Tim-Tim Esports Terpopuler di Media Sosial Indonesia di 2021

Sponsorship merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi tim esports. Bagi perusahaan yang menjadi sponsor, popularitas tim esports tidak kalah penting dari prestasi mereka. Dan salah satu cara paling mudah untuk mengukur popularitas sebuah tim esports adalah dengan mengamati media sosial mereka. Semakin banyak orang yang mengikuti akun media sosial sebuah tim esports, semakin populer juga tim tersebut. Karena itu, menjelang akhir tahun 2021, Hybrid.co.id memutuskan untuk membuat daftar tim-tim esports terpopuler di empat media sosial yang berbeda.

Instagram

Di Instagram, EVOS Esports berhasil menjadi organisasi esports yang paling populer, dengan jumlah pengikut sebanyak 7,1 juta orang. Dalam setiap post yang mereka buat, jumlah rata-rata likes yang mereka dapatkan adalah 20,4 ribu likes. Sayangnya, tingkat engagement dari akun EVOS sangat rendah, hanya mencapai 0,29%. Meskipun begitu, menurut situs Social Blade, akun Instagram EVOS pantas untuk mendapatkan nilai A-.

Setelah EVOS, Team RRQ merupakan organisasi esports terpopuler ke-2. Jumlah pengikut RRQ di Instagram adalah 3,9 juta orang. Walau jumlah pengikut RRQ lebih sedikit dari EVOS, tingkat engagement dari akun RRQ jauh lebih tinggi, mencapai 1,65%. Untuk setiap unggahan, jumlah rata-rata likes yang mereka dapat juga lebih tinggi, yaitu 61,2 ribu likes. Hanya saja, ranking RRQ di Social Blade sedikit lebih rendah dari EVOS, yaitu B+.

Data akun Instagram dari EVOS Esports dan RRQ. | Sumber: Social Blade

Dalam daftar organisasi esports terpopuler di Instagram, Bigetron Esports dan ONIC Esports ada di posisi ke-3 dan ke-4. Memang, jumlah pengikut keduanya tidak jauh berbeda; Bigetron memiliki 1,5 juta pengikut dan ONIC 1,4 juta followers. Keduanya juga sama-sama mendapatkan ranking B+ di Social Blade.

Soal tingkat engagement, akun Bigetron memiliki engagement paling tinggi dari empat tim esports lainnya, mencapai 1,96%. Sementara ONIC memiliki tingkat engagement sebesar 1,29%. Jumlah rata-rata likes yang Bigetron dapat pada setiap unggahan mereka mencapai 30,4 ribu likes, sementara ONIC hanya mendapatkan 17,4 ribu likes per post.

Posisi organisasi esports terpopuler ke-5 diisi oleh Alter Ego Esports. Akun Instagram dari organisasi esports tersebut memiliki 570 ribu pengikut, dengan tingkat engagement 1,69%, dan jumlah rata-rata likes sebanyak 9,4 ribu likes pada setiap unggahan. Di Social Blade, ranking dari akun Alter Ego adalah B.

Twitter

Instagram dan Twitter memang sama-sama media sosial. Namun, keduanya punya fokus yang berbeda. Jika Instagram fokus pada foto dan video, Twitter lebih fokus pada kata-kata singkat. Meskipun begitu, tim-tim esports yang berhasil meraih popularitas di Twitter tetaplah tim-tim besar dengan berbagai prestasi.

Di Twitter, organisasi esports asal Indonesia yang paling populer adalah Bigetron, dengan jumlah pengikut sebanyak 39,4 ribu orang. Sejak dibuat pada Februari 2019, akun Twitter Bigetron telah mendapatkan 3,6 ribu likes. Sementara itu, peringkat 2 diduduki oleh BOOM Esports yang berhasil mengumpulkan 32,3 ribu followers dan 2,1 ribu likes. EVOS — yang ada di peringkat 3 — juga punya 32,3 ribu pengikut, sama seperti BOOM. Hanya saja, jumlah likes dari akun Twitter EVOS itu hanya mencapai 366.

Data akun Twitter Bigetron dan BOOM Esports. | Sumber: Social Blade

Dengan jumlah pengikut sebanyak 17,2 ribu orang, RRQ menjadi tim terpopuler ke-4 di Twitter. Sejauh ini, total likes yang didapat oleh akun RRQ adalah 1,3 ribu likes. Terakhir, peringkat 5 dalam daftar organisasi esports Indonesia terpopuler di Twitter diambil oleh Alter Ego, yang memiliki 11,2 ribu pengikut dan telah mendapatkan 214 likes.

TikTok

Di TikTok, EVOS Esports kembali memegang gelar organisasi esports Indonesia paling populer. Jumlah pengikut dari akun TikTok EVOS adalah 3,5 juta orang. Sejauh ini, mereka telah mengunggah 628 video pendek. Dari ratusan video tersebut, EVOS berhasil mendapatkan 23,9 juta likes.

Peringkat dua dari daftar organisasi esports terpopuler di TikTok dipegang oleh RRQ dan peringkat tiga oleh Bigetron. Jumlah pengikut RRQ di TikTok mencapai 1,1 juta, sementara Bigetron 1 juta orang. Jumlah video yang telah diunggah oleh dua organisasi esports itu juga jauh berbeda; RRQ telah mengunggah 242 video pendek, dan Bigetron 273 video. Soal jumlah likes, Bigetron berhasil mengalahkan RRQ. Jumlah total likes yang didapatkan oleh Bigetron di TikTok adalah 13,4 juta likes, sementara RRQ hanya 10,8 juta likes.

Data akun TikTok dari EVOS dan RRQ. | Sumber: Social Blade

Sebenarnya, ada akun yang menggunakan atribut esports yang lebih populer daripada RRQ. Hanya saja, konten yang diunggah oleh akun tersebut sering tidak relevan dengan dunia game atau esports. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak memasukan akun tersebut ke daftar ini.

Setelah RRQ dan Bigetron, ONIC menjadi organisasi esports paling populer keempat di TikTok. Jumlah pengikut ONIC mencapai 317,5 ribu orang, dengan total likes sebanyak 3,6 juta likes. Terakhir, posisi kelima diisi oleh Alter Ego. Organisasi esports itu memiliki 271,6 ribu pengikut di TikTok dan telah mengumpulkan 2,1 juta likes.

YouTube

Lima organisasi esports dengan subscribers terbanyak di YouTube adalah RRQ, EVOS, Bigetron, Alter Ego, dan ONIC Esports. Empat dari lima organisasi esports itu sudah memiliki channel resmi YouTube. RRQ berhasil menjadi raja di YouTube, dengan 2,86 juta subscribers dan total views sebanyak 331,8 juta views. Menurut Social Blade, jumlah pemasukan bualanan yang RRQ dapat channel YouTube mereka ada di rentang US$2,4 ribu (sekitar Rp34,2 juta) sampai US$38,2 ribu (sekitar RP545,5 juta).

EVOS berhasil menjadi organisasi esports dengan jumlah subscribers terbanyak setelah RRQ. Saat artikel ini ditulis, channel YouTube EVOS memiliki 2,84 subscribers dan telah mengumpulkan 303,9 juta views. Diperkirakan, setiap bulannya, pemasukan yang didapat oleh EVOS dari channel YouTube mereka mencapai sekitar US$1,5 ribu (sekitar Rp21,4 juta) sampai US$23,4 ribu (sekitar Rp334,2 ribu).

Data akun YouTube dari Bigetron dan Alter Ego. | Sumber: Social Blade

Dengan 1,6 juta subscribers dan 203,1 juta views, Bigetron menjadi organisasi esports paling populer ke-3 di YouTube. Total pemasukan bulanan Bigetron dari YouTube diperkirakan mencapai US$1,2 ribu (sekitar Rp17 juta) sampai US$19,3 ribu (sekitar Rp275,6 juta).

Sementara itu, Alter Ego ada di posisi ke-4 dalam daftar organisasi esports terpopuler di YouTube. Channel organisasi tersebut memiliki 515 ribu subscribers dan 49,6 juta views. Alter Ego diperkirakan mendapatkan US$175 (sekitar Rp2,5 juta) sampai US$2,8 ribu (sekitar Rp40 juta) setiap bulannya dari channel YouTube mereka. Daftar organisasi esports terpopuler di YouTube ditutup oleh ONIC, yang memiliki 337 ribu subscribers dan 40 juta views.

Rekap MPL ID Season 8 Week 6: RRQ dan ONIC Tempel Ketat Alter Ego

Setelah kejutan oleh Rebellion Genflix di pekan kelima, kini MPL Indonesia Season 8 pekan keenam kembali bergulir dengan Alter Ego sebagai pusat perhatian.

Sebanyak 8 tim Mobile Legends terbaik di Indonesia berebut menjadi yang terbaik untuk meraih gelar juara MPL Indonesia. Sejauh ini nama Alter Ego masih kokoh di puncak klasemen meski sudah bertanding sebanyak 10 kali.

Nama Alter Ego mewarnai laga di hari pertama pekan keenam melawan EVOS Legends. Lalu ada Rebellion Genflix yang melawan ONIC Esports.

Sumber: MPL Indonesia

Di hari berikutnya, RRQ Hoshi melawan Geek Fam, Aura Fire melawan Bigetron Alpha, dan terakhir EVOS Legends menjamu Rebellion Genflix.

Pada hari terakhir (19/09), Bigetron Alpha siap melawan Geek Fam dan MPL ID Season 8 pekan keenam ditutup dengan pertandingan antara RRQ Hoshi melawan Aura Fire.

Alter Ego Masih Nyaman di Puncak Klasemen

 

View this post on Instagram

 

A post shared by MPL Indonesia (@mpl.id.official)

Jika ada satu nama tim yang paling dominan di MPL ID Season 8 sampai sejauh ini, tentu Alter Ego keluar sebagai pilihan utama. Tim yang diperkuat Udil dkk. ini masih belum menelan kekalahan meski harus menjamu EVOS Legends, sang juara MPL ID Season 7.

EVOS Legends yang diperkuat Antimage, Ferxiic, dan pemain bintang lainnya masih belum cukup untuk menorehkan kekalahan perdana bagi Alter Ego. Dengan format best-of-three, Alter Ego sukses membuka kemenangan pertama.

Aksi Celiboy dan Ahmad menjadi pembeda dengan kombinasi Mage dan Assassin di pertandingan pertama. Namun, kini giliran Nino dan Ahmad yang merusak formasi EVOS Legends pada pertandingan kedua.

Kombo Beatrix dan Mathilda sukses melakukan zoning saat melawan EVOS di fase awal pertandingan. Efek snow ball pun terbentuk dan membuat Alter Ego kian mendominasi apalagi dengan inisiasi sempurna dari Ahmad.

Waktu 22 menit pun menutup pertandingan kedua dengan skor 22-17 bagi kemenangan Alter Ego. Hasil yang tentunya diharapkan oleh Ahmad dkk. guna mengamankan tiket menuju fase playoff.

Di pertandingan lain, RRQ Hoshi mampu menunjukkan kualitasnya meski tanpa Lemon di musim ini dengan mengemas kemenangan melawan Geek Fam dan Aura Fire.

Sementara ONIC Esports di posisi ketiga klasemen juga mampu mengemas hasil positif lewat kemenangan kontra Rebellion Genflix dengan skor 2-1.

Berikut hasil akhir klasemen MPL ID Season 8 di pekan keenam:

Sumber: MPL Indonesia

Sengitnya pertarungan tim-tim MPL ID Season 8 belum usai. Perjalanan menuju babak playoff masih akan terus berlanjut ke pekan ketujuh yang berlangsung pada 24 September 2021 mendatang.

Rekap MPL ID Season 8 Week 3: Alter Ego Perpanjang Rekor Positif

Liga profesional Mobile Legends: Bang Bang, MPL ID S8, kembali bergulir akhir pekan kemarin.

Berlangsung di minggu ketiga fase regular season, MPL ID Season 8 menghadirkan beberapa pertandingan yang sangat seru. Pekan ketiga berlangsung sejak Jumat (27/08) hingga Minggu (29/08).

Alter Ego Curi Perhatian di Laga Pembuka

Sumber: Alter Ego

Laga pembuka menghadirkan Aura Fire menghadapi Alter Ego dan diikuti oleh big match antara EVOS Legends melawan ONIC Esports.

Alter Ego yang sempat memuncaki klasemen MPL ID Season 7 memang perlahan menurun di akhir musim. Kini, Udil dan kawan-kawan kembali membuktikan kualitasnya dengan mengalahkan Aura Fire lewat skor 2-1.

Tim Alter Ego menghadirkan permainan agresif, namun kejutan ditunjukkan terlebih dulu oleh Aura Fire dengan mengamankan kemenangan pertama.

Dengan sistem best-of-three, rupanya Alter Ego enggan memberikan 3 poin bagi Aura Fire. Udil dkk. memberikan perlawanan dengan pertahanan yang sangat rapih.

Kecerobohan Aura Fire dimanfaatkan dengan sangat baik dan Alter Ego membalikkan keadaan menjadi 2-1 untuk kemenangan manis di laga pembuka.

Di sisi lain, ONIC Esports juga mengemas kemenangan manis 2-0 tanpa balas melawan sang juara MPL ID Season 7, EVOS Legends.

Jalannya Laga MPL ID Season 8 di Pekan Ketiga

https://www.youtube.com/watch?v=JN8fwwtaK5Y

Pada hari berikutnya (28/08), MPL ID Season 8 menyajikan tiga pertandingan sekaligus. Laga antara Rebellion Genflix melawan Aura Fire, Bigetron Alpha melawan Alter Ego, dan El Clasico antara RRQ Hoshi melawan EVOS Legends.

Laga pembuka kali ini dimenangkan oleh Aura Fire setelah hari sebelumnya kalah oleh Alter Ego. Tidak main-main, tim berlogo naga merah tersebut menorehkan skor 2-0 tanpa balas.

Berikutnya giliran Alter Ego yang unjuk gigi, apalagi melawan tim Bigetron Alpha yang digadang-gadang menjadi tim underdog. Namun rekor positif Alter Ego masih belum luntur setelah mengemas kemenangan dengan skor 2-1.

Lalu ajang yang ditunggu-tunggu, El Clasico membawa kemenangan RRQ Hoshi lewat skor 2-0. EVOS Legends pun harus rela menelan kekalahan perdananya di tangan RRQ Hoshi yang dilatih oleh Acil.

Pada Minggu (29/08), Geek Fam bertanding melawan ONIC Esports yang sempat memenangkan laga pembuka. Setelah itu RRQ Hoshi akan melawan tim juru kunci yaitu Rebellion Genflix.

ONIC Esports kembali menunjukkan mentalitas juara setelah mengalahkan EVOS Legends 2-0. Skor yang sama harus diterima oleh Geek Fam dengan kata lain ONIC Esports melalui pekan ketiga dengan 2 kemenangan bersih.

Bagaimana dengan RRQ Hoshi? Sama dengan ONIC Esports, Albertt dan kawan-kawan juga mengemas kemenangan bersih di pekan ketiga setelah mengalahkan EVOS Esports dan Rebellion Genflix lewat skor 2-0.

