Tom Clancy’s The Division: Heartland Akan Jadi Game Gratis

Ubisoft baru saja mengumumkan hadirnya game free-to-play terbarunya yang berjudul Tom Clancy’s The Division: Heartland. Game yang akan dikembangkan oleh Red Storm Studio ini juga telah dikonfirmasi akan tetap berada di universe yang sama dengan sekuel Tom Clancy’s The Division yang lainnya.

Tom Clancy’s The Division: Heartland akan menjadi sebuah game standalone, yang berarti pemain tidak perlu memiliki pengalaman bermain seri Tom Clancy’s sebelumnya untuk memahami alur ceritanya. Pihak Ubisoft mengatakan akan menghadirkan perspektif dan setting baru meskipun tetap berada di universe yang sama.

Kejutan lainnya adalah kembalinya Red Storm Studio sebagai pihak yang akan mengembangkan titel free-to-play terbaru Ubisoft ini. Red Storm adalah studio in-house milik Ubisoft yang telah mengembangkan dua sekuel terakhir Tom Clancy’s The Division.

Dalam pengumumannya, Ubisoft memberikan perkiraan waktu perilisan The Division: Heartland di sekitar sisa tahun ini hingga 2022 mendatang. Meskipun masih cukup lama, pengembang asal Prancis ini telah memberikan ancang-ancang dengan menyediakan registrasi tahap awal bagi pemain yang berminat.

Ubisoft membocorkan akan hadirnya edisi novel dan film Tom Clancy’s The Division

Di acara yang sama, Ubisoft mengumumkan juga akan menghadirkan The Division: Heartland versi mobile setelah perilisan utamanya. Tom Clancy’s The Division 2 juga akan mendapatkan penyegaran dengan konten-konten DLC baru.

“Meskipun masih terlalu dini untuk membahas detail spesifik, pembaharuan (Tom Clancy’s The Division 2) akan menghadirkan game mode yang sama sekali baru, dan metode levelling agen dengan penekanan pada peningkatan build variety dan viability.” Tambah Ubisoft dalam pengumuman resminya.

Dan kejutan yang terakhir, Ubisoft juga tertarik untuk membawa sekuel The Divisionnya ke novel dan layar besar. Untuk filmnya, mereka akan mengandeng Netflix untuk pendistribusiannya dan memboyong  Marshall Thurber sebagai sutradara, serta dibintangi oleh nama-nama sohor seperti Jake Gyllenhaal dan Jessica Chastain.

Apa yang Anda harapkan dari Tom Clancy’s The Division: Heartland ini?

ESL Perpanjang Kontrak dengan DHL

ESL Gaming selaku penyelenggara esports terbesar di dunia baru saja mengumumkan perpanjangan kontraknya dengan DHL sebagai mitra logistik resminya (official logistics partner). DHL akan terus memenuhi kebutuhan ESL akan transportasi logistik dari peralatan, monitor, kursi gaming, dan logistik-logistik acara lainnya setidaknya hingga beberapa tahun ke depan.

Dengan perpanjangan kerja sama ini, DHL akan memperluas kolaborasi yang telah berjalan sejak tahun 2018 silam di ESL CS:GO Pro Tour dan seluruh acara ESL di titel Dota 2 dan mobile games seperti Brawl Stars, Clash Royale, Clash of Clans, dan Legends of Runterra.

Sejak pandemi COVID-19 menyerang, DHL hanya dapat mensponsori enam kompetisi ESL dan sekadar menyediakan kebutuhan digital seperti segmen interaktif, kuis, dan tanda tangan digital. Pembaharuan kerja sama ini akan mengikutsertakan merek mereka setidaknya di 20 turnamen ESL yang akan diadakan di sisa tahun ini.

“Kami sangat senang dapat memperpanjang kemitraan kami dengan DHL pada saat yang menyenangkan ini bagi perusahaan kami dan komunitas esports secara keseluruhan.” Sebut Ralf Reichert, CEO dari ESL Gaming,

“Dengan hadirnya ESL Mobile, kami dapat menawarkan lebih banyak hiburan kepada para penggemar esports di seluruh dunia. Kehadiran DHL untuk menjadi mitra logistik resmi ESL merupakan suatu kebanggaan bagi kami.”

Hingga saat ini, detail pasti tentang kerja sama DHL dalam acara ESL Mobile belum diungkapkan. ESL Gaming hanya menyatakan bahwa perusahaan logistik multi-nasional ini akan secara operasional ‘mendukung program ESL Mobile di Eropa’.

