Versi Beta Pertama Android 12 Dirilis, Apa Saja yang Baru?

Tahun 2020 kemarin tidak ada event Google I/O. Tahun ini, Google memutuskan untuk menggelar konferensi developer-nya itu secara online. Seperti biasa, ada banyak pengumuman mengenai produk maupun inovasi-inovasi baru yang Google ciptakan. Namun salah satu yang paling ditunggu biasanya adalah pengumuman soal versi terbaru Android.

Google baru saja merilis versi beta pertama Android 12. Meski masih jauh dari kata final, Android 12 menghadirkan banyak sekali pembaruan, terutama dari segi visual. Google bahkan tidak segan menyebut perubahannya sebagai yang paling signifikan di sepanjang sejarah sistem operasi Android.

Tampilan baru ini dibuat bukan cuma supaya kelihatan lebih ekspresif, melainkan juga memberikan kesan yang lebih dinamis sekaligus personal. Satu contoh personalisasi yang dimaksud adalah bagaimana Android 12 dapat mengubah warna-warna elemen UI (user interface) sesuai dengan warnagoo dominan pada wallpaper yang pengguna pasang. OS lain yang berbasis Android memang sudah sejak lama menawarkan fitur semacam ini, tapi ini baru untuk vanilla Android.

Tampilan yang lebih segar ini merupakan implementasi dari bahasa desain baru yang Google juluki Material You. Selain untuk software, Material You juga bakal dijadikan acuan dalam pengembangan desain hardware oleh Google.

Selain lebih manis di mata, Android 12 juga diklaim lebih responsif dan lebih irit daya. Berbagai optimasi telah diterapkan supaya waktu penggunaan CPU dapat dipangkas hingga 22%, sekaligus menurunkan penggunaan inti prosesor yang berkecepatan tinggi sampai 15%. Peningkatan kinerja sangatlah krusial jika Android 12 ingin tampil dengan lebih banyak animasi yang tampak fancy.

Juga ikut disempurnakan adalah fitur-fitur terkait privasi dan keamanan pengguna. Dari yang sepele seperti indikator kecil di status bar untuk menunjukkan aplikasi yang sedang mengakses mikrofon atau kamera milik perangkat, sampai fitur Privacy Dashboard yang memberikan akses dan kontrol lengkap terhadap segala pengaturan permission tiap-tiap aplikasi.

Masih seputar privasi, Android 12 turut memperkenalkan fitur bernama Private Compute Core. Ini merupakan bagian terpisah dari sistem operasi yang secara khusus dirancang untuk mengolah fungsi-fungsi berbasis AI maupun machine learning. Private Compute Core pada dasarnya memastikan bahwa fitur-fitur seperti Live Caption, Now Playing, maupun Smart Reply akan selalu berjalan secara lokal di perangkat, tanpa terhubung ke jaringan demi menjaga privasi pengguna.

Terkait ketersediaannya, seperti biasa semua tergantung masing-masing pabrikan smartphone. Tercatat sejauh ini sudah ada 10 pabrikan smartphone yang menawarkan Android 12 Beta (di luar Google sendiri): Asus, OnePlus, OPPO, Realme, Sharp, Tecno, TCL, Vivo, Xiaomi, dan ZTE.

Sumber: Google.

Sharp Aquos R6 Adalah Ponsel Flagship dengan Sensor Kamera 1 Inci dan Layar 240 Hz

Tidak setiap hari Anda mendengar tentang smartphone bikinan Sharp, sebab sebagian besar memang cuma tersedia di Jepang saja. Meski begitu, ponsel bernama Sharp Aquos R6 berikut ini layak mendapat sorotan ekstra. Pasalnya, ia mengemas teknologi kamera beserta display yang selangkah lebih maju daripada yang ditawarkan oleh ponsel-ponsel flagship lainnya.

Kita mulai dari kameranya dulu. Di saat smartphone lain mengusung setidaknya dua kamera belakang, Aquos R6 justru hanya punya satu. Namun satu kamera tersebut benar-benar istimewa; sensor yang digunakan adalah yang berukuran 1 inci, alias sekitar lima kali lebih besar daripada sensor kamera utama kebanyakan smartphone flagship.

Sebagai perbandingan, Xiaomi Mi 11 Ultra — yang diklaim sebagai ponsel dengan sensor kamera berukuran terbesar ketika dirilis pada akhir bulan Maret kemarin — ‘hanya’ mengemas sensor berukuran 1/1,12 inci. 1 inci adalah ukuran yang sama persis seperti sensor yang tertanam di kamera-kamera compact premium macam seri Sony RX100 maupun Canon G7 X. Resolusi foto yang dapat dihasilkan sendiri adalah 20 megapixel.

Sharp tidak merincikan sensornya berasal dari mana, tapi dugaan kuat mengarah ke Sony mengingat mereka memang memproduksi sejumlah sensor 1 inci beresolusi 20 megapixel. Namun yang lebih istimewa lagi, sensor tersebut ditandemkan dengan lensa f/1.9 hasil rancangan Sharp bersama Leica. Ya, hak berkolaborasi dengan Leica sepertinya sudah tidak lagi eksklusif dipegang oleh Huawei.

Di sebelah kamera berukuran masif tersebut, cuma ada satu sensor ToF (Time-of-Flight) untuk membantu menghasilkan efek blur pada foto portrait yang lebih baik, serta sebuah LED flash — tidak ada kamera ultra-wide maupun telephoto. Juga absen di sini adalah OIS, yang artinya kamera Aquos R6 hanya mengandalkan sistem penstabil gambar elektronik. Buat yang penasaran dengan hasil jepretannya, Anda bisa mengikuti tur virtual yang telah disiapkan oleh Sharp sendiri.

Lanjut ke layarnya, di sini Sharp mengawinkan panel OLED dengan teknologi IGZO rancangannya. Hasilnya adalah panel 6,67 inci beresolusi 2730 x 1260 pixel yang dapat mengatur refresh rate secara dinamis dari 1 Hz sampai 240 Hz, serta yang menawarkan tingkat kecerahan maksimum setinggi 2.000 nit. Lubang kecil pada layarnya itu dihuni oleh kamera selfie 12 megapixel.

Di balik layarnya, Sharp tak lupa menjejalkan sensor sidik jari, spesifiknya sensor 3D Sonic Max besutan Qualcomm yang luas penampangnya lebih besar dari biasanya. Saking besarnya, sensor ini bisa membaca dua sidik jari secara bersamaan, memberikan opsi keamanan ekstra bagi pengguna yang membutuhkan.