Dengan hasil ini, Alter Ego, RRQ Hoshi, dan ONIC Esports menempati klasemen atas. Berbanding jauh dengan EVOS Legends yang justru turun klasemen ke peringkat 4 sementara.

Berikut klasemen MPL ID Season 8 di pekan ketiga:

Sumber: MPL Indonesia

Gelaran MPL ID Season 8 fase regular season masih akan berlanjut pada pekan keempat yang dimulai pada 3 September 2021 mendatang.

EVOS Legends Adalah Juara MPL ID Season 7!

Laga Mobile Legends Professional League Indonesia Season 7 telah mencapai babak puncaknya yaitu babak  Playoff pada 30 April hingga 2 Mei 2021 kemarin. EVOS Legends keluar sebagai juara setelah bersaing ketat melawan Bigetron Alpha, Genflix Aerowolf, ONIC Esports, Alter Ego dan RRQ Hoshi.

Bagaimana perjuangan EVOS Legends merengkuh piala keduanya di sepanjang sejarah MPL Indonesia berjalan? Apa saja yang terjadi selama 3 hari babak Playoff berjalan? Berikut rekapnya.

Hari Pertama – Runtuhnya Dinasti RRQ Hoshi dan Alter Ego

Dua tim tersebut diketahui sebagai dua tim terkuat di skena MLBB Indonesia belakangan ini. Tapi status tersebut sudah tak lagi berlaku bagi RRQ Hoshi dan Alter Ego setelah terpaksa menerima fakta bahwa mereka harus tumbang di hari pertama babak Playoff. RRQ Hoshi menghadapi Genflix Aerowolf sementara Alter Ego menghadapi Bigetron Alpha.

Khusus laga puncak ini, RRQ Hoshi menurunkan sang bintang yang telah lama dinanti pemirsa MPL Indonesia, Muhammad “Lemon” Ikhsan.

Genflix Aerowolf tampil berani di game pertama. Mereka melakukan ganking secara aktif dengan memanfaatkan Chou yang digunakan oleh Fredoqt. Hal tersebut memberi keunggulan besar bagi Genflix Aerowolf sehingga Lord pun mudah didapatkan di menit 11. Dalam satu kali dorongan Lord, seluruh punggawa RRQ Hoshi pun musnah bersama dengan base mereka. 1-0 untuk Genflix Aerowolf.

Lemon segera menunjukkan aksi beraninya di game kedua, segera mendapatkan Solo Kill atas Fredoqt di menit awal. Genflix Aerowolf tak gentar, jual beli serangan pun terjadi, bahkan bertukar 2 Lord sampai di menit ke-19. R7 membuka celah di menit ke-20, berhasil membungkam Watt yang terlalu bernafsu menyerang pihak RRQ Hoshi. Celah tersebut ternyata membongkar keseluruhan pertahanan Genflix Aerowolf sehingga tak lagi mampu menahan base tetap berdiri. Skor jadi 1-1.

Jual beli serangan berlanjut hingga game ketiga. Genflix Aerowolf hampir kalah karena gempuran Lord di menit 14, namun Watt dan Bottle segera menunjukkan tajinya dengan counter-initiate manis di menit 15 lewat kombinasi Ling dan Alice. Tiga punggawa RRQ Hoshi ditumpas, Genflix Aerowolf memanfaatkan momen untuk push turret. Lord didapatkan oleh Genflix Aerowof di menit ke-18 dan berhasil membumihanguskan base RRQ Hoshi. Lemon dan kawan-kawan tumbang di hari pertama babak Playoff.

Pertandingan selanjutnya menampilkan aksi Bigetron Alpha melawan Alter Ego. Game pertama menjadi rally panjang bagi kedua tim. Kedua tim terus bertukar serangan hingga menit ke-30 walau akhirnya Alter Ego lah yang membungkus game 1 di menit ke-33.

Game dua kembali menjadi game panjang. Keseimbangan terjadi sampai menit ke-25 walau turret dalam Bigetron Alpha sudah botak. Branz dan kawan-kawan menemukan celah saat sedang berebut Lord di menit ke-31 sehingga Bigetron Alpha bisa merebut game 2 di menit 31.

Bigetron Alpha tak ingin berlama-lama di game ke-3. Memanfaatkan keunggulan di fase early, pasukan robot merah putih menggulung Alter Ego dengan kekuatan yang sangat besar. Alter Ego tak lagi mampu menahan, mereka pun jadi tim yang pulang kedua di babak Playoff MPL ID Season 7 setelah base tumbang di menit 11.

Pertandingan berikutnya menjadi laga lanjutan Genflix Aerowolf, kali ini lawannya adalah EVOS Legends. Ferxic dan kawan-kawan EVOS Legends berhasil mendapatkan game 1 dengan cepat yang segera dibalas oleh Genflix Aerowolf di game 2. EVOS Legends ternyata tetap bermain solid saat masuk ke game 3.

Lewat kerja sama tim yang apik dan kombinasi hero yang tepat, EVOS Legends pun membungkan Genflix Aerowolf 2-1.

Hari kedua – Sang Landak Kuning yang Kehilangan Durinya

Pertandingan hari kedua dibuka oleh pertemuan Bigetron Alpha dengan ONIC Esports. Game 1 berjalan alot dan baru selesai setelah ONIC Esports menemukan celah pada perebutan Lord di menit ke-22 yang menumpas 5 pemain Bigetron Alpha beserta base-nya. Bigetron Alpha tampil yakin di game kedua. Branz dan kawan-kawan berhasil meratakan base dalam satu kali dorongan Lord di menit ke-15.

Game ketiga kembali menjadi game yang alot bagi kedua tim. Pertandingan berjalan hingga memaksa 3 Lord keluar dari sarangnya. ONIC Esports mendapatkan 2 Lord, namun hanya butuh 1 buah Lord bagi Bigetron Alpha untuk bisa menumpas sang landak kuning di menit ke-21. Kemenangan bagi Bigetron Alpha dengan skor 2-1.

ONIC Esports terhempas ke lower-bracket dan harus menghadapi Genflix Aerowolf. Beban kekalahan di pertandingan sebelumnya nampaknya masih terasa bagi ONIC Esports. Mereka kalah cukup cepat di game 1 yaitu di menit ke-15 dengan satu kali Lord dari Genflix Aerowolf.

Genflix Aerowolf kini di atas angin, ONIC Esports terlihat sudah mulai mendapatkan sedikit tempo permainannya di game kedua. Pertandingan berjalan cukup alot di game kedua. Namun momentum ONIC Esports agaknya tak mampu menahan gempuran 2 Lord yang dilontarkan oleh Genflix Aerowolf.

Sang serigala putih pun memenangkan pertandingan dengan skor 2-0. ONIC Esports pulang dari babak Playoff MPL ID Season 7.

Pertandingan terakhir adalah penentu tim pengisi slot Grand Final pertama antara EVOS Legends melawan Bigetron Alpha. Seperti biasa, Bigetron Alpha membawa permainan menjadi rally panjang hingga ke menit 20++. Namun strategi tersebut malah berbalik kepada mereka. EVOS Legends yang sudah kehabisan semua turret-nya malah comeback di menit 26 game 1.

Bigetron Alpha mencoba main cepat di game dua dengan membawa Granger untuk Branz. Taktik tersebut berhasil. Bigetron Alpha unggul jauh dan berhasil memenangkan game di menit ke-11. Kesuksesan serupa terulang bagi Bigetron Alpha di game ketiga.

Renbo dengan Hayabusa-nya membawa Bigetron Alpha mendapat kemenangan, dengan 2 Lord yang didapatkan sang robot pun membungkam EVOS Legends dalam 17 menit. Bigetron Alpha pun menjadi Grand Finalist MPL ID Season 7 pertama.

Hari ketiga – Potensi Final Tanpa Tim Unggulan

Tiga tim tersisa di hari terakhir babak Playoff MPL ID Season 7. Ada Bigetron Alpha menunggu di Final dan pertarungan Genflix Aerowolf vs EVOS Legends untuk merebut spot kedua di babak Final.

Melihat tim yang tersisa dan performa EVOS Legends kemarin, peluang final tanpa tim unggulan pun terbuka. Namun EVOS Legends segera menepis prediksi tersebut dan membungkam Genflix Aerowolf dengan skor 2-0 yang meyakinkan dari pertandingan best-of-3.

Grand Final pun mempertemukan antara EVOS Legends dengan Bigetron Alpha dalam seri best-of-7. Penonton langsung disambut pertandingan rally panjang selama 32 menit di game pertama. Ada 4 Lord diperebutkan walau semuanya berhasil diambil oleh EVOS Legends. Bigetron Alpha unggul skor kill, walau EVOS Legends yang berhasil mengakhiri permainan.

Kedua tim pun bertukar kemenagan hingga skor menjadi 2 sama jelang game ke-5. Bigetron Alpha merebut game kedua dalam 19 menit lewat Harley sebagai carry yang dimainkan Branz. Bigetron Alpha merebut kemenangan lagi di game ketiga, kali ini dalam 20 menit lewat Hayabusa dari Renbo yang tampil apik.

EVOS Legends kembali lagi dan merebut game ke-4 dalam 17 menit dengan permainan hebat dari Ferxic yang menggunakan Granger. EVOS Legends masih mempertahankan momentum kemenangannya sehingga mereka juga merebut game ke-5 dengan cepat, 15 menit saja lewat duet Mage Kagura dan Harith.

Bigetron Alpha justru tampak kewalahan di game penentuan. Kondisi sudah terlihat cukup tidak baik bagi Bigetron Alpha sejak fase early. Benar saja, EVOS Legends pun memanfaatkan momentum tersebut secara bertubi-tubi. Bigetron Alpha tak mampu lagi bertahan setelah setelah serbuan Lord dan gempuran tanpa henti dari EVOS Legends.

Base Bigetron Alpha hancur di menit ke-11, EVOS Legends pun mengangkat piala juara MPL Indonesia untuk kedua kalinya di musim ke-7 ini.

Selamat bagi EVOS Legends! Sebagai Grand Finalist, EVOS Legends dan Bigetron Alpha pun berhak untuk mewakili Indonesia di laga turnamen Mobile Legends Southeast Asia Cup (MSC) 2021 nanti. Sekali lagi selamat bagi EVOS Legends! Semoga kedua tim Indonesia tersebut nantinya bisa menghasilkan prestasi terbaik di MSC 2021.

Sumber Gambar Utama – Instagram @evosesports

5 Pemain Carry Paling Kuat di MPL Indonesia Season 7

Setelah babak regular season MPL ID Season 7 usai, kita akan melaju ke babak playoff dari MPL Indonesia Season 7 yang akan diadakan mulai tanggal 30 April 2021 mendatang. Sebelum menuju ke pertandingan tersebut, mari kita sedikit melakukan napak tilas terhadap performa dari pemain-pemain MPL Indonesia selama babak regular season secara statistik.

Pada kesempatan ini, saya telah mendaftar 5 pemain carry paling efektif di babak regular season MPL Indonesia Season 7. Lima pemain tersebut dianggap sebagai carry paling efektif berdasarkan besaran statistik damage per minute yang saya kutip dari laman resmi MPL Indonesia. Siapa saja lima pemain tersebut? Berikut daftarnya.

#5 Alberttt – RRQ Hoshi

Carry MPL Indonesia Season 7
Sumber Gambar – id-mpl.com

Muda dan berbahaya. Alberttt merupakan pemain baru RRQ Hoshi yang dibesut dari tim MDL pada Agustus 2020 lalu. Walaupun merupakan pemain muda, Alberttt langsung didapuk menjadi carry bagi tim. Keputusan RRQ Hoshi menjadikan Albertt sebagai carry tim ternyata tidak salah. Pada musim ke-7 MPL Indonesia ini, Alberttt pun berhasil mengisi peringkat ke-5 dari segi catatan statistik damage per minute.

Pemain yang terkenal jago bermain Ling ini berhasil mencatatkan 3514 damage per minute di babak regular season. Selain statistik DPM, statistik lain yang tak kalah penting dalam menakar efektifitas seorang carry tim adalah gold per minute (GPM) dan kill participation. Selain damage, Albertt sendiri mencatatkan 748 GPM dengan persentase kill participation sebesar 69%.

Catatan statistik tersebut menunjukkan seberapa mengerikannya sosok seorang Albertt sebagai carry bagi tim RRQ Hoshi. Kengerian seorang Alberttt terbukti salah satunya saat dirinya mendapatkan Savage sebagai Ling di laga melawan Alter Ego di week 7 MPL ID.

#4 Branz – Bigetron Alpha

Carry MPL Indonesia Season 7
Sumber Gambar – id-mpl.com

Dari RRQ Hoshi ada Alberttt yang mewakili pemain muda. Di peringkat ke-4, ada Branz selaku jungler tim Bigetron Alpha yang bisa dibilang sebagai perwakilan dari pemain senior. Kita sudah banyak melihat laga Branz di berbagai pertandingan MPL ID Season 7. Namun demikian, seberapa efektif dirinya menjadi carry bagi tim?

Secara statistik, Branz mencatatkan 3574 damage per minute. Torehan tersebut merupakan angka yang besar dan membuatnya ada di peringkat 4 dari daftar ini. Selain itu dirinya memiliki catatan 713 GPM dengan tingkat kill participation sebesar 77%.

Melihat dari statistik yang ia catatkan, mungkin bisa dibilang Branz adalah carry yang tergolong sebagai carry tempur. Dirinya terlihat banyak bergabung di dalam pertempuran dari sisi statistik kill participation. Namun banyak bertarung membuat catatan GPM miliknya cenderung menurun. Namun demikian, Branz tetap berhasil secara efektif memberikan damage kepada musuh-musuhnya. Karena catatan tersebut, jadi tidak heran kalau Granger dengan damage burst jadi hero andalan dari sosok pemain asal Yogyakarta tersebut. Bukti ketajaman lainnya dari seorang Branz juga terlihat salah satunya dari momen Savage perdana yang ia ciptakan saat melawan AURA Esports dengan menggunakan Yi Sun-Shin.

#3 Ferxiic – EVOS Legends

Carry MPL Indonesia Season 7
Sumber Gambar – id-mpl.com

Perdyansyah Kamaruddin atau “Ferxiic” mengisi peringkat ke-3 dari daftar yang satu ini. Seperti Albertt, Ferxiic juga merupakan pemain muda yang bersinar dari tim EVOS Legends. Dirinya bahkan kerap kali disandingkan dengan Alberttt sebagai rival dengan sebutan “Bayi Macan” (Ferxiic) vs “Bayi Alien” (Alberttt).

Secara statistik, dirinya mencatatkan 3634 damage per minute sepanjang babak regular season kemarin. Selain itu, dirinya juga mencatatkan 771 GPM dengan tingkat kill participation sebesar 68%. Melihat dari data statistitk tersebut, terlihat sosok Ferxiic sepertinya adalah tipe carry murni yang mengutamakan farming ketimbang bertarung.