Nama DHL kerap kali muncul sebagai sponsor di berbagai gelaran bergengsi dunia, mulai dari industri olahraga, gaya hidup, dan budaya. Kemitraan ini meliputi Formula 1 dan Formula E, klub bola seperti Manchester United, dan beberapa acara fashion dan orkestra.

Kehadiran merek non-endemik di kancah turnamen esports belakangan memang sedang menjamur. Bukan hanya di skala internasional, gelanggang esports lokal juga telah diserbu merek-non endemik. Anda dapat melihat daftar brand non-endemik yang sempat masuk ke ranah esports di sini.

Fortnite Berhasil Raup Rp129 Triliun di Dua Tahun Pertama

Popularitas Fortnite beberapa tahun lalu sempat menjadikan Fortnite meraih penghargaan The Game Award untuk game multiplayer terbaik di tahun 2018. Di tahun yang sama, Epic Games diketahui sukses meraup penghasilan sebesar US$5 miliar dari game battle royale-nya.

Pada tahun selanjutnya, Epic Games mengantongi pendapatan kotor sebesar US$3,7 miliar yang menjadikan Fortnite salah satu game free-to-play tersukses. Perlu diingat kembali bahwa angka-angka tersebut merupakan pendapatan kotor yang diperoleh dari Fortnite saja, belum termasuk unit bisnis lainnya seperti Rocket League, Unreal Engine, Epic Games Store, serta Fall Guys yang baru diakuisisi di bulan Maret lalu.

Anda dapat membaca laporan keuangan Epic Games di tahun 2018-19 secara lengkap di sini. Laporan keuangan Epic Games ini adalah kali pertama yang diungkap ke publik mengingat Epic Games bukanlah perusahaan publik.

Image Credit: Geo TV

Laporan keuangan internal Epic Games ini dipublikasikan untuk melengkapi berkas gugatan Epic Games di pengadilan Oakland, AS. Epic Games maju ke meja hijau untuk menggugat perusahaan manufaktur smartphone terkemuka asal California, AS, yaitu Apple.

Kasus ini bermula setelah Epic Games meluncurkan token digital sebagai cara pembayaran in-game dengan harga 10-20% lebih murah dibanding melalui platform Apple Store (yang memotong keuntungan Epic Games 30% dari setiap transaksi).

Akibatnya, Apple memutuskan untuk menghapus game Fortnite dari App Store. Tidak terima, Epic Games langsung menggugat Apple di pengadilan setempat. Hal ini menjadi fokus Epic Games lantaran perangkat iOS menyumbang 20% dari total 350 juta pemain Fortnite di seluruh dunia.

Lepasnya kontrol terhadap 20% pemainnya yang bermain di perangkat iOS akan berdampak besar terhadap penghasilan dari game battle royale terbesar di dunia ini. Dikutip dari dokumen resmi pengadilan, Fortnite mengantongi US$700 juta dari pemain ekosistem iOS di dua tahun terakhir.

Besarnya Fortnite di ekosistem gaming dan esports tercermin dari gelaran Fortnite World Cup 2019, yang menawarkan total hadiah sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun). Kyle “Bugha” Giersdorf adalah pemain yang berhasil jadi juara cabang solo, dan membawa pulang uang tunai sebesar US$3 juta. Bugha berhasil menjadi sorotan internasional, diundang di berbagai acara televisi, dan menjalin kerjasama dengan merek-merek besar di AS.

Induk ESL dan DreamHack Laporkan Kerugian 212 Miliar; Lebarkan Sayap dengan Investasi Agresif

Modern Times Group (MTG), induk dari dua perusahaan esports terbesar dunia, ESL dan DreamHack, baru saja mempublikasikan laporan keuangan kuartal pertama mereka. Dalam laporan lengkapnya, MTG berhasil mencatat penjualan bersih sebesar US$120 juta, naik 9,4% dari US$110 juta yang mereka peroleh di kuartal yang sama di tahun 2020. Mayoritas dari penjualan bersih tersebut datang dari divisi gaming mereka, yang menghasilkan US$91,1 Juta atau 75,9% dari total penjualan bersih keseluruhan MTG. Sedangkan dari divisi esports sendiri berkontribusi jumlah sisanya, yaitu US$29 juta dari total US$120 juta tersebut.

