Tawarkan Hadiah Hingga Rp7 Miliar, EA Gelar Apex Legends Preseason Invitational

Hype yang mengelilingi Apex Legends boleh jadi sudah mereda, tapi kita tidak boleh lupa betapa fenomenalnya game karya Respawn Entertainment tersebut ketika baru dirilis. Tak butuh waktu lama untuk mencapai 50 juta pengguna di seluruh dunia, banyak pihak mengantisipasi Apex Legends akan segera menjadi cabang esports raksasa. Akan tetapi Respawn dan EA tidak mau terburu-buru, karena mereka lebih mementingkan kualitas ekosistem Apex Legends daripada pertumbuhan setinggi-tingginya.

Saat ini Respawn dan EA tengah menjalankan program esports yang disebut sebagai Apex Legends Preseason. Sesuai namanya, program ini merupakan “pemanasan” sebelum mereka meluncurkan sirkuit kompetisi secara penuh. Apex Legends Preseason sejauh ini terdiri dari tiga event. Dua event sebelumnya adalah EXP Pro-Am Apex Legends Exhibition dan EXP Invitational – Apex Legends at X Games Minneapolis. Keduanya diselenggarakan bekerja sama dengan ESPN.

Apex Legends - Art
Sumber: Respawn Entertainment

Event ketiga kali ini adalah event pertama yang seutuhnya ditangani oleh Respawn dan EA. Berjudul Apex Legends Preseason Invitational, kompetisi ini menawarkan hadiah sebesar US$500.000 (sekitar Rp7 miliar) dan akan digelar di Krakow, Polandia. Waktu pelaksanaannya jatuh pada tanggal 13 – 15 September mendatang.

Sebagai turnamen invitational, EA membatasi siapa saja yang dapat menjadi peserta. Pemain dari seluruh dunia boleh mengajukan diri untuk berpartisipasi dengan cara mengirim email ke [email protected], sambil mencantumkan ID Origin mereka. EA menyediakan slot partisipan sebanyak 80 tim. Peraturan selengkapnya dapat Anda baca dalam situs resmi Apex Legends.

Apex Legends - Preseason Calendar
Apex Legends Preseason Calendar | Sumber: EA

“Ketika kami mendirikan EA Competitive Gaming Division, kami memiliki visi untuk menjadikan semua pemain kami bintang, seiring kami membangun pertunjukan hiburan yang menarik jutaan pemain dan penonton,” kata Senior Vice President dan GM Competitive Gaming Division EA, Todd Sitrin, dilansir dari The Esports Observer.

“Hari ini kami resmi mengembangkan EA Competitive Gaming dengan penambahan Apex Legends, peraih salah satu peluncuran game terbesar dalam sejarah yang terus diperkuat oleh komunitas global yang penuh gairah. Apex Legends Preseason Invitational adalah langkah kunci berikutnya dalam perjalanan esports kami,” lanjutnya.

Selain peluncuran turnamen-turnamen Preseason, EA juga telah merancang panduan baku bagi para organizer di komunitas. EA menghargai semangat para penggemar Apex Legends, dan memperbolehkan siapa saja mendirikan turnamen tanpa izin resmi oleh EA, asalkan memenuhi beberapa syarat. Contohnya, turnamen tersebut boleh mengandung monetisasi, namun hanya sebatas menutup biaya event, bukan untuk mencari keuntungan komersial.

Apex Legends - Art 2
Sumber: EA

Organizer juga tidak boleh menggunakan artwork, logo (termasuk logo game), trademark, serta nama Electronic Arts dan Respawn Entertainment untuk mempromosikan turnamen. Apalagi menunjukkan seolah-olah turnamen tersebut berafiliasi dengan EA. Ditambah lagi, turnamen itu juga tidak boleh melibatkan partner yang berkaitan dengan produk minuman alkohol, rokok, judi, politik, dan sebagainya. Masih banyak lagi aturan lain yang tertuang dalam Community Tournament Guidelines ini.

Meski terkesan bergerak lambat, EA dan Respawn tampaknya memang serius ingin menggarap Apex Legends menjadi ekosistem esports yang solid. Aturan-aturan yang ketat seperti ini pun dibuat dengan tujuan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal tak diinginkan yang dapat mencoreng nama baik EA atau memunculkan masalah di ranah hukum. Kita lihat saja dalam 1 – 2 tahun ke depan, akan seperti apa perkembangan esports Apex Legends di bawah naungan EA.

Sumber: Electronic Arts, The Esports Observer

Cerita xccurate tentang Kepindahannya ke BTRG

Kevin “xccurate” Susanto resmi bergabung dengan BTRG. Melalui akun Twitter resminya, Kevin mengumumkan hal ini.

“Hari ini, saya mengakhiri perjalanan saya dengan @tyloogaming. Itu adalah pengalaman yang panjang dan berarti bagi saya. Saya harap mereka mendapatkan yang terbaik dan saya senang karena mereka lolos babak kualifikasi! Terima kasih telah memberikan kesempatan pada saya untuk bermain bersama tim top 30 dunia. Saya akan terus berusaha keras untuk menjadi yang terbaik,” tulis Kevin di Twitter resminya.

BTRG, yang merupakan singkatan dari Big Time Regal Gaming, merupakan organisasi esports dari Tiongkok yang fokus ke game-game FPS, salah satunya CS: GO.

Sebelum bergabung dengan BTRG, Kevin bermain untuk tim Tyloo, yang juga asal sana. Dia resmi bermain untuk Tyloo sejak Januari tahun lalu (2018). Sebelum itu, dia juga pernah bermain untuk Jakarta Juggernauts pada tahun 2015 dan 2016, lalu masuk ke tim Recca Esports pada 2016 hingga 2018.

Selama 2018, Kevin memenangkan berbagai kompetisi bersama dengan Tyloo, mulai dari kompetisi C-Tier sepreti XINHUA Electronic Sports Conference sampai turnamen S-Tier seperti Intel Extreme Masters XIII di Sydney.

Turnamen yang terakhir kali Kevin menangkan bersama Tyloo adalah TOYOTA Master CS: Go Bangkok 2018. Turnamen yang diadakan pada November 2018 itu masuk ke dalam kategori A-Tier. Di sana, Tyloo berhasil menjadi juara dua. Mereka kalah dengan skor 2:3 dari Heroic pada pertandingan final.

“Mau cari tantangan baru,” kata Kevin ketika ditanya alasannya untuk pindah. “Dan waktu itu, setiap pergi ke luar gampang sakit bikin performa sedikit menurun.”

Di BTRG, Kevin bukan satu-satunya pemain asal Indonesia. Ada juga Adrian “adrnkiNg” Setiawan, yang memiliki peran sebagai entry fragger.

Satu hal yang menarik, meskipun BTRG adalah organisasi esports asal Tiongkok, tim CS:GO mereka hanya memiliki satu atlet dari negaranya, yaitu ZhiTao “Drea3er” Zhang. Dua anggota lain dari BTRG adalah Kristjan “fejtZ” Allsaar dari Estonia dan Anthony Lim Ying Jun alias ImpressioN asal Singapura, yang merupakan kapten.