Terlepas dari itu, sosok seorang Ferxiic sebagai pemain muda memang cukup fenomenal di MPL Indonesia. Mulai gabung EVOS Legends sejak MPL ID Season 6, dirinya mendapat banyak sorotan berkat permainan memesona yang ia tampilkan. Ketika itu, KB mengatakan kepada ONE Esports bahwa Ferxiic adalah sosok jungler baru yang agresif tapi punya kalkulasi damage layaknya seorang carry sungguhan. “Mekanik matang dan instingnya jalan, tahu kapan harus masuk dan keluar di dalam pertarungan.” Tutur KB.

#2 SANZ – ONIC Esports

Carry MPL Indonesia Season 7
Sumber Gambar – id-mpl.com

Pada peringkat kedua ada sosok Gilang “SANZ” yang merupakan sosok jungler bagi tim ONIC Esports. Sebagai seorang carry dan jungler bagi tim ONIC Esports, dirinya terkenal sebagai pemain yang punya mekanik dan insting yang tajam. Butts sebagai rekan satu timnya juga sempat mengakui kelihaian seorang SANZ sebagai seorang pemain carry.

Secara statistik, SANZ adalah pemain dengan catatan damage per minute terbesar kedua. Dirinya mencatatkan 3956 damage per minute dengan 785 GPM, dan kill participation sebesar 71%. SANZ mungkin bisa dibilang sebagai pemain yang serba lengkap dari statistik. Selain mencatatkan sebagai pemain dengan damage per minute kedua terbanyak, dirinya juga mencatatkan sebagai pemain dengan torehan gold per minute terbanyak walau torehan kill participation-nya masih kalah cukup jauh ketimbang Rasy.

SANZ bisa dibilang sebagai pemain yang kerap kali bermain konsisten di berbagai pertandingan sebagai ujung tombak bagi tim ONIC Esports. Aksi terakhirnya adalah pada pertandingan melawan Alter Ego di Week 8 kemarin. Ketika itu ia menggunakan Harley, sosok carry yang belakangan sedang jarang digunakan. Terlepas dari itu, SANZ tetap menunjukkan bagaimana Harley sebagai jungler dan carry tim bisa sangat efektif sehingga dia berhasil membawa ONIC Esports menang 2-0 atas Alter Ego.

#1 Celiboy – Alter Ego

Carry MPL Indonesia Season 7
Sumber Gambar – id-mpl.com

Alter Ego mungkin sedang turun performanya belakangan. Walaupun begitu, satu yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa Eldin Rahadian “Celiboy” Putra tetaplah merupakan seorang carry yang kuat bagi tim. Tidak heran kalau pemain ini pun memuncaki data statistik dari segi damage per minute.

Secara data statistik, Celiboy telah mencatatkan 4116 damage per minute dengan 713 GPM dan kill participation sebesar 68%. Catatan data milik Celiboy terbilang cukup menarik, karena dirinya punya gold per minute yang cenderung rendah ketimbang sosok carry tim lainnya, namun bisa menghasilkan besaran damage yang paling besar ketimbang yang lain. Dari catatan data tersebut, kita bisa membayangkan seberapa efektifnya seorang Celiboy menjadi carry bagi tim Alter Ego.

Celiboy sendiri pertama kali debut di MPL Indonesia Season 4 dan langsung menarik perhatian para penonton karena permainannya yang begitu memukau. Celiboy bahkan juga bisa dibilang sebagai salah satu sosok penting dalam mendongkrak performa tim Alter Ego, bahkan sampai memenangkan ONE Esports MPL Invitational. Namun dengan menurunnya performa Alter Ego belakangan, otomatis jadi banyak pertanyaan dan keraguan terhadap performa dari seorang Celiboy.

Lima pemain dalam daftar ini sendiri akan turut bertanding di babak playoff dari MPL Indonesia Season 7 pada tanggal 30 April 2021 mendatang. Kira-kira, siapakah pemain yang dapat membuktikan diri sebagai sosok carry yang terbaik dan membawa timnya menjadi juara? Hal tersebut tentunya dapat kita saksikan pada laga final nantinya.

MPL Indonesia Season 7 Week 4: Alter Ego Terkulai Lemas

MPL Indonesia sudah masuk pekan ke-4. Pertandingan pun semakin seru. Namun pekan ini mungkin jadi pekan mengecewakan bagi penggemar Alter Ego karena hasil yang didapatkan. Di luar dari itu ada juga pertandingan menarik lainnya seperti pertarungan panjang antara Bigetron Alpha vs Geek Fam ID, ataupun Genflix Aerowolf yang menyalak galak ke EVOS Legends. Berikut rekapnya.

Pertandingan Hari Pertama (19 Maret 2021)

Pertandingan antara AURA Fire vs Geek Fam ID menjadi pembuka dari pekan ke-4. Dua tim tersebut masih ingin membuktikan diri lebih bahwa mereka pantas berada di MPL Indonesia. Geek Fam ID sedang panas belakangan, terbukti mereka bisa cukup mendominasi game 1 dan memenangkannya. Pada sisi lain bibit-bibit kebangkitan AURA Fire sepertinya mulai terlihat pekan ini.

God1va dan kawan-kawan berhasil mendapatkan keunggulannya di awal game kedua lewat ganking-ganking efektif berkat Selena yang digunakan. Keunggulan tersebut terus bergulir hingga Lord berhasil diamankan di menit 10. Lord tersebut berhasil membobol Turret atas dan Geek Fam masih sempat memberi perlawanan terbaiknya. Namun pada akhirnya Geek Fam ID tak kuasa lagi menahan setelah Lord kedua didapatkan AURA Fire.

Pertandingan pun dipaksa hingga game ketiga. Kedua tim cenderung bermain santai di fase early game ketiga. Namun memasuki pertengahan permainan, peperangan mulai pecah dengan dominasi dari Geek Fam ID. Dominasi tersebut memuncak sampai Geek Fam ID berhasil mendapatkan Lord dan langsung menyelesaikan permainan setelahnya di menit 11. Geek Fam ID pun memenangkan seri pertandingan 2-1.

Pertandingan kedua adalah ONIC Esports melawan Bigetron Alpha. ONIC Esports nampak kuat sejak dari fase-fase awal game 1. ONIC Esports melakukan ganking agresif yang efektif sehingga mereka unggul skor kill 7-2 dan memukul mundur punggawa Bigetron Alpha. Bigetron Alpha yang sudah kehabisan ruang gerak pun terpaksa memasrahkan Lord begitu saja di menit 10. ONIC Esports tak mau lagi berlama-lama, SANZ dan kawan-kawan pun segera memanfaatkan Lord untuk mengakhiri permainan di menit 11.

Bigetron Alpha mulai mendapatkan tempo permainannya di game kedua. Beda skor kill kedua tim begitu tipis, namun Bigetron Alpha unggul net-worth di menit 10 walau selisihnya =tidak lebar. Keadaaan terus imbang, berbagai perang kecil terjadi, sampai akhirnya peperangan besar pecah di menit 18. Bigetron Alpha kehilangan tiga pemainnya di peperangan besar tersebut sehingga para punggawa ONIC Esports yang masih utuh bisa mengambil Lord pertama dengan leluasa.

Lord pertama ternyata masih belum cukup membungkam Bigetron Alpha. Pertandingan berlanjut hingga akhirnya ONIC Esports kembali memenangkan peperangan di area atas untuk mendapatkan Lord kedua. Bigetron Alpha yang tak punya Turret lagi di dalam Base terpaksa pasrah melihat Lord yang berderap maju. Akhirnya ONIC Esports pun memenangkan pertandingan di menit 25, 2-0 untuk ONIC Esports.

Pertandingan Hari Kedua (20 Maret 2021)

Bigetron Alpha membuka pertandingan hari kedua. Lawan yang dihadapinya adalah Geek Fam ID. Pertandingan sudah sengit sejak Game 1. Geek Fam ID yang sudah unggul sejak awal dipaksa mengambil dua buah Lord untuk dapat menyelesaikan pertandingan. Lord kedua diamankan Geek Fam ID di menit 17 dan mengantarkan kemenangan kepada Geek Fam ID di menit 18.

Game kedua tambah sengit lagi. Lord pertama baru tumbang di menit 17 dengan BTR.Renbo berhasil mencuri Lord dari Geek Fam ID di tengah kemelut pertarungan. Pertarungan terus berlangsung ketat, bahkan Lord ketiga saja baru tumbang di menit 31. Lord tersebut juga menjadi Lord yang mengantarkan Bigetron Alpha memenangkan game 2 di menit 32.

Momentum kemenangan game kedua Bigetron Alpha ternyata terbawa hingga game ketiga. Renbo, Rippo, dan kawan-kawan sudah mengungguli pertandingan sejak awal. Tapi Geek Fam ID terus bertahan sekuat tenaga sampai memaksa Lord kedua keluar. Sayangnya Geek Fam ID tak mampu lagi menahan gempuran Lord kedua. Bigetron Alpha pun memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.

Game 2 adalah AURA Fire melawan RRQ Hoshi. AURA Fire kembali mencoba memberi perlawanan terbaiknya di game ini. Namun dewi fortuna sepertinya masih belum berpihak kepada AURA Fire. RRQ Hoshi dengan permainan apiknya berhasil mendapatkan game pertama setelah melakukan Wipeout di menit 16. AURA Fire berusaha sekuat tenaga untuk merebut game kedua. Mereka menahanan RRQ Hoshi sampai menit ke 22, walau akhirnya ter-Wipeout dan harus pasrah dengan keadaan. 2-0 untuk RRQ Hoshi.

Sebagai penutup hari ada EVOS Legends melawan Alter Ego. Pertandingan ini jadi menarik karena Alter Ego merupakan pemuncak klasemen sementara yang masih belum terkalahkan. Tetapi EVOS Legends ternyata membuktikan bahwa Alter Ego masih bisa dikalahkan. EVOS Legends, walau kalah skor kill, berhasil menahan imbang Alter Ego hingga menit 10 dan bahkan merebut Lord di menit tersebut. Lord yang didapatkan menembus Turret dalam Lane atas milik Alter Ego, dilanjut dengan gempuran tanpa henti dari EVOS Legends yang tak terbendung. EVOS Legends amankan game 1.

EVOS Legends segera memanfaatkan momentum mental kemenangannya untuk mengungguli Alter Ego di early game kedua. Pada sisi lain, Alter Ego ternyata tidak berhasil bangkit dari kekalahannya. Alter Ego dilibas dengan skor kill 6-29 oleh EVOS Legends dan permainan diselesaikan cepat di menit 12.

Pertandingan Hari Ketiga (21 Maret 2021)

Pertandingan hari terakhir dibuka dengan EVOS Legends menghadapi Genflix Aerowolf. Walaupun Alter Ego terlibas 0-2, tapi Genflix Aerowolf ternyata menyalak lebih galak ke EVOS Legends. Pertandingan berjalan imbang hingga menit 10 di game 1. Tapi EVOS Legends terus menggerus Turret satu per satu hingga akhirnya Base juga dirobohkan di menit 14.

Kalah di game 1 tidak membuat si serigala putih gentar. Mereka justru lebih ngotot saat game kedua. Mereka bermain agresif, menculik satu demi satu pemain EVOS Legends hingga mereka unggul skor kill dan net-worth di menit 10. Lewat Lord dan gempuran tanpa henti, Genflix Aerowolf berhasil memenangkan game kedua. Sayangnya Genflix Aerowolf justru melunak setelah memenangkan pertandingan. EVOS Legends tampil galak di game ketiga dengan dominasinya yang berakhir dengan kemenangan cepat di menit 12.

Pertandingan terakhir adalah antara Alter Ego vs ONIC Esports. Alter Ego sepertinya masih belum bisa bangkit dari kekalahan kemarin. ONIC Esports pun segera mengungguli dan merebut Lord tanpa perlawanan di menit 10 pada game 1. Tanpa diduga, Lord tersebut memberikan kemenangan cepat kepada ONIC Espsorts di menit 11.

Alter Ego sempat memberi perlawanan sengit di game kedua, namun ONIC Esports tetap perkasa ketika itu. Lord pertama diamankan ONIC Esports setelah melibas 2 pemain Alter Ego di menit 10. Alter Ego kali ini bertahan lebih tangguh, berhasil mengulur permainan hingga menit ke-18. Tetapi ONIC Esports lagi-lagi tampil lebih solid sehingga SANZ dan kawan-kawan pun memenangkan game 2 dan mengamankan skor 2-0.

Sumber Gambar – MPL Official.

Berbagai Cara yang Bisa Dilakukan Brand untuk Penetrasi ke Pasar Esports

Fenomena pertandingan esports hampir menjadi fenomena mainstream di kalangan anak muda. Bukti atas hal tersebut mungkin salah satunya bisa kita lihat dari banyaknya jumlah penonton atas tayangan-tayangan esports. Besarnya penonton esports game PUBG Mobile dan Mobile Legends Bang Bang bisa jadi dua contoh yang menunjukkan besarnya minat gamers Indonesia terhadap pertandingan esports. Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat ekosistem esports jadi medium branding yang cukup menjanjikan. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana caranya?

Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas seputar berbagai cara brand bisa masuk ke dalam ekosistem esports serta sedikit analisis soal apa yang jadi kelebihan serta kekurangan dari masing-masing metode. Pembahasan ini juga menyertakan narasumber terkait demi mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap peluang-peluang terkait. Berikut pembahasannya.

 

Melalui Liga atau Turnamen Official

Saya sudah sempat membahas singkat metode masuk ke ekosistem esports dalam artikel skema ekosistem esports. Dari sana kita juga sudah bisa melihat elemen mana saja yang punya kesempatan berkolaborasi dengan brand. Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas lebih dalam kesempatan bagi brand untuk berkolaborasi dengan elemen-elemen terkait.

Metode pertama yang akan saya bahas adalah melalui liga atau turnamen official. Opsi ini memang saya tempatkan paling pertama karena bisa dikatakan sebagai opsi dengan nilai tertinggi. Kalau disamakan dengan industri sepak bola, mensponsori liga utama ibarat seperti mensponsori English Premiere League atau mungkin La Liga di Spanyol.

Sepanjang perkembangan esports, liga utama menjadi kasta yang paling atas di ekosistem esports salah satunya karena hanya menyajikan pertandingan tim dan pemain. Hal tersebut menjadi daya tarik yang membuat kebanyakan penggemar game terkait cenderung lebih tertarik menyaksikan liga utama ketimbang kompetisi lainnya.

Dalam esports, liga dan turnamen kasta utama biasanya melibatkan perusahaan yang mengembangkan game terkait. Sebagai contohnya yaitu Moonton dalam liga MLBB Professional League, Tencent dalam liga PUBG Mobile Professional League, atau Garena Indonesia dalam liga Free Fire Master League. Lalu apa saja bentuk kesempatan kerja sama bagi brand yang terbuka dari liga official?