Selebihnya, Aquos R6 merupakan perangkat flagship dari ujung ke ujung. Spesifikasinya mencakup chipset Qualcomm Snapdragon 888, RAM 8 GB, storage internal 128 GB, dan baterai berkapasitas 5.000 mAh. Harganya belum dirincikan sama sekali, akan tetapi kemungkinan besar smartphone ini memang hanya akan dijual di Jepang saja.

Sharp Aquos R6 bukanlah smartphone pertama yang hadir membawa sensor berukuran 1 inci. Tahun 2014 lalu, sempat ada perangkat bernama Panasonic Lumix CM1 yang mengawinkan sensor kamera 1 inci dengan spesifikasi ala ponsel flagship kala itu — masih zaman Snapdragon 801 dan Android 4.4 KitKat. Teknologi memang sudah berkembang begitu pesat, tapi rupanya kita kembali ke konsep hybrid antara smartphone dan kamera pocket ini lagi.

Sumber: GSM Arena dan Engadget.

Asus Zenfone 8 dan Zenfone 8 Flip Dirilis, Sama-Sama Flagship tapi Beda Target Pasar

Smartphone flagship dengan ukuran yang ringkas sudah tergolong cukup langka dewasa ini. Alasannya mungkin karena memang pasarnya sudah terlalu kecil, akan tetapi hal itu rupanya tidak mencegah Asus mencoba mengisi kekosongan.

Seperti di tahun sebelumnya, Asus tahun ini kembali memperkenalkan dua smartphone flagship sekaligus. Yang berbeda, keduanya kali ini berbeda ukuran: Zenfone 8 dengan layar 5,9 inci, Zenfone 8 Flip dengan layar 6,67 inci.

Kita mulai dari Zenfone 8 terlebih dulu. Dengan dimensi 148 x 68,5 x 8,9 mm dan bobot 169 gram, ia memang tidak sampai sekecil iPhone 12 Mini, akan tetapi secara keseluruhan masih terkesan cukup ringkas untuk digunakan dengan satu tangan. Layarnya pun cukup istimewa; AMOLED dengan resolusi 1080p dan refresh rate 120 Hz, tidak ketinggalan pula tingkat kecerahan maksimum 1.100 nit dan sertifikasi HDR10+.

Di balik layarnya sudah tertanam sensor sidik jari, dan layarnya sendiri dilapisi oleh kaca Gorilla Glass Victus. Masih seputar fisiknya, Zenfone 8 mengusung sertifikasi ketahanan air dan debu IP68, dan di sisi atasnya masih ada sebuah headphone jack.

Seperti halnya iPhone 12 Mini, Zenfone 8 hanya dibekali dengan dua kamera belakang saja: kamera utama 64 megapixel (Sony IMX686) dan kamera ultrawide 12 megapixel (Sony IMX363) yang bisa merangkap peran sebagai kamera macro karena mampu mengunci fokus dari jarak sedekat 4 cm. Di depan, ada kamera selfie 12 megapixel (Sony IMX663). Ketiga kameranya mendukung teknologi Dual Pixel AF.

Soal performa, Zenfone 8 mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 888, lengkap dengan pilihan RAM 6 GB, 8 GB, atau 16 GB, serta pilihan storage 128 GB atau 256 GB. Baterai yang tertanam memiliki kapasitas 4.000 mAh, serta mendukung fast charging 30 W. Sekali lagi, flagship tapi ringkas. Juga flagship adalah harganya, yang dimulai di €600 untuk pasar Eropa, atau kurang lebih setara 10,4 jutaan rupiah.

Zenfone 8 Flip

Beralih ke Zenfone 8 Flip, ponsel ini pada dasarnya merupakan Zenfone 7 yang telah menerima penyegaran spesifikasi. Keunggulan utamanya, seperti yang sudah bisa ditebak dari namanya, adalah modul kamera belakang yang bisa di-flip sampai menghadap ke depan. Alhasil, layarnya pun bebas poni ataupun tompel.

Yang mungkin agak disayangkan adalah, spesifikasi kameranya sama persis seperti tahun lalu: kamera utama 64 megapixel (Sony IMX686), kamera ultra-wide 12 megapixel (Sony IMX363), dan kamera telephoto 8 megapixel dengan 3x optical zoom. Bukan berarti kualitas kameranya jelek, tapi semestinya akan lebih menarik lagi jika hardware kameranya diperbarui.

Juga tidak berubah adalah layarnya, masih AMOLED dengan resolusi 1080p dan refresh rate 90 Hz, bukan 120 Hz seperti milik Zenfone 8 tadi. Beruntung sensor sidik jarinya sudah dipindah ke bawah layar.

Urusan spesifikasi, Zenfone 8 Flip ditenagai chipset Snapdragon 888, RAM 8 GB, dan pilihan storage internal 128 GB atau 256 GB. Tidak seperti adik kecilnya, Zenfone 8 Flip datang membawa slot kartu microSD. Kapasitas baterainya tentu lebih besar di angka 5.000 mAh, dan ia turut mendukung fast charging 30 W menggunakan adaptor bawaan yang termasuk dalam paket penjualannya.

Di Eropa, perangkat ini dijual dengan banderol mulai €800 (± Rp13,85 jutaan). Pemasarannya di negara-negara lain kabarnya akan segera menyusul dalam waktu dekat.

Sumber: GSM Arena.

6 Smartphone OPPO yang Cocok untuk Menemani Aktivitas Liburan

Untuk kali yang kedua, libur Lebaran dengan terpaksa harus kita nikmati selagi berada di rumah saja. Seperti biasa, smartphone selalu siap menemani di kala sibuk maupun bersantai seperti sekarang, entah itu untuk bermain game, menonton film, mendalami hobi fotografi dan videografi, atau sebatas melakukan panggilan video bersama keluarga dan kerabat.

Dalam artikel ini, kami telah merangkum 6 smartphone OPPO yang cocok untuk menemani aktivitas liburan. Tiap-tiap smartphone ini datang dari kelas harga yang berbeda-beda, sehingga dapat disesuaikan dengan budget masing-masing.

1. OPPO Reno5 5G

5G memang belum tersedia di Indonesia, tapi tidak ada salahnya kita bersiap-siap dari sekarang. Sejauh ini populasi ponsel 5G di Indonesia belum banyak, apalagi yang duduk di kelas menengah. Dari situlah pada akhirnya OPPO Reno5 5G jadi memiliki daya tarik tersendiri. Dengan modal Rp6.999.000, Anda bisa meminang perangkat yang future proof, yang siap mendukung 5G kapan saja jaringannya mulai beroperasi.