Menurut HLTV.org, di tingkat global, BTRG ada di posisi 96. Posisi tertinggi yang pernah mereka capai adalah peringkat 79. Sebagai perbandingan, Tyloo kini ada di posisi 33 dengan peringkat tertinggi yang pernah mereka capai 14.

“Soalnya yang ada di pikiran saya cuma bagaimana saya bisa tetap bermain CS dan tentunya balik ke scene competitive,” ujar Kevin. “Untuk masalah rank, itu semua butuh proses. Nggak ada yang instan.”

Untuk menjawab pertanyaan terkait apa yang dia harapkan dengan berpindah tim, ini jawaban Kevin: “Bisa lebih mengasah skill, bahkan bisa melebihi performa sebelumnya. Dan tentunya, balik ke scene competitive lagi dan masuk major.”

FaZe Clan Rekrut Atlet Esports Tuna Rungu Sekaligus Perempuan Pertama

FaZe Clan, organisasi esports yang terkenal dengan reputasi mereka di cabang-cabang game shooter kompetitif, baru saja mengumumkan perekrutan pemain baru yang cukup spesial. Pemain itu bernama Soleil Wheeler, alias Ewok, gadis berusia 13 tahun yang juga seorang tuna rungu. Ewok bergabung dengan FaZe Clan pada tanggal 28 Juli lalu, tak lama setelah final Fortnite World Cup kategori Duos selesai digelar.

Ewok bukan satu-satunya remaja muda yang direkrut FaZe Clan. Sebelumnya mereka juga merekrut H1ghSky1 yang berusia 12 tahun. Ewok juga menjadi atlet tuna rungu pertama sekaligus merupakan atlet perempuan pertama yang direkrut oleh FaZe Clan. Kehadirannya disambut gembira oleh para pemain FaZe Clan lainnya, salah satunya Ricky Banks (FaZe Banks) yang mengaku bahwa Ewok adalah pemain yang memberikan inspirasi.

Sebelum bergabung dengan FaZe Clan, Ewok telah bergabung sebagai Twitch Partner tuna rungu pertama. Ia tidak ikut bertanding dalam Fortnite World Cup, tapi dirinya sempat tampil dalam kompetisi amal Fortnite Celebrity Pro-Am di kota New York beberapa waktu lalu. Ewok berpasangan dengan penyanyi pop Jordan Fisher dalam acara tersebut dan berdua mereka berhasil mendapatkan hadiah senilai US$20.000 untuk disumbangkan ke lembaga amal yang mereka pilih. Karier Ewok di Twitch terhitung sukses, dengan lebih dari 200.000 follower. Ia juga pernah bermain dengan berbagai streamer besar, seperti Ben “DrLupo” Lupo, Tim “TimTheTatman” Betar, serta sang raja Twitch, Tyler “Ninja” Blevins. Ewok mulai melakukan streaming sejak kurang lebih 7 bulan lalu, dan salah satu video pertamanya adalah ketika ia berhasil mengeliminasi anggota tim Fortnite FaZe Clan, Thang “SpaceLyon” Phan. Kini mereka justru menjadi kawan satu organisasi.

Ewok x Bugha
Ewok (kiri) bersama Bugha, sang juara Fortnite World Cup | Sumber: Ewok

“Biasanya kami memberi kejutan pada para anggota baru, tapi malam ini kami mendapat kejutan berupa berita terbaik,” cuit FaZe Clan di akun Twitter resmi mereka, “Mari bergabung bersama kami menyambut perempuan pertama yang bergabung dengan FaZe Clan: Ewok.” Terlihat dalam video yang mereka unggah bahwa para anggota FaZe pun terkejut dengan kehadiran Ewok. Salah satu anggota FaZe menyebutnya sebagai pemain Fortnite perempuan terbaik yang ada di luar sana. Kemudian Ewok, melalui bantuan penerjemah bahasa isyarat, mengatakan, “Saya sangat gembira bergabung dengan FaZe. Kualitas orang-orang di dalam timnya, semuanya sangat mengagumkan di sini, jadi FaZe Up!”

Game bergenre battle royale seperti Fortnite sangat menuntut keahlian spasial yang tinggi, sebab perubahan visual atau audio sekecil apa pun bisa menjadi petunjuk akan keberadaan musuh di medan pertempuran yang begitu luas. Oleh karena itu kemampuan Ewok untuk tetap dapat bermain dengan baik meski tuna rungu benar-benar merupakan bakat yang spesial. Belum jelas apakah Ewok akan bergabung sebagai bagian dari tim kompetitif FaZe Clan ataukah sebagai streamer saja. Tapi yang mana pun hasilnya, Ewok adalah salah satu bukti bahwa pemain difabel pun punya kans bersaing di dunia battle royale.

Sumber: Ewok, FaZe Clan, Polygon

Jadwal Lengkap dan Daftar Komentator EVO 2019 Diumumkan

Ajang kompetisi fighting game akbar Evolution Championship Series (EVO) 2019 akan digelar kurang dari seminggu lagi. Selama tiga hari yaitu tanggal 2 – 4 Agustus, ribuan penggemar, pemain, dan pelaku industri akan berkumpul di Mandalay Bay, Las Vegas, untuk merayakan keseruan genre fighting yang semakin lama semakin populer saja. Sembilan game populer akan dipertandingkan di panggung utama, ditambah sederet judul lain yang turut meramaikan entah sebagai turnamen sampingan atau permainan kasual.

Menonton pertandingan fighting game di level tertinggi memang sangat seru, tapi keseruan itu tak lengkap tanpa adanya komentator yang membuat hype semakin tinggi. EVO 2019 pun dihadiri oleh sejumlah komentator, dan belum lama ini pihak panitia telah mengumumkan siapa saja nama yang tampil. Tentunya mereka terdiri dari tokoh-tokoh dengan banyak kontribusi di komunitas fighting game. Berikut ini beberapa yang perlu Anda ketahui.

James Chen

James Chen
James Chen | Sumber: Red Bull

Salah satu komentator senior di dunia fighting game, James “jchensor” Chen adalah kreator konten yang telah aktif bahkan sejak internet belum populer. Menyebut diri sebagai Fighting Game Historian, James Chen aktif melakukan streaming di Twitch, membuat tutorial fighting game di YouTube, serta mengupas segala hal menarik seputar fighting game. Bila Anda menyaksikan turnamen fighting game berskala besar, James Chen nyaris selalu hadir di dalamnya.

Ryan Hart

Ryan Hart
Ryan Hart | Sumber: Capcom Pro Tour

Ryan Joseph Hart alias Prodigal Son adalah atlet esports asal Inggris yang telah menggeluti banyak cabang fighting game. Ia pernah menjadi juara EVO di tahun 2004 dan 2008 untuk cabang Tekken, di samping banyak kompetisi lainnya. Kini ia bekerja sebagai kreator konten dan host di ESL, namun masih sesekali datang ke turnamen sebagai peserta bila ada waktu luang.