Azwin Nugraha PR Manager Esports dari Moonton. Sumber Gambar - Esports.id
Azwin Nugraha PR Manager Esports dari Moonton. Sumber Gambar – Esports.id

Untuk membahas hal tersebut, saya menggunakan MPL sebagai salah satu contoh. Azwin Nugraha selaku PR Manager Esports Moonton menjadi narasumber saya dalam membahas kesempatan-kesempatan kolaborasi yang terbuka dengan MPL Indonesia. “Liga MPL membuka beberapa kesempatan kerja sama. Ada sponsorship yang memiliki beberapa tingkatan. Ada kerja sama dalam bentuk partnership dengan value yang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Ada kerja sama dalam bentuk barter yang punya ragam pilihan entah itu barter dalam bentuk barang fisik ataupun media promosi.” Tutur Azwin membuka pembahasan.

Dalam hal sponsorship dengan MPL Indonesia, Azwin lalu menjelaskan lebih lanjut. “Kami punya tiga tingkatan sponsorship di MPL Indonesia. Tingkat pertama dan merupakan yang tertinggi adalah Presenting Sponsor yang hanya tersedia untuk satu sponsor saja. Tingkat kedua adalah Official Sponsor yang tersedia untuk 4 sponsor. Tingkat ketiga adalah Partner in Esports yang hanya bisa diberikan kepada beberapa brand dengan kondisi tertentu.”

Sumber Gambar - MPL Indonesia Official YouTube Channel
Mandiri Lord Cam, contoh bentuk penyajian momen penting pertandingan oleh sponsor di MPL Indonesia. Sumber Gambar – MPL Indonesia Official YouTube Channel

“Masing-masing tingkatan tersebut punya tiga aspek perbedaan. Pertama adalah standar harga yang ditawarkan dengan harga tertinggi di level Presenting Sponsor, dilanjut Official Sponsor, dan Partner in Esports. Jumlah dan frekuensi benefit yang diberikan juga berbeda tergantung dari tingkatan tersebut. Perbedaan terakhir adalah value sponsorship yang didapatkan.” Azwin melanjutkan.

Berdasarkan dari apa yang terlihat, MPL Indonesia menampilkan sponsor-sponsornya di beberapa aset media milik liga. Beberapa spot yang bisa kita lihat jelas yaitu seperti postingan media sosial, website resmi, elemen-elemen di dalam venue pertandingan (panggung, player desk, caster desk, dsb), elemen-elemen di dalam game, momen penting pertandingan (Lord Cam, MVP highlight, player highlight, dan sebagainya), serta side-content dari pertandingan itu sendiri (MPL Quickie contohnya).

Semakin tinggi tingkat sponsorship, maka akan semakin sering brand tersebut tampil di dalam pertandingan. Sejauh pengamatan saya, Bank Mandiri dan Samsung Galaxy A Series adalah dua sponsor yang mendapat jatah tersebut. Selain tampil di laman resmi, Bank Mandiri juga mempersembahkan momen Lord Cam, serta Player Highlight di dalam konten media sosial. Sementara pada sisi lain Samsung  menjadi brand yang mempersembahkan sosok MVP di dalam tayangan pertandingan dan konten media sosial.

MVP by Samsung Galaxy
Samsung Galaxy A Series juga terlihat tampil menyajikan momen penting pertandingan, yaitu pada saat menyajikan sosok pemain yang menjadi MVP. Sumber Gambar – MPL Indonesia Official YouTube Channel.

Terakhir saya juga menanyakan kelebihan MPL sebagai salah satu media kolaborasi/kerja sama/sponsorship dan hal-hal yang menjadi tantangan. Azwin lalu menjelaskan kelebihannya, terutama dari sisi segmentasi. “Salah satu bentuk kelebihan MPL Indonesia adalah kami memiliki khalayak gamers yang beragam mulai dari usia, tingkat ekonomi, gender, maupun status sosial. Tapi pada dasarnya, target khalayak MPL sendiri adalah para Gen Z dan Millenial.”

Lalu selain itu seperti yang saya sebut di awal, bahwa liga utama cenderung menjadi pertandingan yang dinanti kebanyakan penggemar game terkait. Karenanya jumlah penonton dari liga utama cenderung lebih banyak ketimbang dari bentuk kompetisi lainnya. Dalam kasus MLBB, contoh keperkasaan liga MPL bisa kita lihat pada bulan Juli 2020 lalu ketika pertandingan MPL Invitational yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Indonesia bisa menyalip pertandingan liga LoL Korea yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Inggris.

“Kalau ditanya kelebihannya, menurut saya adalah dari sisi reach dan exposure pertandingan MPL itu sendiri. Sejauh ini penayangan MPL yang dilakukan melalui berbagai macam platform digital tergolong mendapatkan hasil yang sangat baik dan menunjukkan peningkatan di setiap musim pertandingannya.” Tutur Azwin menjelaskan kelebihan MPL Indonesia sebagai salah satu media kolaborasi bagi para brand.

Namun liga kasta utama baru salah satu opsi dan MPL juga salah satu spektrum dari ragam liga utama game lain yang ada di esports. Game yang berbeda tentunya memberikan kesempatan yang berbeda lagi bagi brand untuk bisa masuk ke dalamnya. Masih ada medium kolaborasi lain sebagai opsi bagi para brand untuk bisa masuk ke dalam khalayak gaming. Berikutnya adalah melalui turnamen pihak ketiga.

 

Membuat Turnamen Sendiri (3rd Party Tournament)

Selain melebur dengan liga utama, brand juga memiliki kesempatan berkolaborasi dengan turnamen pihak ketiga. Brand juga bisa terlibat dengan turnamen pihak ketiga dalam dua bentuk, melebur dengan turnamen pihak ketiga yang diadakan oleh organizer lain atau menyelenggarakan turnamen dengan branding sendiri.

Dalam artikel ini, saya menggunakan Telkomsel sebagai contoh. Telkomsel sebenarnya bukan cuma membuat turnamen sendiri saja, tapi juga tampil dalam berbagai macam bentuk di dalam ekosistem esports. Melalui branding Dunia Games (DG), Telkomsel bisa dibilang sudah hampir punya satu ekosistem penuh di dalam esports. Telkomsel memiliki beberapa elemen sekaligus, mulai dari tim esports sendiri yang bernama DG Esports, website duniagames.co.id yang menjadi pusat aktivitas terkait gaming (berita, platform turnamen esports digital, dan digital payment untuk gaming), sampai turnamen sendiri (Indonesia Games Championship, DG League, DG Waktu Indonesia Bermain).

DG League, turnamen esports buatan Telkomsel dengan menggunakan branding Dunia Games. Sumber Gambar - DG League Official.
DG League, turnamen esports buatan Telkomsel dengan menggunakan branding Dunia Games. Sumber Gambar – DG League Official.

Membahas bagaimana dan kenapa Telkomsel memilih untuk menggaungkan branding DG ketimbang jadi sponsor di medium esports lain, saya pun berbincang dengan Rezaly Surya Afhany selaku Esports Manager Telkomsel. Membuka pembahasan, Rezaly pun menjelaskan. “Sebenarnya Telkomsel dan Dunia Games juga melakukan activity sponsorship ke mitra kerja lain. Tetapi memang kami akui kegiatannya cenderung kurang terlihat ketimbang brand activity yang kami lakukan secara mandiri.”

Lebih lanjut, Rezaly lalu menjelaskan beberapa alasan yang membuat Telkomsel memilih investasi membangun ekosistem esports sendiri ketimbang sekadar menjadi sponsor saja. “Kalau menurut saya, fleksibilitas bisa dibilang menjadi alasan kunci kami membuat ekosistem esports sendiri di luar dari sponsorship. Walaupun memang pada akhirnya, Telkomsel juga berusaha untuk hadir di industri esports dalam berbagai bentuk mulai dari sponsor, ekhibitor, media, publishing, bahkan sebagai tim esports.”

Memang pada awal-awal kemunculannya, Telkomsel juga sempat menjadi sponsor bagi beberapa ekosistem di dalam esports. Telkomsel sempat mensponsori tim lewat Elite8 yang dahulu punya reputasi kuat di kancah game Vainglory. Mereka mensponsori liga kasta utama lewat Arena of Valor Star League Season 1. Namun setelahnya Telkomsel terlihat lebih gencar membangun dan mengembangkan ekosistem Dunia Games ketimbang sekadar menjadi sponsor saja.

Selain memiliki turnamen, Dunia Games juga punya tim esports sendiri dengan nama DG Esports. Sumber Gambar - Instagram resmi DG Esports.
Selain memiliki turnamen, Dunia Games juga punya tim esports sendiri dengan nama DG Esports. Sumber Gambar – Instagram resmi DG Esports.

Rezaly lalu menjelaskan alasan lain Telkomsel membangun ekosistem serta branding Dunia Games. “Postifnya dari membuat ekosistem sendiri adalah kami bisa mengamati ekosistem esports secara lebih nyata dan lebih dalam. Kami dapat mengamati bagian apa dari value chain di esports yang bisa tumbuh secara organik ataupun mengantisipasi tantangan dari dinamika industri esport maupun games.  Di luar dari itu kami juga mencoba untuk terus menghidupkan passion atas  games dan esports di internal perusahaan, group parent company, bahkan mitra kerja. Harapannya adalah apabila semua pihak berkecimpung turut excited dalam membangun ide-idenya di esports, maka ke depannya kita jadi lebih mudah memonetisasi dan membuat ekosistem esports terus bertumbuh.”

Sebagai perusahaan telekomunikasi, Telkomsel memang tergolong sebagai brand endemik ekosistem esports. Bagaimanapun, jaringan telekomunikasi adalah kebutuhan primer para gamers untuk bisa mengakses game esports yang mereka mainkan. Namun melihat gaming dan esports yang terus berkembang, sebenarnya jadi tidak heran apabila Telkomsel berinvestasi lebih dalam di ekosistem ini. Harapan akhirnya tentu saja adalah untuk melakukan diversifikasi produk, dari sekadar menyediakan jasa telekomunikasi menjadi penyedia berbagai hal yang dibutuhkan oleh ekosistem esports.

Rezaly lalu menjelaskan lebih lanjut soal ekosistem DuniaGames. “Sebagai prominent digital telecomunication company juga digital games payment channel in the region, kami berusaha hadir di setiap lini aktivitas gaming. Beberapa contohnya seperti menyediakan paket data khusus gamers, memberi akses konversi pulsa menjadi voucher game, mem-publish beberapa judul game, sampai menyajikan esports event dan media. Setiap aktivitas tersebut sebisa mungkin kami lakukan secara terintegrasi sambil berusaha memberikan pengalaman digital dan pengalaman berkomunikasi yang terbaik serta terjangkau bagi masyarakat.”

Rezaly Surya Afhany, Esports Manager di Telkomsel. Sumber: Official Dunia Games
Rezaly Surya Afhany, Esports Manager di Telkomsel. Sumber: Official Dunia Games

Mengakhiri perbincangan saya lalu menanyakan soal keuntungan serta hal yang menjadi tantangan dengan membangun ekosistem tersendiri. “Kalau soal kelebihan membangun ekosistem sendiri, apa yang saya lihat adalah kami jadi bisa membangun pertumbuhan bisnis yang lebih organik dan diharapkan bisa sustain dalam jangka panjang. Selain itu menurut pandangan saya, membangun ekosistem sendiri juga membuat kami jadi lebih tangguh dan lebih mudah adaptasi ketika saat tren game baru ataupun tren bisnis model baru muncul di esports.”

Seperti yang disebut oleh Rezaly tadi, salah satu keuntungan menciptakan branding esports sendiri seperti apa yang dilakukan oleh Telkomsel adalah fleksibilitas. Namun juga seperti yang saya jelaskan tadi, keuntungan tersebut sebenarnya juga diperkuat oleh posisi Telkomsel yang merupakan brand endemik di ekosistem esports.

Hal tersebut mungkin akan beda cerita apabila Anda adalah brand non-endemik yang lini bisnis utamanya tidak memiliki hubungan langsung dengan ekosistem esports (bisnis fashion, food and beverage, atau kosmetik misalnya). Membuat turnamen esports dengan nama sendiri dengan dibantu oleh esports organizer mungkin masih bisa jadi opsi yang baik. Tetapi meniru seperti apa yang dilakukan Telkomsel dengan Dunia Games sepertinya akan membutuhkan modal investasi (uang, waktu, dan tenaga) yang terlalu besar bagi brand non-endemik.

 

Berkolaborasi Dengan Tim Esports

Setelah membuat atau mensponsori sebuah turnamen, menjadi sponsor tim esports juga bisa menjadi salah satu pilihan bagi brand yang ingin melakukan penetrasi ke pasar esports. Mensponsori tim di esports sebenarnya bisa jadi proses yang membingungkan bagi sebuah brand. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya jumlah tim di ekosistem esports dan banyaknya pilihan game yang dipertandingkan. Ditambah lagi, sudah timnya banyak, tidak semua tim tersebut juga punya roster di semua lini game esports. Beberapa tim mungkin hanya bertanding di esports PUBG Mobile saja tapi tidak bertanding di Mobile Legends. Tapi ada juga contoh paling ideal seperti RRQ dan EVOS yang punya divisi hampir pada setiap lini game esports Indonesia.

Untuk pembahasan ini saya menggunakan Alter Ego sebagai contoh. Tim Alter Ego sendiri bisa dibilang sebagai salah satu tim esports besar di Indonesia. Sejauh pengamatan saya, Alter Ego saat ini sedang cukup kuat di 3 lini game esports yaitu Mobile Legends Bang Bang, PUBG Mobile, dan VALORANT. Untuk itu saya pun mewawancara Indra Hadiyanto selaku COO dari Alter Ego.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, COO

Membuka pembahasan, saya pun menanyakan kesempatan kolaborasi apa yang terbuka dengan tim esports seperti Alter Ego. “Kalau bicara peluang, jawabannya sebenarnya bisa banyak sekali. Bisa sekadar branding, bisa juga konten, bisa juga buat turnamen ataupun kerja sama lainnya yang tak kalah menarik, kolaborasi membuat produk misalnya.” Indra menjelaskan.

Selain bergerak sebagai tim esports, Alter Ego sendiri memang juga memiliki sister company yang bergerak di bidang esports organizer bernama Supreme Leauge. Karenanya jadi tidak heran bila Indra menjelaskan membuat turnamen juga bisa jadi alternatif kolaborasi lainnya. Tetapi tidak semua tim esports punya lini bisnis seperti Alter Ego. Ada juga tim esports yang fokus dan melakukan diversifikasi ke arah talent management. Penasaran dengan bentuk kolaborasi spesifik yang bisa dikerjakan bersama dengan tim esports, saya pun menanyakan apa saja ragam sponsorship yang tersedia di Alter Ego.

Indra pun menjelaskan. “Sponsorship di Alter Ego punya tiga tingkat. Dalam hal penempatan logo di jersey, tiga tingkat tersebut adalah logo dada sebagai yang paling tinggi, dilanjut dengan logo pundak, lalu logo punggung sebagai tingkat yang paling rendah.” Setelahnya Indra pun melanjutkan soal variasi nilai investasi dari masing-masing bentuk sponsorship tersebut.

“Walaupun ada tingkatan posisi logo, namun biayanya tetap tergantung kepada bentuk kolaborasi yang ingin dilakukan brand bersama Alter Ego selama satu tahun ke depan. Jadi semisal ada dua brand yang sama-sama berposisi sebagai logo dada, harga sponsorship-nya bisa jadi beda. Kenapa jadi beda? Karena misalnya ada permintaan lebih dari sponsor terkait, entah itu melakukan gathering community atau pemakaian talent pemain untuk campaign besar.” Tutur Indra menjelaskan lebih lanjut.

