Agate Akuisisi Game Developer Asal Jakarta

Informasi tentang akuisisi game developer lokal kembali hadir. Kali ini giliran Agate, pengembang game berbasis di Bandung, yang mengakuisisi sesama game developer lokal lain, Freemergency.

Kabar akuisisi ini juga telah dikonfirmasi CEO dan co-founder Agate International, Arief Widhiyasa lewat posting di social media Facebook. Seperti yang dikutip dari IGN akuisisi ini menambah daftar game developer asal Indonesia yang diakuisi Agate setelah Ekuator Games di tahun 2019.

Nilai akuisisi memang tidak disebutkan namun kisaran angkanya adalah dalam miliaran rupiah.

Masih dikutip dari IGN, tim dari Freemergency yang berjumlah 6 orang disebutkan akan bergabung bersama tim di Agate International. Freemergency sendiri adalah game studio berbasis di Jakarta yang didirikan di tahun 2018 oleh alumni BINUS.

Salah satu game yang telah bisa dimainkan dari gamedev ini adalah Retrograde Arena yang tersedia di PC via Steam dan Nintendo Switch. Game ini mendapatkan pengghargaan di SEA Game Awards di acara Level Up Kuala Lumpur dan mendapatkan lebih dari 32 ribu unduhan saat pertama kali dirilis untuk Nintedo Switch.

Dalam postingannya di FB, Arief menjelaskan bahwa proses deal untuk akuisisi ini berjalan cukup singkat, salah satunya karena kesamaan misi yang dimiliki antara Agate dan Freemergency. Salah satu komentar dari Arief bisa memberikan sedikit nuansa visi yang akan dijalankan Agate untuk akuisisi ini:

‘This is the commitment from Agate and myself in our ongoing efforts to grow our Indonesia Game Industry. By acquiring and growing the brightest talents from these great studios, we’re excited to not only work with some of the best in Indonesia, but to also call them our friends and welcoming them into Agate crews’.

Nama Agate sendiri bisa dibilang adalah salah satu brand game developer yang tidak bisa tidak kita sebut ketika membicarakan ekosistem game developer di Indonesia. Selain telah memiliki tim yang cukup besar, berbagai game juga telah dirilis oleh Agate, Valthirian Arc (yang mendapat penjualan 7 miliar dalam waktu tiga bulan), Code Atma sampai dengan Tirta yang masih dalam pengembangan.

Dikutip dari rilis, disebutkan bahwa kapabilitas Freemergency dalam mengembangkan dan menjalankan gim dengan fitur online multiplayer menjadi alasan lain yang mendasari keputusan akuisisi ini. Retrograde Arena sendiri adalah adalah gim bergenre twin stick shooter yang hadir dengan fitur online multiplayer.

Dihubungi via WA melalui perwakilan Agate, Arief juga menambahkan bahwa semua bagian dari tim Freemergency akan bergabung dengan tim dari Agate, (yang mengindikasikan ini juga merupakan akuisisi talent-ed), dan akan disebar ke berbagai projek di Agate. Arief juga menambahkan bahwa kapabilitas tim Freeergency untuk game multiplayer akan dimaksimalkan setelah melebur ke Agate.

Kristian Utomo – CEO Freemergency berkomentar bahwa kontak dengan Agate telah dilakukan sejak Game Prime 2018.

“Kami memiliki tujuan yang hampir sama. Saya percaya kami bisa menggabungkan keahlian Freemergency dalam mengembangkan gim online multiplayer dengan pengalaman Agate dalam mengelola gim live service demi membuat gim yang lebih keren lagi untuk para pemain.”

Akuisisi antar game developer lokal ini menurut saya baik dilihat dari sisi perkembangan ekosistem, game developer yang lebih besar bisa mengakuisisi yang lebih independen (kecil) agar bisa berkembang lebih cepat, baik dari pembuatan game atau perilisannya. Di sisi lain, kurangnya ketertarikan pendanaan investor atas game developer lokal (jika dibandingkan ekosistem startup misalnya), menjadikan akuisisi dari sesama game developer lokal menjadi pelipur lara. Dengan catatan tentunya, akuisisi harus berhasil meningkatkan daya saing dan mengembangkan sisi bisnis, sehingga bisa menaikan tingkat valuasi dari ekosistem game developer lokal yang nantinya bisa menarik investor lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang apakah akan ada rencana akuisisi lagi dari Agate dan kemungkinan untuk game di luar Indonesia jika itu terjai, Arief menyebutkan bahwa Agate percaya pada potensi dan kemampuan game developer dari Indonesia, dan mereka akan berusaha secara maksimal untuk berinvestasi dan membantu mengembangkan ekosistem. Agate juga telah memiliki program terkait ini seperti akademi, inkubasi, publisher dan beberapa program lain.

Untuk strategi Merger and Acquisition (M&A), Arief menambagkan bahwa ini merupakan bagian dari berbagai strategi untuk mengembangkan ekosistem game developer. Jika dalam perjalannya ada kesamaan visi dengan game developer lainnya, Agate tidak menutup kemungkinan akan melakukan M&A lagi.

Sambil menunggu update terbaru dari sisi pengembangan game setelah akuisisi ini, saya akan bersiap menyalakan Switch saya untuk menuju Nintendo eShop dan mengunduh Retrograde Arena.

