Sony Tanamkan Investasi Rp6,3 Triliun ke Platform Streaming Asal Tiongkok, BiliBili

Sony menanamkan investasi sebesar US$400 juta (sekitar Rp6,3 triliun) ke BiliBili, platform hiburan asal Tiongkok yang fokus pada livestreaming, esports, musik, dan game mobile. Dengan ini, Sony menguasai 4,98 persen saham dari BiliBili, menjadikan perusahaan asal Jepang itu sebagai pemegang saham terbesar keempat setelah Alibaba Group, Tencent Holding, dan Loyal Valley Capital.

Pada tahun 2019, BiliBili masiih mengalami kerugian sebesar SU$973,5 juta (sekitar Rp15,4 triliun). Meskipun begitu, pemasukan mereka pada tahun lalu naik 74 persen menjadi US$288 juta (sekitar Rp4,6 triliun). Tidak hanya itu, BiliBili juga mengklaim, mereka memiliki jumlah pengguna aktif bulanan sebanyak 130 juta orang. Sekitar 80 persen dari total jumlah pengguna aktif BiliBili merupakan generasi muda yang terlahir pada periode 1990-2009. Keputusan Sony untuk berinivestasi di BiliBili menunjukkan rencana mereka untuk menargetkan generasi muda dan fokus pada industri hiburan di Tiongkok.

“Sony percaya bahwa Tiongkok adalah salah satu kawasan penting dalam bisnis hiburan. Menanamkan modal di BiliBili sesuai dengan strategi Sony,” kata Sony dalam pernyataan resmi, seperti dikutip dari Nikkei Asian Review. “Selain itu, Sony dan BiliBili telah membuat Business Collaboration Agreement. Dalam perjanjian ini, kedua perusahaan setuju untuk mengejar kesempatan berkolaborasi dalam industri hiburan di Tiongkok, termasuk animasi dan game mobile.”

BiliBili bisa memperkuat posisi mereka di dunia esports dengan investasi dari Sony. | Sumber: The Esports Observer
BiliBili bisa memperkuat posisi mereka di dunia esports dengan investasi dari Sony. | Sumber: The Esports Observer

Sementara itu, bagi BiliBili, investasi dari Sony ini dapat mereka gunakan untuk memperkuat posisi mereka di dunia esports. BiliBili merupakan pemilik dari salah satu tim liga League of Legends Tiongkok, yaitu Bilibili Gaming, serta tim di Overwatch League, Hangzhou Spark. Selain itu, pada tahun lalu, mereka berhasil mendapatkan hak siar atas liga League of Legends World Championship, mengalahkan para pesaingnya.

CEO dan Chairman BiliBili, Chen Rui berkata bahwa melalui kerja sama dengan Sony, BiliBili akan berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar mereka dalam bisnis animasi dan game mobile di Tiongkok. Dia berkata, “Kami tidak sabar bekerja sama dengan Sony untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan yang terus naik di Tiongkok.”

Menurut Niko Partners, grup analis industri game yang fokus pada pasar Asia, investasi Sony pada BiliBili akan memperkuat hubungan antara kedua perusahaan. “Investasi ini adalah kerja sama berikutnya setelah Sony Music menggandeng BiliBilli untuk menyediakan video dan musik di Tiongkok,” ujar Lisa Hanson, analis di Niko, pada GameDaily.

Lebih lanjut Hanson berkata, “BiliBili juga merupakan publisher dari Fate/Grand Order di Tiongkok, game RPG populer yang dikembangkan oleh Aniplex, anak perusahaan Sony. Sony juga memiliki beberapa perusahaan animasi seperti Funimation, yang bisa menyediakan konten sesuai selera audiens BiliBili. Pengguna BiliBili adalah generasi Z, mereka merupakan fans dari anime, komik, dan game. Dari investasi ini, Sony bisa mendapatkan banyak keuntungan.”

Sumber header: China Daily

Gears 5 Bisa Dinikmati Gratis Sampai Tanggal 12 April

Lupakan PS Plus atau Xbox Live Gold, PC ialah platform terbaik untuk mendapatkan rentetan game gratis tanpa perlu jadi pelanggan suatu layanan premium. Sebagai pengakuan, kurang lebih 75 persen permainan orisinal yang ada di koleksi (totalnya sekitar 250 judul) saya dapatkan tanpa membayar. Menemukan mereka pun sebetulnya tidak sulit. Kita hanya perlu membuka mata karena beberapa platform distribusi kadang membagikannya secara mendadak.

Kali ini kabar baik datang dari Microsoft – lebih tepatnya Xbox Game Studios. Mereka mengumumkan bahwa Gears 5 versi PC dapat dinikmati secara cuma-cuma hingga tanggal 12 April. Game dapat diakses baik lewat Windows Store ataupun Steam. Menariknya lagi, yang publisher tawarkan di sini adalah versi ‘penuh’ dari permainan dan tak ada pemangkasan konten. Anda dipersilakan menikmati seluruh modenya, dari mulai campaign single-player, multiplayer PvP dan co-op, hingga fitur map builder.

Jika Anda sama sekali belum memainkan Gears 5, ini merupakan kesempatan emas. Gears 5 merupakan salah satu permainan non-eksklusif pertama Microsoft di generasi ini, dan bisa dibeli di storefront pihak ketiga seperti Steam. Dirilis di bulan September 2019, game memperoleh respons positif dari gamer serta media. Hanya dalam beberapa hari setelah tersedia, Gears 5 sukses menghimpun lebih dari tiga juta pemain.

Berita baiknya tidak berhenti sampai di sana. Ketika Gears 5 dijajakan seharga US$ 60 untuk konsumen di Amerika Serikat dan negara-negara barat, permainan cuma dijual seharga Rp 250 ribu di Indonesia (efek dari penyesuaian harga, dan saya rasa Xbox Game Studios patut diacungi jempol atas kedermawanan mereka). Dengan membelinya, achievement yang Anda peroleh di periode gratis ini akan terus tersimpan dan petualangan bisa terus dilanjutkan.

Gears 5 ialah satu dari sejumput permainan action kelas blockbuster yang siap menghidangkan pengalaman multiplayer kooperatif split screen di PC. Split screen memperkenankan dua pemain (atau lebih) menikmati game secara lokal di satu layar. Fitur ini cukup berkesan bagi saya, membuat Gears 5 jadi game PC yang paling sering saya mainkan berdua adik ketika hanya ada satu komputer tersedia.

Dan ‘Gears 5 gratis’ bukanlah satu-satunya kabar mengenai franchise Gears of War yang diungkap minggu ini. Tim The Coalition juga menginformasikan bahwa proses pengembangan Gears Tactics versi PC sudah rampung. Gears Tactics adalah spin-off seri Gears yang menyajikan formula strategi turn-based ala XCOM, di-setting 12 tahun sebelum permainan pertamanya berlangsung. Edisi Xbox One-nya juga akan hadir, tapi developer belum mengonfirmasi waktu peluncurannya.

Via DualShockers.

