2 terbesar tahunan itu ke tahun depan.

Ketiadaan turnamen esports offline memengaruhi beberapa sumber pemasukan industri esports, seperti penjualan tiket dan merchandise. Dan hal ini membuat valuasi industri esports secara keseluruhan anjlok. Pada Mei 2020, industri esports diperkirakan akan memiliki valuasi US$1,1 miliar. Namun, Newzoo merevisi perkiraan tersebut menjadi US$950 juta akibat pandemi.

Beberapa sumber pemasukan industri esports pada 2020. | Sumber: Newzoo
Beberapa sumber pemasukan industri esports pada 2020. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan nomor satu di industri esports. Dengan pemasukan US$584,1 juta, sponsorship menyumbangkan 61,5% dari total pendapaatn industri esports tahun ini. Kontributor terbesar kedua adalah hak siar media dengan kontribusi US$163,3 juta atau sekitar 17,2% dari total pemasukan industri esports.

 

Penutup

Selama pandemi, industri game justru berkembang. Tidak hanya angka penjualan game naik, begitu juga dengan tingkat engagement para gamer. Namun, belum diketahui apakah para gamer akan tetap seaktif ini setelah pandemi berakhir. Menurut Newzoo, pandemi tidak mengubah kebiasaan para gamer. Pandemi hanya membuat tren yang telah terlihat di era Sebelum Corona terealisasi dengan lebih cepat.

Satu hal yang pasti, industri game masih akan tumbuh di masa depan. Dalam waktu 3 tahun, Newzoo memperkirakan, nilai industri game akan menembus angka US$200 miliar. Pada 2023, pemasukan industri game akan mencapai US$217,9 miliar. Meskipun begitu, ada kemungkinan, industri game akan mengalami masalah jika terjadi resesi di berbagai negara akibat pandemi.

Sementara bagi industri esports, pandemi layaknya pisau bermata dua. Di satu sisi, pandemi membuat jumlah penonton turnamen esports online naik. Di sisi lain, industri esports juga dirugikan karena turnamen esports offline tak bisa diadakan. Alhasil, ada sejumlah organisasi esports yang tumbang selama pandemi.

Sumber: Newzoo, Sensor Tower,

Want to Work in the Esports, Where to Start?

In the past, being a professional player meant that you would only get income from the tournament prizes you won. Now, that is no longer the case. Just like corporate slaves, professional gamers also get a monthly salary. The salaries of Mobile Legends Professional League Indonesia players even exceed the Jakarta Regional Minimum Wage. If you are interested in becoming a professional player, there are a number of things you can do to attract well-known esports organizations.

However, esports has become trillions of rupiah worth of industry. Jobs in this industry are not limited to being a professional player. There are various other jobs you can do if you want to enter the esports industry, such as becoming a caster, joining an esports tournament organizer, or esports media. What do you need before applying to an esports company?

Oh yeah, before that, we’ve also written about the ideal age to get into esports – either as a pro player or other worker.

 

Need to have a diploma?

“You don’t need to have a degree in esports,” said Adam Baugh, Marketing & Community Specialist, Andbox in a webinar held by the General Assembly on Friday, July 10, 2020. “But, do you need a bachelor’s degree? It depends. Based on my experience, having a bachelor’s degree is indeed useful, but the most important thing is that you have experiences in the field of esports.” He explained. You can show off the abilities you have in your portfolio.

Meanwhile, according to Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer, RevivaLTV, whether or not a diploma is needed depends on the position you are applying for. “For positions in front of the screen, such as pro players, live streamers, influencers, hosts, and so on, of course, you don’t need a diploma. What needed are skills related to their fields, such as public speaking, acting, entertaining, and others,” He said when contacted by Hybrid via short message. “However, for the position behind the scenes, especially management, our industry has advanced. Two or three years ago, maybe you could join in the management field on the basis of helping friends or having a passion for esports and eager to learn. Now, the requirements are getting higher.”

Proses pembuatan siaran dari turnamen League of Legends Amerika Utara. | Sumber: YouTube
Behind the scenes of League of Legends in North America. | Source: YouTube

Gisma “Melondoto” Priayudha has the same opinion. “When I first started, there wasn’t any requirement related to an educational degree. It came from passion then become a business. For now, at least S1 or D3,” He said. “The majors taken can be various, ranging from design, management, communication, to business. You see, in the future, if there are esports activists who have such educations, it also will be good for esports itself. ”

Meanwhile, according to Reza Ramadhan, Head of Broadcast and Content, Moonton Indonesia, a diploma is still important when you are applying for a job at an esports company. “Because there are still many companies that make a bachelor’s degree as one of the requirements for hiring,” He admitted. “However, there are also some companies that really care about a diploma. Just yeah, it depends. For me, the diploma is important, especially if you want your career to continue to rise. One day, surely a diploma will definitely become a requirement.”

 

Portfolios and Social Media

Regarding portfolios, Irli, Melon, and Reza have the same opinion: portfolios are important. They also explained, the type of portfolio you need before applying for a job in the world of esports depends on the type of job you are applying for.
“There are various kinds of portfolios, it can be from handling esports events or you can also write about esports,” said Reza. “Again, it really depends on what fields are you interested in because there are a lot of jobs in esports. There are media, event organizers or publishers. As long as you are good in that specific scope, one day someone will notice and your value will increase.”

In line with Reza, Irli explained that a portfolio can be proof that a person can do a task well. “For example, someone who applies as a content creator, but their social media is not updated and there is no portfolio in making videos or making scenarios, how can we be sure that they can handle their job well?” Said Irli.

“It’s 2020. Everyone, regardless of what job he is applying for, will definitely need a portfolio,” said Irli. He takes streamers as examples. The skill of a streamer is usually seen from the number of views and comments on the video. Not only that, but people also pay attention to the content it uploads or the way the streamer “sells” their brand.

In the highlight of this Instagram video, I try to teach how to sell,” said Irli. “Is the content perfect? Nope. However, simple content like that can show someone’s characteristics. The way he speaks. Does he use colourful fonts? Does he understand what he is describing? Can he give a brief, concise, and clear explanation?”

Just like a streamer, a shoutcaster can also make videos as a portfolio. “The caster portfolio now is simple: the important thing is to have a YouTube channel and casting some events,” said Melon. “Several things that are assessed are the voice, manner, and the entertainment offered.” He revealed that social media can also be a portfolio for a caster. “For example, if he has a lot of video viewers, but his presence in social media is passive, it can be dangerous for casters.”

Melon explained that building a fan base on social media can help a caster develop his career. For example, when someone is asked to be a caster, he or she can also offer social media services for an extra fee. Not only that, but it is also possible that a company wants its brand to be endorsed through the caster’s social media. To build followers on social media, Melon revealed, a caster could take advantage of the crowd at the events he participated in.

Unfortunately, social media does not always have a positive impact. If you’re not careful, you can actually make some companies lose their interests. According to Irli, there are five things that companies pay attention to from the applicant’s social media, namely the applicant’s reaction to an event, lifestyle, views on religion/politics/racial issues, interaction with the audience, and whether the applicant’s style matches the company.

Sumber: Reddit
Be careful using social media | Source: Reddit

“In the end, if the recruiter can see these things on the applicant’s social media, everyone can also see it, including companies, partners and audiences,” said Irli. Like it or not, how a person represents himself on social media will be linked to the company where he works. So, don’t be surprised if you see someone getting fired because they posted silly content on social media. For example, in June 2020, a professional player was banned from participating in the Capcom Pro Tour for life for making racist comments on Twitter.

 

Building Relationships

Just like any other industry, building relationships is also important in the esports industry. Adam advised not to be afraid of start talking with esports practitioners. “You also have to support the local esports scene,” he said. He believes, taking an active role in local esports events will make it easier for you to meet and make connections with people who are in the field of esports.
Adam’s words were shared by Sandra Chen, Digital Content Manager, Team Liquid. She shared her personal experience, how she started building connections by attending offline esports events. “After that, I can do digital networking,” she said. She gave an example of how to build relationships online: if you take seminars or webinars related to esports, you can contact the resource person via social media.

Sandra encourages someone who is interested in working in the world of esports to do a little research before applying for a job. “You can also actively contact the companies you are interested in. The worst thing that could happen is that they don’t answer,” she said.

 

How to Look Unique?

In February 2020, the Hitmarker, an esports job site, issued a report stating that job vacancies in esports rose 87% throughout 2019 when compared to 2018. Along with the esports has become increasingly popular, more and more people are interested in getting into esports. Then, how can you stand out?

According to Sandra, creativity is one of the most important things that can be owned by someone who is already working in the industry or interested in getting into esports. “Many people in the esports ecosystem have the same idea, making them do the same thing,” said Sandra. So, according to her, someone will stand out if he can come up with new, unique ideas. In addition, considering that the esports industry is still relatively young, there is no surefire method that is guaranteed to be successful. That way, the people who can come up with new, unique ideas will stand out.

When asked about the most sought-after characteristics of workers in the world of esports, Reza answered, “The most important thing is a strong desire to learn and to think. Esports is something new. So, you have to be willing to continue to learn because the industry continues to grow and there are many things that don’t have benchmarks. So, there are still so many innovations to be explored.” Meanwhile, to be successful in the world of esports, he suggested, “do good and good will come to you.”

For Irli, one of the characteristics that people in this industry must have is curiosity. “Always craving for something new. Want to do something, want to learn, dares to experiment. Dare to take risks and be responsible for the decisions taken,” he said. Esports workers also need various soft skills, such as leadership, communication, time management, and discipline. “Discipline is very important because many people still think that working in esports is like a dream job where you can just relax while playing games,” he said.

For a caster or talent, one of the important characteristics that must be possessed is the ability to adapt. “Talent usually follows the market, what’s trending, follow it,” said Melon. “Next, have collaborations with talents or YouTubers or other celebrities. So, don’t just stay idle and go nowhere. For example, try to be a caster for different games.” He then gave an example when several casters from PC games switched to mobile games, such as Riantoro “Pasta” Yogi and Florian “Wolfy” George at PUBG Mobile, Frans Volva Riyando in Mobile Legends and Rere “Bredel” Bintoro in Point Blank and Mobile Legends.

 

Challenges and Stigma in the World of esports

If you want to work in the esports industry, of course, you should know about games. However, that doesn’t mean you can play games all day long. Esports also has its own challenges. According to Reza, the biggest challenge working in esports is how fast the industry is developing.

“Prior to esports, I worked in the IT industry. The trait is the same, people who are slow will be left behind,” he said. “In esports, we are required to be fast and precise in everything since the world is rapidly developing and competitive. So, you have to keep up to date with what’s happening and never be lazy to learn.”

Even though the esports industry is still relatively young, there is already a stigma around the people who work in it. One of them is that the jobs of people who work here are just playing games. “People think it’s a piece of cake. Just create content, get money, hang out, play games, get money. In fact, we are working really hard,” said Irli. He also shared that there are people who think lightly. “Some say, ‘I have a passion, I want to work in esports.’ It doesn’t work that way.”

However, Irli said, there is also a positive stigma about people working in esports. One of the positive stigmas is that people who are successful in the world of esports are considered “cooler” than people who are successful in other industries. “Why? Because the esports industry is still very new, “he said. That means people who work in this industry do “start from scratch”.

 

Conclusion

Jobs in esports are not limited to professional players. There are a variety of other jobs you can take on, whether in front of the screen, such as a caster or streamer, or behind the scenes, such as videographer or being part of an event organizer. Unfortunately, working in the world of esports doesn’t mean you just play games all day long. Just like when you work in other fields, you must meet some requirements set by the industry.

So, are you still interested in working in the world of esports?

Feat Image via: British Esports Association

PBESI Adakan Turnamen Free Fire untuk Pelajar, Malaysia Siapkan Rp51,5 M untuk Esports

Dalam satu minggu belakangan, ada beberapa informasi menarik terkait ekosistem esports di Indonesia dan di dunia. Salah satunya adalah turnamen Free Fire untuk pelajar yang akan diadakan oleh Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) dan keputusan pemerintah Malaysia untuk menyiapkan dana hingga puluhan miliar rupiah demi pengembangan esports.

Pemerintah Malaysia Siapkan Rp51,5 Miliar untuk Pengembangan Esports

Dalam rancangan belanja negara untuk 2021, pemerintah Malaysia mengalokasikan RM 15 juta (sekitar Rp51,5 miliar) untuk pengembangan esports. Kali ini adalah tahun ketiga pemerintah Malaysia menyiapkan dana untuk mengembangkan esports. Sebelum ini, mereka telah menyiapkan RM 10 juta (sekitar Rp34,3 miliar) untuk pengembangan esports di 2019 dan RM 20 juta (sekitar Rp68,6 miliar) pada 2020.