L.I. Joe

Joe Ciaramelli alias Long Island Joe adalah pemain Street Fighter yang dikenal sangat menggemari karakter Urien. Reaksinya ketika bertemu dengan pengisi suara Urien, serta kegembiraan yang ia luapkan ketika Urien diumumkan untuk Street Fighter V, adalah beberapa hal tentangnya yang telah viral di dunia maya. Ia sempat meraih Top 8 di EVO 2016, dan kini aktif menjadi organizer untuk turnamen East Coast Throwdown.

Jiyuna

Jiyuna
Jiyuna bersama Daigo Umehara | Sumber: Red Bull

Andrew “Jiyuna” Fidelis adalah pria asal Amerika Serikat yang tinggal di Jepang. Sebagai orang yang mahir bahasa kedua negara, Jiyuna punya peran krusial dalam menyampaikan informasi dari komunitas fighting game Jepang ke Amerika, dan sebaliknya. Ia bekerja sebagai penerjemah untuk Daigo Umehara, juga merupakan karyawan untuk ARIKA (studio di balik game Fighting EX Layer).

Seth Killian

Sebagai mantan Community Manager di Capcom, nama Seth Killian sering kali muncul bersamaan dengan berita penting di dunia fighting game. Ia juga merupakan salah satu co-founder EVO bersama Tom Cannon, Tony Cannon, dan Joey Cuellar. Ia sempat menjadi Game Designer di Sony Santa Monica Studio sebelum akhirnya pindah ke Radiant Entertainment. Pada tahun 2016 Riot Games mengakuisisi Radiant Entertainment, dan kini Killian menduduki posisi Lead Designer di Riot.

Seth Killian
Seth Killian | Sumber: Polygon

Selain nama-nama di atas masih banyak sekali tokoh komunitas fighting game lainnya, dan Anda akan bisa menyaksikan siaran mereka semua pada acara EVO nanti. Pihak EVO juga telah merilis jadwal lengkap pertandingan untuk seluruh cabang game yang bisa Anda pantau di bawah.

EVO 2019 - Schedule
Jadwal lengkap EVO 2019 | Sumber: EVO

Seluruh jadwal ini menggunakan zona waktu PDT (Pacific Daylight Time), jadi Anda perlu menambahkan 14 jam untuk menyesuaikan dengan zona Waktu Indonesia Barat. Bila Anda tidak sempat menyaksikan keseluruhan rangkaian acara selama tiga hari, setidaknya Anda perlu mencatat waktu untuk menyaksikan babak final turnamen dengan jadwal berikut:

  • Soulcalibur VI – Sabtu, 3 Agustus 2019, 10:00 WIB
  • Under Night In-Birth Exe:Late[st] – Minggu, 4 Agustus 2019, 00:00 WIB
  • Dragon Ball FighterZ – Minggu, 4 Agustus 2019, 3:00 WIB
  • Samurai Shodown – Minggu, 4 Agustus 2019, 6:00 WIB
  • Mortal Kombat 11 – Minggu, 4 Agustus 2019, 10:00 WIB
  • BlazBlue: Cross Tag Battle – Minggu, 4 Agustus 2019, 23:00 WIB
  • Street Fighter V: Arcade Edition – Senin, 5 Agustus 2019, 2:00 WIB
  • Tekken 7 – Senin, 5 Agustus 2019, 6:30 WIB
  • Super Smash Bros. Ultimate – Senin, 5 Agustus 2019, 9:00 WIB

Sumber: Evolution Championship Series

ONE Esports Rencanakan Kompetisi Internasional Dota 2 di Jakarta

Gegap gempita esports MOBA untuk perangkat berjalan memang sedang besar-besarnya di Indonesia. Segitu besarnya, sampai-sampai Moonton, pengembang Mobile Legends, berani mencoba melaksanakan sistem liga franchise di Indonesia; yang sempat menjadi polemik di kalangan para pelaku industri.

Kendati demikian, bukan berarti Indonesia kehabisan fans esports game MOBA untuk PC, seperti Dota 2. Indonesia ternyata masih menjadi pasar yang potensial untuk gelaran esports Dota 2 Internasional. Bukti potensi tersebut terlihat lewat rencana ONE Esports menyelenggarakan ONE Dota 2 Jakarta World Pro Invitational di ICE BSD.

Sumber: Valve Official Media
Sumber: Valve Official Media

Mengutip rilsan media resmi ONE Esports, gelaran Dota tingkat internasional tersebut akan diselenggarakan pada 17-19 April 2020 mendatang. ONE Esports sudah memastikan beberapa hal seputar gelaran tersebut lewat rilisan media, seperti total hadiah sebesar US$500.000, jumlah tim yang akan bertanding sebanyak 12 tim dari seluruh penjuru dunia, dan PGL sebagai rekanan penyelenggara gelaran ini.

“ONE Esports merupakan rangkaian kompetisi esports terbesar di Asia yang akan menampilkan game terpopuler di dunia, seperti Dota 2, Street Fighter, dan Tekken 7.” Ucap Chatri Sityodtong, Founder dan CEO ONE Championship, induk dari ONE Esports.

Sayangnya, selain dari informasi yang disebutkan di atas, belum ada informasi lanjutan lainnya. Hal masih jadi pertanyaan adalah, apakah kompetisi ini akan jadi bagian dari Dota Pro Circuit musim 20-21? Siapa saja tim yang diundang langsung? Akankah ada kualifikasi untuk gelaran tersebut?

Sumber: Forbes
Chatri Sityodtong, Founder dan CEO dari ONE Championship. Sumber: Forbes

Selain dari gelaran kompetisi Dota, gelaran kompetisi Tekken 7 dan Street Fighter juga menjadi rencana lain yang akan diadakan oleh ONE Esports. ONE Tekken Tokyo Invitational dan ONE Street Fighter Tokyo Challenge jadi dua kompetisi yang masuk rencana, dan akan diadakan pada 5-6 mendatang Oktober 2019 di Tokyo, Jepang.

ONE Esports merupakan sub dari ONE Championship, salah satu promotor pertandingan bela diri campuran atau yang biasa disebut MMA. Chatri Sityodong mengumumkan kerjasamanya dengan Dentsu Sports Asia, yang akhirnya membuahkan ONE Esports, dan kompetisi-kompetisi yang akan diselenggarakan tersebut.

Gelaran ini tentunya akan menghidupkan kembali geliat penggemar Dota 2 di Indonesia, mengingat juga kesuksesan gelaran GESC Indonesia Minor kemarin. Apalagi jika gelaran ini menghadirkan pemain-pemain tingkat dunia, seperti Sumail, Miracle, atau Dendi yang banyak diidolakan.

RRQ Duduki Peringkat 12 di MET Asia Series: PUBG Classic

MET Asia Series: PUBG Classic selesai digelar (26-28 Juli 2019). Dalam turnamen tingkat Asia ini, Indonesia diwakili oleh RRQ. Sayangnya, meskipun RRQ sukses melewati babak kualifikasi tingkat Asia Tenggara untuk bertanding di MET Asia Series, mereka harus puas dengan peringkat 12.