N3twork Siapkan Rp793 Miliar untuk Bantu Developer Indie Memasarkan Game Mereka

N3twork, kreator dari game Legendary: Game of Heroes, menyiapkan Growth Fund sebesar US$50 juta (sekitar Rp793 miliar) untuk membantu developer mengembangkan bisnis mereka. Selain itu, mereka juga akan  mengajarkan teknik akuisisi dan retensi pemain serta cara untuk meningkatkan engagement pemain. Tak hanya Growth Fund, mereka juga menyiapkan Pilot Fund sebesar US$1 juta (sekitar Rp15,9 miliar). Pilot Fund ditujukan untuk para developer yang tidak memiliki dana atau kurang mampu dalam merealisasikan potensi game yang mereka buat. Melalui dana ini, N3twork juga ingin membantu developer yang biaya akuisisi pemainnya terlalu tinggi sehingga mereka tidak punya dana marketing yang memadai.

Dengan Pilot Fund, N3twork akan memberikan US$10 ribu (sekitar Rp158,6 juta) pada developer indie untuk mempromosikan game mereka selama satu bulan. Dana tersebut akan digunakan untuk iklan. Peran N3twork adalah untuk membantu para developer agar semakin banyak orang yang mengunduh game mereka. Jika developer sukses memanfaatkan dana dari Pilot Fund, maka mereka akan bisa mendapatkan pendanaan lebih lanjut melalui Growth Fund. Selain dana, N3twork juga akan mengajarkan para developer tentang tips dan trik monetisasi dan cara mengiklankan game yang efektif.

“Ketika saya pertama kali bergabung dengan N3twork, kami memang punya rencana untuk merilis tools dan teknologi yang kami kembangkan ke developer pihak ketiga di masa depan,” kata Dan Barnes, Head of Platform, N3twork, seperti dikutip dari GamesBeat. “Kami selalu mengembangkan tool yang memang bisa menjadi produk mandiri. Tools tersebut bisa kami gunakan sendiri. Namun, tools tersebut juga bisa digunakan oleh pihak lain.” Memang, N3twork memiliki N3twork Scale Platform, yang terdiri dari tools dan layanan terkait pembuatan iklan dan otomasi kampanye iklan serta menyediakan insight tentang segmentasi dan perilaku pengguna.

n3twork
N3twork Scale Platform berisi tools dan layanan untuk iklan. | Sumber: VentureBeat

Sebelum ini, N3twork telah membantu 10 game melalui Pilot Fund. Dari 10 game tersebut, Star Chef 2 buatan 99Games lolos untuk masuk ke tahap pendaan berikutnya via Growth Fund. N3twork juga akan menjadi publisher dari game Star Chef 2. Ke depan, N3twork berencana untuk memberikan pendanaan pada lebih dari 100 game dengan Pilot Fund. Sementara dengan Growth Fund, mereka ingin bisa memberikan dana sampai US$1,5 juta (sekitar Rp23,8 miliar) per bulan.

Star Chef adalah game manajemen restoran. Di sini, para pemain menjadi pemilik restoran yang bertujuan untuk memuaskan hati pelanggan dengan menyediakan berbagai menu populer dari seluruh dunia. Pendahulu Star Chef 2, Star Chef berhasil menjadi salah satu game masak terpopuler dengan total pemasukan mencapai US$30 juta (sekitar Rp476 miliar). Seiring dengan berkembangnya industri game, semakin banyak juga pihak yang tertarik untuk menjadi investor para developer dan pelaku industri game lainnya. Tahun lalu, Hiro Capital dibentuk dengan tujuan untuk mendanai pelaku di bidang game, esports, dan digital sports.

Ajang “Ayo Bikin Game di Rumah Aja” Ciptakan Lebih dari 200 Game

Ajang “Ayo Bikin Game di Rumah Aja” kini sudah memasuki fase pemilihan. Ajang ini merupakan sebuah inisiatif yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Asosiasi Game Indonesia, dan Clevio, sebagai sarana untuk mendukung kebijakan isolasi diri yang diterapkan pemerintah sembari mendorong masyarakat tetap aktif.

Dalam ajang ini, para peserta diminta membuat game dengan tema “Mari Bersama Melawan COVID-19: Hidup Bersih, Sehat, dan Seru.” untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp30 juta. Ajang ini dibagi ke dalam dua kategori, yaitu Junior (untuk siswa SD, SMP, dan SMA/SMK) dan Mahasiswa/Umum. Setelah ajang cipta game selesai digelar dari tanggal 2 sampai 5 April 2020, kini terkumpul 200 karya lebih dari dua kategori tersebut.

Hybrid - Akbar Priono
Hybrid – Akbar Priono

Tercatat ada 238 karya dari dua kategori, dengan rincian berupa 131 karya dari kategori umum, dan 107 karya dari kategori Junior. Semua karya yang lolos sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan, termasuk merepresentasikan tema yang diusung serta membawa pesan edukasi penanggulangan COVID-19 yang informatif dan dengan cara yang menyenangkan.

Walau kebijakan isolasi diri mengharuskan semua orang untuk tetap di rumah, namun ajang ini tetap tidak kehilangan antusiasme dari masyarakat. Selain diikuti oleh banyak peserta, ajang ini ternyata juga menarik minat banyak kalangan.

Salah satu peserta bahkan ada yang masih berusia 7 tahun dan duduk di kelas 2 SD. Ajang ini juga diantisipasi oleh masyarakat dari berbagai belahan Indonesia, dengan domisili peserta mulai dari ujung barat Langsa di Banda Aceh hingga Malili di Luwu. Timur. Bahkan, ada juga seorang mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di kota Kitakyushu, Jepang, ikut serta membuat game untuk ajang ini.

Sumber: Rilis Resmi
Sumber: Rilis Resmi

Setelah semua karya terkumpul, kini sayembara ini memasuki fase voting. Untuk melakukan voting, Anda para pembaca Hybrid dapat melakukannya dengan memberi like pada unggahan peserta yang menggunakan tagar #ayobikingame dan #dirumahaja. Nantinya akun Instagram resmi AGI dan Clevio juga akan secara rutin melakukan repost game buatan para peserta di Instagram Story selama masa voting berlangsung.

Voting berlangsung mulai dari tanggal 6 sampai 10 April 2020 pukul 12:00. Nantinya, game dengan jumlah like terbanyak akan dinobatkan sebagai game terfavorit, dan akan diumumkan tanggal 13 April 2020 mendatang, bersamaan dengan pengumuman game terbaik pilihan para juri.

Anda dapat pergi ke laman agi.or.id/ayobikingame, untuk mengetahui informasi lebih lanjut seputar ajang cipta game “Ayo Bikin Game di Rumah Aja”.

Semakin Banyak Game “Sukses” di Steam

Valve baru saja merilis laporan tentang penjualan dari game-game yang ada di Steam. Mereka menyebutkan, pada 2019, ada lebih dari 1.100 game yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$10 ribu (sekitar Rp161 juta) dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan. Dapat menghasilkan US$10 ribu dalam 2 minggu sejak waktu peluncuran adalah tolok ukur game yang sukses menurut Valve. Alasannya, karena game yang dapat mencapai hal itu akan bisa mendapatkan sekitar US$20 ribu (sekitar Rp322 juta) sampai US$60 ribu (sekitar Rp967 juta) dalam waktu 12 bulan setelah diluncurkan.