Disclosure: Artikel asli telah dilakukan perubahan dengan menambahkan komentar Arief Widhiyasa, CEO dan co-founder Agate International.

7 Aksesoris PlayStation 5 Paling Laris yang Wajib Dimiliki

Mendapatkan konsol PlayStation 5 di Indonesia dengan harga normal tentu terasa seperti keberuntungan. Setelah Anda telah memiliki konsol dan game-nya, mungkin Anda bisa mempertimbangkan untuk mulai membeli aksesoris-aksesoris pendukung PS5 untuk meningkatkan pengalaman bermain.

Di pasaran pun kini aksesoris untuk PlayStation 5 sudah semakin banyak. Mulai yang resmi dijual oleh Sony sejak PS5 pertama kali diperkenalkan hingga dari perusahaan-perusahaan pihak ke-3. Ragamnya pun bermacam-macam mulai dari headset, charging station, hingga cooler.

Dalam daftar ini, kami telah merangkum 7 aksesoris PlayStation 5 paling laris yang wajib dimiliki bila Anda ingin melengkapi konsol atau bisa juga membeli aksesorisnya terlebih dahulu sembari menunggu harga dan stok konsolnya kembali normal.

Sony PULSE 3D Wireless Headset

Harga: Rp1.699.000 – Rp2.000.000

Aksesoris pertama yang bisa dipertimbangkan untuk dibeli adalah headset official PS5, terutama bagi Anda yang tidak ingin membuat keramaian saat bermain. Headset ini juga mendukung kemampuan 3D audio yang dimiliki oleh konsolnya.

Headset yang memiliki desain senada dengan PS5 ini dapat digunakan secara wireless selama 12 jam. Namun sayangnya untuk mencarinya cukup sulit karena headset ini cepat habis terjual.

PlayStation 5 Media Remote

Image credit: Youtube: TK Bay

Harga: Rp500.000 – Rp750.000

Bagi Anda yang sering menggunakan PS5 lebih dari sekadar bermain game, maka Media Remote ini bisa membantu kenyamanan Anda saat berselancar di internet atau menonton film. Remote ini bahkan memiliki 4 tombol langsung untuk mengakses Disney+, Netflix, Spotify, dan juga YouTube.

Namun layaknya remote normal, Anda juga tetap bisa mengatur volume, play-pause, dan bahkan mengatur TV Anda langsung lewat remote ini.

DualSense Wireless Controller

Harga: Rp830.000 – Rp1.300.000

Ketika membeli konsol PlayStation 5 Anda memang mendapatkan satu buah DualSense, namun bila Anda sering memainkan game local multiplayer seperti FIFA, NBA, hingga Call of Duty: Black Ops Cold War maka ada baiknya untuk membeli satu lagi DualSense untuk bermain bersama.

Tidak ada salahnya berjaga-jaga dengan memiliki DualSense cadangan. Fitur haptic feedback yang membuat permainan di PS5 punya pengalaman baru tentu menjadi pembeda joystick ini dengan lainnya.

DualSense Charging Station

Image credit: Sony

Harga: Rp499.000 – Rp750.000

Bila Anda telah membeli DualSense tambahan maka membeli Charging Station resmi dari Sony adalah pilihan yang tepat. Charger sekaligus docking ini dapat mengisi daya hingga 2 DualSense sekaligus. Charger ini juga membebaskan port USB di PS5 Anda dari kabel untuk mengisi daya DualSense.

Selain mempermudah dalam bergantian menggunakan joystick DualSense, charger ini juga menjadi tempat yang tepat untuk meletakkan DualSense ketika tidak digunakan.

Sony PlayStation HD Camera

Harga: Rp999.000 – Rp1.100.000

Aksesoris yang satu ini biasanya dianggap tidak penting bagi gamer biasa namun akan banyak membantu bagi mereka yang juga menjadi streamer dan juga content creator.

Webcam ini menawarkan tangkapan gambar Full HD 1080p dan fitur menghapus background juga tersedia di dalamnya. Tentunya webcam ini bekerja sempurna dengan konsol PS5 ketika Anda memutuskan untuk melakukan streaming langsung dari konsolnya.

WD_Black P10 4TB Game Drive

Harga: Rp1.999.000 – Rp2.200.000

Salah satu hal yang disayangkan dari PlayStation 5 adalah ketersediaan penyimpanan internal yang hanya 667 GB. Ruang penyimpanan ini tentu akan segera penuh ketika game-game PS5 terbaru nanti mulai dirilis.

Untuk saat ini memang belum ada penyimpanan eksternal yang mampu memainkan game secara langsung. Namun setidaknya dengan adanya penyimpanan eksternal yang mumpuni seperti Western Digital P10 Game Drive ini Anda tidak perlu mengunduh ulang game bila di masa depan ingin memainkannya kembali.

iPega 6 in 1 Vertical Stand PS5 Charging and Cooling Base

Image credit: ipega

Harga: Rp 225.000-Rp255.000

Terakhir, bagi Anda yang ingin meletakkan konsol PlayStation 5 anda bersama dengan aksesoris-aksesorisnya. Maka anda dapat membeli aksesoris yang mampu menampung dan menyatukan konsol PS5 beserta aksesorisnya menjadi lebih rapi dan tertata.