Tim Gen.G dari Korea Selatan keluar sebagai juara MET Asia Series, membawa pulang hadiah uang sebesar USD130 ribu. Posisi dua diduduki oleh DPG EVGA, yang juga berasal dari Korea Selatan. Sementara posisi ketiga dikuasai oleh tim Weibo dari Tiongkok.

RRQ tampil dalam MET Asia Series setelah bertanding di PUBG Southeast Asia Championship 2019 – Phase 2. Dalam babak kualifikasi tingkat Asia Tenggara itu, RRQ menyabet juara dua dengan hadiah sebesar USD20 ribu.

Sebelum pertandingan, Arwanto “WawaMania” Tanuwiharja mengatakan bahwa Korea dan China menjadi dua negara yang harus diwaspadai dalam MET Asia Series. Dugaannya ini tepat.

Dalam kompetisi tingkat Asia ini, posisi 10 besar didominasi oleh tim dari dua negara itu, hanya ada tiga tim yang tidak berasal dari Korea atau China. Tiga itm itu adalah Armory Gaming dari Thailand, yang menduduki posisi 3, tim AHQ dari Taiwan di posisi 7, dan tim DGW dari Jepang yang ada di posisi 10.

Anda bisa melihat hasil pertandingan dari MET Asia Series pada gambar di bawah.

met asia

MET Asia Series diadakan selama tiga hari, mulai dari tanggal 26 Juli sampai 28 Juli. Pada hari pertama dan kedua, para peserta harus bertanding sebanyak enam kali: tiga kali di peta Erangel dan tiga kali di peta Miramar.

Pada hari pertama, RRQ tampil dengan cukup baik. Meskipun tidak pernah mendapatkan Chicken Dinner, tapi mereka berhasil mendapatkan posisi empat dalam tiga pertandingan. Pada akhir hari pertama, RRQ mendapatkan 36 poin dan 24 kill.

Sayangnya, performa RRQ pada hari kedua memburuk. Dari enam pertandingan pada hari kedua, RRQ hanya dapat meraih 12 poin dan 6 kill. Performa mereka pada hari ketiga membaik, walau tetap tidak sebaik performanya pada hari pertama. Di hari terakhir, RRQ mendapatkan poin 27 dan kill 23.

Pada akhir kompetisi, mereka mendapatkan total poin 75 dengan jumlah kill 53. Sebagai perbandingan, tim Gen.G mendapatkan poin 111 dan kill 75.

Menurut Manajer Divisi PUBG tim RRQ, Denny Wijaya, tantangan tersulit yang harus timnya hadapi saat berkompetisi tidak hanya tim lain, tapi juga diri sendiri.

“Lawan terberat selain tim lain dan para player lain adalah diri sendiri dan zona,” katanya. “Bagaimana mengimplementasi strategi, percaya diri, dan rotasi dengan baik ketika zona tidak ke arah kami.”

Ini bukan kali pertama RRQ bertanding dalam kompetisi level Asia. Pada Januari, RRQ ikut bertanding dalam PUBG Asia Invitational 2019. Ketika itu, mereka hanya dapat meraih peringkat 15 dari 16 peserta.

Dalam MET Asia Series, terlihat bahwa ada peningkatan soal peringkat yang dicapai oleh RRQ, meski tidak banyak. Ke depan, tidak tertutup kemungkinan tim RRQ dapat menampilkan performa yang lebih baik dan mencapai peringkat yang lebih tinggi.

Mewakili tim RRQ divisi PUBG, Denny berkata bahwa target mereka masih sama seperti sebelumnya, yaitu juara di tingkat global.

“Yang pasti, target berikutnya tetap konsisten dengan target sebelumnya, yaitu juara. Karena kita sudah menembus SEA dan main di Asia, pastinya, target berikutnya ke global,” ujarnya.

Pemuda 16 Tahun Ini Borong Rp42 Miliar Setelah Jadi Juara Fortnite World Cup

Fortnite World Cup baru saja selesai digelar, menyisakan sejumlah aksi berkesan dari para pemain yang tak terduga. Game battle royale yang sangat populer itu menjadi ajang peraihan prestasi bagi banyak anak muda dari berbagai belahan dunia, bahkan mereka yang masih belia. Dalam kejuaraan dunia pertamanya, Fortnite World Cup dimenangkan oleh remaja berusia 16 tahun!

Menawarkan hadiah total US$30.000.000 (sekitar Rp420 miliar), Fortnite World Cup kini memegang rekor sebagai kompetisi esports dengan hadiah terbesar di dunia. Rekor tersebut memang akan segera terpecahkan karena turnamen Dota 2 The International 2019 sudah mencapai prize pool US$31.000.000 lebih, tapi untuk kejuaraan dunia pertama pencapaian Fortnite ini tetaplah signifikan.

Epic Games selaku penerbit Fortnite menyelenggarakan kompetisi di empat kategori. Dua kategori utama yaitu Solo dan Duos, ditambah dua kategori sampingan yaitu Pro-Am dan Creative. Juara di kategori Solo adalah Kyle “Bugha” Giersdorf, remaja 16 tahun asal Amerika Serikat. Dengan performanya itu, Bugha berhak membawa pulang hadiah senilai US$3.000.000 sendiri, atau setara dengan kurang lebih Rp42 miliar.

Bugha bukan satu-satunya remaja yang meraih prestasi di ajang Fortnite World Cup. Remaja lain, Jaden “Wolfiez” Ashman yang berusia 15 tahun, berhasil menjadi juara 2 di kategori Duos. Ia berhak atas hadiah US$2.250.000 (sekitar Rp31,5 miliar), namun dibagi dua dengan kawan setimnya Dave “Rojo” John. Ada juga remaja 14 tahun Kyle “Mongraal” Jackson, peraih peringkat Top 6 Duos yang meraih hadiah US$375.000. Bahkan yang lebih muda, Thiago “k1nGOD” Lapp dengan usia 13 tahun, membawa pulang hadiah US$900.000 setelah finis di peringkat 5 kategori Solo.

Lucunya, ketika ditanya oleh BBC akan digunakan untuk apa hadiah tersebut, Bugha berkata, “Saya hanya ingin beli meja baru, dan mungkin satu meja lagi untuk menaruh piala.” Sementara sisa hadiahnya akan ditabung. Cukup menarik melihat bahwa ketika memperoleh rejeki nomplok demikian ternyata Bugha tetap tidak terlena atau ingin berfoya-foya.

Prestasi para remaja di ajang Fortnite World Cup ini menunjukkan bahwa dunia esports adalah dunia di mana setiap orang berpeluang menjadi juara, tanpa terikat keterbatasan usia. Mereka yang masih 13 tahun bisa saja bertanding melawan pemain usia 20 atau 30 tahun, asal punya keahlian yang mumpuni.

