Lumi by Pampers Adalah Smart Diapers untuk Para Bayi Generasi Data Science

Dewasa ini semakin banyak produk yang dilabeli “smart” oleh pembuatnya, entah itu karena kemampuannya terhubung ke internet, atau berkat kemampuannya memonitor beragam data. Sejatinya hampir semua objek bisa dibuat pintar sekarang, tidak terkecuali popok sekali pakai alias diapers.

Tren smart diapers sebenarnya sudah dimulai sejak akhir tahun lalu di Korea dan Jepang. Tahun ini, tren itu bakal berlanjut ke Negeri Paman Sam berkat kreasi terbaru dari brand yang namanya begitu melekat di kategori ini: Pampers. Mereka baru saja mengumumkan Lumi by Pampers, yang mereka definisikan sebagai “all-in-one connected care system“.

Lumi by Pampers

Agar lebih mudah dicerna, anggap saja Lumi sebagai perpaduan dari smart diapers, security camera, baby monitor, dan aplikasi smartphone. Lumi merupakan hasil kerja sama Pampers dengan Logitech dan anak perusahaan Alphabet Inc. yang bergerak di bidang data science, Verily.

Lumi pada dasarnya dirancang dengan tujuan untuk memudahkan tugas para orang tua selama setahun pertama merawat buah hatinya. Caranya adalah dengan menyodorkan selengkap mungkin data yang relevan untuk dievaluasi. Sumber data yang pertama tidak lain dari smart diapers itu sendiri.

Lumi by Pampers

Diapers yang termasuk dalam paket penjualan Lumi merupakan varian khusus yang memiliki tempat untuk ditempeli sensor. Sensor tersebut tak hanya bertugas mengecek apakah sudah tiba saatnya untuk mengganti diapers dengan yang baru (berdasarkan garis kuning yang umumnya berubah warna menjadi biru setelah terkena cairan), melainkan juga memonitor pola tidur sang bayi.

Sumber data berikutnya adalah kamera pengawas Logitech Circle 2 yang telah dimodifikasi agar dapat mengukur suhu dan kelembapan di samping sekadar merekam. Kamera ini juga bertugas meneruskan data dari sensor yang melekat di diapers menuju ke akun Pampers milik masing-masing orang tua, yang kemudian bisa diakses data-datanya lewat aplikasi pendamping Lumi di smartphone.

Paket penjualan Lumi meliputi dua bungkus diapers, dua sensor dan kamera Logitech Circle 2 itu tadi. Diapers tambahannya bakal ditawarkan ke konsumen lewat mekanisme subscription, atau dijual terpisah di sejumlah toko. Pampers belum merincikan harga jual Lumi, namun pemasarannya di Amerika Serikat sudah dijadwalkan bakal berlangsung mulai musim semi nanti.

Sumber: Engadget.

Hati-Hati, Teknik Phishing Baru Ini Eksploitasi Celah Keamanan Google Docs

Keamanan berinternet adalah hal kompleks. Penyedia layanan serta pengembang sistem operasi tidak pernah lelah untuk menyempurnakan sistem mereka. Tapi celahnya selalu saja ada, dan dengan memanfaatkan ketidaktahuan atau kelalaian pengguna, pihak-pihak tak bertanggung jawab terus mencoba mencuri data-data pribadi kita.

Ada insiden baru terjadi di hari Rabu kemarin. Sebuah usaha phishing sempat dilakukan dengan menggunakan sistem pengesahan OAuth punya Google buat menginstal aplikasi-aplikasi web jahat. Tidak seperti upaya phishing (‘memancing’ informasi dengan menyamar jadi entitas terpercaya) biasa yang memanfaatkan alamat internet palsu, serangan ini muncul sebagai permintaan otorisasi app.

Usaha peretasan tersebut memakai teknik yang berbeda. Ia memperdaya user untuk memberikan informasi sensitif tanpa meminta password. Caranya adalah mengelabui melalui Google Docs.

Prosesnya sangat simpel, dan hal inilah yang membuatnya berbahaya. Pertama, calon korban menerima email yang menawarkan akses sharing file Google Docs. Dengan mengklik ‘Open in Docs’, akan muncul layar seleksi akun Google asli, dan diikuti oleh permintaan otorisasi buat mengakses informasi kontak Gmail dan Google. Anda telah jatuh dalam perangkap jika menekan link yang ada di sana.

Kecanggihan dari teknik ini adalah ada banyak orang mudah mempercayai permintaan share file Google Docs. Dan jika kebetulan Anda sudah jadi korbannya, Anda perlu memutus akses app tersebut. Caranya adalah dengan pergi ke security page Google, pilih Manage App, lalu buang Google Docs dari daftar itu. Ada baiknya ada mengecek hal ini sekarang juga.