Kebetulan juga performa perangkat ini pun tinggi berkat penggunaan chipset Qualcomm Snapdragon 765G yang ditemani oleh RAM 8 GB dan storage 128 GB. Berbagai game berat siap ia jalankan tanpa kesulitan, termasuk halnya Genshin Impact. Saat baterainya habis, pengisiannya pun luar biasa cepat berkat dukungan fast charging 65 W. Melengkapi spesifikasinya adalah layar AMOLED 6,4 inci dengan resolusi FHD+ dan refresh rate 90 Hz.

2. OPPO Reno5

Kalau 5G belum menjadi prioritas dan Anda ingin sedikit berhemat, maka Anda bisa melirik OPPO Reno5 yang dijual seharga Rp4.999.000. Spesifikasinya memang tidak setinggi kakaknya yang 5G, tapi masih cukup mumpuni untuk memenuhi kebutuhan selama berlibur dengan dukungan chipset Snapdragon 720G, RAM 8 GB, storage 128 GB, dan fast charging 50 W. Panel layarnya pun cukup identik: AMOLED 6,4 inci FHD+ 90 Hz.

Sebagai bagian dari seri Reno, otomatis fitur fotografi dan videografinya adalah yang paling lengkap. Kamera belakangnya sendiri terdiri dari kamera utama 64 megapixel, kamera ultra-wide 8 megapixel, kamera macro 2 megapixel, dan kamera monokrom 2 megapixel. Di depan, ada kamera selfie 44 megapixel yang siap mengabadikan sesi kumpul-kumpul bersama keluarga di rumah saja dengan apik.

3. OPPO Reno5 F

Turun lagi budget-nya ke Rp4.299.000, ada OPPO Reno5 F yang siap menyambut. Performanya tetap bisa diandalkan berkat dukungan chipset MediaTek Helio P95, RAM 8 GB, serta storage 128 GB, dan fisiknya pun tetap tampak trendi sekaligus nyaman di genggaman. Untuk memastikan kinerjanya tetap konsisten, OPPO tak lupa menyematkan teknologi Multi-Cooling System, dan charging-nya pun cepat dengan dukungan output maksimum 30 W.

Seperti kedua kakaknya, sistem kameranya pun tidak kalah mumpuni, demikian pula kelengkapan fitur fotografi dan videografi. Satu yang paling menarik untuk dicoba semasa liburan adalah Dynamic Bokeh, di mana kita bisa menghasilkan gambar dengan efek panning yang dinamis, efek yang semestinya membutuhkan teknik fotografi yang cukup advanced.

4. OPPO A74 5G

Berstatus sebagai smartphone 5G paling murah yang dijual di Indonesia saat ini, OPPO A74 5G datang membawa chipset Snapdragon 480 yang sangat cekatan dan menawarkan performa setara chipset seri 6 dari generasi sebelumnya. Ditambah lagi dengan dukungan RAM 6 GB, storage 128 GB, dan layar FHD+ 6,5 inci 90 Hz, kinerjanya pun akan terasa semakin mulus.

Kelebihan lain A74 5G adalah baterainya yang berkapasitas 5.000 mAh serta mendukung fast charging 18 W. Dipadukan dengan Snapdragon 480 yang sangat efisien, baterainya tentu bisa bertahan sangat lama dalam sekali pengisian. Semua itu bisa didapat dengan modal tidak lebih dari Rp3.799.000.

5. OPPO A74

Seperti halnya seri Reno5 tadi, A74 juga hadir dalam dua versi. Serupa tapi tak sama, versi standarnya yang hanya mendukung jaringan 4G ini dibekali spesifikasi yang berbeda; mulai dari chipset Snapdragon 662 dengan RAM 6 GB dan penyimpanan 128 GB, layar AMOLED 6,43 inci FHD+, sampai baterai 5.000 mAh dengan dukungan fast charging 33 W.

Selain itu, A74 juga mengemas tiga kamera belakang, dan ia tidak dilengkapi kamera ultra-wide seperti versi 5G-nya. Harganya tentu lebih terjangkau, yakni Rp3.499.000.

6. OPPO A54

 

Terakhir, bagi yang memiliki budget kurang dari tiga juta rupiah, Anda bisa melirik OPPO A54 yang dijual dengan banderol mulai Rp2.499.000. Meski terjangkau, perangkat ini masih bisa diandalkan untuk kebutuhan-kebutuhan dasar seperti bermain game atau streaming video berkat penggunaan chipset MediaTek Helio P35, RAM 4 GB, dan storage 64 GB.

OPPO A54 mengemas layar HD+ 6,51 inci yang dibekali fitur Smart Sunlight Screen dan Moonlight Screen untuk menjaga kenyamanan mata meski digunakan cukup lama. Baterainya besar di angka 5.000 mAh, serta sudah mendukung fast charging 18 W. Desainnya pun terbilang sangat stylish untuk kelas harganya.

OPPO K9 5G Dirilis di Tiongkok, Spesifikasi Mirip Reno5 5G tapi dengan Snapdragon 768G

OPPO meluncurkan smartphone 5G baru untuk pasar Tiongkok, yakni OPPO K9 5G. Perangkat ini merupakan penerus dari K7 5G yang dirilis tahun lalu, sekaligus menjadi ponsel pertama dari seluruh lini K-series yang dibekali layar dengan refresh rate tinggi.

Layar yang dimaksud adalah panel AMOLED 6,43 inci dengan resolusi FHD+, refresh rate 90 Hz, dan touch sampling rate 180 Hz. Di baliknya, terdapat sebuah sensor sidik jari generasi keenam, dan ujung kiri atasnya dihuni oleh lubang kecil untuk kamera selfie 32 megapixel. Lebih lanjut soal kamera, OPPO K9 5G datang membawa tiga kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 64 megapixel, kamera ultra-wide 8 megapixel, dan kamera macro 2 megapixel.

Beralih ke spesifikasi, OPPO K9 5G ditenagai oleh chipset Qualcomm Snapdragon 768G, suksesor dari Snapdragon 765G yang menawarkan peningkatan performa CPU sekaligus GPU. Prosesor itu didampingi oleh RAM 8 GB, serta pilihan storage internal 128 GB atau 256 GB. Guna semakin memaksimalkan kinerjanya, OPPO pun tidak lupa menyematkan 3D liquid-cooling system.