Terakhir saya juga menanyakan soal apa yang jadi kelebihan serta tantangan dari kolaborasi-kolaborasi seperti ini. “Tentunya untuk reach ke generasi muda.” Jawab Indra membuka pembahasan. “Menurut pandangan saya esports punya tren pasar sendiri dan punya market yang cukup loyal. Ditambah market esports itu kadang juga latah. Misalnya seorang JessNoLimit pakai keyboard merk tertentu, maka followersnya juga akan ikut beli produk tersebut. Pengaruhnya pun tidak terbatas hanya kepada gaming gadget saja, tapi juga termasuk pada aspek-aspek lain, dari segi fashion misal.” Tutur Indra.

Sumber Gambar - Alter Ego Official Instagram.
Kerja sama Alter Ego dengan BonCabe. Sumber Gambar – Alter Ego Official Instagram.

“Kalau soal tantangan, menurut pandangan saya dari sisi Alter Ego sih lebih ke arah mencari cara yang tepat agar pesan yang ingin disampaikan client bisa tersampaikan secara tepat kepada fans kami. Selain itu challenge lainnya juga termasuk bagaimana caranya meningkatkan branding tim Alter Ego supaya bisa menarik lebih banyak fans dengan harapan bisa meningkatkan sales, gimana juga cara membuat konten untuk brand jadi lebih berkualitas dengan sponsorship terkait, dan lain sebagainya. Kurang lebihnya sih itu tantangannya. Memang paling banyak adalah dari sisi bagaimana cara agar brand jadi suka sehingga setuju untuk kontrak jangka panjang.” Indra menjelaskan soal tantangan kolaborasi dengan brand dari sisi Alter Ego.

Ibarat mensponsori tim sepak bola, salah satu kelebihan mensponsori tim esports menurut saya adalah bentuk identifikasi yang kuat kepada brand terkait. Misalnya ketika menjadi sponsor tim yang sering menjadi juara, maka kemungkinan brand produk Anda akan dianggap memiliki ciri-ciri sebagai produk terbaik, berkualitas bagus, dan hanya para juara yang mau menggunakannya.

Namun pada sisi lain, bekerja sama dengan tim esports juga memberikan tantangan lain bagi brand. Salah satu tantangannya mungkin adalah ketidakstabilan iklim kompetisi esports. Dalam sepak bola saja, tim yang sedang bagus-bagusnya bisa anjlok kapanpun tanpa diduga. Dalam esports bisa jadi lebih parah. Tidak hanya anjlok, bahkan bisa jadi bubar, dan roster pemain terkuatnya hilang begitu saja. Untungnya tiga game esports besar di Indonesia (Mobile Legends: Bang-Bang, PUBG Mobile, dan Free Fire) masing-masing sudah punya kompetisi dengan format liga yang membuat tim esports kini jadi bisa lebih stabil posisinya. Namun tetap tidak menutup kemungkinan bagi sebuah tim yang sedang di atas angin bisa tiba-tiba menurun performanya.

 

Kerja Sama Dengan Influencer Esports

Seperti kebanyakan industri entertainment, kerja sama dengan Key Opinion Leader (KOL) juga merupakan salah satu pilihan. Kalau disamakan dengan industri olahraga, kerja sama ini ibarat Nike mensponsori Christiano Ronaldo. Dalam ekosistem esports, pilihan KOL yang sangat beragam mungkin bisa dibilang jadi keuntungan (atau justru tantangan?) bagi brand. Selain dengan pemain, Anda juga bisa melakukan kerja sama dengan shoutcasters, game streamers, ataupun cosplayers yang masih memiliki kedekatan dengan ekosistem gaming/esports.

Dalam pembahasan ini saya mewawancarai Florian “Wolfy” George, sosok shoutcaster ternama di dalam skena esports PUBG Mobile Indonesia. Membuka pembahasan, saya menanyakan soal peluang, ragam jenis, serta tingkatan kerja sama yang bisa dilakukan dengan sosok Key Opinion Leader di esports.

Wofly pun menjelaskan. “Peluang utama tentunya adalah bisa engage dengan follower KOL terkait secara langsung ataupun tidak langsung. Engagement yang dibangun bahkan bisa menjadi ciri khas tersendiri apabila dibangun berbarengan dengan berkembangnya KOL terkait. Lalu kalau bicara tingkat kerja sama, tentunya ada beberapa tingkatan mulai dari yang paling rendah adalah sekadar posting, story, atau konten, hingga yang paling tinggi adalah proyek jangka panjang seperti campaign ataupun menjadi brand ambassador.” Tutur Wolfy.

Memang kalau bicara kerja sama dengan KOL, esports punya metode yang tergolong tidak jauh beda dengan bidang KOL lainnya. Mungkin satu-satunya yang membedakan adalah dari sisi segmentasinya yang fokus kepada anak muda, terutama anak muda yang memilih gaming dan esports sebagai salah satu aktivitas pengisi waktu luang favoritnya.

“Kalau menurut saya, memang kerja sama antara satu brand dengan suatu KOL itu selalu unik. Kenapa begitu? Karena saya merasa setiap brand dan KOL memiliki warnanya masing-masing. Karenanya kalau ditanya apakah bisa bekerja sama dalam bentuk lain selain dari posting, story, ataupun campaign, maka jawabannya iya. Karenanya menurut saya bentuk kerja sama yang efektif antara KOL dengan brand yang satu bisa beda dengan yang lain.” Ucap Wolfy.

Sumber Gambar - Instagram Florian "Wolfy"
Kerja sama antara Wolfy dengan brand audio JBL dalam mempromosikan lini headset gaming terbarunya. Sumber Gambar – Instagram Florian “Wolfy” George.

Menutup pembahasan, saya juga menanyakan pendapat Wolfy soal kelebihan dan kekurangan dari bekerja sama dengan KOL esports. “Kalau bicara kelebihan, gue merasa kehadiran brand mendukung seorang KOL bisa membantu mereka (KOL) untuk meningkatkan kualitas dari ide yang memang digaungkan sejak awal. Sementara itu kalau bicara kekurangan serta tantangannya, salah satunya mungkin adalah dari segi segmentasi pasar. KOL esports cenderung besar di satu game saja. Alhasil akan menjadi tantangan tersendiri bagi brand apabila tujuannya adalah ingin mentarget beberapa game sekaligus.”

Seperti yang saya sebut di awal salah satu kelebihan (yang mungkin juga jadi kekurangan) dari KOL esports adalah spesialisasinya. Karena fokus dan spesifik, KOL esports cenderung lebih dekat dengan komunitas yang dibangunnya ketimbang medium lainnya. Tetapi seperti yang disebut Wolfy, rata-rata KOL fokus atau cenderung besar di salah satu jenis game saja.

Karenanya medium KOL mungkin akan lebih baik dilakukan untuk kerja sama kecil yang fokus dan cocok dengan segmentasi dari KOL terkait. Kalau berdasarkan bayangan saya mungkin seperti ini: Produk audio akan cocok bekerja sama dengan KOL esports PUBG Mobile. Salah satu penyebabnya adalah karena bermain PUBG Mobile butuh kualitas audio yang baik, sehingga tercipta keselarasan dari kolaborasi yang dilakukannya. Alternatif lainnya, apabila ingin menjangkau khalayak gamers secara umum, maka mungkin akan lebih tepat sasaran apabila sebuah brand menggandeng beberapa KOL gaming dengan segmentasi yang berbeda-beda sekaligus agar pesan yang diinginkan bisa menjangkau lebih banyak orang.

 

Melalui In-Game Sponsorship

Medium terakhir yang saya sebut sebenarnya bisa dibilang sebagai bentuk kerja sama terbaru yang ada di dalam ranah gaming/esports. Bentuk kerja sama tersebut adalah melalui in-game sponsorship. In-game sponsorship yang saya maksud di sini sebenarnya bukan sekadar meletakkan logo brand di dalam elemen permainan pada pertandingan esports. In-game sponsorship yang saya maksud adalah menyertakan brand ke dalam game-nya itu sendiri.

Salah satu contoh yang paling dekat kehadirannya mungkin adalah beberapa kolaborasi yang dilakukan Garena pada game-game yang mereka terbitkan. Garena menjadi contoh karena publisher game tersebut yang memang begitu aktif melakukan berbagai kolaborasi konten untuk game yang mereka terbitkan. Bulan Agustus 2020 lalu saya sempat membuat daftar kolaborasi apa saja yang pernah dilakukan Garena.

Dari artikel tersebut Anda bisa melihat beberapa contohnya seperti kolaborasi game AOV dengan Fruit Tea, Wiro Sableng, ataupun dengan DC Comics. Namun tidak semua kolaborasi yang saya masukan dalam daftar bisa dikatakan berbentuk sponsorship. Walaupun Garena tidak menjelaskan lebih terperinci, namun saya mengamati bahwa kerja sama tersebut sebenarnya lebih cenderung ke arah partnership.

Tetapi bukan berarti Garena tidak pernah melakukan kerja sama in-game sponsorship dengan satu brand. Salah satu contoh yang terlihat jelas adalah penampilan maskot makanan cepat saji KFC yaitu Colonel Sanders sebagai skin di dalam Arena of Valor di Taiwan. Mengutip dari Fanbyte.com, dikatakan bahwa kerja sama tersebut merupakan salah satu bentuk kerja sama promosional antar keduanya. Dalam kerja sama tersebut, pemain yang membeli paket makanan spesial dengan harga sekitar US$5 akan mendapatkan sebuah gacha box yang salah satu isinya adalah skin Colonel Sanders untuk karakter Ormarr. Selain dari skin karakter, ada juga beberapa elemen game bertema KFC lainnya yang mungkin didapatkan pemain seperti Recall Effect, Kill Effect, atau Sprinting Trail Effect.

Kerja sama Garena dengan KFC hanya salah satu contoh saja. Seiring dengan perkembangan esports, kita juga bisa melihat beberapa bentuk sponsorship ini melalui kerja sama seperti Bathing Ape (produk fashion streetwear) dengan PUBG Mobile, Tesla dengan PUBG Mobile di Tiongkok, ataupun Louis Vuitton dengan League of Legends yang juga tampil lewat skin Prestige karakter Qiyana.

Sumber: League of Legends Official
Sumber: League of Legends Official

Kolaborasi kerja sama dalam bentuk ini mungkin bisa dibilang sebagai salah satu bentuk yang paling menarik bagi brand. Bagaimana tidak, kapan lagi produk Anda bisa mendapat kesempatan tampil secara langsung di dalam game. Karenanya bentuk kolaborasi ini mungkin akan lebih cocok dilakukan bagi brand-brand yang memang memiliki produk fisik untuk dijual seperti fashion, atau mungkin food and beverage.

Namun, dalam konteks Indonesia, salah satu kekurangan dan juga tantangan dalam melakukan kolaborasi seperti ini adalah minimnya jumlah developer/publisher game yang beroperasi langsung di Indonesia. Selain itu, menurut saya belum tentu juga semua developer game mau melakukan bentuk kolaborasi seperti ini. Bagaimanapun, sponsorship seperti ini bisa dibilang sebagai bentuk “hard-selling“. Karenanya beberapa developer bisa jadi tidak ingin melakukan bentuk kerja sama terkait karena khawatir sponsorship seperti ini akan mengganggu pengalaman bermain para pelanggan setianya.

 

Poin-poin yang saya sebut di atas tentunya hanya sebagian contoh saja, namun merupakan beberapa elemen pokok di dalam ekosistem esports. Elemen terkait yang saya ajak menjadi narasumber juga hanya menjadi sebagian contoh dari berbagai spektrum dari elemen terkait yang ada di esports. Semoga artikel ini dapat membantu Anda selaku brand untuk memahami gambaran kasar dalam melakukan penetrasi pasar ke esports.

Esports Wild Rift di Mata Pelaku Esports Tanah Air: Pandangan, Tantangan, dan Harapan

League of Legends: Wild Rift yang hadir dalam fase beta pada September 2020 lalu tidak hanya dinanti oleh para pemain saja. Reputasi Riot Games sebagai “perusahaan esports” segera menciptakan gejolak bagi ekosistem esports lokal. Pemain yang belum dapat kesempatan di MOBA lain jadi segera push rank demi mendapat perhatian tim-tim besar. Para penggemar pun tak sabar, mulai bertanya-tanya soal rencana esports Wild Rift. Organisasi esports pun tak mau kalah, beberapa sudah memulai perekrutan; bahkan ada juga yang sudah memiliki roster.

Setelah rilis versi beta dan menjalankan gelaran Wild Rift SEA Pentaboom, lalu apa langkah Riot Games selanjutnya untuk Wild Rift? Pertanyaan tersebut mungkin bukan cuma saya saja yang menanyakan. Pemain, fans, dan organisasi esports bisa jadi punya pertanyaan serupa, tak sabar menunggu langkah selanjutnya dari Riot Games.

Untuk itu mari coba kita lihat dulu sudah sampai mana perkembangan esports Wild Rift di kancah lokal sejauh ini. Apa yang sedang dilakukan dan diharapkan oleh organisasi esports lokal terhadap Wild Rift? Apa yang seharusnya Riot Games lakukan terhadap esports Wild Rift nantinya? Mari coba kita bedah satu per satu.

 

Regional Beta, dan Wild Rift Pentaboom (Perkembangan dari sisi game)

Perkembangan game Wild Rift sudah cukup pesat selama kurang lebih 3 bulan perjalanannya. Jumlah Champion terus bertambah secara konsisten. Patch terus menerus digelontorkan guna memperbaiki dan melakukan balancing permainan.

Riot Games juga perlahan merilis Wild Rift di berbagai negara lain pasca regional beta pertama di 7 negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) Oktober 2020 lalu. Namun selama 3 bulan perkembangannya, sempat ada satu fitur kunci yang diidam-idamkan namun tak kunjung hadir di dalam game. Fitur tersebut adalah Spectator Mode.

Tanpa fitur tersebut, geliat esports Wild Rift di beberapa bulan awal perilisannya jadi sedikit tersendat. Walau sudah bisa membuat custom room, namun komunitas jadi tidak bisa menayangkan pertandingan Wild Rift ke muka publik karena tidak ada Spectator Mode.

Beberapa penyelenggara tetap nekat menyelenggarakan dan menayangkan turnamen Wild Rift. Salah satunya adalah sosok kreator konten bernama Assassin Dave contohnya. Ia tetap menyelenggarakan Wild Rift Asia Brawl walau harus menerima kenyataan bahwa Wild Rift masih belum memiliki Spectator Mode beberapa pekan lalu. Hal tersebut tentu menjadi tantangan teknis tersendiri.