Mulai dari docking untuk konsol yang dilengkapi kipas pendingin, docking untuk DualSense sekaligus dengan charger, headset stand, dan juga rak penyimpan kotak game. Salah satu yang menawarkan adalah iPega yang bisa dibeli dengan harga yang cukup terjangkau.

Penutup

Image credit: Sony

Itu tadi adalah daftar 7 aksesoris PlayStation 5 yang paling laris dan wajib dimiliki oleh mereka yang sudah memiliki PS5 maupun yang masih berencana membeli konsolnya. Beberapa aksesoris yang kami rekomendasikan adalah aksesoris resmi dari Sony yang tentunya lebih aman dan sudah pasti teruji kompatibilitasnya.

Namun aksesoris seperti hardisk eksternal tentunya akan dibutuhkan oleh para pemain PlayStation 5 cepat atau lambat. Apalagi mengingat ukuran game baru terus membesar dari tahun ke tahun.

Tentunya masih ada berbagai aksesoris lain untuk PlayStation 5 yang belum kami masukkan. Namun setidaknya daftar ini bisa menjadi pertimbangan Anda untuk berbelanja aksesoris PS5 tersebut sekarang.

Microsoft akan Membawa Aplikasi Android ke Windows 11

Microsoft akan mengizinkan Windows 11 menjalankan aplikasi Android secara native. Raksasa teknologi ini mengumumkan fitur tersebut pada acara istimewa pengumuman Windows 11.

Aplikasi Android nantinya dapat berjalan di Windows (native/tanpa emulator) yang dapat diunduh lewat Windows Store baru yang akan disediakan di Windows 11. Hal ini mungkin terjadi karena Microsoft menggunakan sistem dari Amazon Appstore untuk membawa aplikasi Android ke Windows.

Microsoft juga bekerja sama dengan Intel untuk menggunakan teknologi Intel Bridge agar aplikasi Android dapat berjalan lancar. Compiler yang dimiliki Intel Bridge akan mengizinkan aplikasi-aplikasi Android berjalan lancar pada sistem x86. Meski sistemnya dikembangkan oleh Intel, aplikasi Android tetap dapat berjalan dengan baik pada sistem yang menggunakan AMD ataupun berbasis Arm.

“Intel percaya pada pentingnya memberikan kemampuan ini (aplikasi Android di Windows) untuk semua platform x86 dan telah mendesain teknologi Intel Bridge untuk mendukung semua platform x86 (termasuk AMD).” Menurut konfirmasi dari Intel kepada The Verge.

Masuknya aplikasi Android di Windows 11 adalah jawaban Microsoft atas suguhan yang ditawarkan oleh Apple. Pasalnya, chip M1 mereka dapat menjalankan aplikasi iOS di macOS.

Fitur masuknya aplikasi Android ke Windows memang sangat menarik dan patut ditunggu bagaimana implementasinya nanti. Meski software untuk Windows memang seringnya lebih canggih ketimbang yang ada di Android, ada banyak aplikasi yang memang dibuat spesifik untuk platform mobile macam iOS ataupun Android.

Dalam demonya, Microsoft menjalankan aplikasi seperti TikTok di Windows 7. Pada Windows Store yang ditunjukkan, kita juga bisa melihat Ring, Yahoo, Uber, dan kawan-kawannya. Jadi, kemungkinan besar, kita bisa mengunduh semua aplikasi yang tersedia di Amazon Appstore.

Sebelumnya, dalam acara yang sama, Intel juga mengumumkan jika para pengguna Windows 10 dapat mengupgrade ke Windows 11 tanpa biaya — seperti yang dulu mereka juga lakukan dari Windows 7 dan Windows 8 ke Windows 10.

AMD FidelityFX Super Resolution Resmi Diluncurkan, Bagaimana Performanya?

Setelah diumumkan pada awal bulan Juni oleh AMD, FidelityFX Super Resolution atau FSR akhirnya dirilis resmi untuk publik. AMD FSR merupakan teknologi upscaling yang bertugas untuk menambah FPS tanpa menurunkan kualitas grafis di beberapa game yang sudah mendukung teknologi ini.

Image Credit: AMD

Saat peluncurannya, AMD FSR sudah mendukung 7 game dan menjanjikan lebih banyak lagi ke depannya. Game yang sudah bisa dimainkan dengan AMD FSR meliputi 22 Racing Series, Anno 1800, Evil Genius 2, Godfall, Kingshunt, Terminator: Resistance dan The Riftbreaker. AMD berkerja sama dengan lebih dari 40 developer untuk mengimplementasikan FSR di game mereka. Akhir tahun ini, AMD FidelityFX Super Resolution akan datang ke Dota 2, Far Cry 6, dan Resident Evil Village.

Fitur FidelityFX Super Resolution ini sudah disematkan pada driver AMD terbaru, Radeon Software versi 21.6.1. AMD menyatakan bahwa FSR akan mendukung GPU-GPU baru maupun lama. GPU yang dapat menggunakan FSR yaitu, seri RX 6000, RX 5000, RX 500, RX 400, RX Vega, dan laptop dengan CPU AMD Ryzen yang memiliki iGPU Radeon Graphics. AMD juga membuat FSR dapat digunakan pada GPU NVIDIA baru hingga GeForce GTX 10-series.

Fidelity Super Resolution mampu meningkatkan FPS dengan 4 mode, Ultra Quality, Quality, Balanced, dan Performance. Di setiap mode, FSR berkerja dengan cara meningkatkan render resolution sebesar 1.3x, 1.5x, 1.7x, dan 2.0x.

