Kateglo : Glosarium dan Tesaurus Online Yang Lama Dinanti

Sudah lama saya menantikan website seperti ini, sebuah website yang lengkap menampilkan informasi mengenai glosarium dan tesaurus bahasa Indonesia. Dan akhirnya website tersebut telah tiba, Kateglo namanya. Kateglo saat ini masih berada dalam tahap beta-testing, jadi hanya ada beberapa pengguna saja yang diijinkan untuk menginput data, namun data yang sudah ada tetap bisa dinikmati semua orang secara bebas tanpa mendaftar.

Kateglo ini berisi informasi-informasi berupa kamus, tesaurus, dan glosarium (daftar istilah) untuk kata-kata dalam bahasa Indonesia. Sampai saat posting ini ditulis sudah ada hampir 200.000 entri glosarium, lebih dari 80.000 tesaurus dan glosarium. Tak hanya sampai disitu, Kateglo juga menyimpan informasi mengenai peribahasa yang sampai saat ini memiliki koleksi sebanyak hampir 2000 buah peribahasa.

Informasi yang ditampilkan saat ini terbilang masih sedikit karena Kateglo masih mengandalkan beberapa pengguna untuk tahap beta-testing ini. Belum jelas juga kapan kira-kira Kateglo ini akan tampil dengan kekuatan penuh untuk menyajikan informasi yang sangat penting untuk orang Indonesia terutama yang berkaitan erat dengan linguistik seperti jurnalis, penulis, akademisi, bahkan blogger sekalipun.

Meskipun belum ada indikasi yang solid atau bukti yang jelas, saya memiliki firasat bahwa Kateglo ini nantinya akan menggunakan model User-Generated seperti Wikipedia. Tapi itu hanya tebakan saya saja.

Sampaikan komentar anda mengenai Kateglo di kolom komentar di bawah, atau bisa disampaikan langsung kepada tim Kateglo disini.

Vivaku : Jejaring Sosial Baru

Fupei, Digli, Kombes, Temanster, AkuCintaSekolah, 7Circle semuanya situs lokal yang mengusung konsep jejaring sosial yang akhir-akhir ini mulai meredup cahayanya karena belum sukses mengadopsi fitur yang unik yang mampu menarik pengguna. Kebanyakan pengguna jejaring sosial Indonesia justru paling banyak menggunakan layanan luar seperti Facebook, Friendster, Flixster dan lain-lain.

Namun sepertinya fakta ini tidak mengurungkan niat Vivanews untuk ikut terjun ke persaingan jejaring sosial di Indonesia. Vivaku.com adalah sebuah situs baru yang sepertinya belum diluncurkan dan masih dalam tahap beta, namun hampir semua fitur sudah berjalan dengan baik dan bisa langsung anda gunakan. Kenapa saya bilang sepertinya masih beta, karena melihat tampilan (user interface) yang masih agak-agak berantakan dan belum beraturan.

Fitur-fitur yang ada di Vivaku-pun terbilang cukup lengkap mulai dari Instant Messaging, Foto, Komunitas, Groups, Blogs, Notes, Gallery. Yang belum terlihat disini mungkin hanya fitur Video saja.

Kalau menggunakan vivaku secara sekilas, sepertinya situs jejaring sosial ini dibuat untuk mengincar pengguna remaja usia sekolah. Hal ini saya simpulkan dari fitur sekolah, komunitas dan groups yang disuguhkan di halaman beranda (home) beserta dengan ditonjolkannya fitur klub bola favorit. Yang pasti, selama saya gunakan Vivaku ini belum ada tanda-tanda adanya fitur killer yang menonjol dari Vivaku. Tentu saja karena masih dalam tahap beta mungkin fitur killer masih dimatangkan di dapur vivaku. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

Dari sisi bisnis, kemungkinan Vivaku ini merupakan perpanjangan space dari Vivanews karena layout dan penempatan banner iklannya relatif sama sehingga menjadi nilai tambah bagi advertiser.

Coba daftar dan gunakan Vivaku.com dan berikan komentar anda mengenai jejaring sosial yang baru ini. Apakah kira-kira mampu bertahan mengingat banyak situs serupa yang bertumbangan?

PPC Lokal : Evolusi Atau Mati!

Judul posting ini memang agak seram, bernada seperti ancaman karena memang disini PPC lokal terancam punah jika tidak segera beradaptasi dengan lingkungan online advertising yang sudah tidak seperti dulu lagi..