Melengkapi spesifikasinya adalah baterai 4.300 mAh yang mendukung fast charging 65 W. Secara keseluruhan, spesifikasinya terdengar mirip dengan Reno5 5G yang dijual di Indonesia, dengan pengecualian pada chipset-nya itu tadi. Dari sisi software, tentu saja K9 5G sudah menjalankan sistem operasi ColorOS 11.1 yang berbasis Android 11.

Di Tiongkok, OPPO rencananya bakal memasarkan K9 5G mulai 11 Mei dengan harga 1.999 yuan (± 4,4 jutaan rupiah) untuk varian 8 GB/128 GB, dan 2.199 yuan (± 4,8 jutaan rupiah) untuk varian 8 GB/256 GB. Sejauh ini belum ada informasi apakah OPPO juga bakal menjual perangkat ini di negara-negara lain.

Kalau Anda masih ingat, lini OPPO K-series sebenarnya sempat dijual di pasar tanah air. Yang terakhir adalah OPPO K3 yang dirilis di tengah meledaknya tren kamera depan model popup di tahun 2019. Namun entah kenapa alasannya, lini K-series tidak dilanjutkan oleh OPPO Indonesia. Kemungkinan besar karena OPPO ingin menyederhanakan lineup ponselnya di sini, yang sekarang hanya terdiri dari A-series, Reno series, dan Find X series.

Sumber: GSM Arena.

Samsung Galaxy M12 Resmi Dijual di Indonesia, Unggulkan Layar 90 Hz dan Baterai Besar di Harga 2 Jutaan

Samsung punya smartphone baru untuk kelas entry-level dengan harga 2 jutaan rupiah: Galaxy M12. Ponsel ini sebelumnya sudah lebih dulu meluncur di pasar Vietnam pada bulan Februari lalu, dan salah satu daya tarik utamanya adalah baterai jumbo 6.000 mAh yang didukung fast charging 15 W.

Sayang sekali hal itu tidak berlaku di sini. Versi Galaxy M12 yang dijual di Indonesia ternyata ‘cuma’ mengemas baterai berkapasitas 5.000 mAh, meski untungnya ia masih mendukung fast charging 15 W via sambungan USB-C. Kenapa harus dikurangi kapasitas baterainya? Saya sendiri juga penasaran, namun sayang sekali saya belum mendapat jawaban dari perwakilan Samsung Indonesia soal ini — akan saya update artikelnya apabila sudah ada jawaban.

Rasa penasaran ini sebenarnya tidak akan muncul seandainya spesifikasi Galaxy M12 yang dijual di sini benar-benar berbeda dari versi yang dipasarkan di Vietnam. Namun ternyata spesifikasinya nyaris identik, dengan pengecualian pada kapasitas baterai itu tadi.

Perangkat ditenagai chipset Exynos 850 dengan prosesor octa-core yang diproduksi menggunakan proses pabrikasi 8 nm. Ada dua varian Galaxy M12 yang dijual di Indonesia: satu dengan RAM 3 GB dan penyimpanan 32 GB, satu lagi dengan RAM 4 GB dan penyimpanan 64 GB. Keduanya sama-sama dilengkapi slot kartu microSD yang mendukung ekspansi hingga 1 TB.

Layar yang digunakan merupakan panel LCD dengan ukuran 6,5 inci dan resolusi HD+, akan tetapi yang lebih istimewa adalah refresh rate-nya yang sudah 90 Hz, demikian pula touch sampling rate-nya yang sudah setinggi 180 Hz. Untuk membuka kunci layar, pengguna bisa memanfaatkan sensor sidik jari yang tertanam di tombol power.

Di sektor kamera, Samsung Galaxy M12 mengemas empat kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 48 megapixel, kamera ultra-wide 5 megapixel, kamera macro 2 megapixel, dan kamera depth 2 megapixel. Menghuni poni berbentuk huruf “V” pada layarnya adalah kamera selfie 8 megapixel.

Secara fisik, perangkat memiliki tebal 9,7 mm dan tebal 214 gram. Pilihan warna yang tersedia ada tiga, yakni hitam, biru muda, dan hijau. Sama seperti kebanyakan perangkat lain di kisaran harga ini, Galaxy M12 juga belum dilengkapi NFC.

Hal lain yang cukup menarik untuk disoroti adalah cara Samsung mempromosikan ponsel ini. Kalau Anda ingat, selama ini Samsung memasarkan seri Galaxy M dengan tagline #SobatAntiLowbat, terutama Galaxy M51 yang besaran baterainya sudah menjurus ke arah power bank (7.000 mAh).

Untuk Galaxy M12, Samsung ganti menggunakan tagline #SobatMegangBanget, dan sepertinya ini merupakan bagian dari strategi Samsung untuk memunculkan kesan bahwa yang menarik dari ponsel ini sebenarnya bukan sekadar baterainya saja, melainkan juga beberapa aspek lainnya, seperti misalnya layar 90 Hz maupun konfigurasi quad camera yang mencakup kamera ultra-wide.

Di Indonesia, Samsung Galaxy M12 saat ini sudah mulai dijual secara resmi, tapi khusus via online saja. Harganya dibanderol Rp1.899.000 untuk varian 3 GB/32 GB, dan Rp2.099.000 untuk varian 4 GB/64 GB. Khusus selama tanggal 5-9 Mei 2021, ada program flash sale dengan potongan harga 100 ribu rupiah untuk masing-masing varian, plus sejumlah bonus lain senilai 300 ribuan rupiah.

Kurang dari 2 Juta, Infinix Hot 10S Unggulkan MediaTek Helio G85 dan Layar 90 Hz

Infinix baru saja meluncurkan smartphone yang cukup menarik, yakni Infinix Hot 10S. Menarik karena ponsel ini merupakan hasil kolaborasi Infinix dengan Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), namun di saat yang sama harganya relatif sangat terjangkau.

Kolaborasi dengan MLBB berarti perangkat dipastikan mampu menjalankan game tersebut secara mulus, dan itu diwujudkan lewat penggunaan chipset MediaTek Helio G85, tidak ketinggalan pula pilihan RAM 4 GB atau 6GB, serta penyimpanan internal 64 GB atau 128 GB. Dari sisi software, Infinix juga tidak lupa menyematkan fitur Dar-Link Ultimate Game Booster yang diciptakan untuk meningkatkan kinerja grafis serta responsivitas layar sentuh.