Selain turnamen yang digagas komunitas, turnamen yang digagas oleh Riot Games juga mengalami kesulitan serupa. Wild Rift Pentaboom adalah turnamen tersebut. Wild Rift Pentaboom juga menggunakan metode penayangan serupa, dengan cara cara mewajibkan peserta untuk melakukan stream dari layar smartphone ke internet agar dapat dilihat oleh khalayak ramai. Walaupun tetap bisa menayangkan pertandingan dan menghadirkan sosok-sosok streamer ternama di kancah MOBA, namun turnamen tersebut rasanya tetap kurang lengkap karena jadi kurang sedap ditonton.

Untungnya Riot Games cukup tanggap dengan situasi walaupun prosesnya terbilang cukup lama. Riot Games mengumumkan patch 2.1 pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin. Patch tersebut akhirnya menyertakan fitur yang sudah didamba-damba, terutama ekosistem esports lokal secara keseluruhan. Fitur tersebut adalah Spectator Mode. Selain itu, patch tentu juga menyertakan konten-konten yang rutin hadir seperti Champion baru, balancing, juga skin baru.

 

Kondisi Ekosistem Esports Wild Rift di Indonesia Sejauh Ini

Setelah membahas perkembangan game Wild Rift, perkembangan minat tim esports lokal jadi pembahasan berikutnya. Pembahasan tersebut penting karena kehadiran tim ternama juga meningkatkan minat fans untuk menyaksikan pertandingan esports.

Dalam membahas Wild Rift pada konteks lokal, saya merasa ada empat tim yang perlu ditanyakan pendapatnya. Empat tim tersebut adalah EVOS Esports, Bigetron Esports, BOOM Esports, dan Alter Ego. Kenapa tim tersebut saya pilih? Akan saya jelaskan sembari membeberkan jawaban mereka seputar Wild Rift. Sebagai tambahan, saya juga mewawancara perwakilan dari Yamisok sebagai salah satu penyelenggara turnamen pihak ketiga yang sudah mengadakan turnamen Wild Rift pada 2 bulan ke belakang.

Pertama EVOS Esports. Sang macan biru sebenarnya belum terlihat melakukan pergerakan apapun terhadap esports Wild Rift. Belum ada open recruitment apalagi pengumuman roster. Namun para penggemar terlihat sangat mengharapkan EVOS Esports turut terjun ke Wild Rift nantinya. Apalagi setelah roster AOV (Wirraw, Pokka, Carraway, dan kawan-kawan) beberapa kali terlihat main bareng Wild Rift.

Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports EVOS menjadi narasumber saya untuk menjawab pertanyaan terkait minat tim terhadap Wild Rift. Secara umum, Aldean mengatakan bahwa EVOS Esports masih dalam posisi “wait and see”. Posisi tersebut cukup wajar mengingat ekosistem Wild Rift yang belum terbentuk sempurna. Bahkan game-nya saja masih dalam tahap beta.

Sumber Gambar - YouTube Channel
Aldean Tegar, Head of Esports dari EVOS Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel Jonathan Liandi.

“Jujur kami belum punya rencana untuk masuk skena Wild Rift. Kami cenderung memilih untuk mengamati lebih dulu bagaimana Wild Rift berdampak terhadap perkembangan scene esports di Indonesia. Kalau memang dampaknya besar dan punya ekosistem yang menjanjikan, maka kami akan terjun ke dalamnya.” Aldean mengatakan.

Berhubung penasaran, saya juga bertanya soal kemungkinan roster AOV menjadi ujung tombak Wild Rift EVOS Esports. Apabila spekulasi tersebut benar, maka esports Wild Rift tentu akan jadi lebih seru. Jadi lebih seru karena mengingat prestasi roster AOV milik EVOS yang luar biasa. Aldean pun mengatakan, “kami masih no comment terkait hal tersebut. Jawabannya bisa jadi iya, bisa juga tidak.”

Selanjutnya ada Bigetron Esports. Sang robot merah putih adalah organisasi esports terdepan di skena Wild Rift sejauh ini. Mereka adalah tim pertama yang punya divisi Wild Rift di Indonesia. Roster mereka juga cukup menjanjikan karena menghadirkan sosok mantan pemain profesional League of Legends PC seperti Rully “Nuts” Sutanto sebagai salah satu contohnya.

Thomas Vetra selaku Head of Esports Bigetron adalah narasumber saya untuk menjawab bagaimana perjalanan tim tersebut di skena Wild Rift sejauh ini. “Kami sempat mengikuti turnamen level Asia yang bernama Wild Rift Asia Brawl. Kami mengakui hasilnya memang tergolong kurang maksimal sejauh ini.” Sejauh ini Bigetron Infinity (nama divisi Wild Rift Bigetron Esports) sudah berhasil lolos dari fase grup Wild Rift Asia Brawl dan sedang bertanding di babak Playoff.

Thomas Vetra, Head of Esports Bigetron. Sumber Gambar - Bigetron Esports.
Thomas Vetra, Head of Esports dari Bigetron Esports. Sumber Gambar – Bigetron Esports.

Karena Bigetron Esports cepat sekali mengumumkan divisi Wild Rift, saya jadi bertanya-tanya soal apa yang menjadi kegiatan tim dan juga bagaimana pandangan manajemen terkait keputusan yang dilakukan.

“Kalau soal kegiatan, saat ini para pemain kami wajibkan untuk berlatih di gaming house karena kebanyakan pemain memang merupakan pensiunan generasi terakhir dari esports League of Legends. Kalau soal turnamen, memang cukup sulit mencari ladang tanding tim Wild Rift dari apa yang saya perhatikan sejauh ini. Lalu kalau soal membuat tim saat ekosistemnya belum siap, saya merasa hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kerugian tapi ke arah sebuah investasi. Apalagi saya pribadi juga merasa Wild Rift punya peluang menjadi besar di pasar Asia dan kawasaln lainnya.” Tutur Thomas.

Berikutnya ada BOOM Esports. Tim dengan jargon #HungryBeast ini baru mengmumkan roster Wild Rift. Tidak sekadar mengumumkan roster saja, BOOM Esports cukup niat untuk menyajikan dokumentasi proses seleksi yang dilakukan. Bermodalkan insting Leonard “OMO” yang sudah malang melintang sebagai pelatih League of Legends di Asia, BOOM Esports menyaring 3000 lebih pendaftar sampai menyisakan 5 pemain muda berbakat yang diumumkan tanggal 1 Februari 2021 kemarin.

Untuk mengetahui lebih lanjut soal alasan BOOM Esports melakukan perekrutan divisi Wild Rift secara lebih dini, saya pun bertanya kepada Gary Ongko selaku Founder dan CEO BOOM Esports.

Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar - YouTube Channel HybridIDN.
Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel HybridIDN.

“Alasannya karena kami merasa League of Legends adalah franchise yang punya reputasi baik di kancah esports. Ditambah lagi kami juga melihat bagaimana MOBA di mobile laku keras di Indonesia. Karena hal tersebut kami jadi merasa bahwa Wild Rift punya potensi mencapai kesuksesan serupa bahkan mungkin dengan lingkup negara yang lebih luas.” Ucap Gary Ongko kepada saya.

Gary Ongko lalu juga bercerita soal proses seleksi yang dilakukan oleh BOOM Esports yang prosesnya berlangsung selama kurang lebih sekitar dua bulan.

“Bicara soal perekrutan, untungnya kami dibantu oleh coach OMO yang punya pengetahuan mendalam terhadap League of Legends. Berkat sang pelatih, kami bisa mendapatkan talenta berbakat. Pemain-pemain kami tergolong masih hijau, tapi saya merasa mereka punya potensi. Hasil scrim mereka juga cukup memuaskan dan sang pemain terlihat punya niat belajar tinggi; yang memang penting bagi seorang pemain profesional.” Gary menceritakan soal pemain-pemain terpilih dari 3000 lebih kontestan.

“Lalu kalau bicara soal challenge, salah satu yang sulit adalah mencari orang yang berkualitas di skena LoL. Menurut saya alasannya adalah karena game tersebut tidak sempat berkembang sangat besar di Indonesia. Karenanya jadi sulit mencari orang yang benar-benar expert sampai akhirnya kami memutuskan untuk merekrut OMO (pelatih LoL asal Singapura). Tantangan lain adalah situasi pandemi saat ini. Pada awalnya kami berencana melakukan bootcamp saat seleksi. Tapi karena pandemi, formatnya pun terpaksa kami ubah menjadi online saja.” Gary melanjutkan ceritanya membahas tantangan selama seleksi.

Terakhir ada Alter Ego. Tim ini juga tak kalah penting untuk disorot dibanding dengan tim lainnya. Pasalnya, Alter Ego bersama ONIC Esports baru saja menerima undangan langsung untuk bertanding di turnamen Wild Rift resmi Riot Games yang perdana yaitu Wild Rift SEA Icon Series: Preseason. Undangan tersebut cukup mengejutkan karena Alter Ego belum terlihat memiliki divisi Wild Rift sejauh ini.

Indra Hadiyanto selaku COO dan Co-Founder Alter Ego pun angkat bicara soal roster Wild Rift dan cerita Alter Ego diundang ke dalam turnamen Wild Rift Icon Series saat saya wawancara beberapa hari lalu (04/02).

“Soal kenapa Alter Ego diundang, mungkin organisasi kami ter-notice karena punya prestasi di skena VALORANT yang juga game dari Riot Games. Kalau ditanya kenapa Alter Ego diundang, pihak developer sebenarnya sudah punya kriteria tersendiri, mulai dari segi pemain, rank, dan mereka bahkan juga memberi pertanyaan-pertanyaan kepada manajemen sebelum akhhirnya diudang. Pada saat mengundang, Riot Games juga menjelaskan kepada kami (para pemilik tim) soal roadmap dari game-game mereka.” Tutur Indra.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, COO dan Co-Founder Alter Ego.

Terkait roster, Indra pun menjelaskan. “Alter Ego memang belum melakukan announcement, tetapi kami memiliki roster Wild Rift yang sudah dikontrak sejak Desember 2020. Alasan kenapa belum diumumkan adalah karena kombinasi situasi pandemi COVID-19, gaming house Alter Ego yang sedang direnovasi, dan kondisi pemain Wild Rift kami yang berdomisili di luar Jakarta. Soal siapa roster-nya, kelima pemain kami berasal dari Indonesia yang beberapa merupakan mantan pemain League of Legends (PC). Divisi Wild Rift kami juga bisa dibilang cukup mendominasi skena kompetitif lokal yang ada sejauh ini. Salah satunya adalah turnamen komunitas bertajuk IEC yang berhasil kami menangkan pada beberapa kesempatan.”

Terakhir untuk melengkapi pandangan terhadap kondisi ekosistem Wild Rift Indonesia sejauh ini, saya juga mewawancara perwakilan dari penyelenggara turnamen pihak ketiga. Ada Putri Fauziah selaku Project Manager dari Yamisok, sebuah platform turnamen esports berbasis teknologi. Yamisok sudah rutin mengadakan turnamen walaupun Wild Rift belum bisa ditayangkan pada dua bulan lalu karena belum ada mode spectator.

“Ketidakhadiran mode spectator memang berpengaruh banget bagi komunitas. Karena enggak bisa live, kami jadi enggak bisa ajak para pemain berinteraksi. Padahal sejauh pengalaman saya, game-game baru biasanya ramai penonton apabila di-livestream. Apalagi kalau dilengkapi dengan giveaway sambil memberi unjuk bentuk tayangan pertandingan game baru tersebut kepada komunitas.” Tutur Putri menceritakan pengalamannya.

Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.
Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.

“Lalu kalau ditanya soal antusiasme komunitas, saya melihat sejauh ini penerimaannya sangat baik. Banyak pemain tertarik untuk mengikuti turnamen. Ketika kami buka slot turnamen, pemain dan tim langsung mengerubungi dan mengisi slot tersebut. Bahkan apablia selang satu bulan saja tidak ada turnamen, maka beberapa pemain akan langsung bertanya-tanya. Soal siapa pesertanya, saya lihat ada beberapa pemain adalah eks-pemain LoL PC yang sekarang main Wild Rift. Mungkin karena turnamen LoL PC yang sudah semakin sedikit sekarang. Jadi sejauh pengamatan saya, Wild Rift memang memberi dampak yang baik kepada ekosistem karena antusiasme pemain dan juga karena menambah variasi game MOBA yang ada untuk dipertandingkan.” Putri melanjutkan ceritanya membahas antusiasme komunitas.

 

Segala Harapan Untuk Wild Rift di Tahun 2021.

Menutup obrolan, lima narasumber saya juga menyatakan beberapa harapan mereka terhadap scene Wild Rift ke depannya di tahun 2021.

“Kalau bicara dalam konteks lokal, saya berharap Riot Games punya strategi yang mantap agar komunitas bisa berkembang dan semoga bisa bersaing dengan MOBA Mobile yang sudah besar di Indonesia. Karena kalau dalam konteks SEA saya sebenarnya cukup yakin bahwa Wild Rift akan menjanjikan.” Aldean Tegar dari EVOS mengatakan.

“Menurut saya Riot Games mungkin bisa memanfaatkan pasar League of Legends dan memberikan turnamen berhadiah besar untuk level Asia terlebih dulu. Tapi di luar itu, saya merasa bahwa Riot Games seharusnya sudah sangat paham mengenai ekosistem esports.” Thomas dari Bigetron Esports mengatakan.

“Gue berharap Riot Games terus konsisten mempromosikan Wild Rift dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang gue berharap Riot Games bisa memberi support dan serius menggarap ekosistem esports Wild Rift. Tetapi berdasarkan apa yang gue lihat dari LoL dan VALORANT, gue cukup yakin Wild Rift juga akan digarap serius. Terakhir harapan gue mungkin adalah semoga Wild Rift tidak dibuat jadi semakin mudah. Kenapa? Supaya bisa membedakan antara pemain profesional dengan pemain casual.” Tutur Gary Ongko.

Worlds 2019
Kehadiran Worlds di skena League of Legends sudah menjadi fenomena tersendiri. Ketika Riot Games menyajikan Wild Rift, tidak heran kalau banyak orang berharap game tersebut juga bisa memiliki turnamen serupa. Sumber Gambar – Riot Games Official.

“Harapan gue mungkin lebih ke arah ekosistem lokal Indonesia. Berharap Indonesia bisa mendominasi kancah internasional Wild Rift nantinya. Apalagi saya juga memperhatikan bahwa Riot Games memberi kesempatan yang sangat besar kepada pemain dari SEA untuk game Wild Rift.” Indra dari Alter Ego menambahkan.

“Kalau dari saya sih, cuma berharap semoga ekosistem Wild Rift bisa berkembang dengan baik, bertahan lama, dan semoga game-nya tetap enteng dimainkan agar tetap bersahabat bagi gamers Indonesia.” Putri juga menambahkan.

League of Legends: Wild Rift sendiri masih berada dalam status beta sampai pada saat artikel ini ditulis. Ketika saya berbincang dengan tim pengembang Wild Rift bulan Oktober 2020 lalu, Brian Feeney selaku Design Director Riot Games juga menceritakan bagaimana membuat mobile games adalah proses yang menantang bagi mereka dan bagaimana pola kerja Riot Games juga cenderung mengutamakan pengembangan game lebih dulu baru menuju ke esports kemudian.