Menurut laporan The Esports Observer, pengumuman ini dibuat oleh Menteri Keuangan Malaysia, Tengku Zafrul Tengku Aziz. Pendanaan untuk esports tersebut merupakan bagian dari pengalokasian dana sebesar RM 55 juta (sekitar Rp189 miliar) untuk olahraga berprestasi, seperti hoki, rugby, badminton, dan sepeda. Sayangnya, tidak diketahui bagaimana dana pengembangan esports ini akan digunakan.

Fnatic Dapat Investasi Sebesar US$10 Juta

Fnatic baru saja mendapatkan pendanaan internal sebesar US$10 juta. Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh perusahaan venture capital, Beringea. Kali ini, beberapa investor lama Fnatic, seperti Unbound, LVL1 Group, dan JHD juga ikut serta menanamkan investasi untuk organisasi esports asal Inggris itu. Ke depan, Fnatic juga berencana untuk melakukan crowd funding demi mengumpulkan dana ekstra sebesar US$1,3 juta.

Fnatic baru saja mendapatkan kucuran dana segar. | Sumber: The Esports Observer
Fnatic baru saja mendapatkan kucuran dana segar. | Sumber: The Esports Observer

Investasi ini akan Fnatic gunakan untuk mengembangkan merek mereka serta mempertahankan posisi mereka sebagai salah satu organisasi esports terbaik di dunia. Selain itu, mereka juga akan mencari Chief Financial Officer baru. Dengan pendanaan kali ini, total investasi yang telah Fnatic dapatkan mencapai hampir US$35 juta.

“Industri esports kini tengah tumbuh dengan sangat pesat, tapi esports sebagai industri juga masih sangat muda,” kata Karen McCormick, Chief Investment Officer, Beringea, seperti dikutip dari Forbes. “Setelah mengevaluasi industri esports, kami memutuskan untuk menanamkan investasi pada Fnatic karena merek mereka yang bagus, performa mereka sebagai perusahaan yang konsisten, serta fanbase yang besar dan aktif berinteraksi.”

PBESI Adakan Turnamen Free Fire untuk Pelajar

Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) mengumumkan kompetisi Piala Pelajar pada Senin, 9 November 2020. Kompetisi yang mengadu game Free Fire itu hanya mencakup kawasan Jabodetabek.

Babak kualifikasi dari kompetisi khusus pelajar ini akan digelar pada 9-10 November 2020. Sementara babak semi final akan diadakan pada 11 November dan babak final akan diselenggarakan pada 13 November 2020. Di babak final, 12 tim pelajar terbaik akan diadu untuk memperebutkan Piala Pelajar Jabodetabek Season 1.

PBESI mengadakan turnamen Free Fire untuk pelajar.
PBESI mengadakan turnamen Free Fire untuk pelajar.

Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Chandra Bhakti menyatakan apresiasinya pada PBESI karena telah mengadakan turnamen ini. Dia mengungkap, ketika pendaftaran dibuka pada 5-7 November 2020, antusiasme para pelajar menengah dan setingkat sangat tinggi. Buktinya, jumlah tim yang mendaftarkan diri mencapai lebih dari 10 ribu tim.

Take-Two Interactive Bakal Akuisisi Codemasters

Take-Two Interactive mengungkap, mereka akan mengakuisisi Codemasters dengan nilai US$994 juta. Kedua perusahaan itu mulai melakukan negoisasi pada minggu lalu. Sekarang, keduanya setuju bahwa Take-Two akan mengakuisisi Codemasters pada Q1 2021. Dalam sebuah pernyataan resmi, Take-Two menjelaskan keuntungan yang mereka dapatkan jika mereka mengakuisisi Codemasters.

“Codemasters dikenal berkat kesuksesan mereka untuk membuat franchise game balapan yang paling sukses dan paling populer di industri game,” kata CEO Take-Two, Strauss Zelnick, seperti yang disebutkan oleh GamesRadar. “Kami percaya, keahlian mereka akan memperkuat portofolio kami dalam membuat game olahraga, yang memungkinkan kami untuk tumbuh menjadi lebih besar.”

Belum lama ini, Codemasters merilis Dirt 5. Pada tahun ini, mereka juga meluncurkan F1 2020, yang merupakan game ke-13 dari franchise game balapan Formula 1. Sementara itu, Take-Two adalah perusahaan induk dari Rockstar Games, yang membuat Red Dead Redemption dan Grand Theft Auto. Mereka juga memiliki 2K, yang membuat Bioshock, Borderlands, dan Civilizations.

Pembalap F1 Lando Norris Buat Tim Esports

Pembalap Formula 1 asal Inggris, Lando Noris, mengungkap bahwa dia akan membuat tim esports-nya sendiri, yang dinamai Quadrant. Nama Norris mulai dikenal di dunia maya setelah dia ikut serta dalam balapan virtual F1.

Lando Norris saat ikut serta dalam balapan virtua. | Sumber: BBC
Lando Norris saat ikut serta dalam balapan virtual. | Sumber: BBC

“Rencana untuk membuat Quadrant telah saya pikirkan selama beberapa waktu,” kata Norris pada BBC. “Lockdown mendorong saya untuk merealisasikan rencana itu lebih cepat karena saya lebih sering melakukan streaming online.”

Norris bukanlah pembalap pertama yang memutuskan untuk membuat tim esports. Pada April 2020, pembalap F1 Romain Grosjean telah membuat tim esports yang dinamai R8G Sim Racing. Ketika itu, Grosjean mengungkap, timnya akan fokus pada kompetisi balapan virtual. Namun, Norris mengatakan, dia ingin agar timnya tidak hanya bertanding di kompetisi balapan, tapi juga di game esports lainnya.

Tencent, Square Enix, dan Unity Rilis Laporan Keuangan Terbaru

Sejak minggu lalu, ada banyak perusahaan game dan esports yang mengumumkan hasil laporan keuangan mereka untuk Q3 2020. Kebanyakan dari perusahaan -perusahaan itu mengumumkan kabar baik. Pemasukan mereka meningkat karena pandemi virus corona membuat banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu luangnya untuk bermain game. Berikut laporan keuangan dari Tencent, Square Enix, Unity, Douyu, dan Huya.

Mobile Game Jadi Kontributor Utama untuk Pemasukan Tencent Pada Q3 2020

Konglomerasi asal Tiongkok, Tencent, baru saja merilis laporan keuangan untuk Q3 2020. Pada kuartal ini, mereka mendapatkan pemasukan sebesar US$18,9 miliar, naik 29% dari US$14,7 miliar pada Q3 2019. Sementara keuntungan besih yang Tencent dapatkan pada Q3 2020 mencapai US$5,88 miliar, naik 85% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

 

Pemasukan Tencent pada Q3 selama 3 tahun. | Sumber: The Esports Observer
Pemasukan Tencent pada Q3 selama 3 tahun. | Sumber: The Esports Observer

Pemasukan divisi game online Tencent juga mengalami kenaikan 45%, menjadi US$6,26 miliar. Menurut laporan Tencent, mobile game seperti Peacekeeper Elite — PUBG Mobile versi Tiongkok — dan Honor of Kings memberikan kontribusi paling besar pada total pemasukan mereka. Memang, bisnis mobile game Tencent menyumbangkan US$4,92 miliar pada total pemasukan Tencent sementara bisnis game PC hanya menyumbangkan US$1,76 miliar.

Selama periode Januari-Oktober 2020, baik Peacekeeper Elite maupun Honor of Kings memiliki pemain harian lebih dari 100 juta orang. Sementara di pasar global, dua mobile game yang memberikan kontribusi besar pada pemasukan Tencent adalah PUBG Mobile dan Clash of Clans.

Final Fantasy 7 Remake Bantu Naikkan Pemasukan Square Enix

Minggu lalu, Square Enix mempublikasikan laporan keuangan untuk semester pertama tahun fiskal mereka, yang dimulai pada April dan berakhir pada September 2020. Selama periode enam bulan tersebut, pemasukan Square Enix naik 43% dari periode yang sama tahun lalu menjadi US$1,67 miliar. Keuntungan yang mereka dapatkan juga naik menjadi US$155,4 juta. Secara keseluruhan, Square Enix menjual 12,08 juta game dalam enam bulan. Sebagai perbandingan pada semester pertama tahun lalu, total penjualan game Square Enix hanya mencapai 8,65 juta unit.

Selama semester pertama tahun fiskal mereka, Square Enix meluncurkan dua game AAA, yaitu Final Fantasy 7 Remake yang dirilis pada Q1 tahun fiskal dan Marvel’s Avengers, yang diluncurkan pada Q2. Square Enix memang tidak menyebutkan jumlah penjualan dari kedua game tersebut. Namun, Anda bisa memperkirakan apakah game-game itu laku di pasar dari laporan keuangan Square Enix.

Pada Q1 tahun fiskal, divisi HD Games — yang bertanggung jawab atas pembuatan game-game besar Square Enix — mendapatkan total pemasukan sebesar US$330,1 juta dengan laba sebesar US$96,8 juta. Sementara pada Q2, pemasukan divisi tersebut turun menjadi US$229,4 juta. Tak hanya itu, mereka juga mengalami kerugian sebesar US$48,4 juta, lapor GamesIndustry.

Sementara itu, Square Enix mengungkap, pemasukan mereka dari Final Fantasy 14 justru mengalami penurunan walau jumlah pemain game MMORPG itu naik. Kabar baiknya, pemasukan dari divisi Square Enix yang bertanggung jawab atas game PC browser dan smart devices juga mengalami kenaikan 44%, menjadi US$615 juta. Hanya saja, pemasukan divisi arcade Square Enix mengalami penurunan sebesar 39%. Mereka juga menderita kerugian sebesar US$15,7 juta. Square Enix menyebutkan, hal ini terjadi karena pandemi virus corona yang menyebabkan arcade-arcade di Jepang tutup.

Unity Buat Laporan Keuangan Pertama Sejak IPO

Unity Technologies baru saja melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada September 2020 lalu. Sekarang, mereka mengumumkan laporan keuangan mereka untuk Q3 2020. Dalam kuartal yang berakhir pada 30 September, Unity mendapatkan pemasukan sebesar US$200,8 juta, naik 53,3% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Namun, Unity masih mengalami kerugian sebesar US$141,7 juta atau sekitar 70,6% dari total pemasukan mereka. Sebagai perbandingan, pada Q3 2019, kerugian Unity mencapai US$41,7 juta atau sekitar 31,9% dari total pendapatan mereka ketika itu, menurut laporan VentureBeat.

Fall Guys merupakan salah satu game populer yang dibuat dengan Unity. | Sumber: Steam
Fall Guys merupakan salah satu game populer yang dibuat dengan Unity. | Sumber: Steam

Sementara itu, jumlah pelanggan Unity yang memiliki pemasukan lebih dari US$100 ribu dalam 12 bulan per September 2020 mencapai 739 entitas, naik dari 553 entitas pada tahun 2019. Sayangnya, tidak ada game AAA yang dibuat menggunakan game engine buatan Unity. Kebanyakan developer besar, sepreti Activision Blizzard, Electronic Arts, dan Ubisoft, lebih memilih untuk menggunakan game engine mereka sendiri untuk membuat game AAA. Meskipun begitu, ada juga game yang dibuat menggunakan Unity yang menjadi sangat populer, seperti Fall Guys.

Pemasukan Douyu Pada Q3 2020 Naik 37%

Perusahaan platform streaming asal Tiongkok, Douyu, baru saja mengumumkan laporan keuangan mereka untuk Q3 2020. Pemasukan mereka mencapai US$385 juta untuk Q3, naik 37% jika dibandingkan dengan pemasukan mereka pada Q3 2019. Sementara keuntungan mereka mencapai US$9 juta.

Segmen live-streaming menjadi kontributor utama untuk total pendapatan Douyu. Divisi itu memberikan kontribusi sebesar US$355 juta atau sekitar 92% dari total pemasukan Douyu. Menurut Douyu, alasan mengapa pemasukan mereka dari segmen live-streaming naik pesat adalah karena fitur interaktif yang mereka sediakan serta penyempurnaan dari sistem pengadaan event untuk menarik pengguna berbayar, menurut The Esports Observer.

Douyu menyebutkan, jumlah pengguna bulanan mereka pada Q3 2020 mencapai 194 juta orang, naik 18,6% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara jumlah pengguna mobile bulanan mereka mencapai 59,6 juta orang, naik 14,4% dari 52,1 juat pada Q3 2019. Dan terakhir, jumlah pengguna berbayar mereka mereka naik 12,7% menjadi 7,9 juta orang.

Q3 2020, Laba Bersih Huya Naik Dua Kali Lipat

Huya, perusahaan streaming game lain dari Tiongkok, juga telah mengumumkan laporan keuangan mereka untuk Q3 2020. Mereka menyebutkan, mereka mendapatkan pemasukan sebesar US$425 juta, naik 24% dari Q3 2019. Sementara laba bersih yang didapatkan oleh Huya mencapai US$38,2 juta, naik 105,3% dari tahun lalu, lapor The Esports Observer.