“Hasil kuartal pertama (kami) cukup bercampur aduk. Hal ini merefleksikan dampak pandemi terhadap dua divisi kami. Meskipun divisi gaming memiliki hasil yang memuaskan dengan naiknya user engagement berkat perluasan portofolio kami di berbagai title, dampak yang dialami divisi esports masih berlanjut karena tertundanya acara esports dengan kehadiran penonton.

Maria Redin menyatakan tidak akan ada live esports event yang digelar di sisa tahun ini Image Credit: MTG

Visibilitas jangka pendek kami tetap rendah berkaca pada perubahan jadwal yang telah kami lakukan. Dampaknya, mitra kami melakukan pengambilan keputusan yang lebih lama dari biasanya, dan berakhir pada tertundanya penandatanganan kontrak-kontrak besar di kuartal pertama ini. Hal tersebut tercermin dari penghasilan sebelum bunga dan pajak (EBITDA) kami. Walaupun begitu, kontrak-kontrak tersebut telah mencapai kata sepakat di kuartal kedua tahun ini.” Sebut Maria Redin selaku Presiden dan CEO dari Modern Times Group.

Apa yang disampaikan oleh Maria berkaitan dengan pembaruan kontrak ESL bersama Intel yang diperpanjang hingga tiga tahun ke depan. Dengan kesepakatan yang bernilai US$100 juta ini, industri esports secara tidak langsung mendapat napas tambahan untuk tetap berjalan seperti semestinya.

Di kuartal pertama tahun ini, ESL telah berhasil menjalankan tiga pagelaran besar tanpa penonton, mulai dari IEM Katowice 2021 di title CS:GO, serta dua gelaran di title Dota 2, yaitu ESL One CIS serta Dream League EU. Selain itu, ESL kembali mendapatkan perpanjangan kontrak dengan Blizzard Entertainment untuk mengoperasikan ekosistem esports Heartstone.

Induk ESL, MTG, belakangan ini juga rajin berinvestasi di beberapa perusahaan B2C, produk-produk esports berbasis mobile, dan di ranah mainstream. Salah satu pengumuman besar di kuartal pertama 2021 adalah DreamHack yang akan menjadi penyelenggara Olympic Virtual Series, inisiatif komite Olimpiade untuk memasukkan esports ke dalam Olimpiade.

Dalam laporannya, MTG juga melakukan investasi dalam rangka perluasan jangkauan mereka di beberapa negara yang tidak disebutkan secara spesifik. Selain di ranah esports, MTG melalui anak perusahaan venture capital-nya menggelontorkan uang sebesar US$1,9 juta untuk investasi ke pengembang game bernama Meta Games.

Jika ditotal, Modern Times Group melaporkan kerugian bersih sebesar US$14,7 juta di periode ini. Angka ini bertambah dibandingkan periode yang sama di tahun lalu, dengan kerugian sebesar US$11,4 juta.

Riot Games Mulai Rekam Voice Chat di VALORANT, Akan Efektifkah Menangkal Sikap Toxic?

Riot Games terus meningkatkan kenyamanan di titel FPS perdananya, VALORANT. Kali ini, Riot Games menyatakan akan mulai merekam seluruh kegiatan berbasis suara (in-game voice) guna memperketat dan menjaga kenyamanan bermain di game FPS milik pengembang League of Legends ini. Kebijakan ini pertama kali diumumkan oleh pihak Riot Games pada Jumat (30/4/21) dan mulai efektif di tanggal yang sama.

“Kami ingin pengalaman bermain di VALORANT aman dan inklusif bagi semua orang yang ingin bermain. Kami mengerti bahwa perilaku menganggu menggunakan fitur voice chat adalah kekhawatiran bagi banyak pemain, dan kami berkomitmen untuk mengatasinya dengan serius,” sebut perwakilan Riot Games dalam pernyataan resminya.

“Agar kami dapat mengambil tindakan terhadap pemain yang menggunakan komunikasi suara untuk melecehkan orang lain, menggunakan perkataan yang menimbulkan kebencian, atau mengganggu pengalaman Anda, kami perlu mengetahui apa yang dikatakan para pemain tersebut. Itulah sebabnya, ke depannya kita membutuhkan kemampuan untuk menganalisis data suara secara penuh.” Lanjutnya.

