Prediksi Masa Depan Esports Menurut Pendiri Fnatic

Fnatic merayakan ulang tahunnya yang ke-15 pada akhir Juli lalu. Dalam sebuah wawancara, Founder Fnatic, Sam Mathews mengatakan harapannya Fnatic akan bisa bertahan di industri esports di masa depan.

Saat ini, Fnatic memiliki tim profesional di berbagai game, seperti Street Fighter V, League of Legends, Fortnite, FIFA, Dota 2, CS:GO, Apex Legends, sampai Clash Royale.

Kebanyakan game yang dilombakan sekarang ini memang game untuk PC atau konsol. Namun, Mathews percaya, di masa depan, mobile esports akan berjaya.

“Saya rasa, mobile esports akan menjadi tren di masa depan. Dulu, orang-orang hanya berpikir mereka bisa bermain di PC atau konsol. Namun, sekarang, semua orang punya perangkat mobile dan perangkat itu memang menjadi semakin powerful,” katanya dalam wawancara dengan BBC.

Industri esports diperkirakan akan tumbuh pesat. Nilai industri esports diperkirakan akan mencapai US$1 miliar pada 2020. Menurut Mathews, agar potensi nilai industri esports bisa direalisasikan, pemerintah sebaiknya tidak membuat regulasi yang terlalu ketat atau malah memblokir esports.

Menurutnya, esports selama ini telah menjadi pasar bebas dengan ekosistem terbuka, terutama di kawasan Asia dan Eropa. Kalau melihat ekosistem di tanah air, sejauh ini, pemerintah Indonesia justru tertarik untuk mendukung pengembangan industri esports.

Pada awal tahun, Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi mengatakan bahwa esports bukanlah olahraga yang bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, esensi menjadi gamer profesional tak jauh berbeda dengan menjadi atlet profesional.

“Di sini, bukan semata-mata bermain tapi diajarkan bagaimana menjaga kebugaran, nutrisi dan psikologinya. Yang paling penting adalah menghormati karena sportivitas itu esensi dari olahraga,” kata Imam seperi dikutip dari Medcom.

Meskipun begitu, Mathews sadar bahwa pasti akan ada orang yang menentang keberadaan esports. “Ketika sesuatu menjadi pembicaraan hangat, memang akan selalu ada orang-orang yang tidak setuju dan berpikir, ‘apa ini sehat?'” katanya.

Selain membahas tentang harapannya di masa depan, Mathews juga bercerita tentang pengalamannya mendirikan Fnatic.

Fnatic didirikan di London, Inggris pada 2004. Sampai sekarang, tim ini dihitung sebagai tim Eropa meskipun banyak pemainnya yang berasal dari negara-negara Asia, seperti Kim Doo-young alias DuBu yang berasal dari Korea Selatan dan Daryl Koh Pei Xiang yang dikenal sebagai iceiceice dari Singapura.

Mathews masih berumur 19 tahun ketika dia mendirikan Fnatic. Dia mengaku, ketika itu, membuat sebuah perusahaan manajemen gamer profesional adalah sesuatu yang sulit untuk dibayangkan.

“Ketika saya 19 tahun, jangankan membuat perusahaan yang para pekerjanya hanya bermain game, menjadi gamer profesional tak lebih dari mimpi,” katanya.

Menurutnya, salah satu hal yang mendorong perkembangan industri esports adalah adanya layanan streaming video. Dengan keberadaan layanan seperti YouTube dan Twitch, ini memudahkan para fans game untuk menonton jagoannya bermain.

Sumber: BBC, Medcom.

Prestasi dan Reputasi, Dua Alasan GoPay Sponsori RRQ

GoPay resmi menjadi sponsor salah satu tim esports terbesar di Indonesia, RRQ. Hal ini diumumkan oleh RRQ melalui situs resminya pada hari Sabtu, 27 Juli 2019.

GoPay merupakan bagian dari Go-Jek, yang pada awalnya dikenal sebagai penyedia jasa ojek online. GoPay sendiri fokus menawarkan solusi pembayaran non-tunai.

Keputusan GoPay untuk menjadi sponsor tim esports menarik karena sekilas, tak ada hubungan antara fintech tersebut dengan esports. Namun, belakangan memang banyak perusahaan yang menjadi sponsor tim esports demi mendekatkan diri dengan para fans esports.

Merek makanan seperti Pop Mie dan Dua Kelinci pun tertarik untuk menarik perhatian fans esports dengan menjadi sponsor dari EVOS dan RRQ.

“Kami melihat industri gaming berkembang pesat di Indonesia,” kata SVP Digital Product, GoPay, Timothius Martin, saat ditanya mengenai keputusan GoPay untuk menjadi sponsor RRQ.

“Sudah semakin banyak juga nama-nama atlet esports yang muncul di Indonesia dan bahkan go international. Melihat potensi yang besar, GoPay berupaya memberikan dukungan untuk mengakselerasi industri esports di Indonesia.”

RRQ bukanlah tim esports pertama yang disponsori oleh GoPay. Pada Juli lalu, GoPay mengumumkan bahwa mereka akan menjadi sponsor dari Bigetron. Pada 2016, GoPay juga pernah bekerja sama dengan EVOS Esports yang ketika itu merupakan salah satu organisasi esports dengan perkembangan paling pesat.

Tidak sekadar menjadi sponsor dari berbagai tim esports, GoPay juga pernah mensponsori berbagai kompetisi esports, seperti PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2019 yang diadakan pada 13-14 Juli lalu dan Mobile Legends: Bang Bang Professional League Season 2 pada 2018.