Sama seperti Douyu, live streaming menjadi bisnis utama Huya. Bisnis live streaming memberikan kontribusi sekitar 94% dari total pemasukan Huya, atau sekitar US$402 juta. Huya menyebutkan, salah satu alasan mengapa pemasukan divisi live streaming mereka naik adalah karena jumlah pengguna berbayar mereka juga bertambah. Selain itu, para pengguna juga menghabiskan uang lebih banyak saat mereka menonton Huya Live.

Per Q3 2020, jumlah pengguna bulanan Huya naik 18,3% menjadi 172,9 juta orang. Sementara jumlah pengguna mobile mereka mencapai 74,2 juta orang, naik 16,3% dari tahun lalu. Secara total, jumlah pengguna berbayar di Huya mencapai enam juta orang, naik sekitar 13,2% dari Q3 2019.

Meskipun Huya dan Douyu adalah rival, mereka akan melakukan merger. Tencent akan menguasai sebagian besar saham dari perusahaan gabungan antara Huya dan Douyu.

Bilamana Organisasi Esports Internasional Melakukan Ekspansi ke Asia Tenggara?

Pada 2019, Fnatic masuk ke pasar esports India dengan mengakuisisi tim PUBG Mobile lokal. Sementara pada akhir Oktober 2020 lalu, organisasi esports asal Prancis, Team Vitality mengumumkan keputusannya untuk melakukan ekspansi ke India. Memang, India merupakan salah satu negara yang ekosistem esports-nya berkembang pesat. Salah satu buktinya adalah pada 2019, total hadiah dari turnamen esports di negara tersebut naik hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Negara dengan populasi besar, seperti Tiongkok dan India, memang selalu menjadi target pasar yang menggiurkan, termasuk bagi organisasi esports. Jadi, tidak heran jika ada organisasi esports yang tertarik untuk melakukan ekspansi ke dua negara tersebut. Selain India dan Tiongkok, Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang tidak kalah “seksi”. Berikut penjelasannya.

 

Pasar Esports di Asia Tenggara

Menurut Newzoo, 82% dari pengguna internet di Asia Tenggara bermain game. Sudah bisa ditebak, mobile menjadi platform favorit bagi para gamer di kawasan tersebut. Selain bermain game, netizen di kawasan Asia Tenggara juga senang menonton esports.

Dalam laporan Newzoo yang dirilis pada Juli 2020, disebutkan bahwa lebih dari 50% pengguna internet di Asia Tenggara menonton konten esports dalam waktu 6 bulan terakhir. Newzoo memperkirakan, pada akhir 2019, jumlah penonton esports di Asia Tenggara hampir mencapai 30 juta orang, naik 22% jika dibandingkan dengan tahun 2018.

Dalam sebuah acara online yang diadakan pada 29 Oktober 2020 oleh ONE Esports, CEO Team Secret, John Yao mengungkap, jika dibandingkan dengan orang-orang di Amerika Utara atau Eropa, masyarakat Asia Tenggara jauh lebih terbuka untuk menerima esports sebagai industri. Dia mengatakan, masyarakat Amerika Utara relatif lambat dalam menerima fakta bahwa atlet esports merupakan sebuah pekerjaan yang patut ditekuni. “Di Asia Tenggara, teman dan keluarga lebih bersedia menerima ketika seseorang memutuskan untuk menjadikan atlet esports sebagai karir,” ujarnya.

Di Indonesia dan Asia Tenggara, mobile esports lebih populer daripada game esports PC.
Di Indonesia dan Asia Tenggara, mobile esports lebih populer daripada game esports PC.

Pada acara yang sama, CEO Talon Esports, Sean Zhang mengatakan, game esports yang populer di Asia Tenggara berbeda dengan kawasan lain seperti Tiongkok atau Amerika Utara. “Di Tiongkok, game esports yang paling banyak ditonton adalah game esports PC. Sementara di Asia Tenggara, game yang kuat adalah mobile game, seperti Arena of Valor di Thailand,” katanya. Dia menganggap, hal ini tidak aneh, mengingat tidak semua orang di Asia Tenggara dapat membeli PC yang cukup powerful untuk bermain game.

Sementara itu, menurut CEO ONIC Esports, Shawn Liem, satu hal yang membedakan pasar esports Asia Tenggara adalah tingkat konsumsi masyarakat. Menurutnya, besar uang yang dihabiskan oleh fans esports atau gamer di Asia Tenggara lebih sedikit daripada di kawasan Amerika Utara atau Eropa.

Selain itu, total hadiah turnamen esports di kawasan Asia Tenggara juga tidak sebesar di kawasan NA atau EU. Dan hal ini akan memengaruhi sumber pemasukan utama sebuah organisasi esports. “Anda tidak bisa menggantungkan diri pada total hadiah,” akunya. “Soal bisnis, biasanya kami sangat memanfaatkan media sosial dan ikut turun dalam manajemen influencer atau talent.”

 

Organisasi Esports EU/NA yang Sudah Masuk ke SEA

Salah satu organisasi esports asal Eropa yang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara adalah Team Secret. Pada Januari 2019, Team Secret mengumumkan roster PUBG Mobile mereka yang berasal dari Malaysia. Salah satu prestasi dari tim tersebut adalah memenangkan PUBG Mobile Pro League – Fall Split 2020: MYSG Finals pada September 2020. Tak berhenti sampai di situ, pada akhir Oktober 2020, Team Secret resmi mengumumkan rencananya untuk melakukan ekspansi ke Filipina.

Fnatic berhasil memenangkan memenangkan BTS Pro Series SEA Champions musim pertama.
Fnatic berhasil memenangkan memenangkan BTS Pro Series SEA Champions musim pertama.

Team Secret bukan satu-satunya organisasi esports asal Eropa yang menjajaki pasar Asia Tenggara. Sebelum Team Secret, Fnatic telah terlebih dulu terjun ke skena esports di ASEAN. Pada 2015, Fnatic mengakuisisi Team Malaysia, yang berlaga di Dota 2. Salah satu pencapaian tim tersebut adalah memenangkan BTS Pro Series SEA Champions musim pertama. Sayangnya, pada musim kedua, mereka hanya berhasil meraih gelar juara tiga dan pada musim ketiga, mereka justru melorot ke posisi buntut.

Sementara itu, dari Amerika Utara, organisasi esports yang masuk ke pasar Asia Tenggara adalah FaZe Clan. Mereka memutuskan untuk melakukan ekspansi ke Thailand pada Januari 2020, dengan membuat tim PUBG Mobile. Pada September 2020, tim FaZe Clan Thailand itu baru saja berhasil memenangkan 4 Countries Battle, mengalahkan Bigetron Red Aliens yang hanya dapat meraih juara tiga.

 

Organisasi Esports NA dan EU Masuki ASEAN, Berkah atau Musibah?

Menurut CEO RRQ, Andrian Pauline alias AP, ekspansi organisasi esports asing ke Asia Tenggara merupakan hal yang bagus. “Karena itu berarti pasar esports Asia Tenggara cukup penting bagi mereka,” ujarnya saat dihubungi oleh Hybrid.co.id melalui pesan singkat. “Tinggal bagaimana kita, sebagai pemain lokal, mampukah bersaing atau hanya jadi penonton.” Dia juga menganggap, ekspansi organisasi esports dari NA atau EU merupakan “peringatan” bagi tim lokal agar mereka siap untuk bersaing dengan organisasi esports global. “Khususnya di kandang sendiri,” katanya.

Sementara itu, CEO BOOM Esports, Gary Ongko mengatakan, jika organisasi esports asal Amerika Utara atau Eropa melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, hal itu bukanlah masalah baginya. “Tapi mungkin, untuk orang-orang lain akan lebih susah, karena dana mereka kan lumayan wah. Apalagi, gaji tim PC lebih besar daripada tim mobile,” ungkapnya. Meskipun begitu, dia merasa, jika organisasi esports asal NA atau EU datang jauh-jauh ke Asia Tenggara, hal itu justru karena mereka tertarik merekrut tim yang berlaga di mobile esports, seperti League of Legends: Wild Rift dari Riot Games.

Wild Rift merupakan mobile game MOBA dari Riot Games. | Sumber: Pocket Gamer
Wild Rift merupakan mobile game MOBA dari Riot Games. | Sumber: Pocket Gamer

Jika organisasi esports asal NA atau EU masuk ke Asia Tenggara, Gary hanya berharap, netizen akan tetap menghargai tim lokal. “Jangan terlalu over respect pada tim luar,” ujarnya. “Kita juga bukan tim-tim kecil kayak 3-4 tahun lalu. Gaji-gaji pemain Bigetron, RRQ, EVOS, dan BOOM sudah tier-1. Jadi, netizen harus mengganti persepsi ‘tim luar pasti better‘.”

Memang, seperti yang Gary katakan, baik BOOM maupun RRQ bukanlah organisasi esports kecil. Saat ini, BOOM memiliki 32 pemain profesional. Mereka punya enam tim yang bertanding di lima game, yaitu Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, Valorant, Free Fire, dan PUBG Mobile. Mereka juga punya seorang pemain Hearthstone profesional. Sementara itu, RRQ punya tujuh tim yang berlaga di empat game: Mobile Legends, PUBG Mobile, Free Fire, dan Valorant. Tak hanya itu, mereka juga punya pemain FIFA serta sepasang pemain di Fortnite. Secara keseluruhan, RRQ punya setidaknya 42 pemain profesional.

Tak hanya besar dari segi jumlah pemain profesional yang dipekerjakan, baik BOOM maupun RRQ juga kaya prestasi. RRQ Hoshi baru saja berhasil memenangkan Mobile Legends Professional League Season 6 dan menjadi tim pertama yang memenangkan MPL dua kali berturut-turut. Tak hanya itu, dengan tiga trofi, mereka juga berhasil menjadi tim dengan trofi MPL terbanyak.

Sementara itu, BOOM Esports lebih dikenal dengan tim PC mereka. Pada April 2020, tim Dota 2 BOOM berhasil memenangkan ESL SEA Championship. Dan dalam BTS Pro Series Season 3: Southeast Asia, mereka berhasil menjadi runner-up. Tak hanya itu, tim CS:GO BOOM Esports — yang bermarkas di Brasil — dapat membawa gelar juara dari Americas Minor Championship – South America Qualifier.

Salah satu cara bagi sebuah organisasi esports untuk melakukan ekspansi ke kawasan baru adalah dengan mengakuisisi tim lokal dan melakukan rebranding. Hal ini dilakukan oleh Fnatic di India ketika mereka membeli tim PUBG Mobile lokal, yaitu Team XSpark. Jika ada organisasi esports dari Eropa atau Amerika Utara yang hendak masuk ke Indonesia atau Asia Tenggara, tidak tertutup kemungkinan, mereka akan mengakuisisi tim lokal.

Ketika ditanya apakah ada kemungkinan RRQ akan melepas salah satu roster mereka jika memang ada organisasi esports asing yang menawar, sambil tertawa, AP menjawab, “Why not?” Meskipun begitu, AP menegaskan, tentu saja RRQ tidak akan sembarangan menjual tim mereka. Pasalnya, mereka masih ingin bisa bertanding di skena esports Indonesia atau tingkat Asia Tenggara.

Sementara terkait strategi untuk menghadapi organisasi esports Amerika Utara atau Eropa yang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, AP mengungkap, RRQ tak punya strategi khusus. “Kita bakal tetap lakukan apa yang selama ini kita lakukan: keep on winning, jaga hubungan dengan fans dan rekan-rekan kami,” akunya.

RRQ punya fans yang loyal dan cukup fanatik. | Sumber: ONE Esports
RRQ punya fans yang loyal dan cukup fanatik. | Sumber: ONE Esports

AP menjelaskan, fans RRQ di Indonesia cukup loyal dan fanatik. Namun, kesetiaan para fans juga diimbangi dengan tuntutan yang tinggi. “Risiko fanbase besar ya itu, pressure tinggi. Kalau kita tidak bagus, mereka tidak segan-segan untuk kritik,” aku AP. “Tapi, semua fans juga pasti ingin agar tim kesayangannya menang. Kami sendiri cukup menikmati pressure seperti ini.”

Sama seperti AP, Gary mengungkap, BOOM tidak punya strategi khusus untuk menghadapi tim NA atau EU yang hendak masuk ke Asia Tenggara. “Karena kita belum tahu siapa juga, tapi ya kita treat semua organisasi esports dengan perlakuan yang sama. Semua teman dan rival bangun ekosistem bersama, sama seperti EVOS dan RRQ,” ujarnya. “Karena EVOS dan RRQ juga merupakan tim besar in their own rights.”