Cara kerja dari AMD FidelityFX ini cukup canggih. Saat diaktifkan, FSR menurunkan resolusi render in-game dan men-upscale lagi ke resolusi layar. Artinya, jika resolusi layar Anda 1920×1080, FSR dengan mode Performance akan menurunkan resolusi render in-game sampai 960×540.

Image Credit: AMD

Kabarnya, AMD juga akan mendatangkan fitur FidelityFX Super Resolution ini ke PlayStation 5 dan Xbox Series X/S. Tetapi untuk saat ini, FSR hanya tersedia di PC.

Sejumlah reviewer seperti Linus Tech Tips menguji langsung teknologi upscaling dari AMD. Menggunakan Radeon RX6800 XT, YouTuber asal Canada ini memperlihatkan bagaimana kualitas grafis di settingan Native, Ultra Quality, Quality, Balanced, dan Performance. Tidak hanya kualitas grafis, hasil performa yang diberikan juga ditampilkan pada video. Selain Linus, Hardware Unboxed dan Gamer Nexus juga tiba pada kesimpulan yang senada.

Umumnya, pada resolusi 4K dan 1440p, FSR Ultra Quality dan Quality akan memberikan peningkatan performa yang layak diacungi jempol dengan kualitas grafis yang mendekati native resolution. Sayangnya, pada setting Balanced ataupun Performance, kualitas grafisnya akan terlihat kurang memuaskan.

Selain itu, jika Anda masih menggunakan monitor dengan resolusi 1080p, Anda mungkin tidak akan banyak mendapatkan peningkatan performa dengan FSR. Namun demikian, Hardware Unboxed menambahkan jika peningkatan performa untuk resolusi 1080p mungkin dapat berguna bagi mereka-mereka yang masih menggunakan onboard grafis seperti pada APU AMD.

Upgrade Windows 11 Gratis dari Windows 10

Windows 10 adalah sistem operasi Windows yang ditawarkan sebagai upgrade gratis dari Microsoft. Para pengguna Windows 7 dan Windows 8 dapat mengupgrade sistem operasi mereka tanpa tambahan biaya meski memang ada batasan waktu dari tawaran upgrade gratis tadi.

Kali ini, Microsoft kembali mengumumkan hal yang serupa dengan Windows 11. Para pengguna Windows 10 bisa upgrade Windows 11 gratis yang rencananya akan dirilis resmi dalam beberapa bulan ke depan. Sayangnya para pengguna Windows 7 dan Windows 8 tidak akan mendapatkan kesempatan upgrade gratis ke Windows 11.

Dalam kesempatan yang sama, Microsoft juga mengumumkan spesifikasi PC yang dibutuhkan jika Anda ingin upgrade ke Windows 11. Berikut ini adalah spesifikasi resminya:

  • Prosesor dual-core 64-bit
  • Storage 64GB
  • RAM 4GB
  • UEFI dengan dukungan Secure Boot
  • Trusted Platform Mobile (TPM) 2.0
  • Grafis dengan dukungan DirectX 12

Setelah sebelumnya muncul bocorannya, Microsoft juga akhirnya mengumumkan resmi sejumlah fitur baru untuk Windows 11. Beberapa hal yang menjadi fokus dari sistem operasi terbaru ini adalah user interface yang lebih sederhana namun elegan, Windows store yang baru, dan peningkatan performa serta multitasking.

Seperti yang muncul di versi bocorannya, Windows 11 akan memiliki tombol dan Start menu yang berada di tengah layar — tidak lagi berada di sisi kiri layar. Tampilan UI-nya sangat mirip dengan yang sebelumnya terlihat di Windows 10X — proyek yang sebelumnya direncanakan untuk perangkat dua layar yang dibatalkan oleh Microsoft. Banyak elemen UI yang ada di Windows 10X muncul Windows 11.

Selain soal tampilannya, performa juga jadi salah satu peningkatan yang dijanjikan oleh Windows 11. Salah satu fitur yang akan mendukung peningkatan performa adalah fitur DirectStorage — fitur yang sebelumnya dikenalkan di Xbox Series S/X. Untuk menikmati fitur DirectStorage, Anda harus menggunakan drive NVMe untuk mempercepat waktu loading game di Windows 11 dan game developer dapat memanfaatkan teknologi untuk mempercepatnya lebih jauh lagi.

Xbox Game Pass juga akan terintegrasi dengan Windows 11, yang berarti xCloud juga akan terintegrasi dalam Xbox app — yang memungkinkan Anda streaming game dari server cloud milik Microsoft.

Selain itu, satu fitur yang paling menarik adalah Microsoft akhirnya akan mengizinkan Anda menjalankan aplikasi Android di Windows. Sebelum ini, jika Anda ingin menjalankan aplikasi Android di Windows, Anda harus menggunakan emulator Android. Namun di Windows 11 nanti, Anda bisa menjalankannya tanpa emulator (native). Kami akan menuliskan fitur ini lebih lengkap di artikel yang berbeda.

Tentunya, tidak hanya itu saja fitur-fitur baru yang akan diusung oleh Windows 11. Anda bisa menonton sendiri event Windows 11 di video yang sudah saya sematkan di atas. Anda juga bisa mengunjungi laman resmi perkenalan Windows 11 dari Microsoft di tautan ini.