Dukungan dari orang tua juga jadi faktor pendorong yang penting, sebagaimana ditunjukkan oleh pemain seperti Wolfiez dan k1nGOD. Dulu ibu Wolfiez sempat menentang kegiatan gaming anaknya karena ia mengira itu hanya membuang-buang waktu. Namun lambat laun ia dapat menerima keinginan Wolfiez untuk menjadi pemain esports profesional dan kini memberinya dukungan penuh. Sementara k1nGOD, Anda bisa lihat sendiri ekspresi ayahnya dalam klip Twitter di bawah.

Bentuk dukungan dari orang tua tentu tidak sebatas “membiarkan anaknya bermain”. Sama seperti berbagai jenjang karier lainnya, menjadi atlet esports pun butuh kerja keras, latihan, serta bimbingan. Memfasilitasi semua itu serta mengarahkan anak ke jalur yang tepat adalah bentuk dukungan yang lebih nyata untuk membantu mereka meraih mimpi. Semoga saja di masa depan lebih banyak orang tua yang dapat mengerti itu, sehingga stigma negatif esports bisa hilang dari masyarakat dan anak-anak muda semakin bersemangat meraih prestasi.

Sumber: BBC, The GuardianFortnite Competitive

Langkah-Langkah Mengembangkan Organisasi Esports di SEA | Evolving EVOS #3

Editorial: Artikel ini adalah artikel kedua, tentang perjalanan EVOS Esports. Anda bisa membaca artikel kedua di tautan ini

Saya tidak rugi apapun dan tidak punya waktu banyak untuk kalah, saya berusaha semaksimal mungkin.

Mengembangkan Merek EVOS

Hal pertama yang saya harus lakukan adalah membangun EVOS menjadi sesuatu yang lebih besar, menjadi sebuah merek ternama. Sejak kesepakatan dengan Traveloka dan Lenovo untuk EVOS Indonesia, namun ini menjadi pertanda bahwa pemilik merek di Indonesia mulai melihat esports sebagai jalan untuk strategi pemasaran mereka. Untuk itu, saya mengambil keputusan untuk berinvestasi di game Mobile Legends dan AOV serta mengambil tim di Indonesia dalam rencana untuk mengembangkan brand EVOS.

1

Waktu itu, kedua game yang disebutkan di atas mulai mendapatkan popularitas di komunitas gamers, dan hanya tinggal menunggu waktu sampai jumlah penggemarnya semakin besar dan melejit sehingga membuat brand tertarik ke EVOS lagi. Kamu butuh mempersiapkan dan memposisikan diri kami sebagai tim nomor satu di Indonesia. Jika nantinya brand akhirnya melihat potensi esports, maka mereka tau harus mencari siapa untuk bermitra. Menjadi terdepan menjadi sangat penting bagi pertumbuhan EVOS. Saya dan para partner saya melihat geliat brand untuk masuk ke esports, jadi kami berinvestasi untuk merek kami.

Strategi kami cukup sederhana, kami memilih tim amatir terbaik, memberikan mereka fasilitas gaming house untuk berlatih dengan harapan mereka akan bisa memenangkan turnamen lokal. Formula yang sama kami terapkan dengan tim DOTA kami, sambil kembali kami mengembangkan aspek media sosial. Akun Facebook dan Instagram kami mulai bertumbuh cepat; kunci utamanya adalah untuk bisa berinteraksi dengan para fans. Kami merekrut orang hanya untuk membalas pesan yang datang ke akun EVOS serta mereka yang menulis tentang EVOS. Jika fans melihat akun resmi membalas komentar mereka, maka mereka akan memiliki koneksi dengan tim. Lambat namun meyakinkan, EVOS akan menjadi sebuah nama yang akan dikenal.

Membangun Talent

Selama beberapa bulan, EVOS mengalami perjalanan yang cukup seru. Tim AOV baru kami sangat bisa menerima metode yang kami jalankan dan secara pesat menjadi tim terbaik di Indonesia. Tim bisa mengalahkan semua tim Indonesia lain dan menjadi pemenang kompetisi AOV Star League, serta bisa masuk kualifikasi acara AOV World Cup di Los Angeles. Kami mulai merambah internasional.

2

Di sisi lain, tim Mobile Legends kami tidak mendapatkan kesuksesan. Masalah internal mulai muncul, dan para pemain tidak mau ikut sistem yang kami tentukan. Dari sini akhirnya kami memutuskan untuk mengubah strategi perekrutan pemain, alih-alih hanya merekrut pemain terkenal, kami memilih untuk mencari pemain terbaik yang sedang berkembang dan tumbuh bersama mereka di bawah merek EVOS. Dengan cara ini kami bisa menjaga pengeluaran, karena kami merekrut pemain yang belum terkenal tetapi kami kembangkan untuk menjadi pemain besar lewat strategi media sosial kami yang cukup agresif. Sampai pemain ini menjadi ikon gaming.

Dari sana, dengan menggunakan teori yang sama, kami mulai bekerja dan mencari tim Mobile Legends baru kami. Saya ingat bagaimana saya memandangi leaderboard dari game tersebut, hanya untuk mencari pemain potensial untuk saya rekrut. Ini adalah salah satu contoh kerja keras di dunia esports yang tidak banyak orang tahu, berjam-jam mencari pemain potensial yang mungkin bisa dikembangkan menjadi pemain terbaik. Beruntung bagi EVOS, kami bisa menemukan JessNoLimit dan Oura. Mereka bisa dibilang sebagai talent top di Mobile Legends dengan 80 ribu dan 30 ribu follower, namun kami melihat potensi untuk mengembangkan mereka ke level yang lebih tinggi. Jika EVOS membantu mereka termasuk memasarkan konten yang mereka buat, mereka akan menjadi terkenal. Dan benar saja, setelah beberapa bulan di bawah nama EVOS, mereka menjadi muka dari game Mobile Legends di Indonesia dengan mendapatkan lebih dari 1 juta subsrcibers di YouTube dalam rentang waktu 6 bulan.

3

Meluaskan Cakupan Bisnis

Tidak terasa 2017 berlalu dengan sangat cepat, saya dan partner saya ingin merestrukturisasi rencana kami kedepan, memposisikan brand EVOS Esports dikenal sehingga sponsor akan melihat kami ketika akan masuk ke ranah esports. Kami berdiskusi sangat panjang untuk aspek ini, bagian mana yang harus menjadi fokus kami? Apakah membangun tim dan menargetkan menang turnamen?

Then, it hit us.

Faktor utama sponsor ingin bekerja sama dengan tim adalah pengaruh yang bisa kami berikan. Sponsor ingin dikenal. Jadi kami harus mengisi ruang tersebut. Kami mulai berfokus pada strategi media sosial kami dengan lebih intens. Peningkatan engagement, peningkatan interaksi dengan fans. Ini mengantarkan kami pada ide untuk mengadakan fan meetup pertama di esports dengan tim Mobile Legend kami.

Itu adalah ide yang hadir secara cepat, tetapi kami berpikir, kenapa tidak mencobanya untuk melihat animo pasar. Kami mungkin bisa mengumpulkan beberapa fans EVOS untuk hadir di acaranya.

Well, kita bilang saja kita salah.