 

Organisasi Esports Indonesia Ekspansi ke Negara Lain

Bagi sebuah organisasi esports, melakukan ekspansi adalah hal yang wajar. Dan terlepas dari asal sebuah organisasi esports, mereka bebas untuk melakukan ekspansi ke negara manapun. Organisasi esports dari kawasan NA atau EU bebas untuk masuk ke pasar esports Asia Tenggara. Sebaliknya, organisasi esports dari Indonesia atau Asia Tenggara juga bisa saja melebarkan sayapnya ke kawasan lain.

Di Indonesia, ada beberapa organisasi esports yang sudah memiliki tim yang bermarkas di negara-negara tetangga. Misalnya, RRQ punya tim PUBG Mobile di Thailand, sementara BOOM Esports punya tim CS:GO di Brasil. Dan jika mereka ingin melakukan ekspansi ke negara lain di masa depan, tidak ada yang salah dengan itu. Namun, AP mengaku, RRQ tidak berencana untuk melakukan ekspansi dalam waktu dekat, terutama di saat pandemi.

Memang, apa saja yang harus organisasi esports siapkan ketika hendak melakukan ekspansi?

Menurut Gary, salah satu persiapan paling penting saat hendak melakukan ekspansi adalah menyiapkan staf media sosial. “Selebihnya, ya harus bisa sacrifice tidur. Karena kalau dengan Brasil, ada beda delapan jam,” aku Gary sambil tertawa. Salah satu alasan mengapa staf media sosial penting adalah karena media sosial menjadi jembatan penghubung antara tim esports dengan para fans-nya.

Selain itu, Gary mengatakan, setiap negara memiliki budaya masing-masing. Hal itu berarti, konten yang disukai fans esports di satu negara belum tentu mengena bagi fans dari negara lain. “Makanya orang media sosial kita beda,” jelas Gary tentang staf media sosial untuk kawasan Indonesia dan Brasil. “Karena apa yang diterima di sini belum tentu diterima di sana.”

Tim CS:GO BOOM Esports berasal dari Brasil.
Tim CS:GO BOOM Esports berasal dari Brasil.

Perbedaan budaya antara negara juga mengharuskan organisasi esports untuk menyesuaikan pendekatan mereka ketika mereka melakukan ekspansi. Hanya saja, hal itu bukan berarti sebuah organisasi esports harus mengganti prinsip atau esensi mereka. Bagi BOOM, fokus tim di Indonesia dan Brasil tetap sama, yaitu menjadi tim nomor satu di dunia.

“Jadi, ya, kita selalu usaha supaya kita bisa jadi tim yang terbaik. Saya pikir, kita sukses melakukan itu di Brasil. Pada 2020, BOOM tidak pernah kalah satu turnamen pun. Walau hanya skala regional South Amerika, memenangkan delapan dari delapan turnamen dalam satu tahun, saat semua orang berusaha untuk meng-counter kita, I think it’s an amazing feat,” ujar Gary. Lebih lanjut dia bercerita, setelah pandemi virus corona berakhir, tim CS:GO BOOM akan berlaga di Eropa atau Amerika Utara. “Dan kita akan buktikan bahwa kita top 15 di dunia.”

 

Kesimpulan

Real Madrid merupakan salah satu klub sepak bola terbaik di Spanyol. Namun, tidak semua pemainnya berasal dari Spanyol. Faktanya, Cristiano Ronaldo — yang masih memegang gelar sebagai pencetak gol terbanyak di Real Madrid — berasal dari Portugal. Hal ini menjadi bukti dari keberagaman kewarganegaraan dalam sebuah klub sepak bola. Dan tampaknya, hal ini juga akan terjadi di dunia esports.

Memang, kebanyakan organisasi esports sekarang memiliki roster yang homogen. Sebagian besar organisasi esports di Indonesia berisi pemain profesional lokal. Contoh lainnya, Damwon Gaming, yang baru saja memenangkan League of Legends World Championship, memiliki tim League of Legends yang semua anggotanya berasal dari Korea Selatan. Namun, saat ini, juga ada organisasi esports yang para pemainnya berasal dari negara yang berbeda-beda. Sebut saja OG. Kelima anggota tim Dota 2 OG berasal dari lima negara yang berbeda.

Di era globalisasi seperti sekarang, batas antar negara menjadi semakin kabur. Di dunia esports, hal itu berarti, organisasi esports dari sebuah kawasan bisa saja melakukan ekspansi ke kawasan lain. Saat ini, beberapa tim di Asia Tenggara sudah ada di bawah naungan organisasi esports asal Amerika Utara atau Eropa. Sebaliknya, organisasi esports dari Asia Tenggara, Indonesia khususnya, juga bisa melebarkan sayap ke kawasan lain. Beberapa organisasi esports yang telah melakukan hal ini antara lain BOOM Esports, EVOS Esports, ONIC Esports, dan RRQ.

Soal siapa yang akan dapat menguasai satu negara atau satu kawasan, hal itu akan tergantung pada kemampuan dari masing-masing organisasi esports untuk bersaing.

Sumber header: ABS-CBN

Saat Game Jadi Primadona Baru untuk Selebriti, Politikus, sampai Militer

Gamer biasanya identik dengan embel-embel “nerd” atau “geek” alias kutu buku, yang pernah punya konotasi buruk. Seiring dengan berkembangnya industri game, budaya gaming menjadi semakin diterima oleh masyarakat. Orang yang mengaku gamer tak melulu mendapatkan cap buruk di mata orang awam. Sebaliknya, berkat esports, image seorang gamer kini berubah 180 derajat. Gamer tak melulu dianggap sebagai orang yang tak punya kehidupan sosial — ahem, no life — mereka juga bisa menjadi idola. Sebut saja Udil Surbakti, seorang pemain Mobile Legends profesional, yang meski punya sikap tengil, toh dielu-elukan oleh para penggemarnya.

Reputasi gamer yang menjadi semakin baik membuat orang-orang tak lagi malu mengaku sebagai seorang gamer. Malah, banyak orang yang mengklaim sebagai gamer agar mereka bisa masuk ke dalam komunitas gaming, mulai dari artis sampai poliitkus.

 

Selebritas dan Tokoh Politik yang Juga Gamer

Henry Cavill — pemain Superman di Man of Steel dan Geralt of Rivia di seri TV The Witcher — merupakan salah satu selebritas yang menyatakan dirinya sebagai seorang geek. Menurut laporan Geek Culture, Cavill mengaku suka memainkan game seperti World of Warcraft, Overwatch, dan Total War. Pada akhir tahun 2019, Cavill sempat menjadi topik hangat di kalangan gamer. Pasalnya, ketika ditanya apakah dia lebih suka bermain di PlayStation atau Xbox, dia menjawab, “PC.”

Cavill menjelaskan, dia menjadi senang bermain game di PC karena ajaran ayahnya ketika masih kecil. Sejak saat itu, dia setia untuk bermain game di PC. Dia bahkan membuat PC-nya sendiri.

Tak hanya aktor, politikus pun bisa menjadi seorang gamer. Ialah Alexandria Ocasio-Cortez alias AOC, seorang anggota kongres Amerika Serikat yang juga aktif memainkan League of Legends. Melalui Twitter, dia tidak segan untuk membuat pengumuman ketika dia berhasil menaikkan ranking-nya. Tak berhenti sampai di situ, pada akhir Oktober 2020, AOC juga melakukan live streaming di Twitch ketika dia bermain Among Us bersama sesama anggota kongres, Ilhan Omar.

Dalam siaran itu, AOC dan Omar bermain bersama beberapa streamer ternama, seperti Imane “Pokimane” Anys, Ali “Myth” Kabbani, Jeremy “Disgusted Toast” Wang, dan Benjamin Lupo alias DrLupo. AOC menyiarkan permainannya secara langsung di Twitch. Tujuan AOC mengadakan siaran di Twitch adalah untuk mendorong para pemain Among Us dan audiens Twitch — yang biasanya masih muda — agar mereka ikut serta dalam pemilihan umum presiden AS.

Menurut laporan Washington Post, banyak masyarakat AS yang tak terlalu peduli pada politik. Seolah itu tidak cukup buruk, mereka biasanya jarang menonton acara politik di TV atau membaca berita politik di koran, sehingga sulit bagi politikus untuk menjangkau mereka. Jadi, politikus yang ingin mendekati orang-orang tersebut, mereka harus menjemput bola. Dalam kasus AOC, dia berusaha mendekat generasi muda melalui game.

Siaran AOC terbukti sukses. Secara real-time, ada 439 ribu orang yang menonton live-streaming AOC, lapor The Guardian. Hal ini menjadikan live streaming AOC sebagai siaran dengan penonton live tertinggi ketiga. Dia hanya kalah dari siaran kolaborasi antara Tyler “Ninja” Blevins dan rapper Drake — yang mendapatkan 628 ribu penonton secara real-time — dan siaran kembalinya Michael “Shroud” Grzesiek ke Twitch, yang ditonton oleh 500 ribu orang.

AOC bukan satu-satunya politikus AS yang pernah melakukan live streaming di Twitch. Presiden AS Donald Trump dan Joe Biden, yang baru saja memenangkan pemilu AS, juga pernah melakukan hal yang sama. Hanya saja, Trump dan Biden gagal untuk menarik audiens sebanyak AOC. Jumlah penonton real-time siaran Biden hanya mencapai 17 ribu orang, sementara Trump 6 ribu orang. Namun, pada akhirnya, tujuan dari ketiga politikus ini sama, yaitu memenangkan hati komunitas gamer — yang biasanya terdiri dari generasi Milenial dan gen Z.

Fenomena serupa — tokoh non-gaming berusaha untuk masuk ke dunia gaming — juga terjadi di Indonesia. Misalnya, pada tahun lalu, Kaesang Pangarepan “bergabung” dengan Genflix Aerowolf. Ariel dari Band Noah bahkan membentuk tim esports sendiri karena kesenangannya bermain game.

Sementara itu, pada September 2020 lalu, Najwa Shihab juga sempat membuat kicauan tentang Among Us, bertanya tentang bagaimana cara memainkan game tersebut. Kicauan perempuan yang akrab dengan sapaan Nana itu mendapatkan 20,5 ribu Likes, 4,4 ribu Retweet, dan 1,2 ribu Quote Tweet. Hal ini menunjukkan tingginya minat masyarakat untuk melihat tokoh idolanya bermain game atau setidaknya, mengobrol tentang game.

 

Merek Kosmetik dan Game

Game sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Perempuan yang juga bermain game biasanya diidentikkan dengan perempuan tomboy. Namun, stereotipe itu tak selamanya benar. Tidak sedikit perempuan feminin yang juga suka bermain game. Ialah Michelle Phanbeauty influencer dan pendiri dari EM Cosmetics, yang dikenal berkat video tutorial makeup dan review produk kecantikan yang dia unggah ke YouTube. Di platform video milik Google itu, dia memiliki sembilan juta pengikut.

Namun, kecantikan bukan satu-satunya passion yang Phan miliki. Dia juga senang bermain game. Game favoritnya adalah League of Legends. Sejak karantina mulai diberlakukan, dia juga mulai memainkan The Legend of Zelda: Breath of the Wild. Jadi, tidak heran jika dia juga pernah melakukan live streaming di Twitch.

Pada akhir Oktober 2020, dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang unik: menggabungkan dunia kecantikan dan game. Untuk itu, dia mempromosikan produk baru dari EM Cosmetics — foundation bernama Daydream Cushion — ketika dia tengah melakukan live streaming League of Legends di Twitch. Dan apa yang Phan lakukan terbukti sukses. Pada hari peluncuran, total penjualan Daydream Cushion 278% lebih banyak daripada produk lainnya. Tak hanya itu, 45% trafik ke situs EM Cosmetics masuk ketika Phan melakukan siaran.

“Alasan mengapa saya mau membuat siaran di Twitch adalah karena saya ingin agar interaksi saya dengan audiens saya tidak terbatas pada chatting,” kata Phan, seperti yang dikutip dari Digiday.

Daydream Cushion foundation. | Sumber: EM Cosmetics
Daydream Cushion foundation. | Sumber: EM Cosmetics

Phan bukan satu-satunya pelaku di bidang kecantikan yang memanfaatkan Twitch untuk menjangkau audiens baru. Sebelum pandemi, ada beberapa merek kosmetik yang bekerja sama dengan Twitch. Salah satunya adalah MAC Cosmetics, yang membuat booth di acara tahunan TwitchCon pada September 2019. Sementara itu, Maybelline bekerja sama dengan beberapa top streamer untuk membuat siaran bertajuk “get ready with me“. Sesuai namanya, dalam acara tersebut, para streamer akan menampilkan persiapan mereka sebelum melakukan streaming. Tentu saja, kosmetik yang mereka gunakan bermerek Maybelline. Dalam siaran itu, juga ditampilkan tautan untuk membeli produk kosmetik buatan Maybelline.