Bocoran Tampilan FIFA 22 Muncul di Internet

Sat ini kita telah memasuki masa tengah tahun 2021, beberapa game yang punya jadwal rutin tahunan mulai bersiap untuk seri lanjutan. Sudah menjadi rutin, bahwa beberapa game sport akan dirilis mendekati akhir tahun, salah satunya adalah seri game FIFA.

Saat ini, yang tersedia di pasaran adalah seri FIFA 21 yang dirilis akhir tahun 2020, dengan konten yang relate sama musim pertandingan tahun 2020-2021. Kini mendekati akhir musim pertandingan baik liga atau antara negara maka versi terbaru dari game FIFA akan disiapkan untuk seri selanjutnya.

Dari informasi yang beredar, EA sendiri, sebagai pengembang akan menampilkan tampilan FIFA 22 secara resmi di ajang EA Play Live pada bulan Juli, namun bocoran dari tampilan game ini telah muncul ke publik.

Sebagai salah satu pemain rutin FIFA 21 yang sebagian besar waktu bermain game habis untuk mengumpulkan pemain terbaik (versi saya sendiri) di mode FUT, bocoran ini memberikan sedikit rasa penasaran sekaligus was-was. Apakah FIFA 22 akan tampil lebih seru dari FIFA 21?

Salah satu sumber yang menampilan cukup banyak bocoran tampilan adalah akun FUT Mentor, kebetulan saya follow akun ini via Instagram. Namun penjelasan yang agak lebih lengkap tentang bocoran ini bisa ditonton juga di Youtube di bawah. Info bocoran berdasarkan info yang muncul di akun Twitter @kinglangpard.

Dari beberapa bocoran yang muncul yang paling kentara adalah penggunaan warna yang, lagi-lagi, cukup ngejreng. Yaitu hijau terang. Warna ngejreng ini sebenarnya sudah cukup muncul di FIFA 21 dengan nuansa warna ungu terang. Beberapa tampilan lain juga memberikan gambaran tampilan FIFA 22 untuk perangkat PS5 dengan layout menu awal saat masuk game serta ikon kontroler PS5 ketika memilih side saat akan bertanding.

Tampilan bagian menu utama juga muncul bocorannya dengan penekanan menu pada Volta Football. Logo team juga desain bocorannya muncul yang bagi saya terasa terlalu polos malah mengingatkan pada tampilan PES.

Untuk gameplay sendiri, bocorannya akan ada beberapa penyesuaian seperti passing lalu defending (switch player between defender).

Waktu peluncuran FIFA 21, saya kebetulan mendapatkan akses agak lebih cepat dari ketersediaan di market. Saya cukup intens bermain FIFA (lagi) sejak FIFA 20 tengah musim, setelah sebelumnya cukup intens di beberapa seri FIFA sebelum FIFA 19. Perubahan dari FIFA 20 ke FIFA 21 bagi saya cukup menyegarkan, baik musik tampilan menu dan elemen lain. Meski tidak besar tapi perubahannya membuat saya cukup menikmati game ini.

Kalau dari sisi gameplay, karena saya baru fokus di FUT satu setengah tahun ke belakang, sebelumnya lebih fokus bermain bersama teman offline menggunakan klub, salah satu yang saya apresiasi adalah perubahan crossing dan header yang di FIFA 21 kembali bisa jadi andalan untuk pemain-pemain yang memang punya header dan umpan crossing yang baik. Mengingatkan saya pada FC Bayern Munich yang saya mainkan dengan hampir 80% crossing menggunakan Robben atau Ribery pada masanya.

Nah, apakah ada elemen gameplay baru di FIFA 22? Tentu saja saya berharap ada, namun yang lebih penting sih sebenarnya EA bisa menghilangkan lebih banyak bug-bug mengganggu yang sering muncul saat permainan, dan bisa menyeimbangkan lagi kontrol dan AI. Sehingga lebih terasa lagi elemen simulator game sepakbola di seri selanjutnya.

Rumor ini tentu saja bisa jadi akan sekali berubah saat EA nanti merilis resmi FIFA 22, namun karena bocoran ini didapatkan dari akses play test/beta, ada kemungkinan perubahannya tidak akan terlalu signifikan. Dan semoga saja bocoran ini juga bukan sekedar photoshop tetapi memang benar dari aktual game. Kita tunggu info-info terkait game FIFA 22 selanjutnya.

Gambar header: Fifaultimateteam.it.

Epic Kini Buat Anti-Cheat Gratis untuk Game Developer

Kedermawanan Epic Games kelihatannya tidak hanya sebatas kepada para gamer dengan memberikan game gratis setiap minggunya namun juga kepada para developer lewat program yang mereka namai “Online Services project”.

Layanan bernama Epic Online Services (EOS) yang dikembangkan oleh Epic Games ini digratiskan untuk semua pengembang, bahkan bila mereka merilis game yang mereka buat di Steam sekalipun. Awalnya layanan ini berupa sistem multiplayer lintas platform. Namun kini Epic menambahkan dua fitur baru yaitu voice chat dan anti-cheat.