PPC (Pay-Per-Click) Advertising adalah layanan dimana para publisher (blogger dan web author) bisa memberikan space iklan kepada layanan pihak ketiga untuk diisi iklan dari pihak ketiga tersebut. Biasanya para publisher dibayar setiap kali iklan tersebut di-klik, bayarannya pun bervariasi mulai dari range Rp. 250 – Rp. 1000 per klik.

Layanan ini lumayan populer dan banyak dipakai oleh beberapa blogger untuk mendapatkan penghasilan secara online. Di toko-toko buku pun bertebaran puluhan buku yang membahas secara rinci bagaimana menggunakan PPC untuk meraup keuntungan melalui media blog gratis. Makin banyak orang yang berusaha menjalankan bisnis online dengan mengandalkan PPC makin membuat layanan PPC terus bertambah, mulai dari layanan luar negeri dan layanan lokal. Layanan luar negeri tentu saja masih dikuasai oleh Google AdSense, layanan paling populer dan paling banyak digunakan namun masalah mulai timbul karena seringkali Google AdSense kurang mendukung konten lokal sehingga menjadi kurang maksimal. Disinilah keunggulan PPC lokal menjadi mutlak untuk publisher dengan konten bahasa indonesia. Jadi, mari kita coba bahas layanan PPC lokal saja.

Salah satu teman saya -programmer yang handal- Kukuh TW mendirikan KumpulBlogger, sebuah layanan PPC lokal yang cukup populer dengan jumlah member publisher mencapai 48.000 user. Tentu saja ada beberapa layanan PPC populer lainnya seperti AdSenseCamp, PanenIklan, KlikSaya, PPCIndo, AdSentra dan beberapa layanan PPC lainnya (link bukan referal afiliate). Masing-masing dengan keunggulan fitur yang berbeda, dan masing-masing menawarkan harga yang kompetitif.

sumber:ruangfreelance

Meskipun begitu, tidak sedikit publisher web yang anti terhadap layanan PPC lokal ini dan kebanyakan merupakan pemain menengah keatas yang mengedepankan relevansi iklan PPC terhadap konten webnya. Bukan berarti iklan PPC tidak relevan, melainkan saat ini para penyedia layanan PPC lokal sendiri masih kurang menjunjung tinggi relevansi iklan dan justru seperti ignorant (tidak peduli) terhadap iklan apa saja yang ditampilkan.

Dengan iklan-iklan yang tampil seperti gambar disamping, tidak heran banyak publisher web yang menolak mentah-mentah untuk menggunakan layanan PPC lokal yang menampilkan iklan yang amat sangat tidak relevan dengan konten situs. Tentu saja kalau situs anda memang membahas isu seputar ukuran penis dan mencari uang dashyat, maka PPC lokal menjadi pilihan yang sangat tepat dan cocok untuk pembaca anda.

Saya bukan salah satu publisher yang anti terhadap layanan PPC lokal, serius. Saya menganggap PPC lokal seharusnya bisa menjembatani para advertiser dengan para publisher -terutama blogger- yang kebanyakan tidak memiliki salesforce untuk menjaring para advertiser untuk memasang iklan di situs mereka. Hal ini tentu saja hal yang positif, dan layanan luar negeri kebanyakan cukup sukses melaksanakan tugasnya mencari advertisers yang relevan.

Meskipun begitu, mencari advertiser bukanlah satu-satu solusi yang harus bisa ditawarkan oleh penyedia layanan PPC. Penyedia layanan PPC seharusnya bisa memberikan filter terhadap advertiser / iklan mana yang bisa tampil di satu website sesuai dengan isi kontennya, satu faktor yang membuat Google Ad Sense unggul jauh dibandingkan kompetitornya.

Tren advertising bukan lagi Promosi, melainkan Rekomendasi.

Tampilan iklan yang lebih relevan tentu akan menjadi fitur yang menarik baik untuk publisher maupun advertiser. Dengan iklan yang relevan Publisher menjadi nyaman karena isi iklan sesuai dengan isi konten, dengan begitu meningkatkan kemungkinan pengunjung untuk meng-klik iklan tersebut dan menambah pemasukan untuk publisher. Untuk advertiser tentunya lebih senang dengan relevansi iklan yang tinggi karena memastikan bahwa iklan mereka ditampilkan ke hadapan pengunjung yang tepat, targeted. Disinilah iklan dengan model Rekomendasi lebih mendapatkan perhatian dari para pengunjung. Anda tidak cukup bodoh untuk menawarkan untuk membeli sebuah laptop kepada seseorang yang ingin membeli nasi goreng bukan?