Acara tersebut mengumpulkan begitu banyak orang dan membuat ricuh mall. Kami sampai harus menyewa orang khusus untuk mengontrol massa yang hadir. Suasanya waktu itu sangat epic. Tidak hanya memberikan gambaran seberapa besar EVOS tetapi juga memberikan gambaran besarnya potensi esports di Asia Tenggara.


View this post on Instagram

#EVOSROAR @jessnolimit @ekooju @bassklemens @aprizal_72 @yurinoangkawijaya @evosesports

A post shared by EVOS.ToxiCEO (@ivanysscm) on

Sejak malam itu, kami memutuskan untuk meluncurkan EVS Talents, ini untuk memisahkan sisi ‘pemasaran media sosial’ dengan sisi esports di EVOS. Dengan strategi ini sebagai perusahaan, kami bisa memiliki potensi untuk bertumbuh. Kita tidak hanya akan mentok pada pemain esports saja tetapi memungkinkan kita untuk mendekati konten kreator terkenal dan mengajak mereka masuk di bawah brand EVOS. Meningkatkan pengaruh kami di ranah gaming.

4

Dengan konsep ini membuat posisi kami siap untuk menghadapi epidemik livestream yang hadir dari perusahaan asal Tiongkok. Waktunya hampir bersamaan dengan layanan streaming seperti Cube dan HUYA berekspansi ke area SEA. Kami tahu bahwa jika hal ini terjadi, uang akan juga hadir bersama dengan ekspansi ini. Kami hanya tidak tahu waktu tepatnya hal itu akan terjadi. Untuk meningkatkan portofolio influencer kami, EVS Talents dengan cepat mengontrak influencer seperti DylandPROS, Ej Gaming dan Warpath. Hal ini memungkinkan kami untuk meningkatnkan pengarug brand EVOS.

Ledakan Layanan Live Streaming

Ini bermula dari sebuah pesan lewat Instagram. Akun EVOS Esports kami menerikan pesan dingin dari HUYA yang menawarkan kemungkinan partnership. Pesan tersebut membuka ide, kami mulai mengeksplorasi kemungkinan lain dengan platform streaming. Kami mencari deal yang lebih baik dan mencoba bernegosiasi dengan Twitch untuk kemitraan livestream.

Twitch setuju untuk memberikan sejumlah pemasukan per bulan, yang sebenarnya sebuah kesepakatan yang menguntungkaan. Partner EVOS juga mau utnuk mengambil kesepakatan tersebut. Tetapi EVOS ingin mencoba lebih jauh lagi, mungkin kami bisa mendapatkan sedikit lebih keuntungan, lalu kami mencari kesepakatan lain. Setelah beberapa waktu, kami bertemu dengan Nimo dan pada akhirnya berhasil mendapatkan deal yang besar dengan mereka. Kami memutuskan untuk bekerja sama dengan Nimo. Kesepatakan ini memungkinkan EVOS Esports menjadi tim di SEA yang pertama kali mendapatkan revenue tahunan lebih dari 1 juta USD, sebuah batu loncatan yang sangat tinggi bagi EVOS.

5

Semua ini bisa terjadi karena kami tidak hanya diam menunggu sesuatu untuk terjadi. Jika kami memutuskan untuk menunggu kesepakatan dengan Twitch, kami mungkin akan kehilangan kesempatan besar dengan Nimo dan kehilangan pendapatan yang sangat besar. Kondisi ini juga bisa diterapkan di berbagai peluang bisnis lainnya, Anda harus selalu mengerti nilai dari bisnis Anda dan jangan puas dengan kesepakatan pertama yang datang ke meja Anda. Ingatlah untuk selalu melalukan survei dan melihat kondisi sekitar, siapa tahu, Anda bisa mendapatkan deal yang lebih baik. Seperti halnya EVOS.

To Infinity & Beyond

Sementara di Indonesia buku finansial perusahaan mulai terlihat lebih baik; di Vietnam, sistem kami mulai menemukan hasil. Tim League of Legends, yang hampir pernah akan gagal masuk kualifikasi VCSA, kini mulai meraja di seluruh Vietnam. Mereka berhasil finis pada musim berjalan VCSA dengan skor 12-1 serta menang ajang Vietnam Championship, masuk kualifikasi Mid-Season Invitationals, sebuah ajang turnamen internasional League of Legends yang menghadirkan tim-tim hebat dari selurut dunia untuk berkumpul dan bertanding.

6

Tim kami bermain secara fenomenal selama turnamen dan mengalahkan nama besar di esports seperti Team Liquid dan Fnatic. EVOS mulai mendapatkan perhatian. Waktu itu bersamaan dengan waktu ketika Travis Gafford mewawancara saya tentang perkembangan esports di Vietnam, dan di situ saya mulai menyadari potensi dari EVOS Esports sebagai brand global.

Dengan sukses di Vietnam, lalu kesepakatan Nimo serta tim LoL memberikan hasil baik di MSI Paris, perkembangan baik hadir ke EVOS. Saya ingin melanjutkan tren baik perkembangan yang terjadi dan bahkan ingin bergerak lebih besar lagi. Kami tidak bisa berhenti terus berkembang karena jika kami puas dengan apa yang telah kami punya, kompetitor kami akan mulai mengejar.

Selanjutnya, Thailand.

7

Bersambung ke tulisan berkutnya.

Tulisan berseri ini adalah tulisan tamu dan ditulis oleh Ivan Yeo – Chief Executive Officer dan co-founder EVOS Esports. Tulisan asli dalam bahasa Inggris pertama kali dimuat di laman LinkedIn Ivan Yeo. Publikasi dan terjemahan dilakukan tim Hybrid dan telah mendapatkan izin penulis.

Hasil Akhir Tokopedia IENC 2019 Road to SEA Games, EVOS Raih Double Winner

Kontingen Indonesia untuk kejuaraan esports SEA Games 2019 telah ditemukan! Setelah melalui proses kompetisi yang cukup panjang, Tokopedia IENC 2019 akhirnya mencapai puncaknya. Meski sempat mengalami beberapa kendala, acara ini tetap berhasil menyaring atlet-atlet esports terbaik untuk mendapatkan slot pelatnas esports pertama di Indonesia.

Dari tiga cabang pertandingan yang ada dalam Tokopedia IENC 2019, cabang Tekken 7 sudah terlebih dahulu “curi start” dengan gelaran final di Breakroom, Jakarta Utara, tanggal 13 Juli lalu. Sementara dua cabang lainnya yaitu Dota 2 dan Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) digelar bersamaan di tanggal 28 Juli. Cukup banyak kejutan yang terjadi di sini, salah satunya yaitu prestasi EVOS Esports yang meraih double winner alias juara di dua gelar berbeda.

Perjalanan EVOS mendaki podium juara tidaklah mudah. Mereka harus bersaing dengan banyak tim kuat lainnya. Di cabang Mobile Legends misalnya, mereka berhadapan dengan tim-tim seperti Bigetron Esports, Saints Esports, The Prime, dan Aerowolf. Ada juga satu tim yang tidak terduga ternyata mampu mengalahkan nama-nama besar, yaitu Pecah Utak, sehingga mereka dijuluki “Giant Killer”. Sementara di cabang Dota 2, EVOS harus berhadapan dengan tim seperti PG.BarracX dan PG.Orca.