Kabar baiknya, jumlah game yang dianggap “sukses” pada 2019 naik 18 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2018, jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan kurang dari 1.000 game. Memang, dari tahun ke tahun, jumlah game yang bisa memenuhi standar kesuksesan Valve terus bertambah, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

steam game
Jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak peluncuran. | Sumber: Valve

“Menjadikan pemasukan sebesar US$10 ribu sebagai tolok ukur mungkin terdengar random. Karena itu, untuk memastikan bahwa analisa kami tidak salah, kami juga mengamati jumlah game dengan pemasukan yang lebih tinggi dan lebih rendah dari US$10 ribu. Hasilnya, kami menemukan pola serupa. Kami melihat bahwa pada 2019, jumlah game yang mendapatkan US$5 ribu (sekitar Rp80,5 juta) pada 2 minggu awal peluncuran naik 4 kali lipat jika dibandingkan pada 2013. Sementara jumlah game yang mendapatkan lebih dari US$250 ribu (sekitar Rp4 miliar) naik lebih dari 3 kali lipat,” tulis Valve, seperti yang dikutip dari Game Industry.

Dalam analisanya, Valve mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bahwa alasan mengapa semakin banyak game yang berhasil mencapai angka penjualan tertentu adalah karena jumlah game yang dirilis di Steam juga terus naik. Pada 2019, jumlah game yang diluncurkan di Steam naik 11 persen jika dibandingkan dengan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pada tahun 2019, jumlah game yang mendapatkan pemasukan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan naik 18 persen jika dibandingkan dengan pada 2018.

Valve juga mencoba untuk menganalisa pendapatan rata-rata game di Steam dalam waktu dua minggu sejak dirilis. Mereka menyebutkan, pemasukan rata-rata game yang diluncurkan pada 2019 naik 24 persen jika dibandingkan dengan game yang dirilis pada 2018. Belakangan, di tengah pandemi virus corona, Steam juga terus memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent mereka.

Di Twitter, Jumlah Percakapan tentang Game Naik 71 Persen

Di Twitter, jumlah percakapan tentang game naik 71 persen dan jumlah pengguna yang membuat tweet tentang game naik 38 persen. Sementara di Amerika Serikat, jumlah kicauan tentang game naik 89 persen dan jumlah pengguna yang membahas game naik 50 persen. Tidak heran jika semakin banyak orang yang membahas tentang game di media sosial. Di tengah pandemi virus corona, yang memaksa banyak negara untuk menetapkan status lockdown atau menghimbau masyarakatnya untuk tetap di rumah, banyak orang yang mengisi waktunya dengan bermain game. Dalam satu bulan belakangan, Steam terus memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent. Jumlah pemain dari Counter-Strike: Global Offensive dan Dota 2 juga terus naik.

Selain pandemi virus corona, hal lain yang membuat jumlah kicauan tentang game naik adalah peluncuran Animal Crossing: New Horizons, menurut Forbes. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, jumlah tweet tentang game melonjak naik setelah New Horizons diluncurkan. Memang, baik di Amerika Serikat maupun di dunia, New Horizons merupakan game yang paling banyak dibicarakan. Kicauan tentang New Horizons tidak melulu berisi gameplay dari game tersebut, tapi juga tentang kode in-game untuk mengunduh desain buatan pemain lain.

twitter game
Setelah New Horizons diluncurkan, jumlah tweet yang membahas tentang game melonjak naik. | Sumber: Forbes

Secara global, game lain yang paling banyak dibicarakan di Twitter adalah Fate/Grand Order, diikuti oleh Final Fantasy, Ensemble Stars! dan Fortnite. Sementara di Amerika Serikat, game yang paling sering dibicarakan selain game terbaru Animal Crossing adalah Call of Duty, Final Fantasy, Fortnite, dan Fire Emblem. Sementara itu, organisasi esports yang paling banyak dibicarakan adalah FaZe Clan, diikuti oleh G2 Esports, MiBR, Fnatic, lalu Cloud9, lapor The Esports Observer. Negara yang memberikan kontribusi paling besar dalam lonjakan kicauan tentang game ini adalah Jepang, diikuti oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Prancis, dan Spanyol.

Di tengah pandemi virus corona, banyak turnamen olahraga yang dibatalkan dan digantikan dengan turnamen esports, seperti Formula 1 dan NASCAR. Selain itu, atlet basket dan sepak bola profesional juga ikut serta dalam turnamen esports. Biasanya, turnamen esports hanya disiarkan melalui platform streaming game dan media sosial. Namun, kali ini, pertandingan esports juga ditayangkan di channel televisi untuk mengisi kekosongan akibat batalnya berbagai kegiatan olahraga. Misalnya, FOX Sports memutuskan untuk menayangkan keseluruhan balapan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series.

Senjata Valorant Tunjukkan Karakteristik yang Mirip Dengan CS:GO

Valorant sudah akan mendekati fase Closed Beta. Beberapa waktu yang lalu, sosok streamer yang pernah menjadi pemain profesional CS:GO, Michael Grzsiek (Shroud) bahkan sudah sempat memainkannya dan mengatakan bahwa Valorant merupakan game yang istmewa.

Memang banyak yang menantikan game ini, bahkan organisasi esports asal Korea Selatan, T1, sudah merekrut Brax yang merupakan mantan pemain CS:GO untuk menjadi pemain Valorant. Memang, gameplay Valorant mungkin bisa dibilang gabungan antara Overwatch dengan CS:GO.

Valorant menampilkan gameplay Heroes Shooter layaknya Overwatch dengan ragam karakter dan skill khusus, namun dengan gunplay ala CS:GO yang mengandalkan hipfire atau tembakan tanpa bidikan. Mengingat sudah ada beberapa orang yang dapat memainkan game ini, beberapa juga sudah melakukan analisis terhadap mekanisme permainan. Salah satunya adalah karakteristik senjata.

Satu yang menarik adalah, ada beberapa kemiripan karakteristik antara senjata Valorant dengan CS:GO. Klasifikasi senjata pada Valorant juga kurang lebih mirip dengan CS:GO, yaitu Pistol, SMG, Shotgun, Rifle, Sniper, dan Heavy.

Namun mungkin satu perbedaan yang jelas adalah jumlah koleksi senjata yang masih minim. Pada klasifikasi pistol, Valorant punya The Classic, Shorty, Frenzy, Ghost, dan Sherif. Satu yang cukup kentara adalah pistol Sherif, yang karakteristiknya mirip dengan Deagle yaitu, hentakan atau recoil besar, namun damage besar yang bisa membunuh lawan dengan satu peluru ke kepala.

Dari SMG ada Stinger dan Spectre. Dua senjata ini punya karakteristik berupa damage kecil namun firing-rate tinggi, dengan hentakan senjata yang begitu liar. Kalau dibandingkan dengan CS:GO, Spectre kurang lebih mirip dengan MP5S.