Jadi untuk para penyedia layanan PPC lokal, tugas anda masih banyak kalau ingin tetap bertahan lama. Melihat kondisi PPC yang sudah ada sekarang, tidak ada satupun yang menyediakan layanan penempatan iklan yang relevan jadi sepertinya diperlukan evolusi dan perubahan cara pikir dari para penyedia layanan PPC lokal ini. Dan saya tekankan lagi sesuai judul diatas, Evolve or die!

Apakah anda pernah menggunakan PPC lokal? Bagaimana pendapat anda selama menggunakannya, dan apa saja yang harus dilakukan oleh para penyedia layanan PPC lokal untuk bisa maju?

Twitter Tajamkan Mesin Pencari

Twitter sepertinya sudah mulai menemukan jalannya di dunia maya. Ketika Evan Williams dkk memutuskan untuk mengakuisisi Summize tahun lalu tim Twitter sudah memprediksi bahwa search engine adalah salah satu fitur yang mampu diunggulkan oleh Twitter. Sampai beberapa bulan lalu, Twitter mulai mengimplementasikan real-time search dan mulai mengarahkan Twitter ke arah yang benar.

Dengan bantuan eksposure yang makin besar dari para selebritis yang menggunakan Twitter makin membuat Twitter menjadi populer dan mainstream, bahkan sepertinya pengguna Twitter di Indonesia juga semakin banyak. Dengan banyaknya pengguna dan ribuan tweet per menit membuat Twitter sebagai gudang data yang sangat-sangat besar, dimana sebuah mesin pencari sangat lah dibutuhkan dan fitur real-time menjadi sangat penting. Akses informasi real-time inilah yang mulai dikembangkan oleh Twitter.

Santosh Jayaram, VP of Operations Twitter (mantan VP Search Quality Google) dalam wawancaranya dengan CNET mengumumkan bahwa Twitter akan menambahkan 2 fitur ke dalam search engine Twitter. Fitur yang ditambahkan antara lain robot crawler dan menambahkan reputasi user ke dalam perhitungan rank search result.

Layaknya crawler milik Google Search, robot crawler milik Twitter ini nantinya akan mengindeks tautan yang dikandung di dalam tweet. Pemutakhiran search engine ini merupakan terobosan besar bagi Twitter yang dengan dirilisnya fitur ini akan mengangkat Twitter ke posisi yang cukup mengancam Google sebagai search engine terbesar di dunia. Kenapa? Karena Google search belum real time, sedangkan kekuatan utama Twitter justru terletak di real-time search. Tapi meskipun belum diimplementasikan, sudah ada beberapa pihak yang skeptis.

Fitur kedua yang ditambahkan adalah peningkatan relevansi dari search result yang ditampilkan dengan menambahkan reputasi dari pengguna yang memberikan tweet. Belum jelas apakah reputasi ini dihitung berdasarkan jumlah follower atau jumlah re-tweet, atau ada faktor lain yang dimasukkan sebagai variabel. Meskipun begitu telah banyak perdebatan mengenai reputasi seorang pengguna Twitter yang dinilai dari banyaknya follower, saya pribadi menilainya sebagai hal yang tidak masuk akal. Kualitas tweet anda tentu tidak ada hubungannya dengan jumlah follower anda, meskipun saya tahu pasti ada beberapa pengguna Twitter yang tidak setuju dengan pendapat saya.

Dari kedua fitur yang ditambahkan ini nampak jelas bahwa Twitter sudah mulai memposisikan dirinya sebagai sumber informasi atau gudang informasi dimana pengguna bisa mencari informasi yang dibutuhkan secara real-time dari sumber yang bisa dipercaya. Dan pesaingnya tentu makin jauh tertinggal, membuat Twitter menjadi sasaran akuisisi yang sangat menarik untuk pemain-pemain besar seperti Microsoft, Google, Apple, dan Amazon.

Untuk anda yang menggunakan Twitter, jangan lupa untuk follow DailySocial di Twitter dan di account Twitter pribadi saya.