“Kami percaya, semakin banyak turnamen esports yang digelar di tingkat lokal dan nasional, akan semakin banyak memberikan kesempatan bagi gamers Indonesia berkarir lebih serius sebagai pemain profesional dan bisa menjadi perwakilan bangsa ke level dunia,” kata Timothius.

Menurut Timothius, ada dua alasan mengapa GoPay memutuskan untuk menjadi sponsor dari tim RRQ, yaitu prestasi dan reputasi tim yang sangat baik. “Reputasi dan kepiawaian RRQ telah terbukti dengan ratusan prestasi di berbagai jenis turnamen esports hingga membawa harum nama Indonesia di kancah internasional,” katanya.

Sebagai informasi, pada Juni lalu, RRQ.Athena menjadi juara dari PMCO SEA Finals 2019. RRQ juga sempat bertanding di MET Asia Series: PUBG Classic. Selain prestasi, RRQ juga memiliki fans dalam jumlah yang cukup besar. Akun Instagram resmi RRQ memiliki pengikut hingga 1,2 juta orang.

“Diharapkan, kami bisa terus merangkul pasar game yang lebih luas dan terus mendukung atlet profesional menjadi panutan bagi generasi muda di Indonesia agar dapat mengembangkan minat dan bakatnya di esports secara produktif dan bertanggung jawab,” ungkap Timothius.

Advokasi Sistem Esports Terbuka yang Ditunjukkan oleh ESL Jagoan Series – Free Fire

29 Juli 2019 kemarin menjadi akhir dari perjalanan panjang kualifikasi ESL Jagoan Series – Free Fire menuju babak Grand Final. Dari kompetisi ini, ESL seolah menegaskan posisi mereka dengan lantang dalam advokasi sistem esports yang terbuka.

Namun demikian, sebelum kita masuk ke sana, mari kita lihat detail dari ESL Jagoan Series – Free Fire. Berikut adalah proses kualifikasi ESL Jagoan Series yang dimulai dari pertengahan bulan Juni 2019:

  1. Bandung
    1. 17-18 Juni 2019 (Babak Kualifikasi Bandung)
    2. 19-20 Juni 2019 (Babak Playoff Bandung)
    3. 29 Juni 2019 (Final Kualifikasi Bandung)
  2. Yogyakarta
    1. 1-2 Juli 2019 (Babak Kualifikasi Yogyakarta)
    2. 3-4 Juli 2019 (Babak Playoff Yogyakarta)
    3. 13 Juli 2019 (Final Kualifikasi Yogyakarta)
  3. Jakarta
    1. 22-24 Juli 2019 (Babak Kualifikasi Jakarta)
    2. 25-26 Juli 2019 (Babak Playoff Jakarta)
    3. 28 Juli 2019 (Final Kualifikasi Jakarta)
  4. Kualifikasi Tim Profesional
    1. 29 Juli 2019 (Kualifikasi Tertutup untuk 12 Tim Profesional, peserta Garena Summer League)

Dari 4 fase kualifikasi di atas, 3 tim peringkat tertinggi di masing-masing jalur mendapatkan kursi untuk bertanding kembali di babak Grand Final yang akan digelar tanggal 10 Agustus 2019, di Mall of Indonesia, Jakarta. Karena itulah, ada 12 tim yang siap bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$20 ribu (atau setara dengan Rp280 juta).

Sumber: ESL Indonesia
Sumber: ESL Indonesia

Istimewanya, selain memperebutkan uang hadiah, sang juara Jagoan Series kali ini akan mendapatkan tiket untuk kembali bertarung di Free Fire Indonesia Master 2019 Grand Final.

Berikut ini adalah daftar 12 peserta yang lolos dari 4 fase kualifikasi tadi:

  1. Star8
  2. SFI Zet Alpha
  3. Bigetron
  4. Swift Frontline
  5. Louvre Indopride
  6. RRQ Fudo
  7. Comeback Esports
  8. Jakarta Army Done
  9. Dragon Navi
  10. Dranix Esports
  11. SES Alfalink
  12. Alter Ego Devil

Ada 2 hal menarik dari proses kualifikasi yang memakan waktu hampir dua bulan tadi. Pertama, kualifikasi di kota Yogyakarta dan Bandung digelar secara tatap muka namun para pesertanya bahkan ada yang datang dari Makassar dan kota-kota lainnya dengan biaya mereka masing-masing.

Kedua, selain 4700 tim peserta yang meramaikan turnamen ini, Jagoan Series juga akan mempertemukan tim-tim amatir melawan tim-tim pro peserta Garena Summer League; lewat fase kualifikasi terakhirnya. Buat yang belum tahu, Garena Summer League adalah liga profesional resmi dari Garena (sebagai publisher Free Fire) yang berisikan tim-tim profesional.

Yang tak kalah penting juga untuk disebutkan, ESL Jagoan Series – Free Fire kali ini dipersembahkan oleh Indofood, Chitato, Good To Go, dan Popmie sebagai Premium Sponsor. Selain itu, ada juga dukungan sponsor dari CBN, Logitech, Matrix, Indomaret, NimoTV, dan Mall of Indonesia yang turut mendukung suksesnya kompetisi ini.

Advokasi Sistem Esports Terbuka

Sumber: ESL Indonesia
Sumber: ESL Indonesia

Buat yang setia membaca Hybrid, Anda mungkin pernah membaca penjelasan panjang kami soal dua sistem esports yang digunakan di dunia saat ini: terbuka dan tertutup.