Bicara soal layar, Hot 10S hadir membawa layar berukuran cukup masif: 6,82 inci dengan resolusi HD+, dan refresh rate 90 Hz serta touch sampling rate 180 Hz. Tidak kalah besar adalah baterainya, yang tercatat memiliki kapasitas 6.000 mAh, dengan klaim total waktu bermain hingga 17,3 jam dalam sekali pengisian.

Melengkapi spesifikasinya adalah tiga kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 48 megapixel, kamera depth 2 megapixel, dan kamera AI. Di depan, ada kamera selfie 8 megapixel yang menghuni poni kecil pada layar. Semua itu dikemas dalam bodi setebal 9,2 mm.

Agar bisa semakin memikat para penggemar Mobile Legends — yang jumlahnya memang terbukti sangat besar di tanah air — Infinix tidak lupa menyertakan semacam fan service dalam berbagai wujud, mulai dari boks penjualan khusus yang menampilkan gambar hero Chou, tema beserta tampilan welcome screen eksklusif, sampai pin 515 MLBB yang jumlahnya terbatas.

Terkait kerja sama ini, Sergio Ticoalu selaku Country Marketing Manager Infinix Mobile Indonesia berpendapat, “Kami ingin menghadirkan kolaborasi yang lebih spesial dari sebelumnya. Kami (Infinix dan MLBB) juga berharap dengan hadirnya Hot 10S, masyarakat bisa merasakan smartphone gaming dengan harga bersahabat dan performa terbaik.”

Di Indonesia, Infinix Hot 10S akan dijual secara perdana mulai 5 Mei 2021 melalui official store Infinix di Lazada dan Shopee. Harganya dipatok Rp1.799.000 untuk varian 4 GB/64 GB, atau Rp2.099.000 untuk varian 6 GB/128 GB. Infinix juga tidak lupa menawarkan program flash sale dengan potongan harga 100 ribu rupiah untuk varian 4 GB/64 GB, dan 200 ribu rupiah untuk varian 6 GB/128 GB.

Sambut Lebaran, OPPO dan Garena Gelar Event Berhadiah Smartphone OPPO A54 di Game Fantasy Town

Semakin ke sini, peminat game online terus bertambah banyak, apalagi mengingat sekarang sudah banyak produsen yang menyediakan smartphone untuk bermain game dengan harga terjangkau, terutama yang dapat memenuhi kebutuhan casual gamer. Salah satu contohnya adalah OPPO A54 yang resmi diluncurkan belum lama ini.

Dengan banderol Rp2.699.000, OPPO A54 pada dasarnya diciptakan untuk menyasar kalangan casual gamer, contohnya mereka yang gemar bermain Fantasy Town, farming simulator keluaran Garena yang banyak mengangkat elemen budaya khas Indonesia. Demi semakin mempertegas posisinya di dunia game mobile, OPPO pun memutuskan untuk kembali bekerja sama dengan Garena.

“Ini kali kedua kami bekerja sama dengan game Fantasy Town, sebelumnya kami menggunakan perangkat OPPO A31. Sementara ini merupakan kerja sama kedua dengan Garena pada tahun ini, di mana kami juga menjadi sponsor utama pegelaran ASL 2021 Spring dengan membawa perangkat Reno5 5G dan OPPO A74,” jelas Aryo Meidianto, PR Manager OPPO Indonesia.

Kerja sama itu diwujudkan dalam bentuk event Lebaran berhadiah smartphone dalam game Fantasy Town yang akan berlangsung mulai 3 Mei 2021 pukul 15.00 WIB, dan berakhir di tanggal 13 Mei 2021 pukul 11.59 WIB. Untuk bisa mengikuti event tersebut, pemain diwajibkan mencapai minimum level 4, serta menyelesaikan misi-misi dasar seperti login, share, dan add friend. Selanjutnya, OPPO dan Garena akan membagikan perangkat A54 dengan sistem lucky spin.

Calvindoro, Product Manager Fantasy Town, turut menanggapi kolaborasi ini. “Kami senang dapat berkolaborasi bersama dengan OPPO kembali. Kolaborasi ini sejalan dengan komitmen Garena untuk menyediakan konten-konten menarik kepada seluruh pemain game kami. Kami berharap, kehadiran OPPO A54 di event ini dapat turut serta memeriahkan suasana Lebaran seluruh pemain Fantasy Town,” terangnya dalam siaran pers.

Di tahun 2021 ini, OPPO memang punya tujuan untuk memperkuat posisinya di dunia game mobile. Tagline “Gaming for Everyone” yang diusungnya berarti OPPO akan terus menyediakan berbagai perangkat smartphone untuk memenuhi kebutuhan gaming semua kalangan konsumen.

Sekadar mengingatkan, OPPO A54 hadir mengusung layar 6,51 inci beresolusi HD+. Performanya ditunjang oleh chipset MediaTek Helio P35, RAM LPDDR4X 4 GB, dan penyimpanan internal sebesar 128 GB (plus slot kartu microSD). Baterainya memiliki kapasitas 5.000 mAh dan mendukung fast charging 18 W. Dari sisi software, perangkat turut dibekali fitur Hyperboost yang dapat mendorong kinerja perangkat dan menyesuaikan frame rate secara cerdas.

OPPO Resmi Luncurkan A74 5G dan A74 di Indonesia

Setelah memperkenalkan Reno5 5G di bulan Januari kemarin, OPPO kembali menyingkap smartphone 5G lain untuk pasar tanah air, kali ini yang ditujukan untuk kelas menengah ke bawah, yaitu OPPO A74 5G.

Ada banyak poin menarik mengenai A74 5G, utamanya fakta bahwa ia merupakan ponsel pertama yang dibekali chipset Qualcomm Snapdragon 480 yang dirilis resmi di Indonesia. OPPO bahkan tidak segan menyebutnya sebagai ponsel 5G termurah di Indonesia saat ini, dengan banderol hanya Rp3.699.000 saja.

Sekadar mengingatkan, Snapdragon 480 merupakan chipset 5G yang Qualcomm siapkan untuk segmen entry-level. Kendati demikian, performanya jauh di atas performa chipset entry-level yang kita kenal selama ini.

Dominikus Susanto, Senior Manager Business Development Qualcomm Indonesia, menjelaskan dalam acara peluncuran A74 5G bahwa Snapdragon 480 menawarkan peningkatan kinerja CPU maupun GPU hingga dua kali lipat lebih kencang dibanding generasi sebelumnya. Saking gegasnya performa yang ditawarkan Snapdragon 480, konsumen mungkin bakal lupa kalau smartphone yang digunakannya mengemas chipset dari seri 400.