IF Media : Online Multimedia Experience

Online magazine? Sudah banyak dan terdengar umum dan juga sudah ada lumayan banyak di Indonesia (NavinoT pengecualian lho ya). Namun IF Media ini berbeda dengan online magazine lainnya, pasti anda setuju kalau sudah melihatnya secara langsung. Continue reading IF Media : Online Multimedia Experience

Featured in TemanMacet.com

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan Ronald Widha, seorang praktisi IT Indonesia yang sekarang bekerja di Dubai sebagai Team Lead di sebuah perusahaan IT milik AS. Ronald saat itu memfollow saya di Twitter dan juga berkorespondensi via email dan komentar di Daily Social. Saat itu juga Ronald mengajak saya dalam sebuah program audio podcast bernama Teman Macet (i like the name) dan akhirnya kami pun berbincang lewat Skype untuk sesi pertamax dari podcast ini. Berarti ini adalah pertamax yang keduax setelah saya juga tampil perdana di NotSoGeeky.

Perbincangan seru seputar tentang emerging microblogging trend di Indonesia. Dari twitter sampai koprol, ( yang ternyata Ronald juga mengira saya adalah salah satu tim pendiri Koprol :p ) Dan pertanyaan yang terpenting : Apakah microblogging cuma sekedar bubble?

Tertarik untuk mendengarkan dan ikut diskusi? Silahkan dengarkan perbincangan saya dengan Ronald di Teman Macet. Jangan lupa untuk pengguna Twitter bisa follow Teman Macet dan Ronald untuk mengikuti updatesnya.

Ide Aneh : Kenakan Pajak untuk Situs dan Blog Komersil *UPDATE VIDEO*

Melihat sebuah berita di website Bisnis Indonesia (thx Hanny for the link) membuat saya berpikir keras, berpikir keras untuk berusaha memikirkan apa yang dipikirkan para pejabat di Depkominfo. Rumit? Pasti! Sayangnya dengan pemikiran yang rumit itu sama sekali tidak menghasilkan solusi yang efektif selain mencoba menguras uang dari rakyat dengan istilah keren … PAJAK!

Kusmayanto Kardiman, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menrsitek) kemarin menyatakan bahwa pertumbuhan blog pribadi sebagai sarana jual-beli cukup tinggi dan merupakan potensi positif.

Pemerintah melihat itu sebagai suatu potensi pemasukan baru dari pajak – Kusmayanto Kardiman

Saya melihat data yang sama dengan yang dilihat menristek, data pertumbuhan blog pribadi sebagai sarana jual beli memang meningkat cukup banyak tahun 2008 kemarin. Sebuah sentimen positif yang merupakan indikasi kemajuan bangsa kita di bidang internet. Meskipun dengan data yang sama ini, saya justru lebih memilih untuk melihatnya sebagai sebuah potensi untuk memanfaatkan para pengangguran – pengangguran yang berjubel itu dengan media internet yang memang dikenal sebagai media yang murah dan efektif. Atau minimal, maksimalkan pengetahuan tentang blog dan internet (yang juga sudah dilakukan beberapa pihak) demi kemajuan bangsa, dan menarik pajak dari hal tersebut adalah ide yang tolol dan justru mematikan niat para calon-calon nentreprenuer untuk memulai usaha via internet.

Memang sih, ide ini hanya baru rencana dan belum ada planning untuk realisasi dalam waktu dekat, namun rasanya pemikiran-pemikiran seperti ini harus dihilangkan. Terlepas dari bagaimana cara implementasinya (ini juga menarik) ide sepertinya sudah cukup absurd untuk saya.

Intinya yang ingin saya sampaikan : Kalau memang ada potensi positif, ya seharusnya didukung supaya berkembang, bukannya malah dikenakan pajak yang justru membuat calon netpreneur mengurungkan niatnya. Apakah masih kurang pajak yang kami setor ke pemerintah secara ikhlas dan tanpa mengharapkan adanya timbal balik?? Kalau ada yang memiliki argumen dan alasan yang kuat bagi pemerintah untuk mengenakan pajak, saya ingin sekali mendengarnya, silahkan tinggalkan komentar.

Simak diskusinya disini (thread saya) dan disini (thread hanny).

Kompas-Gramedia Luncurkan Website Hai Online

Kemarin 14 April 2009, Kompas Gramedia Group meluncurkan kembali versi online dari salah satu majalah cetaknya, Hai. Situs yang diberi nama Hai Online ini sempat tidak bisa diakses Rabu siang sampai akhirnya online kembali pukul 4 sore dan bisa dinikmati oleh para pembacanya. Sesuai dengan target audience majalah Hai, Hai Online juga diperuntukkan para muda-mudi modern yang memang termasuk demografi konsumen internet tertinggi di Indonesia.