Selanjutnya kelas Rifle ada Phantom dan Vandal. Senjata kelas ini memiliki karakteristik berupa damage besar, akurat untuk jarak jauh, namun memiliki hentakan atau recoil yang terasa namun masih bisa dikendalikan. Phatom dan Vandal sendiri mewakili dua senjata ikonik di CS:GO yaitu M4A4 dan AK-47.

Kelas Sniper juga hanya memiliki dua senjata yaitu Marshal dan Operator. Satu kelebihan senjata kelas ini adalah memiliki scope yang memungkinkan pemain membidik dari jarak yang jauh, punya damage besar namun hanya bisa menembakkan satu peluru setiap tembakan (bolt-action rifle).

Kedua senjata ini juga punya karakteristik yang hampir persis sama dengan dua senapan sniper di CS:GO. Marshal mewakili Scout, ringan, namun tidak langsung membunuh jika kena badan. Operator mewakili AWP, yang langsung membungkam siapapun dalam sekali tembak.

Senjata shotgun juga hanya ada dua jenis saja yaitu Bucky dan Judge. Bucky merupakan shotgun Pump-Action yang harus dikokang, sementara Judge adalah Shotgun semi-otomatis layaknya Mag-7 di CS:GO.

Terakhir ada kelas Heavy, yang juga hanya punya dua senjata yaitu Ares dan Odin. Keduanya merupakan senjata LMG dengan peluru sangat banyak, rate-of-fire sangat tinggi, dan sangat sulit untuk dikendalikan. Ares dan Odin juga kurang lebih mirip dengan Machine Gun di CS:GO yaitu M249 dan Negev.

Masa closed-beta Valorant sudah dimulai sejak tanggal 7 April 2020 ini. Namun demikian hanya pemain dari regional NA dan EU saja yang dapat menikmatinya. Riot Games sampai saat ini belum memberikan tanggal rilis, namun diperkirakan Valorant akan hadir pada musim panas (sekitar Juni – September) 2020.

Proyek Cloud Gaming Amazon Tertunda Karena Corona

Amazon sukses masuk ke industri game dengan mengakuisisi platform streaming game, Twitch. Namun, mereka tampaknya tidak puas dengan itu. Perusaahaan e-commerce kini juga berencana untuk meluncurkan beberapa game sendiri serta platform cloud gaming, yang disebut Project Tempo oleh tim internal Amazon. Sayangnya, Amazon tampaknya harus menunda peluncuran platform cloud gaming mereka sampai tahun depan karena pandemi virus corona.

Sekarang, telah ada beberapa perusahaan teknologi besar yang sudah meluncurkan platform cloud gaming, seperti Google dengan Stadia dan NVIDIA dengan GeForce Now. Microsoft juga memiliki proyek serupa yang dinamai Project xCloud. Dikabarkan untuk mengembangkan Project Tempo, Amazon telah menguncurkan dana hingga ratusan juta dollar, menurut laporan Games Industry.

Selain membuat platform cloud gaming, Amazon juga berencana untuk meluncurkan game mereka sendiri. Game pertama yang akan mereka buat adalah game multiplayer sci-fi shooter yang berjudul Crucible. Amazon memercayakan pengembangan game tersebut pada Relentless, studio game-nya sendiri, yang terletak di Seattle. Sayangnya, sama seperti Project Tempo, peluncuran Crucible juga harus ditunda. Pada awalnya, Amazon berencana untuk memperkenalkan game ini pada awal Maret 2020 dan meluncurkannya pada 31 Maret 2020. Namun, Amazon akhirnya menunda waktu peluncurannya ke 14 April sebelum kembali menundanya ke bulan Mei.

New World. | Sumber: Amazon Games via New York Times

New World. | Sumber: Amazon Games via New York Times

“Rencana kami adalah untuk membawa karakteristik terbaik dari Amazon ke dunia game,” kata Mike Frazzini, Vice President for Game Services and Studios, Amazon, menurut laporan New York Times. “Kami telah mengembangkan game cukup lama, tapi membuat game memang proses yang tidak sebentar.”

Crucible bukan satu-satunya game yang ingin Amazon luncurkan. Mereka juga berencana untuk merilis game MMO berjudul New World. Game yang memiliki setting waktu pada abad ke-17 itu dikembangkan oleh studio game Double Helix Games, yang diakuisisi oleh Amazon pada 2014. Studio ini juga tengah mengembangkan game yang didasarkan pada franchise Lord of the Rings. Dengan Crucible dan New World, Amazon menargetkan para hardcore gamers.

Setelah meluncurkan Crucible dan New World pada Mei 2020, Amazon berencana untuk merilis game interaktif di Twitch pada musim panas di Amerika Serikat, yang biasanya berlangsung selama Juni sampai September. Saat ini, jutaan orang menonton streamer bermain game di Twitch. Dengan membuat game interaktif, mereka ingin mendekatkan para streamer dengan audiens mereka. “Kami ingin bisa merealisasikan ide dimana seorang pemain, streamer, dan penonton bisa berinteraksi di lingkungan yang sama di Twitch,” kata Frazzini.

Game-Game yang Peluncurannya Tertunda Akibat Pandemi Corona

Karena wabah COVID-19, pemerintah di sejumlah negara telah menurunkan larangan bagi warganya untuk keluar rumah. Dan demi membantu menyetop penyebaran virus, sejumlah layanan hiburan digital seperti Steam dan Epic Store sudah melepas sejumlah game secara gratis. Namun meski hal ini terdengar menyenangkan, pandemi corona tentu memberi dampak negatif terhadap semua hal – termasuk jadwal rilis permainan.

Anda mungkin sudah mendengar soal deretan game yang peluncurannya terpaksa harus diundur akibat kendala logistik – beberapa di antara mereka sangat dinanti. Lewat artikel ini, saya bermaksud untuk merangkum semua judul yang tanggal rilisnya dipastikan tertunda. Saya menduga, jika wabah corona tak juga mereda, daftar ini akan jadi bertambah panjang.

Berdasarkan pengamatan sementara ini, ada (sekitar) tujuh permainan yang telah dikonfirmasi mengalami penundaan. Ini dia:

 

Final Fantasy VII Remake

Sebagai respons tak terkendalinya penyebaran COVID-19, Square Enix melakukan penyesuaian di sisi distribusi agar remake Final Fantasy VII bisa tetap meluncur di tanggal 10 April 2020 – setidaknya untuk edisi digitalnya. Lewat Twitter, developer mengabarkan bahwa akan ada perubahan di segmen retail yang menyebabkan ketersediaan versi fisik permainan di sejumlah negara jadi terlambat.

 

The Last of Us Part II

Sekuel The Last of Us ini boleh dibilang sebagai game yang terkena dampak pandemi corona terparah. Karena Sony dan Naughty Dog bersikeras untuk merilis game di semua wilayah secara berbarengan, The Last of Us Part II akhirnya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Kabarnya, status pengerjaan permainan saat ini sudah hampir rampung dan developer sedang memperbaiki bug.