Menurut penjelasan CTO PhishMe Inc. via Reuters, metode ini merupakan ‘masa depan’ dari kegiatan phishing. Sang peretas bisa mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa perlu repot-repot membubuhkan malware pada device.

Alphabet merespons serangan tersebut dengan segera memberikan peringatan dan panduan buat menanggulanginya. Google juga meyakinkan para pengguna bahwa mereka telah mengambil langkah serius – mematikan akun, menghapus laman palsu, memberikan update, dan tim bekerja keras supaya hal ini tidak terjadi lagi. Mereka juga menyarankan Anda untuk melaporkan alamat-alamat email phishing.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian ini adalah, jika Anda tidak menantikan pemberian akses ke dokumen di Google Docs, maka jangan dibuka. Lalu seandainya tidak yakin siapa pengirimnya, langsung cek identitasnya dan pastikan email dikirm oleh orang-orang yang Anda kenal.

Sumber: Reuters & Ars Technica.

Anak Perusahaan Alphabet Ciptakan Smartwatch Khusus untuk Penelitian di Bidang Kesehatan

Saat konsep smartwatch pertama kali diwacanakan, mungkin yang tebersit di pikiran kita adalah semacam alat komunikasi seperti yang kita jumpai dalam Star Trek maupun film bertema sci-fi lainnya. Namun seiring perkembangannya, industri beserta konsumen sama-sama setuju kalau smartwatch dan perangkat wearable lainnya punya peranan besar di bidang kesehatan.

Heart-rate monitor sekarang sudah termasuk fitur standar pada smartwatch, begitu juga dengan kemampuan untuk mengukur VO2max pada sejumlah perangkat. Singkat cerita, smartwatch dan activity tracker sangat bermanfaat dalam memonitor kesehatan, dan tentunya mereka juga bisa dijadikan alat bantu dalam studi kesehatan.

Kira-kira seperti itu pendekatan yang diambil Verily. Anak perusahaan Alphabet Inc. yang berfokus di bidang sains dan kesehatan ini baru saja memperkenalkan sebuah smartwatch yang ditujukan untuk membantu para peneliti di bidang kesehatan.

Dijuluki Study Watch, perangkat sepintas kelihatan seperti jam tangan biasa, dengan layar mirip seperti milik Pebble yang selalu menyala. Verily telah membenamkan sederet sensor fisiologis dan environmental guna mengukur sinyal-sinyal yang relevan dalam studi di bidang kardiovaskular, kelainan pergerakan dan lain sebagainya.

Sensor-sensor yang dimaksud meliputi electrocardiogram (ECG), aktivitas elektrodermal, pergerakan inersial, dan tentu saja heart-rate monitor. Data yang dikumpulkan disimpan dan dienkripsi dalam perangkat, lalu diproses oleh jaringan cloud.

Verily mengklaim pengguna Study Watch tidak perlu direpotkan dengan rutinitas sinkronisasi karena perangkat sudah dilengkapi dengan storage internal yang sanggup menyimpan data yang dikumpulkan selama seminggu penuh, sesuai dengan estimasi daya tahan baterainya. Hal ini penting guna mendorong pengguna untuk terus mengenakan perangkat, sehingga pada akhirnya pengumpulan data bisa maksimal.

Sebagai perangkat yang murni ditujukan untuk kebutuhan penelitian, Study Watch sama sekali tidak mengemas fitur notifikasi atau semacamnya. Verily pun juga tidak berniat memasarkan perangkat ini ke konsumen, akan tetapi setidaknya kita bisa melihat ke mana arah perkembangan industri perangkat wearable nantinya.

Sumber: The Verge dan Verily.

Google Dirikan Waymo, Perusahaan Baru yang Bergerak di Bidang Pengembangan Teknologi Kemudi Otomatis

Apa kabar Google Self-Driving Car? Well, Anda bisa melupakan nama tersebut – sekaligus mobil imut berwajah koala yang mereka buat – sebab Google telah mengubahnya menjadi Waymo. Waymo bukan lagi bagian dari Google X, melainkan sebuah perusahaan yang beroperasi secara mandiri di bawah payung Alphabet Inc.

Dengan Waymo, Google juga memastikan bahwa mereka tidak akan memproduksi mobil tanpa sopirnya sendiri. CEO Waymo, John Krafcik yang sebelumnya direkrut dari Hyundai, menegaskan bahwa perusahaan yang dipimpinnya sekarang bukanlah produsen mobil, melainkan yang bergerak di bidang pengembangan teknologi kemudi otomatis.

Namun hasil jerih payah tim Google Self-Driving Car Project sejak tahun 2009 tidak akan disia-siakan begitu saja. Nyatanya, Waymo lahir atas rasa percaya diri tim Google Self-Driving Car yang telah berhasil melakukan uji coba di jalanan publik pada tanggal 20 Oktober 2015 bersama seorang penumpang tuna netra, tanpa didampingi orang lain.