Sistem anti-cheat yang digratiskan oleh Epic adalah Easy Anti-Cheat, yang telah mereka akusisi pada 2018 lalu. Easy Anti-Cheat memang bukan nama baru di dunia video game karena proteksinya sudah digunakan di berbagai game seperti Apex Legends, Fortnite, Dead by Daylight, hingga Halo: The Master Chief Collection.

Fitur lainnya adalah voice chat bernama EOS Voice yang sudah diimplementasikan ke dalam Fortnite dan berhasil digunakan lintas platform. Sistem voice chat ini akan diatur sepenuhnya oleh Epic mulai dari server, multi-region, hingga pemeliharaan.

Lalu apa motif di balik Epic yang menggratiskan sistem terpadu yang harusnya menghasilkan jutaan Dollar ini? Jawaban singkat dari sang CEO Tim Sweeney adalah “metaverse”.

“Epic bertujuan mendorong lebih banyak pengembang untuk membangun game lintas platform, menghubungkan komunitas pemain mereka, menumbuhkan industri game, dan mewujudkan visi metaverse bersama-sama,” ungkap Sweeney.

Metaverse yang disebutkan di sini dalam pengertiannya adalah dunia virtual yang berisi banyak pemain seperti halnya game MMO (Massive Multiplayer Online). Namun bagi Epic, metaverse adalah membangun ekosistem hiburan berbasis game online yang tidak memiliki batasan platform.

Bukan hanya sekadar crossplay, Epic juga ingin membawa semuanya mulai dari pemain, uang, dan juga aset game melintasi semua perangkat lewat Epic Online Services-nya.

Langkah dari Epic ini sebenarnya bukan hal baru karena sang saingan, Valve, juga mengembangkan teknologi yang kurang lebih sama terlebih dahulu. Steam memiliki Steamworks yang juga merupakan kumpulan alat dan layanan untuk para pengembang dan penerbit game membangun game-nya.

Namun satu kelebihan dari Epic Online Services ketimbang Steamworks adalah kemampuannya untuk digunakan lintas platform. Hal ini tentu akan membantu banyak pengembang kecil dan juga studio indie yang memiliki keterbatasan dana untuk mengimplementasikan sistem anti-cheat dan juga voice chat.

Behind The Frame adalah Game Puzzle buat Pecinta ASMR

Day of the Devs yang diadakan pada acara E3 2021 pekan lalu menampilkan deretan game indie terbaru yang akan dirilis di tahun 2021 dan setelahnya. Di antara game indie yang diumumkan, terdapat sebuah game dengan konsep anime berjudul Behind the Frame.

Behind the Frame merupakan sebuah game puzzle naratif yang diciptakan oleh Silver Lining Studio asal Taiwan dan dirilis oleh Akupara Games. Game ini menceritakan tentang seorang perempuan yang ingin meraih impiannya menjadi seorang pelukis profesional. Dengan teknik 360°panorama dan gaya lukisan tangan, game ini akan membawa Anda secara langsung menikmati dunia Behind the Frame.

Saat melihat cuplikan trailer dari game ini, Anda merasakan konsep anime yang begitu kental dari game ini. Menurut Weichen Lin selaku developer dari Silver Lining Studio, “Kami ingin membuat game ini seperti sebuah film anime, sehingga kami menggunakan gaya anime untuk membedakan setiap objek interaktif dengan background.” Behind the Frame menawarkan gameplay first person perspective dengan cutscene yang menampilkan alur cerita dari game ini.

Selain menawarkan konsep desain bergaya anime, game ini juga memberikan kesan menenangkan melalui alunan musik merdu dan enak didengar. Sambil menyelesaikan puzzle, pemain dapat menikmati keindahan yang ditawarkan dari game ini. Secara sekilas, Behind the Frame seperti adaptasi dari film produksi Studio Ghibli yang menampilkan keindahan visual dan musik.

Game ini sepertinya cocok juga untuk Anda penikmat ASMR (autonomous sensory meridian response). Karena, setiap scene menghasilkan suara yang dapat didengar jelas. Contohnya seperti adegan saat Anda memutar kaset melalui pemutar musik, setiap ketukan pada tombol dapat Anda dengarkan dengan jelas. Begitu juga saat Anda memasak sebuah telur, Anda dapat merasakan suara saat telur sedang dimasak di sebuah wajan.

Behind the Frame belum mendapatkan tanggal rilis yang pasti. Dilansir dari website Akupara games, Behind the Frame akan dirilis pada Q3 2021 di PC (Steam) dan belum diketahui apakah akan dirilis di perangkat mobile.

Perhelatan E3 2021 telah selesai diadakan pekan lalu. Meskipun game yang diumumkan pada E3 tahun ini dirasa kurang menarik, tetapi kami telah merangkum 10 game terbaik yang diumumkan pada E3 2021 untuk Anda.

Sony Akan Mendukung Perkembangan Cross-Play Pada Platform PlayStation

Setelah bertahun-tahun tidak mendukung fitur cross-play, Sony akhirnya memilih untuk menggandeng dan mengembangkan fitur ini untuk PlayStation. Bahkan, CEO dari Playstation, Jim Ryan menginginkan lebih banyak game yang mendukung fitur cross-play.

Jim Ryan, CEO dari PlayStation (Image Credit: Sony)

“Kami akan mendukung dan mendorong fitur cross-play,” ucap Jim Ryan dikutip dari Axios. CEO dari PlayStation ini menunjukkan bagaimana Sony akan membantu mengembangkan fitur cross-play di beberapa game ternama seperti Fortnite, Rocket League, Call of Duty, Minecraft, dan Destiny 2. “Jumlah game yang didukung akan terus bertambah.” Lanjut Jim.