Sementara itu, belum lama ini, Hero Cosmetics menggandeng streamer gaming Twitch, Sam Seum, untuk mempromosikan produk mereka. Selama siaran, Seum diminta untuk menggunakan acne patch dari Hero Cosmetics. Tak hanya itu, Seum juga diminta untuk menunjukkan rutinitasnya dalam merawat kulit pada para penonton. ROAS (Return On Ad Spend) Hero Cosmetics dari kerja sama mereka dengan Seum mencapai 150%. Sebagai informasi, ROAS merupakan metrik yang digunakan untuk menghitung pemasukan perusahaan per dollar yang mereka gunakan untuk dana marketing atau iklan. Jadi, kerja sama dengan Seum memungkinkan Hero Cosmetics untuk mendapatkan pemasukan 1,5 kali lebih besar dari biaya yang mereka keluarkan untuk membayar streamer tersebut.

CEO dan Co-founder Hero Cosmetics, Ju Rhyu mengungkap, mempromosikan sebuah produk melalui siaran langsung membuat iklan terlihat lebih otentik, sesuatu yang sulit untuk dilakukan di platform lain selain Twitch. Dia menjelaskan, ketika melakukan siaran langsung, seorang streamer akan bisa membahas produk yang dia promosikan dengan natural.

Walaupun Twitch dikenal sebagai platform streaming untuk gamer, ada beberapa kreator konten yang juga membuat siaran terkait kecantikan. Misalnya, Young Yuh,  seorang influencer skin-care di TikTok. Biasanya, dia melakukan siaran langsung di Twitch dua atau empat kali seminggu. Dia menggunakan kesempatan itu untuk menjawab pertanyaan tentang perawatan kulit dari para pengikutnya. Yuh mengungkap, siaran di Twitch memungkinkannya untuk berinteraksi dengan lebih baik daripada jika dia menggunakan IG Live atau TikTok Live. Alasannya, ketika dia menggunakan IG Live atau TikTok Live, komentar dari para penonton berlalu dengan sangat cepat, sehingga dia tidak bisa memerhatikan apa yang penonton katakan.

Konten video di kategori Beauty & Body Art di Twitch naik.
Konten video di kategori Beauty & Body Art di Twitch naik.

Dan memang, video kecantikan atau konten non-gaming ternyata cukup diminati oleh pengguna Twitch. Buktinya, jumlah video non-gaming di platform itu naik hingga empat kali lipat. Sementara pada Agustus 2020, jumlah konten dalam kategori “Beauty & Body Art” naik 208% jika dibandingkan dengan pada November 2019. Selain itu, belakangan Twitch juga menyediakan kategori baru selain gaming, seperti kategori olahraga tradisional.

“Banyak orang yang menghabiskan waktunya di rumah sepanjang 2020. Hal ini tidak hanya membuat tingkat engagement naik di Twitch, tapi juga membuat jenis konten yang tampil di platform kami menjadi semakin beragam,” kata Head of Sales for Americas, Twitch, Sarah Looss.

Lalu, apakah hal ini berarti semua merek non-gaming bisa menjangkau komunitas gaming hanya dengan membuat siaran langsung di Twitch? Oh, tentu tidak. Seperti yang disebutkan oleh Phan, memahami komunitas Twitch merupakan kunci sukses bagi sebuah perusahaan non-endemik yang ingin menjangkau komunitas gamer. Untuk sukses, sebuah merek harus bisa menggandeng streamer yang tepat dan menyajikan konten yang sesuai minat para penonton. Karena jika mereka gagal melakukan itu, melakukan streaming di Twitch justru bisa menjadi senjata makan tuan.

 

Streamer Militer AS yang Justru Menuai Kritik

Salah satu institusi yang mencoba untuk menggaet para gamer di Twitch dan gagal adalah militer Amerika Serikat. Baik Angkatan Darat (Army) maupun Angkatan Laut (Navy) dari AS punya tim yang bertugas untuk melakukan siaran langsung di Twitch. Tim itu terdiri dari anggota cadangan maupun tentara yang masih aktif.

Apa tujuan mereka?

Mantan perekrut dan ranger di Angkatan Darat AS, Marty Skovlund Jr., membandingkan siaran yang dilakukan oleh militer AS di Twitch seperti Coca-Cola yang menampilkan produk mereka dalam sebuah film. “Melihat Coca-Cola di film tidak akan mendorong Anda untuk membeli Coca-Cola, tapi hal itu sudah cukup untuk membuat Anda tahu akan merek minuman tersebut,” kata Skovlund, menurut laporan Wired. “Melakukan streaming di Twitch merupakan bagian dari proses perekrutan militer, walau mereka tidak secara aktif merekrut para penonton.”

Angkatan Laut AS punya tim esports yang menyiarkan konten di Twitch. | Sumber: military.com
Angkatan Laut AS punya tim esports yang menyiarkan konten di Twitch. | Sumber: military.com

Hanya saja, rencana militer AS melakukan siaran di Twitch untuk mendekatkan diri dengan generasi muda justru menjadi bumerang. Mereka tidak hanya mendapatkan protes dari aktivis, mereka juga sering mendapatkan komentar negatif dari para penonton. Tidak sedikit penonton yang justru mempertanyakan kejahatan perang yang dilakukan oleh militer AS, menurut The Verge.

 

Kesimpulan

Jumlah gamer diperkirakan mencapai 2,7 miliar pada 2020. Dengan ini, game telah menjadi semakin mainstream. Dan seperti kata pepatah, di mana ada gula, di situ ada semut. Jika ada komunitas besar, di situ ada pihak yang ingin menjangkau orang-orang tersebut. Jadi, jangan heran jika perusahaan, institusi, atau tokoh yang tidak ada kaitannya dengan game kini juga mulai menunjukkan ketertarikan untuk masuh ke ranah game.

Induk ESL Masih Merugi, Pendapatan Pokemon Go Sepanjang 2020 Tembus US$1 Miliar

Dalam seminggu belakangan, ada beberapa perusahaan game dan esports yang melaporkan hasil keuangan mereka untuk Q3 2020, termasuk MTG, EA, dan Take-Two. Selain itu, ada beberapa kabar menarik lainnya, seperti Pokemon Go yang berhasil meraup total pemasukan sebesar US$1 miliar.

MTG Laporkan Keuangan Q3 2020, Masih Merugi

Perusahaan induk ESL dan DreamHack, Modern Times Group (MTG) melaporkan keadaan finansial mereka untuk Q3 2020. Total pemasukan mereka pada Q3 2020 mencapai US$105 juta, turun 12,5% dari US$120 juta pada kuartal yang sama tahun lalu. Pada Q3 2020, MTG masih mengalami kerugian sebesar US$1,27 juta. Kabar baiknya, kerugian mereka sudah jauh lebih kecil dibandingkan kerugian mereka pada Q3 2019, yang mencapai US$9,2 juta.

“Kami bangga karena kami dan perusahaan-perusahaan anak kami dapat beradaptasi dengan keadaan selama pandemi virus corona. Kami telah mengubah cara kami beroperasi dan terus meningkatkan jumlah penonton online. Kami juga dapat mempertahankan tingkat engagement,” ujar Maria Redin, CEO dan Presiden MTG, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Kejadian penting yang terjadi selama Q3 2020 adalah merger antara ESL dan DreamHack, yang menghasilkan ESL Gaming. Hal ini memungkinkan kami untuk terus mengembangkan bisnis kami.”

Laba per saham MTG. | Sumber: The Esports Observer
Laba per saham MTG. | Sumber: The Esports Observer

Selain merger antara ESL dan DreamHack, kejadian penting lain yang terjadi pada Q3 2020 adalah penunjukan Maria Redin sebagai Presiden dan CEO baru dari MTG. Pada Q3 2020, MTG juga berhasil mendapatkan kontrak hak siar media atas beberapa turnamen esports mereka.

Pada Juli 2020, mereka memperpanjang kontrak dengan platform streaming Tiongkok, Huya, untuk menyiarkan turnamen Counter-Strike: Global Offensive, ESL Pro Tour. Sementara pada Agustus, MTG menjalin kontrak hak siar dengan Douyu untuk turnamen StarCraft II dan WarCraft III pada ESL Pro Tour. Pada bulan yang sama, mereka mendapatkan kontrak tiga tahun dengan dua perusahaan media asal Brasil, Globo dan Omelete.

Q3 2020, Pemasukan EA Turun 14% dari Tahun

Electronic Arts baru saja mengumumkan laporan keuangannya untuk Q3 2020. Selama tiga bulan, pemasukan mereka mencapai US$1,15 miliar, melebihi ekspektasi para analis. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan pemasukan mereka pada Q3 2019, pemasukan mereka kali ini turun 14%. Pada kuartal ini, beberapa game populer yang EA luncurkan antara lain FIFA 21, Madden NFL 21, Star Wars: Squadrons, UFC 4, dan Rocket Arena.

Hanya saja, perkiraan EA untuk finansial mereka pada Q4 2020 lebih rendah dari perkiraan analis. Chief Financial Officer EA, Blake Jorgensen mengatakan, alasan mereka sangat berhati-hati dengan perkiraan laporan keuangan mereka adalah karena pandemi, yang membuat pasar gaming menjadi sulit diprediksi.

Star Wars Squadrons jadi salah satu game populer yang EA luncurkan pada Q3 2020.
Star Wars Squadrons jadi salah satu game populer yang EA luncurkan pada Q3 2020.

Meskipun begitu, CEO EA, Andrew Wilson mengatakan, bisnis EA tumbuh dengan signifikan pada tahun 2020. Dia memperkirakan, pertumbuhan ini masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. Pada para analis, dia mengungkap, Apex Legends sangat sukses di Asia, lapor VentureBeat.

Sejauh ini, EA telah meluncurkan lebih dari 125 game dan konten di Steam. Jumlah pemain FIFA 20 telah mencapai 30 juta orang di konsol dan PC. Sementara jumlah pengguna berbayar EA Play telah mencapai 6,5 juta orang. Wilson berkata, mereka akan dapat menggandakan jumlah pengguna berbayar EA Play dalam waktu 12 bulan ke depan.

Pemasukan Pokemon Go di 2020 Capai US$1 Miliar

Sensor Tower memperkirakan, pemasukan Pokemon Go pada 2020 telah mencapai US$1 miliar. Pendapatan Pokemon Go selama 10 bulan pada 2020 naik 30% dari periode yang sama pada tahun lalu dan 11% lebih besar dari total pemasukan game itu sepanjang 2019, menurut Niantic, menurut laporan GamesIndustry.

Sejak diluncurkan pada 2016, total pendapatan Pokemon Go hampir mencapai US$4,2 miliar. Amerika Serikat menjadi pasar terbesar dengan total kontribusi sebesar US$1,5 miliar atau sekitar 36,3% dari total pemasukan Pokemon Go. Jepang ada di posisi kedua dengan kontribusi US$1,3 miliar (31,3%), dan Jerman di posisi ketiga dengan kontribusi US$238,6 juta (5,7%). Dari segi platform, pengguna Android berkontribusi US$2,2 miliar atau sekitar 53,4% dari total pendapatan Pokemon Go, sementara pengguna iOS menyumbang US$1,9 miliar atau sekitar 46,6%.

Selama periode Januari-Oktober 2020, Pokemon Go sukses menjadi game dengan total pemasukan terbesar ketiga di dunia. Posisi pertama dipegang oleh PUBG Mobile dari Tencent, sementara posisi kedua dipegang oleh Honor of Kings, yang juga merupakan besutan Tencent.

GTA V Masih Berikan Kontribusi Signifikan untuk Pemasukan Take-Two di Q3 2020

Untuk Q3 2020, Take-Two Interactive melaporkan bahwa pemasukan mereka mencapai US$841,1 juta, melebihi perkiraan yang mereka buat. Hal ini adalah kabar baik bagi Take-Two, mengingat sepanjang Q3 2020, mereka hanya meluncurkan NBA 2K21. Sepanjang kuartal Q3, selain penjualan NBA 2K21, pemasukan Take-Two juga berasal dari penjualan game-game lama mereka dan update untuk game online mereka.

Grand Theft Auto V buatan Rockstar kini telah terjual sebanyak 135 juta copy, sementara Red Dead Redemption 2 telah terjual sebanyak 34 juta copy. Meskipun GTA V diluncurkan pada 2013 di era PlayStation 3 dan Xbox 360, game tersebut tetap menjadi salah satu sumber pemasukan untuk Take-Two berkat GTA Online yang tersedia untuk PlayStation 4, Xbox One, dan PC.

Take-Two hanya meluncurkan NBA 2K21 sepanjang Q3 2020.
Take-Two hanya meluncurkan NBA 2K21 sepanjang Q3 2020.