Berhubung game-nya belum bisa dibilang selesai, perkembangan ekosistem Wild Rift malah mungkin tergolong cepat jika berdasarkan dari apa yang kita lihat dari cerita-cerita di atas. Walaupun memang, kebanyakan inisiatifnya justru diumulai oleh pihak-pihak ketiga. Contohnya seperti tim-tim lokal yang sudah berani membuat tim walau Riot Games belum membeberkan rencana esports Wild Rift secara gamblang ataupun para penyelenggara pihak ketiga yang nekat melaksanakan turnamen untuk komunitas walau dengan segala keterbatasan.

Sumber: YouTube Channel League of Legends: Wild Rift
Dari sekitar 3 bulan Wild Rift beredar di pasaran, proses perkembangannya relatif cepat bagi developer dengan pengalaman pengembangan game mobile yang minim seperti Riot Games. Sumber Gambar –  YouTube Channel League of Legends: Wild Rift

Ke depannya, saya selaku pengamat merangkap penggemar sebenarnya punya harapan serupa seperti Gary Ongko; yaitu berharap Wild Rift punya turnamen dunia layaknya LoL dan berharap tim dari Indonesia turut berlaga di sana. Namun dari sudut pandang ekosistem, saya berharap Riot Games bisa belajar dari Tencent dalam mengelola PUBG Mobile.

Pendekatan dengan alur dari komunitas yang bermuara ke arah profesional bisa jadi alasan kenapa PUBG Mobile berhasil mengakar di Indonesia. Sepanjang perkembangannya, kita bisa melihat sendiri bagaimana ekosistem PUBG Mobile tidak hanya memperhatikan sisi kompetisi profesional saja. PUBG Mobile juga memperhatikan ekosistem esports lain yang ada di berbagai level.

Contoh nyatanya adalah kehadiran turnamen seperti PMCO (tingkat komunitas) sampai PMCC (tingkat Universitas) yang disertai dengan aktivitas seperti Caster Hunt dan Campus Ambassador. Karena bagaimanapun, ekosistem esports bukan cuma soal para profesional saja. Komunitas dan berbagai macam elemen di dalamnya juga memiliki fungsi penting sebagai akar yang menjaga agar ekosistem esports di tingkat teratas bisa tetap kokoh dan bertahan lama.

Sumber gambar utama – Official Riot Games

Polemik dan Relevansi Esports untuk Pelajar dan Mahasiswa di 2021

Dalam regenerasi talenta olahraga, kompetisi khusus pelajar/mahasiswa sangat diperlukan. Dari apa yang saya lihat, salah satu alasannya adalah karena batasan fisik. Tetapi bagaimana dengan esports? Tak ada batasan fisik di dalam esports. Bocah berusia 13 tahun bisa saja mengalahkan mahasiswa ataupun pemain profesional apabila bocah tersebut cukup mahir bermain. Lalu apabila kita melihat ekosistem esports saat ini, bahkan beberapa pemain profesional pun masih berstatus sebagai pelajar ataupun mahasiswa; misalnya Wiraww (ex pemain profesional AOV di EVOS Esports) yang tahun lalu masih berstatus sebagai pelajar SMA.

Kalau keadaannya seperti demikian? Lalu apa gunanya turnamen khusus pelajar/mahasiswa? Memang jika kita melihat dari aspek bisnis, turnamen esports kelas pelajar/mahasiswa menjadi salah satu pasar yang menarik. Alasannya adalah karena turnamen esports kelas pelajar/mahasiswa adalah pasar yang belum tentu digarap oleh sang developer/publisher. Jadi disebut “belum tentu” mengingat ada beberapa developer/publisher menggarap esports tingkat kampus secara mandiri, PUBG Mobile contohnya.

Mengawali tahun 2021, saya merasa kita perlu mempertanyakan kembali terhadap apa-apa saja yang sudah dan perlu dilakukan terhadap ekosistem esports khusus mahasiswa. Akankah ekosistem esports tingkat pelajar/mahasiswa hanya sekadar menjadi ladang bisnis? Atau akan dapat menjadi wadah aktivitas positif bagi pelajar/mahasiswa yang menjanjikan jenjang karir menuju profesional? Simak pembahasan saya bersama dengan beberapa narasumber terkait.

 

Tumbuh Suburnya Turnamen Esports Khusus Pelajar/Mahasiswa di Tahun 2020

Pertandingan esports khusus pelajar/mahasiswa tumbuh pesat di tahun 2020 kemarin. Anda ingin turnamen tingkat mahasiswa yang resmi dari sang developer/publisher game? Ada PUBG Mobile Campus Championship contohnya. Anda ingin turnamen tingkat mahasiswa resmi dari pemerintah? Ada Piala Menpora Esports 2020 dan juga IEL University Series yang didukung oleh IESPA. Bahkan beberapa kampus kini punya pertandingan esports dalam lingkup internal apabila Anda mungkin masih belum berani keluar kandang.

Hadirnya beragam turnamen esports khusus pelajar/mahasiswa sendiri bisa dibilang perkembangan tahap lanjut dari ekosistem esports Indonesia yang mulai bersemi kembali sekitar tahun 2017. Satu tahun setelahnya, High School League muncul menjadi salah satu pionir turnamen esports khusus pelajar. Pada tahun berikutnya (2019), IEL University Series muncul dan terbilang jadi pionir turnamen esports khusus mahasiswa universitas.

Sumber Gambar - Piala Menpora Esports Official Website.
Sumber Gambar – Piala Menpora Esports Official Website.

Seiring waktu dan pembuktian dari gelaran sebelumnya, turnamen-turnamen khusus pelajar/mahasiswa jadi mendapat lebih banyak perhatian sehingga berkembang seperti apa yang terjadi pada tahun 2020.

Pada tahun 2020, turnamen IEL University Series terus berlanjut bahkan kini dengan lebih banyak dukungan dari pihak swasta. Pada IEL University Series 2020, Universitas Negeri Jakarta keluar sebagai juara cabang Free Fire dan Universitas Gadjah Mada keluar sebagai juara dari cabang game Dota 2 setelah babak final usai diselenggarakan pada 11-12 Juni 2020 lalu.

Pada tanggal 3-4 Oktober 2020, babak grand final Piala Menpora Esports 2020 juga berlangsung dengan total hadiah sebesar Rp150 juta. Piala Menpora Esports 2020 agak sedikit unik karena turnamen tersebut mempertemukan pelajar SMP/SMA/SMK dengan mahasiswa universitas di dalam satu pertandingan. Binus University berhasil keluar menjadi juara setelah melewati tim dari sekolah SMA Institut Indonesia Semarang, MAN 3 Palembang, SMAN 1 Bintan Utara, serta dari Universitas Udayana, Institut Pertanian Bogor, Telkom University Bandung, dan Universitas Gunadarma jakarta.

Selain dua kompetisi yang diselenggarakan oleh pihak ketiga dengan dukungan pemerintah tersebut, tahun 2020 juga menjadi iterasi ketiga dari turnamen khusus mahasiswa yang diselenggarakan secara mandiri oleh sang developer game. Turnamen tersebut adalah PUBG Mobile Campus Championship. PMCC sendiri sudah berjalan sejak tahun 2018.

Pada tahun 2020 kemarin, gelaran puncak PMCC diselenggarakan pada tanggal 13 Desember. Memperebutkan total hadiah sebesar Rp200 juta, tim Universitas Sam Ratulangi Manado berhasil keluar sebagai juara dengan perbedaan poin yang tipis dengan Universitas Kristen Petra.

Beberapa turnamen esports kampus yang saya sebut mungkin baru sebagian dan hanya yang besar-besar saja. Belum lagi turnamen-turnamen esports internal kampus seperti BSSC Squarelypic 2020, UI Battlegrounds 2020, dan banyak turnamen khusus pelajar/mahasiswa lain lagi yang skalanya tidak sebegitu besar sehingga kurang terdengar ke muka publik.

Ingin tahu soal skena esports tingkat universitas, saya kebetulan sempat berbincang singkat Muhammad Fauzan selaku Project Officer dari turnamen esports intra-kampus, UI Battlegrounds 2020.

Fauzan menceritakan bahwa antusiasme mahasiswa di dalam UI sendiri terbilang cukup tinggi terhadap turnamen esports. Mempertandingkan Mobile Legends, PUBG Mobile, VALORANT, dan Dota 2, Fauzan lalu menceritakan, “UI punya 14 fakultas dan 1 program vokasi. Untuk MLBB lengkap semua 15 fakultas turut serta di dalam pertandingan. Sementara itu PUBG Mobile diikuti oleh 14 tim, VALORANT 13 tim, dan Dota 2 sebanyak 12 tim. Jadi total pemainnya kurang lebih ada 418 pemain yang turut serta.”

Tak hanya itu, turnamen internal seperti UI Battlegrounds ternyata cukup berhasil menarik perhatian penonton dan bahkan mungkin fanatisme fakultas di dalam Universitas Indonesia itu sendiri. “Pertandingan tersebut kami stream di channel YouTube UI Battlegrounds dan sempat ada yang tembus hingga 1,8k views. Sementara itu pertandingan Grand Final Mobile Legends dan VALORANT bahkan tembus hingga 3k views di channel Indonesia Gaming League.”

Dengan banyaknya kompetisi khusus pelajar/mahasiswa, tahun 2020 terbilang menjadi tahun menyenangkan bagi pelajar dan mahasiswa. Karena apabila kita mundur 6 tahun ke belakang, jangankan turnamen esports khusus pelajar/mahasiswa, mendapatkan karir sebagai gamer kompetitif pun masih terasa gelap dan tidak jelas juntrungannya. Tapi walau sudah banyak turnamen khusus pelajar/mahasiswa di tahun 2020, bukan berarti ekosistem esports di Indonesia sudah sepenuhnya sempurna. Turnamen-turnamen esports khusus pelajar/mahasiswa tersebut masih memiliki beberapa problematikanya tersendiri.

 

Masalah Dari Turnamen Khusus Pelajar/Mahasiswa

Seperti yang saya sebut di awal, ekosistem esports punya sifat alami yang berbeda dengan ekosistem olahraga. Dalam meniti karir sebagai pemain sepak bola misalnya, seorang anak SMA tidak mungkin bisa langsung bertanding di liga kasta satu. Dia harus bertanding di liga sepak bola tingkat SMA terlebih dahulu. Menurut pandangan saya, batasan fisik jadi salah satu alasannya. Tingkat kematangan psikis seorang anak SMA tentu berbeda jauh jika dibandingkan dengan pemain sepak bola profesional.

Tetapi dalam esports, anak SMA bisa dan boleh saja bertanding di dalam liga-liga profesional asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu karena tidak ada batasan fisik di dalam esports. Karena hal tersebut, polemik pun terjadi di dalam turnamen-turnamen esports antar pelajar/mahasiswa; setidaknya dari apa yang saya lihat.

Siapa saja yang boleh ikut dalam pertandingan esports khusus mahasiswa atau pelajar? Kalau jawabannya adalah semua mahasiswa atau pelajar, maka mahasiswa/pelajar yang telah dikontrak tim esports dan tergolong profesional boleh saja ikut ke dalam turnamen tersebut dong? Lalu muncul pertanyaan lagi. “Kalau begitu, pertandingannya jadi tidak adil dong?” Adil atau tidak adil, jawabannya kembali tergantung kepada peraturan serta apa yang jadi tujuan di balik dari sang penyelenggara dalam menyelenggarakan turnamen esports khusus pelajar/mahasiswa.

Idealnya menurut apa yang ada di kepala saya, turnamen esports khusus pelajar/mahasiswa adalah wadah bagi pemain yang ingin meniti karir di esports. Namun kenyataan memang tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang ideal.

Vyn dan Renbo yang turut bertanding di IEL University Series 2019 bersama dengan tim Binus University. Sumber Gambar - IEL Official Documentation.
Vyn dan Renbo yang turut bertanding di IEL University Series 2019 bersama dengan tim Binus University. Sumber Gambar – IEL Official Documentation.

Jika dilakukan sesuai idealisme saya, maka Vyn dan Renbo yang sudah menjadi bagian dari Bigetron Esports seharusnya tidak boleh mengikuti turnamen IEL University Series 2019. Jika dilakukan sesuai idealisme saya, maka Jeixy yang sudah bermain bersama EVOS Esports kala itu seharusnya tidak boleh membela Universitas Gunadarma di PMCC 2019 lalu. Tapi kembali lagi, semua hal yang saya tulis tersebut adalah keadaan “idealnya”. Keadaan yang tidak bisa ditampik adalah kenyataan bahwa penyelenggara yang tentu saja punya pikiran yang berbeda dengan saya.

“Turnamen kampus sebenarnya penting banget posisinya. Tapi balik lagi, antara penting dan efektif kadang tidak bisa berjalan berbarengan. Jadi turnamen kampus ini sebenarnya penting ada, tapi turnamen yang sudah terselenggara masih belum efektif. Menurut gue apabila turnamen kampus ingin menjadi efektif, cara terbaik adalah dengan melarang keikutsertaan pemain profesional. Bagaimanapun dunia esports collegiate dengan profesional itu sangat berbeda jauh.” tutur Wolfy saat saya tanyakan pendapatnya terkait turnamen pelajar/mahasiswa yang sudah ada di ekosistem esports Indonesia saat ini.

Florian George "Wolfy", sosok shoutcaster ternama di komunias PUBG Mobile. Sumber Gambar - MET Indonesia.
Florian George “Wolfy”, sosok shoutcaster ternama di komunias PUBG Mobile. Sumber Gambar – MET Indonesia.

Lalu bagaimana dengan IEL University Series? Saya juga berbincang dengan Eddy Lim yang merupakan Ketua Umum IESPA dan juga CEO Ligagame yang merupaakan penyelenggara turnamen tersebut. Dalam hal keterlibatan pemain profesional, Eddy mengatakan bahwa kompetisi IEL University Series memang tidak mencantumkan peraturan apapun terkait hal tersebut. “IEL University Series tidak mencantumkan peraturan apapun terkait pemain profesional. Semua pemain boleh ikut asalkan pemain tersebut adalah mahasiswa aktif dan resmi diutus oleh universitas terkait.” ucap Eddy.

Lebih lanjut membincangkan soal hal tersebut, Eddy juga menjelaskan bahwa IEL University Series memang berusaha mengedepankan urusan legalitas dibanding sekadar membuat turnamen untuk mahasiswa. “Kami bekerja sama dengan universitas terkait dalam pertandingan IEL University Series. Maka dari itu mahasiswa yang bertanding di dalam turnamen tersebut adalah mahasiswa aktif dari universitas terkait yang sudah mendapat izin dari rektorat untuk turut bertanding untuk membela nama universitas masing-masing.”

Sementara masih ada tumpang tindih antara profesional dan non-profesional di dalam turnamennya, organisasi esports profesional ternyata juga cenderung tidak terlalu meilirik pemain-pemain jebolan turnamen khusus pelajar/mahasiswa. Saya berbincang dengan Indra Hadiyanto selaku Co-Founder dan COO Alter Ego mendiskusikan soal hal tersebut. Indra mengatakan bahwa sebenarnya alasan dirinya tidak terlalu melirik jawara-jawara turnmaen antar-kampus bukanlah karena masalah turnamennya.