Sebelumnya harus bersusah-payah mendapatkan slot ke Main Event, performa EVOS MLBB justru semakin gemilang. Mereka masuk ke babak Grand Final melawan Victim Esports dengan catatan skor nyaris tak terkalahkan. Victim Esports sempat mencuri 1 angka dari EVOS, namun akhirnya EVOS yang baru saja mengumumkan roster baru ini keluar sebagai juara dengan skor 3-1.

EVOS - IENC 2019 MLBB
EVOS Juara IENC 2019 MLBB

EVOS di cabang Dota 2 mendapat perlawanan sengit di Grand Final dari tim PG.BarracX. Salah satu ronde yaitu ronde keempat bahkan memakan waktu pertandingan hingga 2 jam. Kejar-mengejar angka hingga game kelima, EVOS yang diperkuat oleh Kenny “Xepher” Deo akhirnya menumbangkan PG.BarracX lewat permainan Terrorblade yang mendominasi.

Dengan hasil di atas, artinya EVOS dan Victim Esports berhak maju menjadi wakil Indonesia di pelatnas Mobile Legends. Sementara pelatnas Games Dota 2 diisi oleh EVOS dan PG.BarracX. Pelatnas Tekken 7, seperti sudah diberitakan sebelumnya, akan dihadiri oleh Meat dan TJ. Mudah-mudahan mereka semua bisa menampilkan permainan terbaik dan mengharumkan nama Indonesia di kancah SEA Games 2019 nanti.

EVOS - IENC 2019 Dota 2
EVOS Juara IENC 2019 Dota 2

Peringkat Tokopedia IENC 2019 Mobile Legends:

  • EVOS Esports
  • Victim Esports
  • Alter Ego Esports
  • Pecah Utak

Peringkat Tokopedia IENC 2019 Dota 2:

  • EVOS Esports
  • BarracX
  • Godlike & Orca Esports
  • ID
IENC Tekken 7 - Winners
Para peraih Top 4 IENC 2019 Tekken 7

Peringkat Tokopedia IENC 2019 Tekken 7:

  • SoG | Meat
  • DRivals | TJ
  • DRivals | Ayase
  • Alter Ego | R-Tech

5 Alasan Kenapa Firma Hukum Sudah Mulai Dibutuhkan di Esports Indonesia

Industri esports Indonesia mungkin memang masih imut-imutnya. Namun demikian, pertaruhan di industri ini sudah tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Pertama, Moonton dengan Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) nya sudah mulai mengenalkan sistem liga berbayar (franchising) senilai Rp15 miliar. Mengingat MLBB masih menjadi esports mainstream di ekosistem kita, pertaruhan yang lebih tinggi ini tentunya juga akan berpengaruh buat banyak pihak.

Kedua, dengan kondisi industri esports Indonesia sekarang pun, modal yang dikeluarkan untuk membangun entitas baru ataupun mempertahankan eksistensi juga sudah tidak bisa dibilang kecil.

Dengan demikian, keseriusan dan kehati-hatian jadi lebih dibutuhkan untuk bisa terus bertahan. Kepastian hukum di esports pun menjadi sebuah kebutuhan baru yang tak bisa dipandang remeh. Jadi, tanpa basa-basi lagi, berikut ini adalah 5 alasan kenapa firma hukum di esports Indonesia sudah mulai dibutuhkan.

Artikel ini merupakan hasil obrolan saya dengan Wibi Irbawanto. Kawan saya ini punya latar belakang yang cukup menarik karena, selain eksis di ekosistem esports Indonesia sebagai shoutcaster, ia juga berposisi sebagai Associate Lawyer di BACHRY & MORRIS – Law Office.

1. Situasi pasar yang sudah butuh kapasitas besar

Grand Final MPL ID S3. Sumber: MET Indonesia
Grand Final MPL ID S3. Sumber: MET Indonesia

Seperti yang tadi saya tuliskan di awal artikel, pertaruhan di industri esports Indonesia sudah cukup besar. Namun demikian, masih banyak para pelaku yang belum benar-benar paham dengan ketentuan yang sah demi hukum dan yang tidak.

Wibi pun memberikan beberapa contoh soal sejumlah ketentuan yang mungkin belum diketahui kebanyakan para pelaku esports Indonesia.

Pertama, Wibi mengatakan banyak entitas esports yang belum menyadari bahwa mendirikan PT (Perseroan Terbatas) itu saat ini lebih mudah. Kebanyakan orang masih berpedoman pada Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Padahal, menurutnya, undang-undang ini sudah disimpangi oleh Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2016.

Silakan konsultasi lebih lanjut ke Wibi atau yang lainnya tentang perbedaan antara keduanya, karena saya tidak mau membocorkan spoiler (padahal takut salah juga sebenarnya). Wibi pun memberikan contoh tadi karena ia yakin tidak banyak orang yang tahu ketentuan-ketentuan mana saja yang menyimpangi ketentuan lainnya.

Selain itu, perihal kontrak pemain/pekerja, Wibi menambahkan, ada banyak orang yang belum menyadari bahwa kontrak di Indonesia itu baru sah demi hukum jika yang pihak-pihak yang bersangkutan sudah berusia 21 tahun atau sudah menikah. Dasar hukumnya dari KUHPerdata Pasal 1329-1331. Sedangkan dasar hukum yang menyatakan kedewasaan adalah KUHPerdata Pasal 330.

Contoh terakhir yang diberikan oleh Wibi adalah soal perjanjian. Perjanjian antar pihak bisa saja sah demi hukum meski tidak disalin dalam tulisan (hitam atas putih) karena alat bukti persidangan itu tidak hanya bukti tertulis. Walaupun memang, pembuktian di persidangan akan jadi lebih sulit tanpa bukti tertulis. “Namun, bukan berarti tidak mungkin alias mustahil dibuktikan,” jelas Wibi.

Itu tadi masih teaser dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki oleh satu orang. Bayangkan saja, firma hukum yang punya sekelompok orang-orang yang dibayar untuk mempelajarinya tentu punya pengetahuan kolektif yang lebih komprehensif.

2. Mendekatkan ekosistem esports dengan negara

Sumber: Piala Presiden Esports
Sumber: Piala Presiden Esports

Sebenarnya jika kita berbicara soal peran negara, menurut saya, kata kuncinya adalah “perpajakan”. Sedangkan jika berbicara soal perpajakan, mungkin memang konsultan/firma akuntansi yang seharusnya lebih paham. Namun menurut Wibi, firma hukum setidaknya tahu hal-hal apa saja yang dikenai pajak sekaligus bisa berkolaborasi dengan konsultan akuntansi tadi jika ada masalah yang harus diselesaikan.