Menurut laporan VentureBeat, beberapa game yang memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan Take-Two antara lain NBA 2K20, NBA 2K21, Grand Theft Auto Online, Grand Theft Auto V, Red Dead Redemption 2, Read Dead Online, Borderline 3, PGA Tour 2K21, Mafia: Definitive Editions, Mafia: Trilogy, Sid Meier’s Civilization VI, dan WWE Series.

PUBG Dominasi Konten Berbayar dari Influencer

Di September 2020, PUBG Corporation merupakan merek gaming yang memiliki Share of Influence (SOI) terbesar, dengan SOI sebesar 13,75%, menurut CreatorIQ. Share of Influencer adalah cakupan sebuah merek dalam sebuah sektor atau industri jika dibandingkan dengan pesaingnya. Sementara itu, total nilai kampanye PUBG Corporation yang melibatkan influencer mencapai US$24,5 juta.

Di industri gaming, sebuah post rata-rata menjangkau 352 ribu orang. Sementara tingkat engagement sebuah konten iklan di Instagram sepanjang September 2020 mencapai 3,27%. Konten iklan dengan interaksi paling tinggi adalah konten League of Legends. Konten itu diperkirakan menjangkau hingga 2,2 juta orang, dengan 273,9 ribu likes dan 5 ribu komentar, menurut VentureBeat.

Jumlah pengikut seorang influencer dapat memengaruhi tingkat engagement. Menariknya, influencer dengan jumlah follower yang lebih sedikit justru bisa mendorong tingkat interaksi yang lebih tinggi. Pasalnya, influencer tersebut biasanya hanya membatasi diri untuk membahas segmen niche.

Di industri gaming, nano influencer (influencer dengan audiens sekitar 1 ribu sampai 10 ribu orang) memiliki tingkat engagement paling tinggi, yaitu 9%. Sementara mega influencer, yang memiliki audiens 1 juta orang atau lebih, memiliki tingkat interaksi tertinggi kedua, dengan tingkat engagement 5,24%. Hal ini menunjukkan, seorang influencer di bidang gaming tetap dapat menarik perhatian para audiens mereka seiring dengan bertambahnya jumlah pengikut mereka.

MPL Invitational Bakal Digelar, AC Milan Jajaki Ranah Esports

Dalam satu minggu terakhir, ada berbagai berita terbaru tentang dunia esports. Salah satunya, ONE Esports menggandeng Moonton untuk menyelenggarakan MPL Invitational. Selain itu, AC Milan juga mulai menjajaki dunia esports dan memulai kerja sama dengan Qlash, orgaisasi esports asal Italia.

ONE Esports Adakan MPL Invitational

ONE Esports, penyelenggara turnamen esports asal Singapura, bekerja sama dengan Moonton untuk mengadakan MPL Invitational. Turnamen dengan total hadiah US$100 ribu itu akan diadakan pada 27 November – 6 Desember 2020. Dalam MPL Invitational, akan ada 20 tim dari 5 negara yang berlaga. Lima negara yang ikut serta dalam MPL Invitational antara lain Indonesia (8 tim), Malaysia/Singapura (4 tim), Myanmar (2 tim), dan Filipina (6 tim).

Dari Indonesia, tim yang akan bertanding di MPL Invitational antara lain Alter Ego, Aurafire, Bigetron Alpha, EVOS Legends, Geek Fam, Genflix Aerowolf, ONIC Esports, dan RRQ Hoshi, yang baru saja memenangkan MPL Indonesia Season 6. Sementara empat tim yang bertanding mewakili Malaysia/Singapura adalah EVOS SG, Orange Louvre, Resurgence, dan Todak.

Dari Myanmar, dua tim yang ikut serta di MPL Invitational adalah Burmese Ghouls dan Ronin Esports. Terakhir, dari Filipina, enam tim yang bertanding adalah Aura Philippines, Blacklist International, Execration, ONIC Philippines, dan dua tim yang menjadi finalis MPL Filipina, BREN Esports dan Omega Esports.

Garena Umumkan Free Fire Continental Series

Garena baru saja mengungkap struktur, tanggal, dan total hadiah dari Free Fire Continental Series (FFCS). Turnamen tersebut akan diadakan secara serentak untuk kawasan Amerika, EMEA, dan Asia pada 21-29 November 2020. Kompetisi itu akan diikuti oleh tim-tim terbaik dari masing-masing region, seperti dikutip dari The Esports Observer.

Garena baru saja mengumumkan tentang Free Fire Continental Series.
Garena baru saja mengumumkan tentang Free Fire Continental Series.

Perwakilan dari Asia akan terdiri dari tim-tim asal Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, India, dan Taipei. Untuk kawasan Amerika, tim-tim yang berkompetisi akan datang dari Brasil dan Amerika Latin. Sementara EMEA mencakup tim-tim dari Eropa, Rusia, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Total hadiah dari FFCS mencapai US$900 ribu. Masing-masing kawasan akan menawarkan total hadiah sebesar US$300 ribu.

Gandeng Qlash, AC Milan Jajaki Ranah Esports

Klub sepak bola asal Italia, AC Milan, masuk ke ranah esports dengan menggandeng organisasi esports Qlash. Melalui kerja sama ini, Qlash akan membuat tim baru, yang dinamai AC Milan Qlash. Tim tersebut akan bertanding di game esports sepak bola dan juga game esports lainnya, menurut laporan Sports Pro Media.

Diego “Qlash Crazy” Campagnani dan Fabio “Qlash Denuzzo” Denuzzo menjadi dua atlet esports yang akan menjadi anggota dari AC Milan Qlash. Keduanya akan berlaga di eSerie A TIM 2020/2021. Tak hanya itu, mereka juga akan bertanding di pertandingan FIFA 21 resmi lainnya, seperti FIFA Global Series dan FIFA Club World Cup. Selain FIFA 21, tim AC Milan Qlash juga akan ikut serta dalam World Finals dari dari mobile game Brawl Stars.

IOC Tidak Akui Badan Esports Manapun

Melalui pernyataan tertulis, Esports and Gaming Liaison Group (ELG) di bawah International Olympic Committee (IOC) mengungkap bahwa mereka tidak akan mengakui federasi esports manapun sebagai perwakilan esports di dunia. Menurut laporan insidethegames, ELG bahkan mengeluarkan peringatan agar cabang olahraga tradisional tidak bergabung dengan Global Esports Federation (GEF).

Didukung oleh Tencent, GEF didirikan di Singapura pada tahun lalu. Ketika itu, mereka mengatakan, tujuan mereka adalah untuk menjadi otoritas esports di dunia. Chris Chan, COO dari GEF dan juga sekretaris dari National Olympic Council (NOC) Singapura mengungkap, salah satu impian GEF adalah agar esports bisa disertakan dalam Olimpiade, lapor The Esports Observer.

IOC tidak mengakui federasi esports apapun saat ini.
IOC tidak mengakui federasi esports apapun saat ini.

GEF bukan satu-satunya federasi esports yang ada saat ini. Pada 2008, International eSports Federation (IeSF) didirikan di Korea Selatan. Berbeda dengan GEF, IeSF bertujuan untuk mempromosikan esport agar competitive gaming dianggap sebagai kompetisi layaknya pertandingan olahraga tradisional.

Hal lain yang membedakan GEF dan IeSF adalah GEF menerima perwakilan cabang olahraga Olimpiade sebagai anggota, sementara IeSF berusaha untuk mendorong diselenggarakannya kompetisi esports internasional. Sejauh ini, beberapa cabang olahraga tradisional yang telah menjadi anggota GEF antara lain panahan, kano, karate, dan tenis.

Logitech G Kerja Sama dengan Riot Games

Logitech G baru saja menandatangani kontrak eksklusif dengan Riot Games. Melalui kontrak yang berlangsung selama lebih dari satu tahun ini, Logitech G akan dapat membuat produk League of Legends resmi. Lini produk pertama yang akan mereka buat terinspirasi oleh K/DA, grup musik virtual buatan Riot Games.

Menurut Logitech, lini produk League of Legends pertama mereka akan mencakup headset gaming G733, mouse gaming G304/G305, mousepad gaming G840, dan headset in-ear gaming G333. Logitech akan melakukan rebranding dari semua produk tersebut sehingga barang-barang tersebut memiliki warna dan karakteristik khas League of Legends, lapor The Esports Observer.

Salah satu fokus Logitech adalah G733 Lightspeed Wireless RGB Gaming Headset, yang diklaim sebagai headset ternyaman yang pernah dibuat oleh Logitech. Selain itu, headset G333 merupakan headset in-ear pertama buatan Logitech. Sementara pada G304/G305 Lightspeed Wireless Gaming Mouse, Logitech ingin menonjolkan kecepatan sensor pada mouse tersebut dan beratnya yang hanya mencapai 3,5 ons.

Kebugaran Fisik dan Makanan Bergizi, Pentingkah untuk Atlet Esports?

Pada September 2020, Team Liquid memamerkan markas baru mereka di Utrecht, Belanda. Satu hal yang menarik, Team Liquid tidak hanya menyediakan puluhan PC canggih, mereka juga mempekerjakan dua chef untuk menyiapkan makanan bagi para atlet esports mereka.

Sama seperti atlet olahraga tradisional, pemain profesional harus siap menanggung beban mental. Namun, berbeda dengan olahraga konvensional, esports tidak mengadu fisik para pemainnya. Sebaliknya, atlet esports menghabiskan banyak waktu mereka duduk diam di hadapan komputer atau smartphone untuk berlatih dan bertanding. Meskipun begitu, Team Liquid tetap ingin memastikan para pemainnya mendapatkan asupan nutrisi yang memadai. Dan jangan salah, Team Liquid bukan satu-satunya organisasi esports yang memerhatikan pola makan para atletnya.

Pertanyaannya…

 

Seberapa Penting Kebugaran Fisik dan Pola Makan untuk Atlet Esports?

Ketika ditanya apakah kebugaran fisik dan pola makan seimbang penting bagi atlet esports, Yohannes Siagian, Direktur dari Somniun Esports dan juga Wakil Ketua Bidang Pengembangan Atlet dan Prestasi, PB Esports, menjawab dengan tegas, “Ya. Sangat.” Dia menganalogikan tubuh atlet esports layaknya hardware dari PC. Para pemain profesional selalu menggunakan PC gaming dan aksesori berkualitas tinggi karena semua itu akan berpengaruh pada performa mereka. “Periferal yang bagus akan lebih responsif dalam mengirim sinyal ke gadget atau PC, jadi permainan sang atlet bisa lebih bagus,” kata pria yang akrab dengan panggilan Joey ini.

“Cuma, player suka salah paham. Mereka pikir, periferal dan interface gadget saja yang penting. Padahal, itu baru sebagian prosesnya,” ujar Joey. “Kita tekan tombol di mouse, kirim sinyal ke komputer, upload ke internet, kena server, karakter menembak. Di bagian ini, ‘alat’ yang diperlukan adalah mouse, keyboard, internet, dan lain sebagainya. Kita mau mouse bagus, CPU cepat, dan internet optimal agar ‘perintah’ dari tangan ke karakter bisa disampaikan dengan sebaik mungkin.

Bagaimana rangsangan diterima otak dan direspons. | Sumber: Bio Ninja
Bagaimana rangsangan diterima otak dan direspons. | Sumber: Bio Ninja

“Tapi, kita lupa bahwa perintah itu tidak datang dari tangan kita. Tangan kita juga hanya ‘periferal’ yang melanjutkan sinyal. Sebelum sinyal sampai ke tangan, perjalanan yang dilalui sudah jauh. Situasi diterima dari mata dan telinga ke otak melalui sistem syaraf, diolah, diputuskan langkah terbaik, otak memberi perintah ke badan, sinyal berjalan ke otot, yang bergerak untuk melakukan perintah dan mengklik mouse. Di bagian ini, badan sang atlet menjadi ‘alat’ dan ‘jaringan’. Dari sini, langsung terlihat jelas mengapa kondisi fisik atlet esports sangat penting.”

Yohannes menjelaskan, seorang atlet esports bisa menjaga kebugaran fisik mereka dengan melakukan olahraga, menjaga pola makan serta memastikan asupan nutrisi mencukupi, dan istirahat yang cukup. “Badan sebenarnya adalah salah satu ‘tool‘ yang mendukung interaksi dari ‘otak’ ke ‘karakter’, sama seperti mouse, internet, dan gadget,” kata Joey. “Kalau kita rela keluar uang banyak untuk peralatan demi menaikkan performa, logikanya kita juga akan rela investasi waktu dan usaha untuk menjaga agar kondisi tubuh tetap optimal.”