Untuk penjelasan lebih detail, silakan kunjungi tautan yang saya berikan di paragraf sebelumnya. Namun singkatnya, sistem esports tertutup biasanya berbentuk franchising. Sistem ini disebut tertutup karena memang diperuntukkan bagi tim/organisasi esports yang berani dan mampu investasi terlebih dahulu ke sistem tersebut.

Di Indonesia, sistem ini baru akan dicoba lewat MPL Indonesia Season 4. Namun di luar, sistem ini sudah banyak digunakan di banyak game, misalnya di ekosistem esports League of Legends dan Overwatch. Sistem kompetisi olahraga di Amerika Serikat juga biasanya menggunakan sistem franchising.

Sebaliknya, sistem esports terbuka mengijinkan tim-tim amatir untuk bisa merasakan mewahnya panggung esports selama mereka memang punya ketangkasan dan kecerdikan bertanding. Sistem esports terbuka bisa dilihat dari ekosistem esports Dota 2. Liga sepak bola di Eropa juga, setahu saya, menggunakan sistem terbuka.

Dalam rilis tentang Jagoan Series kali ini, Stefano Adrian, Project Manager Jagoan Series ESL Indonesia memberikan komentarnya, “Dengan Jagoan Series, ESL ingin ikut serta mengembangkan kualitas ekosistem esports di indonesia dan memberikan kesempatan bagi semua orang.

Harapan yang selalu ada di ESL adalah keterbukaan esports untuk semua; tidak hanya tim dan pemain pro yang sudah berpengalaman saja yang bisa menikmati kompetisi dan mendominasi esports dengan hadiah besar di indonesia. Oleh karena itu, Jagoan Series diselenggarakan untuk merangkul komunitas-komunitas kecil dari seluruh penjuru Indonesia dan memberikan mereka pengalaman berkompetisi dengan standar internasional; serta menyuguhkan ruang tanding dan unjuk kemampuan melawan para tim profesional.

Mimpi kami di ESL yang ingin menyediakan perjalanan from zero to hero juga tercapai lewat Jagoan Series kali ini karena ada tim-tim ‘Jagoan’ komunitas yang melaju ke Grand Final dan juga diakuisisi organisasi-organisasi esports besar di Indonesia.”

Seperti yang saya tuliskan tadi, Jagoan Series ini memang mencoba mempertemukan tim-tim amatir dan profesional lewat kualifikasi tertutup untuk tim-tim Garena Summer League dan juga tiket emas ke Free Fire Indonesia Master 2019 Grand Final untuk sang jawara.

Konsep perjalanan from zero to hero juga pernah disampaikan oleh Nick Vanzetti, SVP, Managing Director – ESL Asia Pacific Japan, saat perbincangan saya dengannya; yang bisa Anda lihat videonya di atas.

Di sebuah artikel di PolygonKevin Rosenblatt, ESL Vice President of Product and Content bahkan menegaskan demikian, “Here at ESL, we’re a big proponent of open ecosystems. We’ve built our business on the philosophy of open ecosystems and that’s what we evangelize.

Hal ini menarik dan penting disadari karena ada banyak hal yang bisa kita gali dan pelajari dari ESL, yang memang sudah sejak tahun 2000 membangun ekosistem esports dunia; bahwa ESL Indonesia mencoba menyematkan idealisme mereka lewat ESL Jagoan Series kali ini.

Plus, mengingat ESL Indonesia merupakan kolaborasi bersama Salim Group (dengan Indofood dan saudara-saudaranya), apakah sistem esports yang terbuka untuk semua juga yang coba mereka angkat dari sepak terjang grup konglomerasi ini di ekosistem esports Indonesia?

Sumber: ESL Indonesia
Sumber: ESL Indonesia

Akhirnya, bagi saya pribadi, saya kira Indonesia butuh keduanya (terbuka dan tertutup) untuk mendewasakan ekosistem esports kita yang saat ini mungkin masih sedang lucu-lucunya. Dan, perbedaan antara keduanya juga bisa dilihat bukan sebagai sebuah perdebatan namun sebuah kekayaan keberagaman.

Disclosure: Hybrid adalah perwakilan Media Relations untuk ESL Indonesia Championship Season 2

Persiapan AIC, ESL Gelar Turnamen AOV di Malaysia, Singapura, dan Filipina

Dunia esports Arena of Valor segera kembali memasuki musim kompetisi global. Sebelum menyambut datangnya AOV International Championship (AIC) 2019 nanti, ESL selaku organizer dengan dukungan Garena akan terlebih dahulu menyelenggarakan kompetisi esports di tiga negara secara serentak. 8 tim terbaik dari Malaysia, Singapura, dan Filipina akan bertanding dalam ESL MSP Championship, memperebutkan hadiah senilai total US$10.000 (sekitar Rp141,7 juta) serta tiket mewakili wiayah MSP dalam ajang AIC 2019 nanti.

Partisipan ESL MSP Championship terdiri dari 2 tim undangan dan 6 tim dari Open Qualifiers. Undangan yang dimaksud adalah para finalis Valor Cup musim lalu, yaitu tim M8HEXA dari Malaysia dan Liyab Esports dari Filipina. ESL membuka 3 tahap Open Qualifiers, yaitu pada tanggal 13, 17, dan 20 Agustus. Masing-masing Qualifier akan meloloskan 2 tim ke ESL MSP Championship.