Chipset mid-range killer,” canda Dominikus ketika menggambarkan kehebatan Snapdragon 480. Namun benar saja, sebab secara teknis Snapdragon 480 memang mengusung inti CPU Kryo 460 yang sama seperti milik Snapdragon 675. Singkat cerita, di atas kertas Snapdragon 480 mungkin terdengar kurang wah, tapi sentimen negatif tersebut bisa terpatahkan setelah menjajal langsung kinerjanya.

Selain peningkatan performa, dukungan jaringan 5G tentu juga menjadi fitur unggulan Snapdragon 480, baik yang beroperasi di jaringan standalone (SA) maupun non-standalone (NSA). Intinya, konsumen A74 5G dipastikan bisa langsung menikmati segala kelebihan 5G ketika jaringannya sudah mulai beroperasi secara resmi di Indonesia, sama kasusnya seperti Reno5 5G.

OPPO A74

Dalam kesempatan yang sama, OPPO rupanya turut memperkenalkan A74 versi biasa yang hanya mendukung jaringan 4G. Wujudnya sepintas kelihatan identik, dan harganya pun sebenarnya tidak berbeda terlalu jauh: Rp3.499.000. Namun ternyata ada cukup banyak perbedaan spesifikasi yang diusung di antara kedua perangkat. Supaya lebih jelas, silakan lihat langsung tabel perbandingan spesifikasinya di bawah ini.

OPPO A74 5G OPPO A74
Prosesor Qualcomm Snapdragon 480 5G Qualcomm Snapdragon 662
RAM + ROM 6 GB LPDDR4X + 128 GB UFS 2.1 6 GB LPDDR4X + 128 GB UFS 2.1
Berat / ketebalan 180 gram / 8,42 mm 175 gram / 7,95 mm
Layar 6,49 inci LCD

2400 x 1080 pixel (405 ppi)

90 Hz refresh rate

90,5% screen-to-body ratio

6,43 inci AMOLED

2400 x 1080 pixel (409 ppi)

60 Hz refresh rate

90,8% screen-to-body ratio

Kamera depan 16 MP f/2.0 16 MP f/2.0
Kamera belakang 48 MP main camera f/1.7

8 MP ultra-wide camera f/2.2

2 MP mono camera f/2.4

2 MP macro camera f/2.4

48 MP main camera f/1.7

2 MP mono camera f/2.4

2 MP macro camera f/2.4

Penguncian Side fingerprint sensor In-display fingerprint 3.0
Baterai 5.000 mAh

18 W fast charging

5.000 mAh

33 W fast charging

Jaringan Dual-mode 5G, 4G LTE, VoLTE 4G LTE, VoLTE
Konektivitas 3,5 mm audio jack, Bluetooth, NFC 3,5 mm audio jack, Bluetooth
Sistem operasi ColorOS 11.1 ColorOS 11.1
Warna Fluid Black & Space Silver Prism Black & Midnight Blue
Harga Rp3.699.000 Rp3.499.000

Seperti yang bisa dilihat, selain mengemas chipset yang berbeda, tipe panel layar yang digunakan kedua ponsel pun juga berbeda. A74 5G menggunakan panel LCD dengan refresh rate 90 Hz, sedangkan A74 memakai panel AMOLED 60 Hz. Berhubung AMOLED, otomatis sensor sidik jarinya bisa ditempatkan di bawah layar, berbeda dari A74 5G yang menggunakan side fingerprint sensor.

Beralih ke kamera, A74 sama sekali tidak dilengkapi kamera ultra-wide seperti A74 5G. Kedua perangkat sama-sama mengusung baterai berkapasitas 5.000 mAh, akan tetapi dukungan fast charging-nya rupanya berbeda; 18 W pada A74 5G, 33 W pada A74. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Pun demikian, kalau Anda butuh NFC, maka pilihan satu-satunya cuma A74 5G, sebab A74 tidak dilengkapi chip NFC. Dimensi perangkat juga cukup berbeda. Bobotnya kurang lebih sama, akan tetapi tebalnya selisih hampir 0,5 mm. Terlepas dari segala perbedaannya, kedua perangkat sama-sama menjalankan sistem operasi ColorOS 11.1.

Online vs offline

Satu hal paling penting yang perlu dicatat adalah, OPPO A74 5G hanya akan dipasarkan secara online via Shopee mulai tanggal 23 April. Di hari peluncuran pertamanya, OPPO juga mengadakan program flash sale dengan potongan harga sebesar 100 ribu rupiah. A74 di sisi lain akan tersedia secara online maupun offline.

Ketika ditanya kenapa begitu, Aryo Meidianto selaku PR Manager OPPO Indonesia menjelaskan bahwa salah satu alasannya adalah karena stok A74 5G bakal sangat terbatas. Saking terbatasnya, diperkirakan stoknya akan habis dalam satu sampai dua minggu pertama saja. Hal ini dikarenakan OPPO Indonesia harus berbagi kuota unit A74 5G dengan sejumlah negara lain. Sebaliknya, stok A74 standar dipastikan bakal melimpah ketika mulai dijual pada akhir bulan April 2021.

Kenapa Pabrikan Smartphone Masih Suka Berlomba Banyak-Banyakan Kamera?

Dewasa ini, istilah quad camera pada suatu smartphone mungkin sudah tidak terdengar semengesankan dua atau tiga tahun yang lalu. Pasalnya, cukup dengan modal kurang dari dua juta rupiah saja, sekarang kita sudah bisa mendapatkan smartphone yang dibekali empat kamera belakang.

Sebagai perbandingan, flagship keluaran tahun 2018 seperti Samsung Galaxy S9+ hanya memiliki dua kamera belakang. Namun saya yakin kita semua tahu bahwa jumlah kamera sama sekali tidak bisa dijadikan patokan kualitas kamera dari suatu smartphone. Lebih banyak belum tentu lebih baik, sama halnya seperti megapixel — lebih besar angkanya juga tidak selamanya berarti lebih baik.

Pertanyaannya, kalau begitu, kenapa hingga sekarang pabrikan smartphone masih seakan berlomba banyak-banyakan kamera? Apakah memang didorong permintaan konsumen, khususnya di segmen entry-level di mana jargon quad camera memang paling sering digunakan belakangan ini?

Terkait hal ini, saya pun langsung menanyakan kepada Aryo Meidianto, PR Manager OPPO Indonesia. Saya penasaran apakah konsumen di segmen entry-level lebih condong menginginkan resolusi kamera utama yang tinggi, atau konfigurasi kamera sekunder yang lengkap, yang mencakup kamera ultra-wide, telephoto, makro, dan lain sebagainya.