Apa yang dilihat prototipe mobil tanpa sopir Waymo saat berada di jalanan / Waymo
Apa yang dilihat prototipe mobil tanpa sopir Waymo saat berada di jalanan / Waymo

Waymo yakin sudah saatnya mereka mengembangkan inovasi yang mereka kerjakan selama ini menjadi sebuah bisnis yang menguntungkan. Sejumlah segmen yang mereka incar meliputi ride-sharing, logistik maupun transportasi umum. Rencana kerja sama dengan perusahaan otomotif juga sudah ada, dimana nantinya Waymo akan melisensikan teknologi kemudi otomatisnya pada pabrikan yang tertarik.

Prototipe mobil berwajah koala yang sebelumnya dibuat kini diperlakukan sebagai ajang demonstrasi teknologi kemudi otomatis oleh Waymo. Perpaduan sensor dan software memastikan teknologinya bisa membawa penumpang dari titik A ke B tanpa perlu ada lingkar kemudi maupun pedal gas sama sekali.

Sejauh ini mitra Waymo yang telah dikonfirmasi adalah Fiat Chrysler, dimana Waymo sedang dalam proses mengintegrasikan teknologi kemudi otomatisnya ke minivan Chrysler Pacifica untuk diuji di jalanan. Model bisnis seperti ini menempatkan Waymo sebagai pesaing langsung Uber yang juga tengah sibuk mengembangkan teknologi kemudi otomatis dan menawarkannya ke pabrikan-pabrikan mobil.

Sumber: TechCrunch dan Waymo.

Google Dikabarkan Berniat Menjual Boston Dynamics ke Toyota atau Amazon

Sungguh malang nasib Boston Dynamics. Belum genap tiga tahun perusahaan pembuat robot ini diakuisisi oleh Google, sekarang Google dikabarkan berniat menjualnya ke perusahaan lain.

Menurut laporan Bloomberg, keputusan ini didasari oleh fakta bahwa Boston Dynamics belum bisa menghasilkan pendapatan dari robot-robot yang diciptakannya. Hal ini bertentangan dengan visi Alphabet Inc. selaku perusahaan induk, dimana diharapkan startupstartup kecil yang beroperasi di bawahnya bisa berkembang secara mandiri nantinya.

Meski sudah memiliki prototipe robot dalam berbagai jenis, sampai saat ini memang belum ada kepastian terkait kapan Boston Dynamics bisa menjualnya secara luas. Kalaupun sudah siap, kemungkinan besar harga robot-robotnya akan sangat mahal sekali dan tidak banyak konsumen yang sanggup meminangnya.

Alasan lain yang mendasari laporan ini adalah fakta dimana Boston Dynamics merupakan satu-satunya divisi robotik yang tidak ikut dilebur dengan Google X. Berdasarkan memo internal yang didapat Bloomberg, dikatakan bahwa mereka tidak sanggup mengucurkan 30 persen dana dari anggaran yang tersedia untuk suatu proyek – yaitu robot-robot rancangan Boston Dynamics – yang butuh waktu sepuluh tahun sebelum bisa terealisasi.

Lebih parah lagi, tim Google X bahkan dilaporkan berusaha menjauhkan dirinya sejauh mungkin dari Boston Dynamics karena mereka tidak ingin publik mencitrakan Google X sebagai perusahaan pembuat robot yang terlihat mengerikan dan dinilai berpotensi mengambil alih lapangan pekerjaan manusia.

Terkait bagaimana nasib Boston Dynamics selanjutnya, sejauh ini sudah ada dua perusahaan yang dikabarkan tertarik membelinya dari Google, yaitu Toyota dan Amazon. Bagi Toyota, Boston Dynamics nantinya bisa menjadi aset pelengkap divisi risetnya yang juga berfokus pada pengembangan robot.

Di sisi lain, Amazon bisa mengambil banyak manfaat dari akuisisi ini. Contoh yang paling mudah, Amazon bisa memperkerjakan robot-robot buatan Boston Dynamics di area pergudangan mereka yang begitu luas, seperti salah satunya robot Atlas yang bisa Anda simak aksinya di bawah ini.

Sumber: Bloomberg via TheNextWeb.

Google Kini Jadi Bagian dari Alphabet Inc.

Pernahkah Anda membayangkan perusahaan sebesar Google ‘diakuisisi’ oleh perusahaan lain? Well, jangan dibayangkan, karena hal itu sudah terjadi. Google kini secara resmi beroperasi di bawah bimbingan perusahaan bernama Alphabet Inc. Continue reading Google Kini Jadi Bagian dari Alphabet Inc.