AOV - Violet Dimension Breaker
Sumber: Garena RoV Thailand

Turnamen ini terdiri dari dua tahap, yaitu Online Group Stage dan Playoffs. Tim-tim peserta akan dibagi ke dalam dua grup, dan 2 tim terbaik tiap grup berhak maju ke Playoffs. Babak Playoffs kemudian digelar selama dua hari, dengan sistem best-of-5 double elimination serta babak Grand Final best-of-7. Format yang tidak umum ini dibuat dengan tujuan menciptakan turnamen yang lebih kompetitif, serta memberi tontonan pertandingan yang lebih seru pada para penggemar.

“Kami telah membawa produk National Championship kami ke Asia Tenggara tahun lalu dan kami gembira bisa mengembangkan program ini ke lebih banyak judul esports dan negara,” ujar Nick Vanzetti, SVP of ESL APAC, di situs resmi Garena, “Kami senang bisa bekerja bersama Garena dalam kesempatan menyelenggarakan ESL MSP Championship sebagai bagian dari ekosistem mereka dan kami akan terus menyelaraskan tujuan kami dalam membentuk ekosistem Arena of Valor yang sustainable di wilayah MSP.”

ESL Indonesia Championship
Sebelumnya ESL dan Garena juga bekerja sama di ESL Indonesia Championship | Sumber: ESL Indonesia

Marshal Bagus Nugroho, Produser AOV untuk wilayah Indonesia dan MSP, menambahkan, “Garena AOV bangga dapat bekerja bersama ESL lagi dalam mengembangkan dunia esports Asia Tenggara. Harapannya, dari ESL MSP Championship kita akan melihat kelahiran pemain-pemain berbakat yang akan meraih kemenangan di panggung internasional.”

Babak grup ESL MSP Championship akan digelar setiap hari Rabu dan Minggu pada periode 28 Agustus – 8 September 2019, dilanjutkan dengan Playoffs di tanggal 21 – 22 September. Seluruh pertandingan ini akan disiarkan secara langsung melalui channel YouTube dan Facebook ESL Asia.

Sumber: Garena

Pembagian Grup Six Major Raleigh, Usaha Meruntuhkan Dominasi G2 Esports

Kompetisi Major, Rainbow Six: Siege kembali hadir. Bertempat di Raleigh, Carolina Utara, Amerika Serikat, ini adalah kali kedua Ubisoft menyelenggarakan kompetisi R6S dengan titel “Major”. Sebelum ini, ada Six Major Paris, yang kembali dimenangkan oleh tim G2 Esports.

Untuk gelaran Six Major Raleigh, sebelumnya sudah diumumkan 16 tim yang akan bertanding. Mereka datang dari berbagai komponen, seperti dari sang juara Six Invitational, 8 finalis Pro League Season IX, 4 tim dari Open Qualifier, 1 tim juara Allied Esports Vegas minor, 1 juara DreamHack Valencia, dan 1 tim undangan negara tuan rumah.

Setelah pengumuman 16 tim peserta, hal berikutnya yang ditunggu adalah pembagian grup untuk Six Major Raleigh. Diumumkan pada 30 juli 2019 lalu, berikut pembagian grup untuk Six Major Raleigh.

Sumber: Twitter @R6esports
Sumber: Twitter @R6esports

Melihat pembagian grup ini, mungkin bisa dibilang terbagi cukup merata. Mengingat semua grup punya kesulitannya masing-masing. “Tapi kalau dibilang grup neraka, bisa dibilang grup A sama grup D menurut gue.” Ujar Ajie “WildLotus” Zata, salah satu sosok shoutcaster dari komunitas R6IDN.

“Tetapi memang, fase grup ini betul-betul panas, bukan cuma dari dua grup tersebut saja.” Ajie menambahkan. ” Ada beberapa pertandingan yang sangat dinanti, seperti dari grup B ada G2 vs Rogue, lalu di grup C ada EG vs Looking for Organization. Lalu dari grup A dan D, yang tentunya ditunggu-tunggu adalah Team Empire vs TSM dan Fnatic vs DarkZero.”

Enam Belas tim tersebut akan bertanding memperebutkan total hadiah sebesar US$500.000 (sekitar Rp7 miliar). Sejauh ini, kancah kompetisi Rainbow Six: Siege masih dikuasai oleh asal Jerman, G2 Esports. Belakangan, mereka tercatat berhasil menang tiga kompetisi besar secara berturut-turut, yaitu: Six Major Paris, Pro League Season 8 – Finals, dan Six Invitational 2019.

Raleigh #2
Sumber: Ubisoft Official Media

Penantangnya sendiri masih belum banyak memunculkan potensi di tahun ini. “Kalau prediksi gue, final Six Major Raleigh mungkin bakal Team Empire vs G2 Esports.” Ajie mengatakan. “Tapi, kemungkinan besar G2 Esports mempertahankan kemenangannya tetaplah besar. Bedanya, tahun ini jalan mereka bakal lebih sulit karena Team Empire dan EG, ditambah tim pendatang baru yang kuat seperti TSM, Team Secret, dan FaZe Clan.”

Six Major Raleigh 2019 akan mulai bertanding pada 12 Agustus sampai 18 Agustus 2019 mendatang. Siapa tim yang Anda jagokan? Saya sendiri menjagokan G2 Esports, mengingat permainan tim ini yang masih solid dan kuat.

 

Jumlah Penonton Esports Tahun Ini Hampir Capai 1 Miliar

Di Indonesia, ada 171 juta pengguna internet, menurut data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).

Berdasarkan laporan Kepios yang dibuat bersama We Are Social dan HootSuite, sebanyak 26 persen dari pengguna internet Indonesia menonton turnamen esports belum lama ini. Itu artinya, hampir 44,5 juta orang menonton pertandingan esports.