 

Atlet Esports vs Atlet Olahraga Tradisional di Indonesia

Lalu, apakah organisasi esports di Indonesia sudah menyadari pentingnya kebugaran fisik dan pola makan sehat bagi para pemainnya? Menurut Yohannes, kebanyakan organisasi esports di Indonesia sudah menyadari hal itu. Sayangnya, mereka belum dapat menjaga kebugaran fisik para pemainnya dengan optimal. Misalnya, organisasi esports telah menyediakan jadwal olahraga untuk para pemainnya, tapi jadwal tersebut masih belum rutin.

Selain olahraga fisik, pola makan juga penting bagi para atlet esports. Ia mengatakan, idealnya, organisasi esports punya ahli gizi untuk memastikan bahwa para pemain profesional mendapatkan asupan gizi yang seimbang. Dia menyebutkan, walau memiliki ahli gizi yang juga paham esports memang ideal, ahli gizi pada umumnya juga bukan masalah.

Asupan nutrisi juga penting bagi para atlet esports. | Sumber: UNAIR
Asupan nutrisi juga penting bagi para atlet esports. | Sumber: UNAIR

Memang, di dunia olahraga tradisional, asupan gizi yang diperlukan oleh para atlet profesional berbeda dengan orang biasa. Jumlah kalori, lemak, protein, dan karbohidrat yang dibutuhkan oleh seorang atlet profesional biasanya tergantung pada olahraga dan posisi yang dia pegang. Tidak jarang, seorang atlet puya ahli gizi dan juga dokter spesialis untuk memastikan bahwa dia memiliki diet dan pola makan yang benar. Dokter Spesialis Gizi, dr. Nessa Wulandari, MGizi, SpGK menekankan betapa pentingnya bagi atlet untuk memathui diet yang telah ditentukan.

“Di sini diperlukan komitmen atlet dengan motivasi pribadi pada karirnya,” ujar Nessa, seperti dikutip dari CNN Indonesia. Sang atlet harus sadar bahwa kebugaran tubuhnya akan berdampak langsung pada performa dan keberlangsungan karirnya sebagai atlet. Karena itu, mereka harus menjaga makanan yang mereka makan. Salah satu contoh makanan yang pantang dimakan oleh seorang atlet profesional adalah gorengan. Pasalnya, gorengan mengandung minyak tinggi, yang membuat lemak tak jenuh dalam tumbuh menumpuk.

“Sebagai atlet elit atau profesional, seseorang harus jaga tubuhnya sendiri dan menjadikan tubuhnya sebagai aset untuk karirnya,” ujar Dokter Spesialis Keolahragawan, Dr. Andi Kurniawan. “Kalau asetnya, tubuhnya tidak dijaga, karir tidak akan meningkat, ya percuma. Sebagai atlet harus sadar diri, tidak ada alasan. Kalau tidak dijaga asetnya, pasti asetnya akan kewalahan.” Sayangnya, Andi mengaku, kesadaran atlet Indonesia akan pentingnya pola makan yang sesuai masih kurang. “Di Indonesia, masih sangat minim kepedulian atletnya, bahkan pembinanya. Bahkan, tidak semua tim punya nutrisionis,” ujarnya.

 

Mengapa Nutrisi Penting untuk Atlet Esports?

Team Liquid bukan satu-satunya organisasi esports yang mempekerjakan chef untuk memastikan timnya mendapatkan asupan nutrisi yang sesuai. Salah satu organisasi esports lain yang juga memiliki chef adalah Counter Logic Gaming (CLG). Organisasi esports asal Los Angeles, Amerika Serikat itu mempekerjakan seorang fine-dining chef, Andrew Tye sebagai Head of Food Operations. Salah satu tugasnya adalah menyiapkan makanan bernutrisi sesuai dengan kebutuhan para pemain. Untuk itu, dia bahkan bekerja sama dengan ahli gizi. Selain itu, dia juga bertanggung jawab atas staf dan kegiatan operasional di dapur.

Tye menjelaskan, saat membuat menu untuk para pemain CLG, prioritasnya adalah untuk memastikan mereka memiliki energi yang cukup sepanjang hari. Memang, para pemain esports tidak dituntut untuk melakukan kegiatan fisik, seperti atlet olahraga tradisional. Namun, mereka tetap harus berkonsentrasi dalam waktu lama. Di musim turnamen, pemain profesional di CLG bisa menghabiskan waktu selama 12 jam untuk berlatih dan berdiskusi tentang performa mereka.

“Inilah alasan mengapa para pemain harus mendapatkan makanan bernutrisi, agar tenaga mereka tetap optimal sepanjang hari,” kata Matt Nashua, Head of Esports, CLG, dikutip dari Men’s Health. “Kami memberikan makanan bernutrisi agar para pemain kami bisa fokus pada latihan.”

Andrew Tye telah menjadi chef untuk Counter Logic Gaming sejak 2016. | Sumber: Men's Health
Andrew Tye telah menjadi chef untuk Counter Logic Gaming sejak 2016. | Sumber: Men’s Health

Untuk memastikan para pemain punya cukup energi, Tye membuat menu protein tinggi rendah karbohidrat untuk para pemain CLG. “Kami tidak menghilangkan karbohidrat sama sekali karena karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh kita. Namun, jika seseorang mengonsumsi makanan kaya karbohidrat, hal ini dapat membuat mereka mengantuk, sesuatu yang ingin kami hindari,” katanya.

Sebagai seorang chef, Tye tidak hanya harus membuat makanan dengan nutrisi seimbang untuk para pemain CLG. Dia juga bisa membuat makanan khas sebuah negara demi mengobati homesickness yang dialami oleh para pemain asing. Dia mengungkap, dia terkadang membuat makanan Korea untuk meringankan rasa kangen rumah yang dialami oleh para pemain asal Korea Selatan.

 

Masalah Nutrisi di Dunia Esports

Sebagai atlet esports, seseorang memang tidak dituntut untuk melakukan kegiatan berbahaya — seperti lineman yang bertugas memperbaiki kabel listrik atau pemadam kebakaran — tapi mereka harus duduk diam dalam waktu lama. Dan hal ini bisa meningkatkan risiko penyakit kronis bagi atlet esports, menurut studi yang diunggah oleh International Journal of Environmental Research and Public Health.

Masalah lain yang biasa dihadapi oleh para atlet esports adalah dehidrasi. Alasannya, merek energy drink, seperti Red Bull, cukup aktif dalam mensponsori organisasi esports. Jadi, banyak pemain profesional yang lebih sering meminum energy drink daripada air. Menurut Lindsey Migliore, dokter spesialis esports medicine, yang juga dikenal dengan nama “GamerDoc”, mengganti air dengan energy drink justru bisa menyebabkan masalah kesehatan pada para atlet esports di masa depan.

Energy drink mengandung gula, kafein, dan bahan pengawet,” kata Migliore kepada The Esports Observer. “Anda bisa mendapatkan kafein dari secangkir kopi. Jika Anda memerlukan kafein, Anda bisa meminum kopi, tapi berhentilah mengonsumsi minuman yang penuh gula dan bahan pengawet.” Migliore menambahkan, meminum terlalu banyak energy drink dapat membebani ginjal dan justru menyebabkan dehidrasi. Dia menyamakan kebiasaan buruk para atlet esports dengan dokter magang yang bekerja selama 80 jam seminggu dan sering meminum energy drink.

“Studi tentang dokter magang yang bekerja selama 80, 90, sampai 100 jam seminggu menunjukkan, banyak dari mereka yang berpotensi mengalami gagal ginjal karena mereka tidak cukup minum. Mereka terus meminum kopi dan energy drink,” ujar Migliore. “Sayangnya, tidak ada studi yang menunjukkan dampak meminum kopi dan energy drink terus-menerus pada atlet esports. Namun, saya bisa membayangkan, kebiasaan itu akan membebani ginjal Anda.”

Merek energy drink biasanya menjadi sponsor dari organisasi esports. | Sumber: Twitter
Merek energy drink biasanya menjadi sponsor dari organisasi esports. | Sumber: Twitter

Kabar baiknya, organisasi esports kini semakin memerhatikan kesehatan para atletnya, menurut Taylor Johnson, Chief Performance Engineer, Statespace. Dia mengungkap, kesehatan fisik para pemain esports merupakan topik yang semakin sering dibahas. Tak hanya itu, organisasi-organisasi esports juga berlomba-lomba dalam mencari cara terbaik untuk memastikan para atlet mereka mendapatkan asupan nutrisi yang memadai.

Untuk itu, organisasi esports besar, seperti Team Liquid, biasanya akan mempekerjakan chef atau ahli nutrisi. Sayangnya, tidak semua organisasi esports dapat melakukan hal itu, apalagi organsiasi esports yang memiliki dana terbatas. Walaupun begitu, menurut Johnson, peran ahli nutrisi sebenarnya bisa dialihkan ke pelatih. Dia merasa, pelatih tim esports seharusnya tidak hanya paham tentang strategi dalam game, tapi juga bisa membantu para pemain asuhannya untuk membangun gaya hidup yang lebih sehat.

“Di olahraga tradisional, ada pelatih atletis yang bertanggung jawab atas kesehatan para pemain,” ujar Migliore. “Di esports, tugas ini dipegang oleh sang pelatih. Hanya saja, biasanya, pelatih tim esports masih sangat muda. Jadi, mereka mungkin tidak terlalu paham tentang nutrisi seimbang. Organisasi esports sebaiknya memberikan edukasi sederhana pada para pelatih. Misalnya, tentang karbohidrat sederhana dan kompleks, apa yang harus pemain makan saat mereka akan bertanding dan apa yang harus pemain makan saat sedang latihan.”

 

Kesimpulan

Mens sana in corpore sano. Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Sebagai profesional, atlet esports harus menghadapi tekanan mental yang luar biasa. Jadi, tidak aneh ternyata kebugaran fisik mereka juga punya pengaruh yang signifikan pada performa mereka.

Bagaimana Perkembangan Industri Mobile Game di Asia?

Jika Anda adalah penggemar sepak bola, Anda pasti sudah terbiasa melihat fans dari satu klub sepak bola meledek fans dari klub sepak bola yang lain. Di dunia game, hal ini juga sering terjadi. Misalnya, gamer PlayStation yang saling ledek dengan gamer Xbox, membanggakan bahwa konsol favorit mereka lebih superior dari konsol lain. Kemudian ada pula golongan PC Master Race, yang seperti namanya, percaya bahwa bermain di PC memberikan pengalaman bermain game yang paling baik.

Satu kesamaan yang biasanya dimiliki oleh gamer konsol dan PC adalah biasanya mereka memandang sebelah mata para mobile gamer. Pasalnya, tidak sedikit mobile game yang menggunakan model bisnis pay-to-win. Jadi, seseorang bisa mendominasi di sebuah mobile game bukan karena dia memang jago, tapi karena dia rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli semua item power-up yang ada. Selain itu, mobile game juga biasanya relatif lebih sederhana.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa industri mobile game kini telah berkembang pesat. Tidak hanya dari segi kompleksitas game, tapi juga dari perputaran uang di industri tersebut. Menurut Newzoo, 48% dari total pemasukan industri game pada 2020 akan berasal dari mobile game. Diperkirakan, industri game pada 2020 akan bernilai US$159,3 miliar. Mobile game diperkirakan menyumbang US$77,2 miliar, lebih besar dari segmen game PC (US$36,9 miliar) ataupun segmen game konsol (US$44,2 miliar).

Asia, khususnya Asia Tenggara, menjadi salah satu kawasan yang menjadi ladang subur bagi pelaku industri mobile game. Berikut penjelasan terperincinya.

 

Asia Tenggara

Semua negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile-first, yang berarti masyarakatnya pertama kali mengenal internet melalui smartphone. Pada 2019, jumlah pengguna internet di Asia Tenggara mencapai 360 juta orang. Sebanyak 90% — sekitar 323 juta orang — mengakses internet melalui smartphone. Jadi, tidak heran jika mobile merupakan platform favorit bagi para gamer di Asia Tenggara.

Menurut laporan Newzoo, 80% gamer di Asia Tenggara memainkan mobile game. Namun, hal itu bukan berarti game PC dan konsol tak populer. Faktanya, sekitar 69% gamer di Asia Tenggara memainkan game di PC dan 57% di konsol. Sementara itu, dari segi ekonomi, mobile game memberikan kontribusi 70% — sekitar US$3,1 miliar — pada total pemasukan industri game di Asia Tenggara, yang mencapai US$4,4 miliar.

Segmentasi gamer di perkotaan di Asia Tenggara. | Sumber: Newzoo
Segmentasi gamer di perkotaan di Asia Tenggara. | Sumber: Newzoo

Kabar baiknya, pengguna internet di Asia Tenggara memiliki tingkat engagement tinggi. Hanya saja, Asia Tenggara terdiri dari negara-negara yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Developer yang ingin memenangkan hati gamer di Asia Tenggara harus mengerti dan menghargai budaya di masing-masing negara. Buktinya, dalam lima tahun belakangan, gamer di Asia Tenggara lebih menyukai game buatan developer Asia, yang lebih mau untuk menyesuaikan pendekatan mereka. Misalnya, di Vietnam, Moonton membuat kegiatan Tahun Baru Tet, yang merupakan salah satu perayaan paling penting di negara tersebut.