Bagi yang tidak mengetahui fitur ini, cross-play merupakan sebuah fitur yang memungkinkan pemain bermain online multiplayer antar platform seperti antara pemain Nintendo Switch dengan Xbox, pemain PlayStation dengan PC, atau kombinasi lainnya.

Dokumen dari Persidangan (Image Credit: The Verge)

Meskipun sudah mendukung dan ikut mengembangkan cross-play, Sony memiliki sistem royalti aneh yang menguntungkan mereka. Menurut dokumen dari persidangan Epic melawan Apple, Sony mengizinkan fitur cross-play di PlayStation apabila mereka mendapatkan royalti khusus yang harus dibayar oleh penerbit game. Royalti khusus yang dibayarkan merupakan potongan pendapatan dari pemain yang sering bermain di PlayStation tetapi membeli item in-game di platform lain.

Pada tahun 2018, Microsoft juga menyatakan bahwa selama ini Sony yang tidak ingin memasukkan fitur cross-play di console PlayStation 4 untuk bermain bersama Xbox One.

“Kami berkerja sama dengan Nintendo untuk mendukung permainan antar network (cross-play) pada Xbox One dan Switch. Keinginan kami untuk mewujudkan hal yang sama dengan PlayStation 4 masih belum terpenuhi,” ucap Microsoft dikutip dari Kotaku.

Image Credit: Gearbox

Selain pernyataan dari Microsoft dan sistem royalti tersebut, Randy Pitchford selaku CEO dari Gearbox memposting di Twitter bahwa fitur cross-play pada Borderlands 3 akan dihilangkan di konsol PlayStation. Tentu saja jika Sony benar-benar ingin mengembangkan cross-play, hal ini harus segera diurus dan Borderlands 3 mendapat fitur bermain antar platform-nya kembali secepatnya.

Di sisi lain, Sony ternyata punya 25 game PlayStation 5 yang sedang digarap. Seperti Ratchet and Clank: Rift Apart, Horizon Forbidden West, dan juga God of War: Ragnarok yang belum juga dirilis. Meski memiliki banyak game yang sedang dikerjakan, Sony ternyata memiliki kesulitan dalam memproduksi konsol terbarunya itu. Mereka menyatakan bahwa kelangkaan PS5 akan berlanjut sampai 2022.

App Annie & IDC: 1 Tahun Setelah Pandemi, Gamers Tetap Doyan Belanja

Pandemi COVID-19 justru memberikan dampak positif pada industri game. Selain mendorong penjualan konsol, hardware, dan game, pandemi juga membuat para gamers menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game. Menariknya, meskipun kehidupan sudah mulai kembali normal di beberapa negara, tren yang muncul karena pandemi — seperti mengunduh lebih banyak game dan menonton streaming game lebih lama — juga tetap bertahan.

Mobile Jadi Pendorong Pertumbuhan Industri Game

Mobile game menjadi pendorong utama pertumbuhan spending konsumen di digital game. Menurut laporan App Annie dan IDC, total belanja dari para mobile gamers mencapai US$120 miliar, 2,9 kali lipat dari total belanja gamers di PC/Mac, yang hanya mencapai US$41 miliar. Sementara itu, total belanja dari pemain konsol mencapai US$39 miliar dan konsol handheld US$4 miliar.

Untuk segmen mobile game, Asia Pasifik masih menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar pada total spending gamers. Sekitar 50% dari total belanja mobile gamers berasal dari Asia Pasifik. Namun, dari persentase kontribusi Asia Pasifik tidak bertambah. Alasannya karena total belanja mobile gamers di kawasan lain juga mengalami kenaikan. Di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat, dua negara yang menjadi pendorong pertumbuhan spending mobile gamers adalah Amerika Serikat dan Jerman. Walau Asia Pasifik memberikan kontribusi besar pada total spending mobile game, total belanja dari gamers PC/Mac justru mengalami penurunan, sekitar 4%. Hal ini terjadi karena banyak warung internet yang tutup akibat pandemi.

Total spending gamers berdasarkan platform. | Sumber: App Annie

Secara global, total belanja di segmen konsol diperkirakan akan mengalami kenaikan berkat peluncuran PlayStation 5 dan Xbox Series X/S pada akhir tahun 2020. App Annie dan IDC juga menyebutkan, segmen konsol punya potensi besar untuk tumbuh di kawasan Asia Pasifik. Pasalnya, Xbox Series X baru saja diluncurkan di Tiongkok pada 10 Juni 2021 dan PlayStation 5 bahkan telah dirilis pada 15 Mei 2021. Sementara di segmen konsol handheld, saat ini, Nintendo Switch Lite menjadi satu-satunya konsol yang mendorong pertumbuhan spending di segmen ini. Memang, pada September 2020, Nintendo telah mematikan 3DS. Meskipun begitu, e-shop dari 3DS masih bisa diakses oleh kebanyakan gamers.