Jumlah netizen yang menonton siaran langsung terkait game lebih tinggi lagi, mencapai 40 persen dari total pengguna internet atau sekitar 68,4 juta orang.

Memang, esports kini tengah menjadi pembicaraan hangat, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.

Hal ini terlihat dari fakta bahwa 22 persen pengguna internet dunia menonton turnamen esports dan 29 persen dari mereka menonton siaran langsung dari permainan orang lain.

penonton turney esports
Grafik persentase pengguna internet yang menonton turnamen esports belum lama ini.

Esports dan game populer di kalangan anak muda, khususnya orang-orang yang ada di rentang umur 16 tahun sampai 24 tahun. Jumlah penonton esports di rentang umur ini sedikit lebih banyak dari penonton olahraga konvensional, seperti sepak bola, balapan, atau basket.

Di rentang tersebut, jumlah penonton esports mencapai 32 persen, dibandingkan dengan penonton olahraga konvensional yang hanya mencapai 31 persen.

Meskipun begitu, di kalangan generasi berumur di atas 25 tahun, olahraga konvensional tetap lebih populer. Anda bisa melihat perbandingan jumlah penonton esports dan olahraga konvensional pada grafik di bawah.

Penonton esports vs penonton olahraga tradisional jpeg

Menurut data dari GlobalWebIndex, jumlah penonton esports saat ini naik 50 persen dalam waktu 12 bulan. Sementara itu, durasi menonton esports mencapai lebih dari enam miliar jam pada tahun lalu. Ini berarti ada kenaikan lama waktu menonton sebesar hampir 20 persen jika dibandingkan dengan lama waktu menonton pada 2015.

Sayangnya, para fans esports tidak tersebar merata. Kebanyakan dari mereka berasal dari Asia, seperti Tiongkok, Vietnam, Filipina, termasuk Indonesia. Di China, sebanyak 40 persen pengguna internet mereka menonton turnamen esports belum lama ini. Di Vietnam, angka itu sedikit turun menjadi 31 persen.

streaming audience jpeg
Grafik persentase pengguna internet yang menonton live streaming dari konten gaming.

Soal penonton live streaming konten game, di Tiongkok, sebanyak 49 persen netizen negara Tirai Bambu itu menonton siaran langsung konten gaming. Dengan 40 persen pengguna internet menonton konten live streaming game, Indonesia ada di peringkat kedua, tepat setelah Tiongkok.

Bagaimana perusahaan bisa memanfaatkan ini?

Menurut Internet World Stats, ada 4,4 miliar pengguna internet di dunia. Jika sebanyak 22 persen di antara mereka menonton turnamen esports belum lama ini, itu artinya ada hampir 1 miliar orang yang menonton kompetisi esports.

Sementara jumlah penonton streaming dunia mencapai hampir 1,28 miliar orang. Di Indonesia sendiri, jumlah penonton turnamen esports dan penonton live streaming konten game mencapai puluhan juta orang.

Ini merupakan kesempatan besar bagi perusahaan untuk melakukan marketing.

Hal paling sederhana yang bisa perusahaan lakukan untuk memanfaatkan hype esports adalah dengan menjadi sponsor tim esports dan memasang logo atau nama merek pada jersey atau jaket para pemain.

Seperti apa yang dilakukan oleh Logitech dan HP Omen dengan BOOM.ID. Selain itu, Anda juga bisa menjalin kerja sama dengan tim esports seperti apa yang EVOS lakukan dengan Thanksinsomnia.

Esports dipercaya akan menjadi industri yang besar. Menurut laporan Newzoo, nilai industri esports mencapai US$493 juta pada 2016. Nilai industri esports naik menjadi US$655 juta pada 2017 dan menembus US$900 juta pada tahun lalu. Dipercaya, nilai industri ini akan lebih dari US$1 miliar pada 2020.

Sumber: The Next Web, Kompas

Disclosure: Ada perubahan cukup signifikan yang dilakukan dari artikel awal, namun tidak mengubah konteks keseluruhan artikel. 

Bagaimana AT&T Berperan dalam Perkembangan ESL di Industri Esports

Industri esports, dalam berbagai hal, punya kemiripan dengan industri olahraga konvensional. Keduanya menyuguhkan hiburan berupa kompetisi, bertabur tokoh yang ketenarannya sudah cukup untuk membuat mereka disebut sebagai selebritas. Kedua industri juga memiliki basis massa yang besar, dan menjadi salah satu jalur pilihan bagi berbagai brand untuk mempromosikan produk mereka.

Seiring ekosistem esports bertumbuh, berbagai brand terkenal pun mulai terjun berpartisipasi. Beberapa di antara mereka adalah brand yang dulunya sudah punya pengalaman di industri olahraga. Contohnya seperti AT&T, perusahaan telekomunikasi Amerika yang kini menjalin kerja sama dengan organizer esports ternama dunia, ESL. Kerja sama ini berlaku secara global hingga tahun 2020, dan cukup mempengaruhi bagaimana ESL memproduksi beberapa event mereka.

Belum lama ini, Paul Brewer yang menjabat sebagai SVP of Brand Partnerships di ESL North America menjabarkan bagaimana AT&T berperan dalam usaha ESL melakukan ekspansi di ranah esports. Dalam wawancara bersama Front Office Sports, Brewer berkata bahwa dunia kerja sama di industri esports masih memiliki banyak ‘ruang kosong’ (white space).