“Sesungguhnya untuk entry-level, konsumen hanya menginginkan kamera perangkat yang bisa menghasilkan gambar yang jernih dan terang,” jawab Aryo ketika saya hubungi lewat WhatsApp. “Mindset konsumen Indonesia memang walaupun masih salah dan sulit diubah akhirnya membuat megapixel menempati urutan kedua dari alasan konsumen di entry-level. Mereka berpendapat megapixel besar, hasil kamera akan bagus,” imbuhnya.

Jawaban ini sangat menarik karena sangat relatable bagi saya pribadi. Di sini saya ingin memakai kedua orang tua saya sebagai contoh. Mereka bukanlah orang-orang yang fasih teknologi, dan smartphone pilihan mereka adalah yang masuk di kategori entry-level. Penggunaan mereka tidak lebih dari sebatas chatting, media sosial, dan sesekali memotret maupun merekam video.

Setiap kali mereka mengambil gambar menggunakan smartphone dan mendapati hasil yang bagus, komentarnya selalu “Wah, terang ya.” Bukan “tajam”, bukan “detail”, juga bukan “bokeh-nya bagus”. Kriteria utama hasil foto yang bagus bagi mereka cuma satu: terang.

Saya tahu kedua orang tua saya tidak bisa mewakili semua konsumen entry-level, tapi setidaknya dalam konteks ini apa yang dikatakan Aryo sangat akurat. Buat konsumen entry-level, mereka bahkan tidak terlalu mementingkan megapixel alias resolusi. Lalu kenapa pabrikan smartphone masih ‘menjual’ jargon quad camera kepada mereka?

Menurut Aryo, bagaimanapun juga konfigurasi kamera yang lengkap tetap bakal menjadi nilai tambah bagi konsumen. Di titik ini, sebagian dari kita mungkin berpikir, “Kenapa tidak dikurangi saja jumlah kameranya kalau memang tidak dibutuhkan? Kan seharusnya bisa menjadikan harga ponsel lebih murah lagi karena ongkos produksinya berkurang.”

Betul, tapi saya akan ajak Anda untuk melihat perdebatan ini dari sudut pandang yang berbeda.

Smartphone adalah motor penggerak utama demokratisasi fotografi

Fotografi adalah hobi yang mahal / Depositphotos.com
Fotografi adalah hobi mahal / Depositphotos.com

Yang saya maksud dengan kata demokratisasi di sini adalah bagaimana suatu hal yang dulunya jarang dilakukan, kini menjadi lumrah di kalangan masyarakat luas. Jauh sebelum smartphone eksis, fotografi merupakan hobi atau pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang saja. Sekarang, siapapun bisa mulai mendalami hobi fotografi hanya dengan bermodalkan suatu smartphone.

Fotografi, seperti halnya banyak hobi lain, adalah hobi yang tergolong mahal. Ketika Anda baru memulai, modal awal yang dibutuhkan memang tidak terlalu banyak. Namun ketika sudah mulai ‘terjerumus’, mulailah Anda berbelanja lensa makro, lensa fisheye, lensa tele, dan seterusnya sampai tagihan kartu kredit membengkak.

Yang ingin saya tanyakan adalah, sebagai seorang penggiat hobi fotografi atau bahkan fotografer profesional, apakah Anda butuh lensa-lensa tambahan ini? Butuh. Ok. Apakah Anda menggunakannya setiap hari? Bisa iya, bisa tidak, tergantung kebutuhan. Intinya, semua lensa itu berguna buat Anda walaupun mungkin jarang dipakai.

Prinsip yang sama pun sebenarnya juga bisa kita terapkan di smartphone. Konsumen entry-level mungkin tidak butuh kamera makro atau kamera monokrom, sehingga pada akhirnya mereka jarang sekali menggunakannya. Untuk lebih memastikan kalau kamera makro dan kamera monokrom benar jarang digunakan, saya pun mencoba mengadakan polling kecil-kecilan di media sosial.

Pertanyaan yang pertama adalah, “Seberapa sering menggunakan kamera makro di smartphone?” Dari 117 jawaban, 70 orang menjawab “jarang (kurang dari 5x seminggu)”, dan 47 sisanya menjawab “sering (lebih dari 10x per minggu)”. Seperti yang bisa dilihat, separuh lebih responden rupanya jarang mengutak-atik kamera makro di ponselnya.

Pertanyaan yang kedua adalah, “Untuk menghasilkan foto hitam-putih, biasanya pakai apa?” Pilihan jawabannya sendiri ada dua: A) “Memilih filter B/W di aplikasi kamera bawaan (hasil foto langsung hitam-putih”, atau B) “Memotret seperti biasa (hasil foto berwarna), baru memilih filter B/W waktu mengedit”. 50 orang menjawab B, dan 24 orang menjawab A, selisihnya dua kali lipat.

Dari polling kecil-kecilan yang jauh dari kata ilmiah tadi, setidaknya saya bisa mendapat gambaran bahwa memang benar konsumen jarang menggunakan kamera makro maupun kamera monokrom di smartphone, dan itu bukan sebatas pendapat pribadi saja. Namun jarang dipakai bukan berarti useless, dan mungkin ini yang dimaksud nilai tambah oleh Aryo tadi.

Keberadaan kamera-kamera tambahan di smartphone pada dasarnya memungkinkan konsumen dari semua kalangan untuk bereksperimen dengan cabang-cabang spesifik fotografi. Kehadiran kamera makro misalnya, walaupun mungkin hanya beresolusi 2 megapixel, tetap memberikan peluang bagi konsumen untuk mencicipi hobi fotografi makro.

Demokratisasi, itulah kata kuncinya kalau menurut saya. Kalau menggunakan kamera biasa, Anda butuh modal ekstra yang cukup lumayan untuk mendalami teknik fotografi makro atau landscape dengan menggunakan lensa makro maupun lensa wide-angle. Di smartphone, semua itu sudah menjadi satu paket yang bisa didapatkan dengan modal sekitar dua jutaan rupiah.

Mengenai hasilnya bagus atau tidak, itu bukan masalah, yang penting aksesnya tersedia terlebih dulu. Sama halnya seperti di laptop, kualitas webcam bukanlah prioritas utama, tapi kita mungkin bakal frustasi seandainya tidak ada webcam sama sekali pada laptop tersebut, apalagi di kondisi pandemi seperti sekarang.