Menggandeng artis lokal juga bisa menjadi salah satu cara bagi publisher untuk mempopulerkan game mereka di Asia Tenggara. Contohnya, untuk mempromosikan Free Fire di Indonesia, Garena bekerja sama dengan Joe Taslim untuk mempromosikan Free Fire di Indonesia sementara Gravity Interactive dengan Lisa dari Blackpink untuk mempromosikan Ragnarok M: Eternal Love di Thailand.

Jika dibandingkan dengan region lain, Asia Tenggara juga masih menjunjung tinggi nilai agama. Jadi, developer harus mempertimbangkan konten dari game yang mereka buat dengan lebih hati-hati, untuk memastikan agar tidak ada konten yang menyinggung penganut agama tertentu. Di sisi lain, publisher juga bisa memanfaatkan momen keagamaan untuk mengadakan acara atau kegiatan dalam game mereka. Misalnya, Tencent menggunakan tagar #KetupatDinner saat Ramadan. Tak hanya itu, mereka juga membuat posko PUBG Mudik menjelang Idul Fitri.

Salah satu karakteristik gamer di Asia Tenggara adalah mereka senang memainkan game multiplayer. Menurut survei yang dilakukan oleh GameStart pada 2019, 60% gamer di Asia Tenggara bermain game bersama temannya. Karakteristik inilah yang lalu memunculkan berbagai komunitas gamer, yang mendorong pertumbuhan esports di Asia Tenggara.

Konten terkait game yang ditonton netizen Asia Tenggara. | Sumber: Newzoo
Konten terkait game yang ditonton netizen Asia Tenggara. | Sumber: Newzoo

Pada akhir 2019, jumlah penonton esports di Asia Tenggara diperkirakan mencapai 30 juta orang, naik 22% dari tahun sebelumnya. Mengingat mobile menjadi platform favorit di Asia Tenggara, tentu saja game esports yang populer juga merupakan mobile game. Berdasarkan data dari Newzoo, game esports terpopuler di Asia Tenggara adalah PUBG Mobile, yang ditonton oleh sekitar 40% audiens esports di ASEAN. Game terpopuler kedua adalah Mobile Legends, yang ditonton oleh 33% esports audiens di Asia Tenggara.

Selain maraknya komunitas gamer, alasan lain mengapa esports bisa tumbuh di Asia Tenggara adalah dukungan pemerintah. Memang, pemerintah di Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand cukup suportif akan industri esports. Buktinya, esports disertakan sebagai cabang olahraga eksibisi di Asian Games 2018 dan menjadi cabang olahraga bermedali pada SEA Games 2019. Pada SEA Games 2021, esports juga akan kembali menjadi cabang olahraga bermedali. Sementara di Indonesia, pemerintah tak hanya mengadakan turnamen esports seperti Piala Presiden, tapi juga menyatakan esports sebagai cabang olahraga berprestasi.

Hype esports di Asia Tenggara bisa dimanfaatkan publisher untuk membuat game mereka semakin populer. Salah satu publisher yang melakukan hal ini adalah Moonton, yang menyelenggarakan Mobile Legends Professional League. Sepanjang musim ke-5, jumlah view dari setiap pertandingan MPL hampir tak pernah kurang dari 1 juta view. Sementara pada puncaknya, jumlah concurrent viewers dari babak final MPL S5 mencapai 1,1 juta orang.

 

Tiongkok

Membahas industri mobile game di Asia tentu tak lepas dari industri mobile game di Tiongkok, yang merupakan pasar mobile game terbesar di Asia. Menurut laporan Niko Partners, Tiongkok memiliki lebih dari 657 juta mobile gamers dengan pemasukan mencapai US$18,5 miliar, hampir setengah dari total pemasukan mobile gaming di Asia.

Tiga mobile game yang paling populer di Tiongkok pada 2019 adalah Honor of Kings — yang dirilis dengan nama Arena of Valor secara global — Peacekeeper Elite — versi Tiongkok dari PUBG Mobile — dan Romance of the Three Kingdoms: Strategy Edition. Berdasarkan laporan Niko, memang, game MMORPG (Massively Multiple Online Role-Playing Games) sempat sangat populer di Tiongkok. Namun, popularitas dari game-game itu kemudian dikalahkan oleh game esports seperti Honor of Kings dan Peacekeeper Elite.

Peacekeeper Elite merupakan versi Tiongkok dari PUBG Mobile.
Peacekeeper Elite merupakan versi Tiongkok dari PUBG Mobile.

Berbeda dengan pasar Asia Tenggara, yang merupakan mobile first, di Tiongkok, game PC pada awalnya mendominasi pasar. Sampai 2018, industri game PC masih memberikan kontribusi paling besar pada total pemasukan industri game. Seiring dengan berjalannya waktu, mobile game menjadi semakin populer. Tak hanya itu, semakin banyak developer Tiongkok yang tertarik untuk membuat mobile game. Menariknya, developer Tiongkok menjadi developer pertama yang mengadaptasi game PC ke mobile.

Fantasy Westward Journey, Perfect World, dan Peacekeeper Elite adalah game PC yang populer di Tiongkok. Popularitas dari tiga game itu semakin meroket ketika versi mobile dari game-game tersebut diluncurkan. Pasalnya, mobile game tersebut tak hanya menarik para pemain PC yang telah mengenal game tersebut, tapi juga gamer baru. Streamer ternama di Tiongkok juga biasanya tidak segan-segan untuk mempromosikan mobile game baru, walau mereka tetap membaut konten dari Dota 2 dan League of Legends, dua game terpopuler di Tiongkok.

Tiongkok merupakan negara yang bangga akan budayanya. Biasanya, game-game yang populer di kalangan gamer Tiongkok memiliki art style dan cerita khas Tiongkok. Per Mei 2020, 4 dari 10 game terpopuler di Tiongkok merupakan game yang didasarkan pada sejarah Tiga Kerajaan. Namun, game buatan developer Jepang juga digemari oleh gamer Tiongkok. Satu per tiga dari game yang Tiongkok impor merupakan game buatan developer Jepang.

 

Jepang

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, seperti Tiongkok, India, dan bahkan Indonesia, populasi Jepang memang jauh lebih sedikit. Pada 2020, jumlah penduduk Jepang diperkirakan hanya mencapai 126 juta orang. Namun, Jepang berhasil menjadi pasar mobile game terbesar kedua setelah Tiongkok di Asia. Dari total pemasukan industri mobile game, Jepang memberikan kontribusi sebesar US$11,6 miliar.

Pasar mobile game Jepang didominasi oleh developer lokal. Daftar 10 mobile game terpopuler di Jepang selalu diisi oleh game-game buatan developer lokal. Sejak 2016 sampai sekarang, hanya ada tiga game buatan developer asing yang dapat masuk ke dalam daftar tersebut, yaitu Pokemon GO (Amerika Serikat), Lineage II Revolution (Korea Selatan), dan Knives Out (Tiongkok).

Fire Emblem Heroes memberikan kontribusi besar pada pemasukan divisi mobile game Nintendo.
Fire Emblem Heroes memberikan kontribusi besar pada pemasukan divisi mobile game Nintendo.

Sementara itu, genre terpopuler di kalangan mobile gamer Jepang adalah RPG. Bagi developer, genre RPG juga cukup mudah untuk dimonetisasi. Mereka bisa menawarkan game gratis dan mendapatkan pemasukan dengan menjual item atau menggunakan sistem gacha. Faktanya, Nintendo sukses mendapatkan US$1 miliar dari mobile game berkat Fire Emblem Heroes, sebuah game gacha. Karakteristik lain dari mobile game yang populer di Jepang adalah game tersebut biasanya didasarkan pada franchise game PC atau konsol yang sudah populer. Misalnya, Square Enix meluncurkan Final Fantasy Digital Card Game dan War of the Visions: Final Fantasy Brave Exvius pada tahun lalu.

 

Korea Selatan

Dengan kontribusi sebesar US$5,34 miliar, Korea Selatan menjadi pasar mobile game terbesar ketiga di Asia. Salah satu faktor yang membuat industri mobile game berkembang pesat di Korea Selatan adalah penggunaan teknologi 5G. Pemerintah Korea Selatan juga cukup peduli akan industri game lokal. Mereka bahkan punya rencana untuk mengembangkan industri game lokal dalam waktu lima tahun ke depan.

Budaya gaming di Korea Selatan juga sangat kental. Buktinya, warnet atau gaming center — yang disebut PC bang — menjamur di negara tersebut. Adopsi 5G dan budaya gaming yang kuat membuat mobile game kompetitif menjadi sangat populer di Korea Selatan. Faktanya, 10 mobile game terpopuler di Korea Selatah merupakan game kompetitif.

Sama seperti Jepang, mobile game yang populer di Korea Selatan merupakan mobile game buatan developer lokal. Tujuh dari 10 mobile game terpopuler di semester pertama 2020 merupakan buatan developer asal Korea Selatan.

 

India

Dengan jumlah pengguna smartphone mencapai 400 juta orang, India menjadi negara dengan pengguna smartphone terbesar kedua di Asia. Sama seperti Indonesia, segmen gaming yang berkembang di India adalah mobile game. Pada awalnya, mobile game yang populer di India adalah game hyper-casual. Namun, belakangan, para mobile gamer di India jadi lebih  menyukai game-game kompetitif, seperti PUBG Mobile dan Free Fire. Dua game tersebut merupakan game terpopuler di India, setidaknya sebelum PUBG Mobile diblokir oleh pemerintah India.

Di India, mobile game yang populer adalah yang tidak memerlukan spesifikasi tinggi.
Di India, mobile game yang populer adalah yang tidak memerlukan spesifikasi tinggi.

Sayangnya, kebanyakan gamer di India menggunakan smartphone kentang. Karena itu, mobile game yang populer di sana biasanya tidak membutuhkan spesifikasi yang terlalu tinggi, seperti Free Fire atau versi “lite” dari PUBG Mobile. Sebaliknya, game hanya bisa dimainkan di smartphone mahal seperti Fortnite, justru tak terlalu populer. Menariknya, popularitas PUBG Mobile juga mendongkrak popularitas game-game shooter lain, seperti Free Fire dan Call of Duty: Mobile.

Berbeda dengan Tiongkok, Jepang, atau Korea Selatan, industri game di India justru didominasi oleh game buatan developer dari luar India. Sejak tahun 2016, kebanyakan game terpopuler di India merupakan game buatan developer asing. Pada semester pertama 2020, hanya 2 dari 10 mobile game terpopuler di India dibuat oleh developer lokal.

Meskipun begitu, belakangan, pemerintah India mulai memblokir aplikasi dan game dari Tiongkok. Hal ini membuka kesempatan bagi para developer lokal untuk memenangkan hati para gamer di sana. Perdana Menteri India, Narendra Modi juga telah menyatakan dukungannya akan game-game buatan developer lokal. Dia mendorong agar para developer India membuat game didasarkan pada dongeng dan budaya di India.

Di India, game esports juga populer, yang mendorong perkembangan ekosistem esports di sana. Hal ini membuat sejumlah organisasi esports global tertarik untuk melakukan ekspansi ke India. Misalnya, pada tahun lalu, Fnatic mengakuisisi tim PUBG Mobile. Organisasi esports asal Prancis, Vitality, juga belum lama ini mengumumkan rencana mereka untuk melakukan ekspansi ke India.

 

Penutup

Sebagian gamer PC dan konsol mungkin tak tertarik untuk memainkan mobile game. Tidak hanya mereka harus bermain di layar yang lebih kecil, mekanisme mobile game juga biasanya lebih sederhana dari game PC atau konsol karena keterbatasan input pada smartphone. Namun, tidak semua orang bisa memiliki konsol atau PC gaming.

Bagi orang-orang yang hanya dapat membeli smartphone, mobile game menjadi berkah karena mereka tak perlu membeli perangkat khusus untuk bermain game. Selain itu, kebanyakan mobile game juga bisa dimainkan dengan gratis. Hal ini sangat memudahkan mereka untuk mengakses mobile game.

Sementara itu, dari segi developer, mereka bisa meluncurkan mobile game gratis, dan mendapatkan pemasukan dengan menjual item, menawarkan subscription, atau menggunakan sistem gacha/lootbox. Jadi, jangan heran jika industri mobile game masih akan terus tumbuh di masa depan, khususnya di negara-negara mobile-first, seperti Indonesia.

Sumber: The Esports Observer, Niko Partners, Newzoo