 

Marvel’s Iron Man VR

Pengunduran Iron Man VR diumumkan berbarengan dengan The Last of Us Part II. Awalnya, game dijadwalkan buat dilepas pada tanggal 15 Mei, tapi sekarang tidak diketahui kapan ia akan tersedia. Iron Man VR merupakan judul mandiri, seperti Marvel’s Spider-Man, dengan twist virtual reality. Jagatnya terpisah dari permainan Avengers yang sedang digodok Crystal Dynamics dan Eidos Montreal.

 

Minecraft Dungeons

Spin-off game sandbox dan survival populer ini tadinya akan meluncur di bulan April, namun kemudian dimundurkan ke tanggal 26 Mei 2020. Permainan menyajikan gameplay dungeon crawler dengan konten berkonsep randomly-generated, sehingga pengalaman bermain tiap orang akan berbeda. Anda dapat menikmati Minecraft Dungeons bersama tiga orang kawan via mode multiplayer co-op.

 

The Outer Worlds (Switch)

The Outer Worlds ialah salah satu game role-playing terunik di tahun 2019. Setelah tersedia di PC, PS4 dan Xbox One, Obsidian Entertainment membutuhkan waktu beberapa bulan buat mem-porting game ke Nintendo Switch. Dan karena wabah virus corona, developer memilih untuk mengundur waktu pelepasannya dari tanggal 6 Maret ke 5 Juni 2020.

 

Super Smash Bros. Ultimate DLC

Ada beberapa karakter yang rencananya akan Bandai Namco hadirkan di Super Smash Bros. Ultimate lewat downloadable content, tapi penyediaannya terpaksa ditunda. Developer berjanji untuk merilis para fighter baru itu selambat-lambatnya di bulan Desember 2021 – semuanya tergantung situasi.

 

Wasteland 3

Karena COVID-19, penggarapan sekuel dari sekuel RPG taktis legendaris ini mesti dilakukan secara remote, dan kondisi tersebut tentu berdampak pada efektivitas kerja. Dengan anggaran tiga kali lipat dibanding modal pengembangan Wasteland 2, tim inXile berkomitmen untuk menghidangkan konten game sebaik mungkin, dan menarik waktu rilisnya dari 19 Mei ke 28 Agustus 2020.

 

Xbox Series X & Halo Infinite (?)

Microsoft sejauh ini belum mengabarkan perubahan agenda peluncuran Xbox Series X. Console masih dijadwalkan untuk tersedia di ‘musim libur’, dekat penghujung tahun 2020. Tetapi ada indikasi 343 Industries tidak bisa menyelesaikan Halo Infinite sebelum Xbox Series X dilepas, walaupun pengerjaannya turut dibantu oleh studio independen SkyBox Labs.

Via Metacritic.

Sejarah Counter-Strike: Yang Tak Pernah Mati Sejak 1999

Tak bisa dipungkiri bahwa CS:GO adalah salah satu fenomena budaya yang besar di kalangan gamers. Seakan hidup abadi, game ini sudah hadir selama 21 tahun lamanya, sejak 1999 lalu hingga tahun 2020 ini. Sepanjang perjalanannya, game ini juga sudah banyak memberi dampak kepada ekosistem gaming, seperti menjadi salah satu game yang mendefinisikan genre FPS, juga menjadi salah satu game yang mendefinisikan ekosistem esports sejak zaman dahulu kala dan bahkan masih jadi salah satu gelaran esports tersukses di tahun 2019 lalu.

Namun demikian semua itu tidak ada artinya jika Counter-Strike tidak pernah dibuat. Kali ini kita akan menyusuri masa lalu, melihat sejarah Counter-Strike, salah satu game yang telah mendefinisikan genre FPS dan juga esports sejak 21 tahun lalu.

Berawal dari Custom Game Half-Life

Nyatanya, tidak sedikit game yang sukses memulai perjalanannya dari custom game. Sudah banyak game jadi bukti akan hal tersebut, seperti Dota 2 dari custom game Warcraft III, PUBG dari custom game ARMA III, bahkan Dota 2 menelurkan game populer lain lewat custom game, yaitu Auto Chess.

Begitu juga dengan Counter Strike (CS), yang lahir dari custom game Half Life. Ketika itu Counter-Strike digagas oleh dua orang gamers yang memiliki ide dan mencoba menerapkan hal tersebut ke dalam Half Life. Dua orang tersebut adalah Minh Le (Gooseman) dan Jess Cliffe (Cliffe).

Pada masa itu, Minh Le dan Jess Cliffe bukanlah developer profesional, melainkan hanya mahasiswa yang menyukai video game dan ingin mencoba membuat sebuah karya dari hal yang ia sukai. Permainan yang bertema “polisi-polisian” ini juga tercetus karena kesukaan Gooseman terhadap hal tersebut.

Le sempat menceritakan ini dalam dokumenter singkat dari Valve. “Ketika itu saya sangat tertarik sekali dengan pasukan anti-teror. Saya merasa pekerjaan mereka memiliki kerumitannya tersendiri dari segi persenjataan ataupun taktik yang mereka gunakan. Saya pun berpikir bahwa hal tersebut akan menjadi tema yang keren untuk sebuah game.” ucap Gooseman dalam video tersebut.

Half-Life yang digunakan Gooseman dan Cliffe sebagai basis pengembangan CS juga berdasarkan dari tema yang ingin mereka bawa ke dalamnya. Padahal, Half-Life bukan satu-satunya game FPS yang bisa dibongkar ulang dan dijadikan game baru. Pada masa tersebut, ada juga Unreal Tournament serta Quake, dua game yang punya pengaruh terhadap perkembangan genre FPS, yang bahkan salah satunya adalah game pencipta tren kontrol WASD pada game FPS.

Half-Life pun dipilih meski Minh Le mengakui kesulitan dalam merombak engine Half-Life. “Saya mengerjakan proyek ini sekitar 30 sampai 40 jam per-minggu, sembari saya menyelesaikan studi di universitas.” Ucapnya kepada GameSpot.

Sembari pengembangan dilakukan, hal lain yang tak kalah penting untuk dipikirkan adalah nama game tersebut. Salah satu pengguna Reddit menemukan tangkapan gambar diskusi antara Gooseman dengan Cliffe saat mereka ingin menentukan nama game-nya. Gooseman sempat memberi ide nama Counter-Terrorist Forces. Namun Cliffe datang dengan ide nama yang juga disukai oleh Gooseman, yaitu Counter-Strike. Gooseman bahkan bercerita, sebelumnya mereka berdua sempat memikirkan nama lain seperti International World Soldiers dan Frag Forces.

Counter-Strike, Komunitas dan Dust2

Cerita sejarah CS adalah bentuk nyata dari kesuksesan pengembangan terbuka, atau yang biasa disebut Open-Source. Mengembangkan CS sambil menyelesaikan kuliah, Gooseman dan Cliffe mengaku tidak punya banyak waktu dalam memikirkan dan membuat semua elemen dari permainan Counter-Strike. Maka dari itu, pengembangan game multiplayer ini dilakukan sepenuhnya secara terbuka, dengan Gooseman dan Cliffe memberikan komunitas kebebasan untuk membuat apapun yang mereka inginkan.