Di Amerika Serikat, penjualan konsol meningkat pesat pada April 2020, setelah pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan melakukan lockdown. Bersamaan dengan meningkatnya penjualan konsol, semakin banyak pula orang yang mengunduh aplikasi pendamping — seperti Steam, PlayStation App, Nintendo Switch, dan Xbox. Tren ini muncul karena aplikasi pendamping memudahkan para gamers untuk mengatur akun game PC/konsol mereka melalui smartphone. Selain itu, aplikasi pendamping juga punya fitur sosial sehingga para gamers bisa mengobrol dengan teman-teman mereka via aplikasi tersebut. Ada juga aplikasi yang menawarkan fitur cloud gaming. Sehingga para gamers bisa memainkan game konsol mereka via smartphone.

Fitur Cross-Platform Buat Game Jadi Populer

Salah satu kebiasaan gamers yang tetap bertahan satu tahun setelah pandemi COVID-19 muncul adalah kebiasaan untuk mengunduh mobile game. Pada Q1 2021, jumlah download mobile game per minggu mencapai 1 miliar game setiap minggunya, naik 30% jika dibandingkan pada total download pada Q4 2019. Total spending mobile gamers di periode yang sama juga mengalami kenaikan. Pada Q1 2021, total spending para gamers mencapai US$1,7 miliar per minggu, naik 40% dari masa sebelum pandemi. Hal ini membuat publisher tertarik untuk meluncurkan game mereka di mobile untuk menumbuhkan jumlah pemain mereka. Saat ini, beberapa mobile game dengan pemasukan terbesar antara lain Lineage M, Lords Mobile, Roblox, dan PUBG Mobile.

Total download dan spending per minggu di tingkat global. | Sumber: App Annie

Sama seperti segmen mobile game, segmen PC gaming juga mengalami pertumbuhan selama pandemi. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah concurrent users dan players di Steam. Sejak Oktober 2019 sampai April 2020, jumlah concurrent users harian di Steam mengalami peningkatan 46%, menjadi 24,5 juta orang. Dan jumlah concurrent players harian Steam bertambah 61%, menjadi 8,2 juta orang. Sementara para periode Oktober 2019-Maret 2021, jumlah concurrent users harian Steam mencapai 26,85 juta orang — naik 46% — dan jumlah concurrent players mencapai 7,4 juta orang — dengan tingkat kenaikan 60%. Hal ini menunjukkan, peningkatan jumlah pengguna dan pemain di Steam yang terjadi selama pandemi masih akan bertahan.

Lalu, apa yang membuat game menjadi populer? Menurut App Annie dan IDC, fitur real-time online — seperti PvP — merupakan fitur yang banyak ditemui di game-game populer, terlepas dari platform game tersebut. Dengan kata lain, banyak gamers yang ingin bisa bermain dengan gamer lain. Tampaknya, bermain game membantu para gamers untuk tetap terhubung dengan teman-teman mereka dan mengatasi perasaan terisolasi akibat pandemi. Fitur lain yang menjadi populer adalah cross-play, fitur yang memungkinkan gamers untuk memainkan satu game di beberapa platform. Contohnya, pemain bisa memainkan sebuah game di PC dan melanjutkannya di mobile atau sebaliknya.

Jumlah conccuret users dan players di Steam. | Sumber: IDC

Salah satu contoh game yang bisa mengeksekusi fitur cross-play dengan baik adalah Genshin Impact. Memang, ketika diluncurkan pada September 2020, developer miHoYo langsung merilis game tersebut di beberapa platform sekaligus: PC, konsol, dan mobile. Dan keputusan miHoYo untuk mengutamakan fitur cross-play — seperti cross-save dan co-op mode antar platform — menjadi salah satu alasan mengapa Genshin Impact berhasil menjadi populer secara global.

Contoh game lain yang punya fitur cross-platform adalah Among Us. Pada 2020, hanya dalam beberapa bulan, jumlah concurrent players dari game tersebut meningkat drastis. Pada Januari 2020, jumlah concurrent players dari Among Us kurang dari seribu orang. Sementara pada September 2020, angka itu naik menjadi lebih dari 400 ribu orang. Tak hanya itu, Among Us juga sukses di mobile. Buktinya, game itu pernah menjadi game dengan jumlah download terbanyak di Amerika Serikat, Inggris, dan Korea Selatan.

Durasi Menonton Streaming Game Naik

Pandemi tidak hanya membuat orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu mereka untuk bermain game, tapi juga untuk menonton siaran konten gaming. Hingga April 2021, tingkat engagement pengguna dari Twitch dan Discord terus mengalami kenaikan. Sementara di Tiongkok, jumlah waktu yang orang-orang habiskan untuk menonton konten di platform streaming game seperti bilibili, Huya, dan DouyuTV, juga naik. Kenaikan terbesar terjadi pada Q1 dan Q2 2020. Memang, ketika itu, gelombang pertama COVID-19 telah muncul, memaksa orang-orang untuk tidak keluar rumah.

Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton konten game per bulan. | Sumber: App Annie

Seiring dengan bertambahnya waktu yang dihabiskan orang-orang untuk menonton konten game, maka besar uang yang mereka keluarkan pun ikut bertambah. Belakangan, total spending dari pengguna Twitch dan Discord menunjukkan kenaikan yang stabil. Pada Q4 2020, Twitch berhasil masuk dalam daftar 10 aplikasi non-gaming dengan total spending terbesar. Dan pada Q1 2021, mereka bahkan naik ke peringkat 8.

Sumber header: Review Geek