“Salah satu hal yang menarik (di esports) adalah bahwa banyak brand yang sedang berusaha memahaminya, dan banyak ruang kosong untuk membangun berbagai hal bersama,” ujar Brewer, “Bagi kami, memang kami adalah pakarnya dan memiliki sejarah dalam esports, tapi mereka (AT&T) telah belajar banyak dari olahraga tradisional dan industri hiburan dan memiliki sejarah lebih kaya di arena tersebut, jadi mereka membuat kami lebih baik sebagai sebuah properti. Keberadaan mereka secara fisik membantu kami naik level dan memvalidasi kami sebagai sebuah entitas.

Paul Brewer
Paul Brewer ketika mengisi acara di NAB Show | Sumber: Digital Media at UNI

Bagi AT&T sendiri, kerja sama dengan ESL masih terhitung “coba-coba” di dunia esports. Nilai investasinya pun sangat kecil jika dibandingkan dengan marketing di dunia olahraga konvensional. Kedua pihak sebetulnya sudah bekerja sama sejak 2018—kerja sama esports pertama AT&T. Hasilnya ternyata sangat cocok sehingga AT&T ingin terus meningkatkan andilnya di industri ini. Perkembangan ke esports juga merupakan arah yang natural karena AT&T adalah penyedia layanan telekomunikasi yang sangat penting di bidang esports. Ke depannya, produk-produk AT&T seperti AT&T Fiber dan 5G juga akan berperan dalam kerja sama yang mereka lakukan.

Shiz Suzuki, AVP of Experiential Marketing and Sponsorship di AT&T, berkata bahwa kerja sama di industri esports saat ini tidak hanya sekadar berbicara dengan orang-orang, tapi juga tentang menjalin ikatan dengan mereka. “Saya suka bila sebuah brand menjadi tempat pertemuan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Saya ingin tahu bagaimana saya bisa berinteraksi dengan para penggemar, jadi ini bisa dibilang selangkah lebih jauh.”

Satu hal dalam ESL yang sangat terbantu oleh AT&T adalah perkembangannya ke esports di platform mobile. Kerja sama mereka berdua melahirkan ESL Mobile Open, sebuah liga esports untuk para gamer yang tidak bermain di PC atau console. Liga ini telah berhasil menjaring 135.000 peserta di musim perdananya, dengan judul-judul seperti PUBG Mobile, Clash of Clans, serta Asphalt 9 dipertandingkan.

“Inilah mengapa Anda berpartner tidak dengan sembarang brand mobile, tapi dengan brand yang visioner seperti AT&T. Kami berkumpul bersama lalu kami bahkan tidak membahas tentang logo. Hal itu memang penting, tapi kami tidak ingin berbicara tentang itu. Kami berbicara tentang bagaimana caranya membangun esports mobile bersama, dan bagaimana merancang sebuah pengalaman untuk para penggemar,” papar Brewer.

Suzuki menyebut ekspansi ke ranah mobile ini sebagai “demokratisasi esports. Atlet esports profesional biasanya menggunakan perangkat canggih untuk bermain secara kompetitif, tapi smartphone adalah sesuatu yang dimiliki hampir semua orang. “Ini menarik karena memberikan kesempatan pada para gamer pada umumnya untuk meraih momen sebagai pemain pro,” ujarnya.

Sebagai perusahaan yang sudah berusia 134 tahun, pengalaman AT&T di dunia olahraga sangat banyak. Dan sama seperti industri olahraga, AT&T tahu bahwa industri esports terdiri dari berbagai demografis berbeda. Penggemar American football misalnya, punya karakteristik berbeda dengan penggemar bola basket. Jadi mustahil menjangkau semuanya hanya dengan satu partnership.

“Kita harus mulai dari suatu tempat, dan Anda harus merangkak sebelum bisa berlari. Dari sudut pandang investasi, (esports) masih relatif baru, tapi kami baru saja memulai. Ini adalah tempat yang seru untuk menjadi penggerak bisnis dan saya senang bisa menceritakan kisah perusahaan kami serta membagikan teknologinya,” tutup Suzuki.

Sumber: Front Office Sports

Peta Kekuatan Tim Rainbow Six: Siege Pro League Season 10 Menurut NAVI

Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege terus menunjukkan perkembangannya sebagai ekosistem esports yang solid. Memasuki usianya yang keempat, organisasi esports yang berminat untuk berpartisipasi di dalamnya semakin bertambah saja. Salah satunya yaitu Natus Vincere, alias NAVI yang beberapa waktu lalu terjun ke dunia Rainbow Six: Siege setelah mengakuisisi roster Mock-it Esports.

Sayangnya, roster awal NAVI.R6 ini tampil kurang memuaskan di laga Pro League Season 9: Europe dan jatuh ke divisi Challenger. NAVI kemudian membubarkan tim tersebut, dan membentuk tim Rainbow Six: Siege baru dengan cara mengakuisisi roster MnM Gaming. NAVI.R6 kini terdiri dari lima orang yang mayoritas berasal dari negara Inggris. Mereka adalah:

  • Kendrew (Luke Kendrew)
  • neLo (Leon Pesic)
  • CTZN (Ben McMillan)
  • Doki (Jack Robertson)
  • Saves (Szymon Kamieniak)

Sebelum menjadi bagian dari NAVI, tim ini telah menunjukkan performa kuat di Challenger League Season 9 dan berhak untuk maju ke Pro League Season 10. Liga tersebut sendiri telah berjalan terhitung mulai tanggal 17 Juni lalu. Bagaimana pencapaian tim NAVI.R6 sejauh ini, dan seperti apa pandangan mereka terhadap masa depan esports Rainbow Six: Siege, tertuang dalam video wawancara singkat yang baru saja diunggah NAVI.R6 di channel YouTube resmi mereka.