“Kita memang menyiapkan website baru Hai-Online ini untuk jadi alternatif tempat nongkrong, ngobrol, sharing karya, dan informasi. Tentunya juga bisa intip isi majalah Hai yang terbaru,” kata Editor Hai-Online Teguh Andrianto.

Selain itu, Hai Online bukan hanya menyediakan informasi semata, melainkan juga menyediakan space bagi visitor untuk bersosialisasi dengan mengupload foto, mp3, video, halaman personal, dan lain-lain. Yang pasti Hai Online ini tidak hanya sekedar menjadi versi digital dari majalahnya, namun juga mengakomodasi “narsisme” para pengunjungnya. Ada juga section berita, latest issue, dan section CCP yang menampilkan cewek-cewek cantik (ehem…) yang diusulkan menjadi Cewek Hai.

screenshot section CCP (ehem..)

Dari sisi tampilan design, tidak terlalu banyak perubahan karena semua website dibawah Kompas-Gramedia group memiliki template layout yang sama persis, mungkin untuk mempermudah peletakan banner iklan agar seragam di sebuah websitenya. Dan sesuai dengan audiencenya, maka Hai Online didesign dengan banyak ilustrasi urban-style dan grungy yang sesuai dengan jiwa muda. Keren!

Dari sisi informasi yang disajikan pun tidak kalah menarik, lagi-lagi template layout yang dimiliki oleh Kompas-Gramedia Group memang lumayan bagus untuk menampung banyak informasi atau bersifat portal berita. Dan di situs Hai Online, information architecture tertata cukup rapi dan enak dilihat untuk visitor. Tapi, seperti semua situs Kompas Gramedia lainnya, banyak visitor yang mengeluhkan mengenai hadirnya block banner flash yang sangat mengganggu experience membaca para visitor, dan juga banner-banner lain yang cenderung tidak kompatibel (secara visual) dengan tampilan website secara keseluruhan. Walaupun begitu, cukup disadari bahwa agak sulit untuk mengatur warna dan juga intensitas iklan banner karena memang mereka ingin tampil mencolok dan menarik perhatian (bahkan keluhan).

IniFotoKu : Jejaring Sosial Untuk Fotografer

Satu lagi situs jejaring sosial dengan audience yang niche. IniFotoku.com, sebuah situs yang bermarkas di Bandung ini memiliki misi memperkaya khasanah fotografi di Indonesia dan dunia, sebagai sarana belajar meningkatkan kemampuan di bidang fotografi, dan juga mempererat tali persahabatan di dunia fotografi.

IniFotoku.Com dibuat sebagai sarana menjalin persahabatan, membuka network, serta sarana pembelajaran dalam dunia fotografi.

Di halaman situs ini, anda dapat melihat beberapa thumbnail foto-foto yang diupload oleh para member IniFotoKu, namun untuk browsing lebih lanjut anda terlebih dahulu mendaftar menjadi anggota. Proses pendaftaran member di IniFotoku terbilang agak rumit. Seharusnya proses registrasi menjadi member tidak perlu mengisi daftar panjang form input yang sedikit membuat malas mendaftar. Informasi seperti “Nama ibu” juga saya rasa tidak perlu dicantumkan pada form registrasi. Dan juga berkaitan denga isu Hak Cipta, pada saat registrasi, calon member dihadapkan dengan 3 halaman berisi Syarat dan ketentuan mengenai foto yang diupload dan juga kegiatan yang berlangsung di IniFotoKu.

Namun diluar itu, aktivitas para member IniFotoku terbilang cukup aktif dengan kurang-lebih 5860 member terdaftar, dan mencapai 2.6 juta pageviews (menurut statistik). Sebuah angka yang cukup menarik untuk para advertiser.

Jika anda menjadi member di situs ini, anda bisa mengupload foto (karya sendiri) atau sekedar browsing foto-foto hasil karya member lain dan juga memberikan rating / komentar. Dengan interface yang intuitif menggunakan AJAX di berbagai section, mempermudah pengguna dalam berkegiatan dan sangat user-friendly. Fitur-fitur yang ada pun terbilang cukup lengkap, antara lain dengan fitur komentar, forum, dan juga integrasi (optiona) dengan PicLens. Sayang sekali situs ini belum mendukung pool FLickr, padahal banyak juga fotografer professional (dan amatir) yang berkegiatan di Flickr.

Satu hal yang pasti, IniFotoku memberikan rasa baru baik dalam dunia social networking dan juga dunia online photography. Untuk anda para penggemar fotografi, situs ini layak dipertimbangkan.