“Kami sebenarnya tidak membuat satu pun map di dalam Counter-Strike. Semua map dibuat oleh komunitas. Mereka akan membuat sebuah map, lalu mengirimkannya kepada kami dan kami akan meninjau map tersebut. Selanjutnya kami akan memilih mana yang kami suka dan memasukkannya ke dalam versi CS yang akan dirilis berikutnya. Jadi pada dasarnya, begitulah game ini dikembangkan. Ketika itu ya saya, rekan saya Cliffe, dan komunitas. Bisa dibilang CS seperti game yang dikembangkan bersama.” Cerita Minh Le kepada Gamespot.

Sumber: GameReactor
Gooseman saat diwawancara oleh salah satu media game asal Eropa. Sumber: GameReactor

Cara pengembangan ini membuat komunitas jadi sangat bersemangat. Kebanyakan dari mereka bahkan menjadi bagian dari perkembangan Counter-Strike itu sendiri. “Padahal pada awalnya, kami berjuang setengah mati, memohon-mohon kepada orang orang-orang mau mencoba versi play-test dari Counter-Strike. Dahulu saya mencoba meminta pada kolega kuliah saya, dan mereka merespon dengan ‘tidak, terima kasih.” Ucap Cliffe dalam dokumenter dari Valve.

“Pada awal pengembangan, komentar dari komunitas menjadi warna bagi versi beta Counter-Strike berikutnya yang akan kami rilis. Kami merasakan energi positif yang sangat besar dari komunitas waktu itu,” cerita Clfife. “Orang-orang mengirimkan banyak sekali konten kepada kami. Mungkin kami pernah menerima ratusan map buatan komunitas dalam satu hari ketika itu.” Ucap Minh Le.

Sumber: Official CS:GO Blog
Sumber: Official CS:GO Blog

Metode ini juga yang membuat CS punya satu map yang paling legendaris, yaitu de_dust2. Seperti map lainnya, de_dust2 juga diciptakan oleh komunitas. Penciptanya adalah Dave Johnston, yang pertama kali membuat map ini pada Counter-Strike 1.0 pada tahun 2000 lalu. De_Dust2 menjadi map yang mendefinisikan Counter-Strike sejak lama.

Sebenarnya CS:GO punya ragam map yang mungkin tak kalah ikonik. Sebut saja tempat seperti cs_office, de_aztec, atau bahkan map pertama buatan Minh Le dan Cliffe yaitu cs_mansion yang selanjutnya diubah menjadi cs_estate. Namun de_dust2 seperti tak tergantikan dan bertahan sampai saat ini.

Joab Gilroy menulis di Red Bull Esports soal pengalamannya tumbuh besar bersama Counter-Strike. Pada masanya, ketika CS masuk versi beta 6.5, map Dust dan Dust 2 adalah dua map yang paling banyak dimainkan oleh para pemain. Walau ada map lain seperti, cs_office, cs_italy, atau de_aztec, namun para pemain seakan tutup mata dan hanya ingin memainkan de_dust saja.

“Mungkin karena Dust2 adalah map yang sederhana namun mendalam. Tetapi memang, popularitasnya juga terbantu karena map Dust yang sudah lebih dulu populer. Map ini jadi populer hingga kini juga mungkin karena Dust 2 adalah satu hal konstan yang membuat pemain CS dari berbagai generasi berkumpul dan menganggap map tersebut sebagai zona nyaman, walaupun map tersebut mungkin bukan yang paling seru dan mengasyikkan.” Ujar Dave Johnston dalam wawancara singkat bersama RockPaperShotgun.

Seiring pengembangan, Counter-Strike dan Dust2 mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para gamers. Doug Lombardi dari Valve bercerita bahwa pada sekitar awal 2000an, CS sudah dimainkan 8000 orang. “Tak lama, sepekan kemudian jumlahnya meningkat jadi 12 ribu, lalu satu bulan kemudian jadi 16 ribu. Melihat keadaan ini, artinya pasti ada sesuatu di dalam komunitas. Makanya ketika itu kami dari Valve penasaran dan ingin sekali mengajak kerja sama pengembang Counter-Strike.

Sumber: Dokumenter Valve
Sumber: Dokumenter Valve

Berkat hal tersebut, Gooseman dan Cliffe direkrut oleh Valve untuk mengerjakan Counter-Strike. “Sungguh mengagumkan bisa bicara bersama Valve ketika itu. Kami mengidolakan mereka. Kami suka Half-Life dan kami juga menyukai Valve.” Sejak saat itu, popularitas Counter-Strike meledak, digunakan untuk berkompetisi, bahkan menggusur popularitas Quake sebagai game FPS kompetitif terpopuler di awal tahun 2000an. Popularitas ini membawa Counter-Strike ke tahap berikutnya.

Rilisnya Steam dan Eksperimen Valve terhadap Counter-Strike

Tahun 2003 Valve merilis Steam (Anda bisa membaca sejarah Valve di artikel yang kami tuliskan sebelumnya). Hal ini tentu berdampak langsung kepada Counter-Strike itu sendiri. Salah satunya adalah dari sisi distribusi update versi gameplay yang jadi lebih mudah. Duncan Shield (Thorin) sempat bercerita dalam dokumenter resmi Valve soal ini.

“Dahulu sebelum ada Steam, kehadiran patch terasa sangat menyedihkan karena artinya kami bakal tidak akan main CS selama 2 hari. Karena internet ketika itu masih sangat lambat. Dan tanpa Steam, semua orang di seluruh dunia terpaksa mengunduh update tersebut hanya dari satu server saja yang membuatnya terbebani dengan sangat berat.” Namun kehadiran Steam di tahun 2003 seakan menjadi penyelamat bagi komunitas. Dengan fitur auto-update dan server dari Valve, membuat update versi CS jadi lebih mudah dan cepat.

Sumber: PCGamer
Penampilan Steam saat pertama kali rilis di tahun 2003. Sumber: PCGamer

Tetapi, pasca Steam rilis pada tahun 2003, tahun berikutnya malah seperti menjadi masa kegelapan CS. Setelah sukses dengan Counter-Strike, Valve mulai bereksperimen dengan berbagai macam hal, dan mencoba menciptakan produk baru dari brand game populer ini. Satu percobaan yang pertama adalah merilis Counter-Strike untuk Xbox.

Game yang diberi nama Counter-Strike Xbox Edition pertama kali diumumkan pada Mei 2002 di gelaran E3. Berbasis kepada Counter-Strike: Condition Zero, game ini dikembangkan bersama dengan pengembang yang kini terkenal lewat seri Borderlands, yaitu Gearbox Software. Namun proses pengembangan tidak berjalan lancar, Gearbox Software meninggalkan Valve pada Juli 2002 seraya mengakhiri pengembangan terhadap Counter-Strike: Condition Zero.