NAVI.R6 - Champion
Roster baru NAVI.R6 sudah berprestasi dengan memenangkan ESL Premiership Summer 2019 Finals | Sumber: NAVI

“Saya telah bermain game ini sejak tahun 2016 – 2017, dan masuk ke Pro League adalah sesuatu yang Anda inginkan. Saya sudah berada di Challenger League selama lima season, jadi berhasil mencapai Pro League adalah hal besar,” ujar Kendrew yang merupakan kapten NAVI.R6. Doki juga berpendapat serupa. Menurutnya, keberhasilan masuk ke Pro League adalah highlight kariernya sejauh ini.

Doki berpendapat bahwa tim yang paling berbahaya di Pro League adalah Looking for Org dan Team Empire, karena mereka memiliki gaya permainan yang sangat adaptif. Sementara menurut Kendrew, Vitality-lah yang patut ditakuti. “Gaya main mereka super progresif, super lambat, dan mereka akan menguasai seluruh ronde. Gaya ini sangat berbeda (dari kami), bahkan berkebalikan. Jadi rasanya sangat canggung untuk dilawan,” ujar Kendrew.

Masalah adaptasi ini juga merupakan hal yang dirasa oleh kedua pemain masih kurang di tim NAVI.R6. Mereka sempat merasakan beberapa pertandingan yang sangat ketat, yang walaupun pada akhirnya mereka menang, sebetulnya bisa berjalan lebih baik bila mereka mampu memahami strategi musuh dengan lebih cepat. Dalam salah satu pertandingan melawan Looking for Org, Kendrew mengaku timnya banyak melakukan kesalahan. Tapi mereka terus berusaha memperbaikinya. Komunikasi dan rasa panik juga jadi isu penting yang ingin mereka atasi.

NAVI.R6 - Kendrew
Luke Kendrew, kapten NAVI.R6 | Sumber: NAVI

Kendrew maupun Doki sama-sama merasa bahwa Empire adalah tim yang sangat kuat, bahkan di musim ini mereka tampil sangat mendominasi dan belum pernah kalah. Lagi pula Empire memang sudah senior dan punya jam terbang di dunia Rainbow Six: Siege cukup lama. Mereka sangat kuat, tapi mungkin akan menemukan perlawanan dari tim yang bisa bermain adaptif seperti G2 Esports. Malah bisa jadi hanya G2 yang mampu mengalahkan Empire.

Sementara mengenai esports Rainbow Six: Siege secara keseluruhan, kedua pemain merasa bahwa sekarang adalah momen di mana game ini membludak dalam popularitas. “Ya, saya rasa scene Rainbow Six: Siege baru saja mulai meledak dan tumbuh. Benar-benar baru saja, kurang lebih dalam enam bulan terakhir. Dan saya rasa (ekosistem ini) masih punya perjalanan panjang untuk menjadi salah satu esports terbesar di dunia,” kata Doki. Kendrew menambahkan, “Saya harap demikian. Saya rasa Ubisoft bisa mengambil beberapa langkah berbeda untuk melakukannya, tapi saya rasa mereka belajar dari kesalahan. Saya rasa mereka bisa mewujudkannya.”

Terhitung akhir Juli 2019 (pertengahan musim), NAVI.R6 sedang menduduki peringkat 4 klasemen di Pro League Season 10: Europe, dengan catatan 4 kali menang dan 3 kali kalah. Apakah NAVI.R6 bisa membuktikan kemampuan mereka di Rainbow Six: Siege Pro League Season 10, ataukah justru akan tumbang melawan tim-tim lain yang lebih senior? Kita pantau saja terus perjalanan mereka.

Sumber: NAVI Rainbow Six Siege

Ini 24 Tim yang Bakal Bertanding di StarLadder Major CS:GO

Dua puluh empat tim yang akan bertanding di StarLadder Major CS:GO telah ditentukan. Tahun ini, kompetisi tersebut akan diadakan di Berlin, Jerman mulai 28 Agustus sampai 8 September.

Dua puluh empat tim tersebut dibagi ke dalam dua status, yaitu Challengers dan Legends. Ada 16 tim yang berstatus sebagai Challengers dan 8 tim berstatus Legends. Status Legends didapatkan oleh tim-tim yang masuk ke dalam top 8 di Intel Extreme Masters Season XIII – Katowice Major 2019.

Ini adalah 16 tim yang harus melalui Challengers stage:

  • Vitality
  • Complexity
  • HellRaisers
  • mousesports
  • CR4ZY
  • forZe
  • Syman
  • North
  • G2
  • AVANGAR
  • NRG
  • FURIA
  • Grayhound
  • TYLOO
  • DreamEaters
  • INTZ

Ini adalah 8 tim yang secara otomatis masuk ke Legends stage:

  • Astralis
  • Natus Vincere
  • FaZe
  • Renegades
  • ENCE
  • MIBR
  • Liquid
  • NiP

Kompetisi StarLadder Major ini dibagi ke dalam tiga stage. Pertama adalah Challengers stage, yang diadakan mulai 23 Agustus sampai 26 Agustus 2019. Di sini, 16 tim berstatus Challenger akan diadu sehingga 8 tim keluar sebagai pemenang.

Delapan tim itu akan bertanding dengan 8 tim lain yang berstatus Legends pada Legends stage, yang dimulai sejak 28 Agustus sampai 1 September. Baik Challengers dan Legends stage akan diadakan di Verti Music Hall dan menggunakan sistem Swiss, menurut laporan HLTV.org.