Sebelumnya, disclaimer dulu, saya juga tidak tahu bagaimana urusan pajak setiap pelaku esports Indonesia saat ini; apakah sudah sepenuhnya taat pajak atau tidak. Namun, saya kira isu ini penting karena tidak sedikit para pelaku ataupun komunitas esports yang mengharap ataupun mencoba meminta perhatian pemerintah ke esports Indonesia.

Kenapa pajak itu penting disadari, dipahami, dan ditaati oleh ekosistem esports kita? Mungkin itu pertanyaan yang masih harus dijawab terlebih dahulu di sini.

Jawabannya, karena pajak adalah pendapatan negara. Saya pribadi sangat percaya bahwa hal ini penting jika kita ingin mendapatkan perhatian lebih dari negara. Jika esports Indonesia tidak mampu memberikan devisa bagi negara, keterlaluan saja jika mengharapkan peran serta pemerintah membangun esports kita.

Faktanya, kita butuh peran serta pemerintah untuk membangun infrastruktur yang akan sangat berpengaruh pada kemajuan esports Indonesia; seperti infrastruktur internet, transportasi, perlindungan (ataupun pengakuan) profesi, dan yang lain-lainnya.

Memastikan semua para pelaku di industri esports untuk taat dengan segala ketentuan negara, baik itu soal pajak ataupun hukum yang berlaku, menurut saya, adalah langkah awal untuk mendekatkan industri ini dengan peran serta pemerintah (jika memang ada tujuan untuk ke arah sana).

3. Perlindungan lebih untuk aset perusahaan/perorangan

Sumber: PUBG Mobile
Sumber: PUBG Mobile

Salah satu masalah yang kerap menghantui manajemen tim/organisasi esports adalah soal poaching pemain. Buat yang belum tahu, poaching pemain adalah mencoba memengaruhi pemain untuk pindah tim secara gerilya, alias tanpa sepengetahuan manajemen tim pemain yang diinginkan.

Padahal, pemain profesional di esports bisa dibilang sebuah aset perusahaan yang sangat berharga karena prestasi dan exposure tim bisa sangat bergantung pada salah satu atau dua pemain.

Di sisi lain, di banyak perbincangan warung kopi, ada juga sejumlah kasus para talent yang tidak dibayar oleh penyelenggara acara. Dalam hal ini, waktu dan keahlian talent tadi adalah aset perorangan yang perlu dilindungi.

Selain dua contoh tadi, ada banyak lagi contoh aset lain yang bisa dilindungi dengan mengajak firma hukum untuk berkolaborasi. IP (intellectual property) ataupun uang investasi juga sebenarnya bisa diasuransikan, menurut Wibi.

Sepengetahuan saya, sampai artikel ini ditulis, sudah ada beberapa perusahaan atau organisasi esports yang mempekerjakan orang-orang tertentu untuk mengurus masalah hukum di perusahaan tersebut. Namun demikian, tak jarang juga kapasitas itu tak sesuai dengan harapan yang diinginkan.

Kenapa ini bisa terjadi? Because it takes a genius to recognize its peers… Maksud saya seperti ini: jika Anda tidak bisa bermain musik, semua orang yang bisa bermain gitar tentu terlihat ahli untuk Anda. Demikian juga dengan, misalnya, orang yang memang punya pengalaman profesional 10 tahun lebih dalam hal tulis menulis tentu akan memiliki lebih banyak kriteria penilaian ketimbang yang pengalamannya baru di bawah 5 tahun.

Kapasitas dan pengetahuan soal hukum saya kira juga demikian. Firma hukum seharusnya memang diisi oleh orang-orang yang berkecimpung di ranah ini. Jadi standar mereka, kemungkinan besar, lebih tinggi ketimbang perusahaan esports saat mencari satu karyawan untuk mengurus masalah hukum.

4. Pragmatis, bukan dramatis

Sumber: ESL Indonesia
Sumber: ESL Indonesia

Buat yang baru masuk ke ekosistem ataupun industri esports Indonesia, Anda mungkin heran kenapa ada banyak sekali drama yang terjadi di media sosial… Jujur, saya sendiri juga jengah melihatnya. Namun demikian, selain mencari ruang eksistensi, minimnya konsekuensi, ataupun mungkin sekadar mengusir kebosanan; saya kira ada juga yang memang berharap muncul solusi dari sana.

Sayangnya, biasanya, drama itu hanya jadi sebuah lose-lose solution atau malah tak ada manfaatnya sama sekali; selain memuaskan hasrat nyinyir dalam diri.

Pertikaian di jejaring sosial tadi tentu saja jauh berbeda dengan peperangan yang terjadi di meja hijau, di depan para hakim. Pertama, hasilnya sudah lebih jelas siapa yang menang dan yang kalah; dan bagaimana bentuknya. Kedua, aturan mainnya pun sudah lebih jelas dan lebih baku. Ketiga, yang tak kalah penting, peperangan itu hanya diketahui oleh orang-orang yang memang berkepentingan.

Drama di media sosial itu seringnya mengundang komentar para warganet yang tak jarang hanya memperkeruh suasana. Ditambah lagi, drama di media sosial itu, bagi saya, seperti dua orang tua yang bertengkar di depan anak-anaknya… Pamali alias ora elok

Dengan aktifnya firma hukum atau orang-orang yang memang punya kapasitas di sana, harapan saya, hal ini dapat mengurangi drama di media sosial karena ada solusi yang lebih jelas untuk dijalani.

5. War by proxy

Sumber: Dota 2 via Flickr
Sumber: Dota 2 via Flickr

Tahun 2018 kemarin, berakhir sebuah peperangan besar panjang antara Samsung dan Apple di pengadilan atas tuntutan hukum masalah hak paten. Menariknya, selama proses hukum berjalan, kedua perusahaan tetap saja bekerja sama untuk divisi yang berbeda misalnya soal suplai display.

Saya kira kedua hal tadi bisa terjadi di saat yang sama karena pertikaiannya terjadi lewat pihak ketiga. Pertikaian antar dua pihak yang langsung berhadapan, tanpa pihak ketiga, kemungkinan besar akan memutuskan hubungan keduanya karena jadi terasa personal. Perang yang terasa personal tadi bisa jadi mengganggu jalannya ekosistem jika pihak-pihak yang bertikai punya andil besar di sana, apalagi jika sampai menyeret pihak lainnya lagi yang lebih suka untuk bersikap netral.

Firma hukum ataupun pihak ketiga lainnya, saya kira bisa menjadi penengah ataupun perwakilan pertikaian agar jadi tak terasa personal dan mengganggu keberlangsungan ekosistem.

Penutup

Akhirnya, saya juga tidak tahu seperti apa kondisi industri dan ekosistem esports Indonesia 5 ataupun 1 tahun ke depan. Namun, satu hal yang saya percayai, peluang keberhasilan industri akan jauh lebih besar jika dikerjakan oleh para profesional yang memang ahli di bidangnya masing-masing.

Sebaliknya, menganggap remeh satu aspek (seperti soal hukum, media, pemasaran, bisnis, dkk.) akan memperlambat laju pertumbuhan keseluruhan industri, sekaligus mempermalukan diri sendiri…