Riot Games menyatakan bahwa mereka hanya akan membuka data voice chat pemain saat pemain yang bersangkutan dilaporkan oleh orang lain. Untuk pemain yang khawatir tentang privasi mereka, pengembang asal California, Amerika Serikat ini menyediakan pilihan mematikan voice chat secara keseluruhan. Kebijakan ini memberikan akses penuh data suara di platform VALORANT kepada sang pengembang, yaitu Riot Games, untuk direkam, dan dimoderasi jika diperlukan.

Image Credit: VALORANT Official

Saat sistem menerima laporan sikap offensive yang dilakukan oleh seorang pemain, Riot Games akan mengevaluasi data yang relevan untuk memeriksa apakah kebijakan mereka dilanggar oleh pemain yang dilaporkan. Jika pemain tersebut terbukti melanggar, Riot Games dapat langsung memberikan hukuman, mulai dari mute, ban sementara, hingga ban permanen. Langkah selanjutnya, Riot Games akan menghapus data voice chat dari pemain yang bersangkutan jika tidak memerlukan peninjauan lebih lanjut.

Sikap toxic dalam sebuah game bukanlah sebuah rahasia lagi, terutama permainan yang berbasis online. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah meminimalisir aksi seksisme, rasisme, dan pelecehan yang kerap kali didapati di hampir seluruh game online.

Hingga saat ini, Riot Games belum memberikan kepastian apakah kebijakan yang sama akan diterapkan di titel miliknya yang lain seperti League of Legends, Teamfight Tactics, dan Wildrift.

Menurut Anda, apakah langkah Riot Games ini melanggar hak privasi pemain?

Ubisoft Dapatkan Izin untuk Gelar Rainbow Six Invitational World Cup di Perancis

Pengembang dari Rainbow Six Siege, Ubisoft, baru saja mengumumkan bahwa gelaran akbar tahunan mereka, Six Invitational, telah mendapatkan izin resmi untuk diadakan di kota Paris, Prancis oleh pemerintah setempat. Walau diadakan secara offline, turnamen ini tidak mengijinkan penonton mengingat pandemi yang masih berlangsung.

Tahun ini merupakan tahun yang berbeda dari biasanya karena Ubisoft akan memboyong gelaran kompetitif terbesarnya ke luar kota Montreal, Kanada yang merupakan markas besarnya. Faktanya, acara yang awalnya sempat dijadwalkan digelar pada 9 Februari lalu terpaksa ditunda karena regulasi Prancis yang melarang wisatawan dari luar negara Eropa untuk datang maupun pergi.

Six Invitational merupakan turnamen rutin tahunan yang diadakan langsung oleh publisher dari game Rainbow Six Siege itu sendiri, Ubisoft. Kompetisi yang dapat dianggap “The International-nya R6” ini telah diadakan sejak 2017 silam. Di 2019, G2 yang menjadi juara Six Invitational 2019.

Babak penyisihan dari Six Invitational 2021 dijadwalkan akan dimulai dari tanggal 11 Mei, dengan dua grup (masing-masing sepuluh tim) akan bertanding satu sama lain selama enam hari penuh. Babak penyisihan akan berakhir di tanggal 16 Mei.

Beberapa tim besar yang telah dikonfirmasi akan hadir meliputi Team Empire, Giants Gaming, TSM, Cloud9, dan masih banyak lagi. Berikut adalah keseluruhan tim yang akan hadir beserta pembagian masing-masing grup:

Image Credit: Ubisoft

Walaupun terlihat mulus, banyak rintangan yang dilewati Ubisoft untuk memastikan bahwa Six Invitational tahun ini berjalan mulus. Pemerintah Prancis sempat melarang kedatangan seluruh paspor Brazil yang berefek kepada enam tim Brazil, yaitu FaZe Clan, MIBR, NiP, Liquid, Team oNe, dan FURIA tidak dapat hadir. Namun setelah berselang enam hari, Ubisoft berhasil mendapatkan otorisasi dari pemerintah setempat yang mengizinkan mereka datang.

Selain itu kabar buruk juga datang dari tim asal Australia, Wildcard, yang saat ini menduduki posisi tiga besar tim Asia-Pasifik menurut Siege.GG, harus merelakan posisinya lantaran pemerintah Australia yang tidak mengizinkan warganya untuk ke luar negeri.

Langkah berani Ubisoft dalam menyelenggarakan gelaran esports secara tidak langsung mengikuti jejak dari beberapa event organizer esports lainnya yang telah dengan lantang mencoba “berdamai” dengan pandemi, seperti ESL dan BLAST, meskipun belum memperbolehkan penonton untuk hadir.