Walau mengalami perjalanan pengembangan yang cukup berat akhirnya game ini rilis 18 November 2003, yang juga menjadi percobaan pertama Counter-Strike bersaing di ranah konsol. Walau berbasis pada Condition Zero, namun Counter-Strike Xbox Edition tidak menghadirkan Single-Player Campaign. Alhasil banyak komentar miring menanggapi hal tersebut. IGN, misalnya, yang mengatakan bahwa membeli Counter-Strike Xbox Edition tanpa berlangganan Xbox Live untuk kebutuhan bermain online akan jadi sia-sia.

Memang Counter-Strike Xbox Edition hanya menyertakan permainan Single-Player berupa gameplay yang serupa seperti Multiplayer, namun melawan bot atau AI. Walau mungkin Counter-Strike versi ini tidak terlalu banyak diketahui orang-orang, namun Counter-Strike Xbox Edition ternyata cukup sukses. Pada tahun 2008, game ini sudah terjual sebanyak 1,5 juta kopi di pasaran.

Sejarah Counter-Strike CS: Xbox Edition
Sumber: Official Valve

Lalu setelahnya ada juga Counter-Strike: Condition Zero. Versi Counter-Strike ini menjadi percobaan Valve menyajikan Single-Player Campaign ke dalam custom game buatan Gooseman dan Cliffe. Namun pengembangan CS:CZ mengalami jalan berliku berbarengan dengan perilisan CS: Xbox Edition.

Awal pengembangan game ini dimulai dari tahun 2001 dikembangkan bersama dengan Rogue Entertainment. Lalu melihat ketidakstabilan finansial dari pengembang tersebut, pengembangan lalu dipindah ke Gearbox Software. Namun setelah satu tahun pengembangan, Gearbox juga meninggalkan Valve sesaat Counter-Strike: Xbox Edition diumumkan. Pertengahan 2002, Ritual Entertainment mengambil alih pengembangan, sampai akhirnya Turtle Rock Studios mengambil pengembangan di pertengahan 2003 sampai akhirnya game ini selesai.

Setelah terseok-seok dan berkali-kali pindah tangan pengembangan, Counter-Strike: Condition Zero akhirnya rilis 23 Maret 2004 untuk Windows. Saat rilis, CS:CZ mendapatkan penilaian yang bercampur aduk dari media dan mendapat skor 65/100 dari Metacritic. Beberapa fitur yang dihadirkan seperti mode melawan bot dengan misi yang diberi nama Tour of Duty, mendapat ulasan yang cukup baik. PCZone bahkan mengatakan bahwa bot yang dihadirkan begitu pintar, sampai-sampai membuat “rata-rata pemain online terlihat seperti babon yang baru dilahirkan”.

Tetapi satu kritik yang senada dari game ini adalah engine game yang ketinggalan zaman. Banyak ulasan media mengatakan bahwa CS:CZ hadir terlambat, membuat game ini kalah saing secara visual jika dibandingkan dengan game shooter lain yang rilis pada masa tersebut. Namun lagi-lagi, game ini memiliki performa penjualan yang cukup lumayan, dengan total penjualan sebanyak 2,9 juta kopi terjual via retail menurut data tahun 2008.

Terakhir, pada masa yang tidak begitu jauh dari CS: Xbox Ediiton dan CS: Condition Zero, Valve juga merilis Counter-Strike: Source. Beda dengan dua versi sebelumnya yang bisa dibilang eksperimen, CS: Source mungkin dibuat untuk menjadi suksesor custom game orisinil buatan Gooseman dan Cliffe; atau mungkin bisa disebut sebagai CS 2.0?

Rilis pada November 2004, CS: Source punya gameplay yang serupa seperti versi orisinil, fokus pada multiplayer dengan membawa map-map ikonik khas Counter-Strike. Satu perbedaan yang cukup terasa adalah penggunaan engine berbeda, membuat grafis Counter-Strike jadi lebih baik. Pengembangan game ini terbilang cukup lancar-lancar saja namun yang jadi masalah bagi CS: Source adalah respon para pemain Counter-Strike generasi lama.

Menggunakan engine yang berbeda membuat beberapa mekanisme permainan jadi terasa berbeda di dalam CS:Source. Beberapa hal di antaranya seperti asap dari Smoke Grenade menyebar lebih lambat jika dibandingkan dengan CS 1.6. Efek Flashbang juga jadi lebih jelas, ditambah pantulan dalam CS:Source juga lebih terasa jika dibandingkan dengan CS 1.6.

Sejarah Counter-Strike CS: Source
Sumber: Official Valve

Recoil senjata juga jadi hal lain yang berubah di CS:Source. Recoil senjata kini jadi lebih menyebar, membuat pemain jadi kesulitan untuk menembak dengan akurat. Hal terakhir, detil yang mungkin terasa kurang penting dalam permainan kompetitif adalah kehadiran benda-benda yang akan terlempar jika terkena tembakan seperti tong besi ataupun benda-benda kecil lainnya.

Banyaknya perubahan ini banyak membuat pemain lama Counter-Strike jadi tidak nyaman dengan Counter-Strike Source. Akhirnya, game ini mengalami respon yang kurang baik, terutama dari sisi skena kompetitif. Hal ini berdampak kepada kehadiran dua kubu di dunia kompetitif. Seseorang dari forum Team Liquid dengan username SaveYourSavior menganalogikan CS:Source layaknya StarCraft 2 vs StarCraft: BroodWar atau seperti Super Smash Bros: Brawl vs Super Smash Bros: Melee. CS:Source ketika itu dianggap hanya memperbaiki Counter-Strike dari sisi grafis, namun malah memiliki banyak sekali kekurangan dari segi gameplay.

Beberapa orang dalam forum tersebut malah mengatakan bahwa CS:Source terasa lebih mudah dibanding dengan CS 1.6 karena recoil yang random, serta hitbox kepala yang terasa lebih besar sehingga headshot jadi lebih mudah. Alhasil, seakan terjadi perang sipil di antara komunitas pemain CS 1.6 melawan pemain CS: Source, layaknya perang antara pemain Dota 2 dengan pemain Custom Game Warcraft Defense of the Ancient dulu kala.

Sumber: Official Valve
Bagi Anda yang sudah main warnet sejak awal tahun 2000an mungkin akan merasakan nostalgia jika melihat gambar ini. Sumber: Official Valve

Dampak perang sipil Counter-Strike ini bahkan mencapai tingkat dunia kompetitif. Ketika istilah esports belum banyak digaungkan, penyelenggara turnamen kadang terpaksa mengadakan kompetisi untuk kedua game (Source dan 1.6). Mengutip dari Kotaku, salah satu brand kompetisi terbesar pada masa itu yaitu World Cyber Games (WCG), bahkan menerima reaksi yang sangat buruk dari komunitas ketika mereka hanya menghadirkan kompetisi Counter-Strike: Source saja. Akhirnya setelah itu WCG kembali menggunakan CS 1.6 sebagai game yang dipertandingkan dan terus dipertahankan.

Hal ini juga berdampak kepada penjualan Counter-Strike: Source. Tercatat, Counter-Strike: Source hanya terjual 2,1 juta kopi saja sampai akhir tahun 2008 lalu. Walau itu bukan angka yang kecil, namun penjualannya kalah dibanding dengan Counter-Strike: Condition Zero yang terbilang eksperimental dan tentunya Counter-Strike yang orisinil.