Tentu saja, kita juga tidak bisa menepis fakta bahwa quad camera terdengar lebih menjual daripada dual camera atau bahkan triple camera.

Memprediksi tren kamera smartphone ke depannya

Flagship tapi cuma dual camera, kenapa tidak? / Apple
Flagship tapi cuma dual camera, kenapa tidak? / Apple

Sebenarnya berapa jumlah kamera belakang yang ideal untuk smartphone? Ketika saya buat pertanyaan itu menjadi polling di media sosial, 47 orang menjawab “2”, 22 orang menjawab “3”, dan 13 orang menjawab “4”. Dua kamera belakang saja rupanya sudah cukup untuk sebagian besar orang.

Saya harus berasumsi jawaban ini bisa mewakili semua kalangan, termasuk halnya kalangan atas yang mengincar smartphone flagship. Pasalnya, di tahun 2021 ini pun masih ada ponsel flagship yang hanya memiliki dua kamera belakang saja, yakni iPhone 12. Pada kenyataannya, istilah quad camera hingga kini masih belum termasuk dalam kamus Apple, sebab LiDAR di iPhone 12 Pro tidak bisa digunakan secara terpisah sehingga tidak dapat digolongkan sebagai kamera.

Lalu apakah ke depannya Apple bakal menyusul? Atau malah sebaliknya, tren quad camera-lah yang bakal meredup dalam satu atau dua tahun ke depan? Kalau kita belajar dari sejarah, pengaruh iPhone memang sangat besar terhadap munculnya suatu tren baru di industri smartphone (Touch ID, layar berponi, hilangnya headphone jack, dan lain sebagainya). Mereka tidak harus jadi yang pertama, tapi sering kali kompetitor baru akan menempuh jalur yang sama setelah Apple memulainya.

Namun tidak jarang juga kondisinya berbalik menjadi Apple yang mengikuti tren. Kalau sekadar bicara jumlah, sepertinya triple camera atau quad camera masih akan terus bertahan. Kecil kemungkinan jumlahnya akan bertambah lagi. Kalau iya, Nokia 9 PureView semestinya tidak akan jadi ponsel pertama sekaligus terakhir yang menggunakan teknologi multi-kamera besutan Light.

Dari sisi focal length, konfigurasi triple camera seperti di iPhone 12 Pro (wide, ultra-wide, dan telephoto) saja sebenarnya sudah bisa dikatakan cukup buat sebagian besar orang. Namun seperti yang saya bilang tadi, tidak ada salahnya juga menyematkan kamera makro demi semakin mendemokratisasikan fotografi, apalagi kalau kamera makronya seunik yang terdapat pada OPPO Find X3 Pro, yang mampu mengambil gambar dengan tingkat perbesaran hingga 60x.

Tidak menutup kemungkinan juga jumlah kameranya bisa berkurang. Contohnya seperti Xiaomi Mi Mix Fold, yang mencoba menyatukan kamera makro dan telephoto ke dalam satu rumah lensa yang sama. Di luar konteks jumlah, tren lain yang tak kalah menarik adalah bagaimana sejumlah pabrikan mulai memprioritaskan kualitas kamera sekunder pada ponsel bikinannya.

Salah satu contohnya adalah OnePlus. OnePlus 9 Pro yang dirilis belum lama ini mengemas kamera ultra-wide dengan sensor berukuran lebih besar dari biasanya, bahkan hampir menyamai ukuran sensor kamera utamanya. Contoh lainnya lagi-lagi bisa kita lihat dari OPPO, yang menanamkan sensor yang sama persis pada kamera utama sekaligus ultra-wide milik Find X3 Pro.

Pinjam nama harganya $150 juta? / OnePlus
Pinjam nama harganya $150 juta? / OnePlus

Bicara soal OnePlus, tentu kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa mereka baru-baru ini juga ikut meramaikan tren kerja sama antara pabrikan smartphone dan pabrikan kamera. Tidak tanggung-tanggung, guna memaksimalkan kolaborasinya bersama Hasselblad selama tiga tahun ke depan, OnePlus rela menyiapkan dana sebesar $150 juta.

Di tempat lain, ada Vivo yang baru-baru ini meluncurkan X60 Pro dengan fitur unggulan berupa kamera hasil kolaborasinya bersama Zeiss. Tentu saja kita juga tidak boleh lupa dengan Huawei dan Leica, yang telah menjalin kemitraan selama lima tahun, dimulai dari diluncurkannya Huawei P9 di tahun 2016.

Apakah ke depannya kita bakal melihat semakin banyak lagi produsen smartphone yang mengambil jalur serupa? Mungkinkah ke depannya kita melihat produsen smartphone lain menggandeng produsen kamera yang lebih mainstream seperti Canon atau Fujifilm? Atau semua ini hanya sebatas tren sesaat?

Jujur saya tidak punya jawabannya, tapi saya setidaknya punya sedikit gambaran setelah menanyakan hal ini kepada Aryo. Menurutnya, langkah semacam ini terbilang populer karena perspektif konsumen cenderung baik terhadap berbagai produsen kamera atau lensa, sehingga pada akhirnya bisa mengangkat nama brand smartphone itu sendiri.

Saya tidak terkejut seandainya ada sebagian dari kita yang skeptis dan menganggap kolaborasi-kolaborasi seperti ini tidak lebih dari sekadar produsen smartphone meminjam nama produsen kamera, sebab memang tidak ada yang bisa mencegah konsumen menyalahartikannya.

Itulah mengapa pabrikan sebenarnya juga dapat mengambil opsi yang lebih subtle, yang semestinya malah lebih sulit disalahartikan. Opsi yang saya maksud adalah bekerja sama dengan produsen sensor — entah itu Sony ataupun Samsung (dua nama terbesar saat ini) — dalam menciptakan sebuah sensor kamera smartphone yang sifatnya eksklusif.

Satu hal yang pasti, kamera masih akan terus menjadi topik pembicaraan yang paling hangat ketika membahas suatu smartphone. Hal ini sungguh menarik karena kita hampir tidak pernah membahas bagaimana kamera-kamera terbaru bikinan Canon, Nikon, Sony, Fujifilm, maupun pabrikan-pabrikan lainnya jadi semakin canggih layaknya smartphone.

Kita tidak butuh kamera yang mampu menyaingi kecanggihan smartphone, akan tetapi kita butuh smartphone yang semakin hari hasil jepretannya semakin mengejar kualitas yang dihasilkan kamera mirrorless maupun DSLR.

Gambar header: Redmi 9 via Xiaomi Indonesia.