Delapan tim terbaik dari Legends Stage lalu akan bertanding ke Champion stage, yang akan diadakan pada 5 September sampai 8 September. Champion Stage akan diadakan di Mercedes-Benz Arena.

Juara satu dari kompetisi ini akan mendapatkan hadiah sebesar USD500 ribu, juara dua USD150 ribu, dan juara tiga USD70 ribu. Sementara tim yang ada di peringkat lima sampai delapan akan mendapatkan hadiah sebesar USD35 ribu.

Sekilas Pandang Sisi Bisnis dari Aura Esports

Seiring dengan booming industri esports, tak heran jika ada banyak orang yang ingin turut terjun ke dalamnya. Membuat organisasi esports menjadi salah satu pilihan bisnis yang bisa dilakukan. Kalau dibandingkan dengan olahraga tradisional, memiliki organisasi esports ini mirip seperti memiliki sebuah klub sepakbola.

Setelah cerita sukses RRQ dan EVOS di Indonesia, ditambah dengan Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire yang membuat gaming jadi mainstream, membuat banyak pihak jadi semakin tertarik bersaing menjadi organisasi esports terbesar di Indonesia. Salah satu dari mereka adalah, Aura Esports.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Yabes Elia
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Yabes Elia

Selasa kemarin (30 Juli 2019), Aura Esports baru saja mengadakan gelaran jumpa fans di Starium CGV Grand Indonesia, dengan divisi Free Fire. Ini adalah gelaran meet and greet pertama Aura Esports, namun ternyata gelaran ini sudah cukup ditunggu-tunggu, dan dihadiri oleh ratusan penggemar yang tak sabar bertemu sang idola.

Namun, disela-sela riuh rendah para penggemar yang bertemu sang idola, acara ini juga dihadiri oleh Daniel, co-founder serta Chief Marketing Officer Aura Esports, serta Christopher Djajaco-founder yang saat ini menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO).

Dalam sebuah sesi wawancara, tim redaksi Hybrid bicara banyak hal dengan Christopher, salah satunya adalah soal latar belakang bisnis sang co-founder. Kalau Anda membaca wawancara kami dengan CEO RRQ, Andrian Pauline, Anda tentu sudah tahu, bahwa tim RRQ merupakan bagian dari bisnis MidPlaza Holding.

Sumber: Aura Esports Official Media - Edit Akbar Priono
Sumber: Aura Esports Official Media – Edit Akbar Priono

Lalu bagaimana dengan Aura Esports? Christopher Djaja, sebelum terjun ke esports, memang sempat punya beberapa pengalaman bisnis. “Saya memang punya startup background. Pernah mencoba bisnis di bidang F&B, advokasi, dan lain sebagainya. Jadi, hasil dan pengalaman bisnis sebelumnya yang sudah terkumpul kami gunakan untuk membangun Aura Esports.” ujar Christopher.

Lebih lanjut membahas latar belakang, Christopher juga secara singkat menjelaskan soal latar belakang keluarganya yang juga menyokong bisnis Aura Esports. “Kami sendiri juga mendapat dukungan dari bisnis keluarga, yaitu Wicaksana Group, yang adalah pelaku bisnis di bidang distribusi dan PT. Jakarana Tama, merupakan bisnis terbesar ketiga dalam bidang mi instan serta makanan kalengan.” Ucap Christopher menjelaskan.

Sumber: Christopher Djaja Linked In
Christopher Djaja (Kanan) CEO Aura Esports, yang juga sempat menjadi startup founder dan punya ragam pengalaman bisnis. Sumber: Christopher Djaja Linked In

Wicaksana Group atau PT. Wicaksana Overseas International Tbk. merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi dan logistik. Dalam hal perdagangan, unit usaha yang jadi fokus dari perusahaan ini adalah makanan ringan, minuman, susu bubuk, mie instan, kosmetik, obat-obatan, sepatu, minyak goreng, dan lain sebagainya.

Sementara itu PT. Jakarana Tama atau dikenal dengan jenama Gaga Foods merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan instan. Produk-produk unggulan dari Gaga Foods termasuk mie instan yang mungkin selama ini juga sudah Anda kenal, berbagai makanan instan, serta makanan kalengan seperti ikan sarden.

Hal ini tentu menambah peta persaingan organisasi esports di Indonesia. Apalagi dengan penambahan sponsor, Kacang Garuda, dan rekanan baru, CGV, Aura Esports akan jadi penantang berat di dalam persaingan bisnis organisasi esports di Indonesia.

Akhirnya, jika melihat kawasan-kawasan lain yang tumbuh subur ekosistem esports-nya, mereka memiliki teladan alias studi kasus dari industri yang lebih dulu dewasa untuk digunakan formulanya. Misalnya, Amerika Serikat yang jadi kiblat industri hiburan dunia bisa mengimplementasikan rumusnya ke industri esports di sana. Eropa juga punya ekosistem sepak bola yang matang yang bisa dicontoh oleh para pelaku esports. Sedangkan Tiongkok dan Korea Selatan memiliki industri game yang sudah mendunia dan berkaitan erat dengan industri esports itu sendiri.

Di Indonesia, sayangnya, kita tidak bisa menjadikan industri-industri tadi sebagai teladan karena perkembangannya yang lamban. Untungnya, kami di Hybrid percaya bahwa industri esports Indonesia bisa meneladani industri startup kita yang punya banyak cerita sukses dalam waktu singkat. Sedangkan salah satu ciri khas dari industri startup kita yang memang layak diteladani adalah soal keterbukaan sumber investasi, seperti yang dilakukan oleh Aura Esports kali ini.