Counter-Strike:Global Offensive Penyelamat Counter-Strike di Masa Modern

Setelah kurang lebih delapan tahun perang sipil antara pemain Counter-Strike 1.6 dengan Counter-Strike: Source terjadi, 12 Agustus 2012 Counter-Strike:Global Offensive (CS:GO) resmi dirilis; seri terbaru Counter-Strike yang nantinya akan menjadi pemersatu komunitas. CS:GO merupakan penerus langsung dari CS 1.6 dan juga CS:Source dengan ciri khas berupa permainan yang fokus pada online multiplayer.

Namun demikian CS:GO tidak serta-merta langsung bagus dan diterima secara baik oleh komunitas saat pertama rilis. Pemain Astralis, Andreas Hojsleth (Xyp9x) sempat mengatakan dalam dokumenter TheScoreEsports bahwa dahulu ada banyak hal yang membuat CS:GO kurang menyenangkan saat pertama kali rilis. Salah satu contoh yang ia sebut adalah utility Molotov yang overpowered, membuat pergerakan jadi lambat jika terjebak di dalamnya, dan tidak bisa dipadamkan dengan smoke.

Belum lagi bug dan glitch di sana dan sini, yang membuat permainan jadi terasa kurang intuitif. Belajar dari masa gelap yang dialami Valve selama kurang lebih 8 tahun saat mereka membuat Counter-Strike: Condition Zero, Xbox Edition, dan Source, kini Counter-Strike: Global Offensive jadi lebih disukai karena respon Valve yang begitu cepat dalam menanggapi berbagai kekurangan dalam game tersebut.

Daniel Kapadia (DDK) salah satu shoutcaster di skena kompetitif CS:GO mengatakan bahwa game tersebut seakan menjadi harapan terakhir bagi Valve terhadap seri Counter-Strike. “Dan satu hal yang mengejutkan adalah game tersebut ternyata menjadi lebih baik hanya dalam 6 sampai 12 bulan saja. Perbaikan tersebut terjadi dengan sangat cepat, bahkan lebih cepat dari pada yang diharapkan oleh kebanyakan para gamers.” ucapnya.

Selain dari itu, penambahan fitur juga jadi alasan CS:GO memiliki penerimaan yang sangat baik di kalangan gamers. CS:GO menjadi seri Counter-Strike pertama yang memperkenalkan fitur matchmaking.

Minh Le menyebutkan, bahwa sebelum kehadiran matchmaking, Anda harus masuk ke dalam sebuah room yang tidak Anda ketahui seberapa jago musuh yang akan Anda hadapi. Ini mungkin mirip seperti custom game Defense of the Ancient pada Warcraft III, saat Anda harus memasuki room bernama “55 APNP Kuburan Para Dewa”. Tanpa tahu siapa yang akan Anda lawan, dengan kemungkinan bertemu pemain profesional seperti Farand Kowara (Koala).

Tetapi fitur matchmaking membuat CS:GO jadi lebih user-friendly. Anda yang baru mulai main akan dipertemukan pemain lain, yang secara algoritma dianggap memiliki kemampuan main yang setara. Tak hanya itu, CS:GO juga menghadirkan Competitive Matchmaking, yang punya aturan main lebih kompetitif (menyalakan Friendly Fire contohnya), dan dilengkapi dengan rank untuk menentukan level kemampuan sang pemain.

Sumber: Steam Community Workshop
Seri Hyper Beast, salah satu skin senjata CS:GO yang cukup populer. Sumber: Steam Community Workshop

Hal lain yang juga membuat CS:GO mendapat respons yang positif dari komunitas adalah kehadiran skin di dalam game. Skin atau yang disebut sebagai “finishes” merupakan in-game items yang tergolong sebagai kosmetik di dalam CS:GO. Disebut sebagai kosmetik karena skin tidak menambah elemen apapun di dalam permainan kecuali menjadi pemanis mata bagi para pemainnya. Fitur ini sendiri bukan fitur bawaan dari CS:GO, melainkan fitur yang baru ditambahkan pada 13 Agustus 2013 lalu yang hadir lewat Arms Deal Update.

Elemen skin seakan menjadi perekat bagi komunitas, membawa pemain CS:GO bernostalgia ke zaman Counter-Strike dahulu karena memberi kesempatan bagi para pemain untuk berkontribusi terhadap game yang mereka cintai. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena skin dalam CS:GO mendukung fitur Steam Workshop, yang memungkinkan para pemain, siapapun Anda, bisa berkontribusi memberikan skin buatan Anda sendiri ke dalam game.

Nantinya ragam skin yang sudah diberikan para kontributor akan dimasukkan ke dalam peti yang bisa didapatkan para pemain. Peti bisa didapatkan secara gratis hanya dengan bermain namun kunci peti tadi hanya bisa dibeli dengan menggunakan sistem microtransaction. Tak hanya itu, skin yang Anda dapatkan nantinya juga bisa diperjual-belikan dengan pemain lainnya lewat Steam Community Market. Sistem ini membuat banyak pemain bertahan di CS:GO, karena game tersebut membuat ekonomi virtual tersendiri di dalam permainanya.

Sumber: Intelextremesmaster.com
IEM Katowice menjadi bukti bahwa CS:GO masih hidup dan sangat aktif meski sudah 8 tahun berlalu sejak game tersebut pertama kali dirilis. Sumber: Intelextrememasters.com

Berkat hal tersebut, CS:GO menjadi game yang membuat para pemainnya tetap kembali lagi, meski sudah mencoba yang lainnya. Terakhir kali, walau sudah 8 tahun beredar di pasaran, namun CS:GO masih bisa mencetak rekor dengan 1 juta pemain online secara bersamaan pada 14 Maret 2020 lalu. Apalagi sejak berubah menjadi Free to Play pada 2018 lalu, game ini menjadi semakin mudah diakses oleh pemain, termasuk para pemain CS 1.6 atau pemain yang baru mengenal game ini.

Kesuksesan ini akhirnya menurun kepada skena esports CS:GO. Membuat CS:GO berkali-kali mencetak rekor sebagai salah satu turnamen terpopuler. Kompetisi IEM Katowice yang mempertemukan Natus Vincere dengan G2 Esports masih ditonton oleh satu juta penonton secara bersamaan. Bahkan selama bulan Maret kemarin, liga CS:GO ESL Pro League Season 11 menjadi tontonan stream paling ramai di Twitch yang sudah ditonton selama 12,9 juta jam dan sempat ditonton oleh 331 ribu orang secara bersamaan.

Walau ada cerita dari organisasi esports seperti SK Gaming, yang memutuskan meninggalkan skena CS:GO untuk beberapa saat, namun CS:GO mungkin masih akan tetap bertahan setidaknya sampai beberapa tahun ke depan. Melihat game ini masih aktif menjadi esports dan dimainkan, mungkin hanya Tuhan yang tahu apakah game ini akan mati dan hilang bak ditelan bumi di masa depan, atau malah abadi sepanjang masa.