“Bukan karena turnamennya, tapi dari apa yang saya lihat, kebanyakan pemain dari turnamen kampus cenderung jarang terjun di komunitas gaming. Sementara pada sisi lain pemain yang memang sudah sering mengikuti turnamen (tidak harus antar-kampus) biasanya sudah memiliki koneksi dan terlihat sering bermain dengan pemain-pemain yang lebih senior sehingga lebih mudah diajak serta direkrut nantinya.” Tutur Indra.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, Co-Founder serta COO Alter Ego.

Lebih lanjut, Indra sendiri menceritakan secara singkat bagaimana Alter Ego bisa mendapatkan pemain baru dan apa yang jadi prioritas bagi manajemen timnya. “Dalam hal scouting, kami biasanya mencari lewat turnamen-turnamen tier 2 atau 3. Namun demikian, kebanyakan pemain yang kami ambil memang adalah pemain yang dikenalkan oleh player kami sendiri. Setelah proses scouting, biasanya head coach akan meninjau kembali potensi sang pemain. Apabila potensinya besar baru akan kami lakukan trial setelahnya.”

Indra lalu menjelaskan lebih lanjut soal apa yang dicari tim Alter Ego saat melakukan scouting terhadap pemain baru. “Ketika mencari pemain, kami memang tidak hanya sekadar melihat skill saja. Kami juga mencoba melihat aspek yang tak kalah penting yaitu latar belakang personal serta attitude sang pemain. Apabila pemain tersebut sudah banyak ikut turnamen dan punya banyak kenalan di dalam komunitas, tugas kami untuk menyaring dari sisi personalia terbilang jadi lebih mudah karena tinggal bertanya kepada pemain yang memang kenal dengan si calon pemain baru tersebut.

Jika memang tim profesional kurang tertarik terhadap pemain-pemain dari liga universitas, lalu apakah artinya kompetisi-kompetisi tingkat universitas sudah tidak berhasil menjalankan fungsinya sebagai wadah regenerasi pemain? Ada satu opini yang menarik dari Eddy Lim terkait hal tersebut yang akan saya bahas di akhir artikel. Namun sebelum itu, mari coba kita lihat posisi turnamen esports khusus mahasiswa yang ternyata punya prospek bisnis yang cukup menjanjikan.

 

Melihat Peluang Bisnis Turnamen Esports Khusus Pelajar/Mahasiswa

Selain aspek ideal, saya merasa aspek bisnis adalah hal yang tak bisa kita lupakan. Bagaimanapun juga, sebuah turnamen esports tidak akan bisa berjalan apabila turnamen tersebut tidak memberikan keuntungan — finansial atau yang lainnya. Esports sendiri berkembang dari rasa haus akan kompetisi para gamers yang menurun menjadi keinginan melihat pemain-pemain terbaik beraksi dari gamers lainnya. Seiring jumlah orang yang tertarik jadi semakin banyak, pihak swasta pun mulai melirik fenomena tersebut dan menginvestasikan sebagian dananya untuk menjadi sponsor yang membuat esports menjadi semakin bertumbuh.

Lalu bagaimana dengan turnamen antar kampus? Apakah turnamen antar kampus memang punya daya tariknya tersendiri?

Mari kita coba intip mulai dari perkembangan IEL University Series. Satu hal yang patut diacungi jempol dari turnamen IEL University Series adalah konsistensinya yang berjalan sejak dari tahun 2019 lalu. Tak hanya itu, pertandingan juga berjalan dengan format liga yang hampir setiap hari pertandingannya disiarkan melalui kanal digital.

Apalagi IEL University Series juga menjadikan duet stand-up comedian Coki & Muslim sebagai caster dan pembawa acara yang membuat tayangan jadi semakin meriah. IEL University Series sempat meledak dan mencatatkan 1,8 juta views di YouTube Ligagame Esports TV. Tayangan yang berhasil mencatatkan rekor views tersebut adalah video yang berisi cuplikan kelakar Coki & Muslim pada saat sedang menjadi komentator serta membawakan acara IEL University Series.

Sementara itu jumlah views pertandingan sendiri terbilang cukup besar untuk ukuran turnamen antar-kampus. IEL University Super Series – Season 2 ditayangkan di Vidio.com selaku official broadcast platform turnamen tersebut. Pertandingan grand final hari pertama IEL University Super Series – Season 2 telah diputar sebanyak 10,2 ribu kali, sementara pertandingan grand final hari kedua telah diputar sebanyak 4 ribu kali.

Jumlah views yang didapatkan bahkan lebih banyak lagi pada musim sebelumnya karena tayangan turnamen masih disiarkan melalui YouTube. IEL University Series tahun 2019 berhasil mencatatkan 109 ribu views pada gelaran Grand Final hari pertama dan 291 ribu views pada gelaran hari kedua.

Masih membicarakan viewership, PUBG Mobile Campus Championship 2020 juga berhasil mengantongi catatan yang cukup baik. Rentetan acara PMCC 2020 berhasil mencatatkan ratusan ribu views dengan puncaknya yaitu sebanyak 402 ribu views di pertandingan grand final hari pertama dan 429 ribu views di pertandingan grand final hari kedua.

Sumber: Rilis Resmi Tencent
PUBG Mombil Campus Championship 2019 yang masih diselenggarakan secara offline ketika sebelum pandemi menyerant. Sumber Gambar – Rilis Resmi Tencent

Selain dari sisi viewership, turnamen-turnamen antar kampus ternyata juga berhasil menarik banyak perhatian pihak swasta. Hal tersebut salah satunya terlihat dari deretan sponsor. Dari sisi IEL University Super Series Anda bisa melihat sendiri entitas seperti Super Soccer, Vidio, ataupun Bukalapak turut mensponsori gelaran tersebut.

Sementara pada Piala Menpora Esports 2020 kita bisa melihat sendiri bagaimana brand-brand dari Axis, Samsung, hingga Insto, BCA, Kuku Bima, Caffino, Pop Mie, dan Chitato turut menjadi sponsor acara tersebut.

Dari perkembangannya di tahun 2020 kemarin, kita bisa melihat bagaimana ekosistem esports kampus telah berkembang dengan cukup pesat. Bahkan jika perkembangannya bisa terus dijaga, esports kampus mungkin bisa jadi berdiri sendiri. Turnamen seperti IEL University Series, PMCC, atau Piala Menpora Esports ibarat seperti turnamen primer-nya. Berbarengan dengan hal tersebut, turnamen esports seperti UI Battlegrounds bisa membantu mengembangkan skena esports tingkat grassroot di dalam kampusnya.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, lalu ke mana arah perkembangan esports tingkat pelajar/mahasiswa di tahun 2021 ini?

 

Akhir Kata…

Dalam membicarakan prediksi atau harapan perkembangan, satu hal yang kembali perlu diingat adalah usia perkembangan esports yang masih sangat belia. Jadi akan tidak masuk akal apabila kita langsung mengharapkan esports punya sistem layaknya liga bola basket NBA yang sudah berusia sekitar 74 tahun lebih.

Namun demikian, bisa dibilang ekosistem esports kampus sudah berjalan di jalan yang baik sejauh ini. Kehadiran turnamen seperti High School League ataupun IEL yang melibatkan pihak sekolah/universitas secara langsung menjadi salah satu jalan yang baik untuk melakukan transfer budaya esports kepada instansi-instansi sekolah/universitas yang cenderung lebih kolot dalam menerima perkembangan zaman.

Tetapi saya sendiri melihat, memang masih ada beberapa hal yang bisa membuat esports kampus jadi lebih baik lagi. Salah satu yang saya pikirkan adalah mendorong para pemain di skena esports kampus untuk tetap mendahulukan pendidikannya dengan cara memberikan hadiah turnamen dalam bentuk beasiswa. Kebanyakan turnamen tingkat pelajar/mahasiswa yang ada saat ini masih memberikan hadiahnya dalam bentuk uang tunai. Eddy Lim juga mengkonfirmasi bahwa IEL University Series kemarin masih menggunakan uang tunai sebagai hadiah utama.

Heroes of the Dorm, salah satu contoh turnamen esports yang berhadiah beasiswa sekolah. Sumbe Gambar - YouTube Channel Heroes of the Storm.
Heroes of the Dorm, salah satu contoh turnamen esports yang berhadiah beasiswa sekolah. Sumber Gambar – YouTube Channel Heroes of the Storm.

Kenapa hadiah beasiswa lebih baik daripada uang tunai? Bagaimanapun, pendidikan terbilang jadi jalur paling aman untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Walaupun karir sebagai pemain esports menjanjikan popularitas serta harta melimpah, tapi kita juga tidak boleh melupakan bahwa hanya segelintir orang saja yang bisa sukses besar di esports. Risikonya akan jadi sangat besar apabila seorang mahasiswa sampai-sampai meninggalkan pendidikannya cuma demi karir esports yang suksesnya belum bisa dipastikan. Apabila ia gagal, bagaimana nasib sang pemain tersebut tanpa memiliki bekal cadangan berupa pendidikan formal?

Hal kedua mungkin adalah kehadiran jenjang yang jelas menuju karir esports lewat ekosistem esports kampus.

Kembali menggunakan analogi liga bola basket NBA, pemain bola basket tingkat kampus punya jalur yang jelas apabila ia ingin bisa meniti karir di liga profesional. Hal tersebut yang mungkin masih belum ada di dalam ekosistem esports kampus Indonesia. Saya sempat membahas soal metode Draft pemain yang mungkin bisa menjadi jawaban atas hal ini. Namun kembali lagi, esports Indonesia sepertinya masih butuh beberapa tahun perkembangan lagi untuk bisa menghimpun kerja sama dari semua pihak agar sistem transfer pemain seperti Draft bisa dilakukan.

Lalu bagaimana dengan turnamen kampus yang turut diikuti oleh pemain-pemain profesional yang sudah dikontrak oleh tim esports? Terkait hal tersebut Eddy Lim punya opini yang terbilang menarik terkait pemain profesional di dalam pertandingan esports kampus.

“Saya sendiri memang cenderung lebih suka untuk menyelenggarakan sebuah turnamen dengan konsep terbuka (bisa diikuti oleh siapa saja). Kenapa? Dalam konsep terbuka, siapapun punya kesempatan melawan siapapun. Begitu juga dalam tingkat esports kampus.” Ucap Eddy.

Eddy Lim, Ketua Umum IESPA yang juga menjabat sebagai CEO Ligagame. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur.
Eddy Lim, Ketua Umum IESPA yang juga menjabat sebagai CEO Ligagame. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur.

“Semisal turnamen antar kampus dibatasi untuk non-profesional saja, mungkin pemain yang bertanding belum tentu dilirik tim besar. Tim esports mungkin jadi tidak memperhatikan turnamen tersebut. Mungkin tim esports akan berpikiran bahwa turnamen antar-kampus kalah kelas dan tidak kompetitif. Tapi semisal turnamennya berkonsep terbuka, pemain-pemainnya juga menjadi lebih kompetitif. Pemain-pemain yang mungkin tadinya minder dengan kemampuannya, bisa jadi semangat apabila ia berhasil memberi perlawanan terbaiknya terhadap para pemain yang tergolong profesional. Tapi dalam konteks pertandingan antar-kampus dan peraturan IEL, pemain profesional yang bisa turut bertanding di dalam kompetisi tentu hanyalah pemain yang tergolong sebagai mahasiswa aktif dan merupakan pemain yang diutus langsung oleh rektorat dari universitas terkait.” Eddy Lim memperjelas opininya soal keterlibatan pemain profesional di dalam turnamen antar kampus.

Harapan paling terakhir yang juga jadi harapan saya pribadi mungkin adalah konsistensi dari pihak-pihak terkait dalam mengadakan esports tingkat pelajar ataupun mahasiswa. Saya merasa esports di Indonesia tidak bisa bertahan lama apabila para pelakunya terlalu fokus terhadap pemain tingkat-tingkat profesional. Hal tersebut jadi ibarat membagun sebuah bangunan tanpa membuat pondasi terlebih dahulu.

Saya tahu di awal artikel saya mempertanyakan soal urgensi dari ekosistem esports kampus. Namun setelah berbincang dengan para narasumber dan melihat berbagai pencapaian yang telah dicapai oleh beberapa event tersebut, saya jadi merasa bahwa memang kenyataanya turnamen antar-kampus penting untuk menjadi pondasi ekosistem esports di Indonesia.

Tantangan serta Peluang RRQ Hoshi dan Alter Ego di M2 MLBB World Championship

Beberapa waktu lalu, jadwal serta lokasi penyelenggaraan pertandingan M2 World Championship akhirnya diungkap ke muka publik. Berdasarkan informasi terakhir, M2 MLBB World Championship akan dilaksanakan tanggal 18 Januari 2021 untuk babak grup, tanggal 22 Januari untuk babak playoff, dan diselenggarakan di Hotel Shang-ri La Singapura. Indonesia diwakili oleh RRQ Hoshi dan Alter Ego mengingat posisi mereka sebagai finalis MPL Indonesia Season 6.

Pasca pengumuman tersebut, Moonton selaku pengembang MLBB pun langsung melakukan drawing show guna menentukan tim apa berada di grup mana. Dari drawing show tersebut terungkap bahwa Alter Ego berada di grup C bersama dengan Bren Esports dari Filipina dan 10S Gaming Frost dari Jepang. Pada sisi lain, RRQ Hoshi berada di grup D bersama EVOS SG dari Singapura dan Dreammax asal Brazil.

Menghadapi pertandingan yang sudah di depan mata dengan sisa waktu persiapan cuma 4 pekan, mampukah tim-tim asal Indonesia mengulang kesuksesan layaknya EVOS Esports pada M1 MLBB World Championship tahun 2019 lalu? Mengamati soal ini, mari kita simak opini dari duo analis yang kerap kali menghiasi layar kaca Anda ketika menonton MPL ID, Mochammad Ryan “KB” Batistuta dan Arwanto “Om Wawa” Tanuwiharja.

 

Arwanto “Om Wawa” Tanuwiharja

Prediksi Om Wawa RRQ Hoshi dan Alter Ego M2 World Championship

Pendapat Om Wawa terhadap kondisi RRQ Hoshi dan Alter Ego saat ini: Kondisi Alter Ego harusnya masih dalam mood yang baik. Mereka baru saja mendapatkan piala MPL Invitational beberapa waktu lalu, jadi seharusnya kondisi tim mereka sedang kondusif. Menurut gue sendiri letak kekuatan Alter Ego adalah kepercayaan mereka dengan rekan satu timnya. Hal tersebut terlihat dari permainan mereka yang sangat kompak dan dikombinasikan dengan draft unik yang membuat lawan-lawannya kerepotan.

Kalau RRQ mungkin kondisinya sedang kurang bagus saat ini. Tapi menurut gue sebagai tim yang sudah berhasil 3 kali juara MPL ID, RRQ Hoshi seharusnya sudah terlatih untuk menghadapi kondisi sulit seperti saat ini. Kekuatan dari RRQ sendiri adalah skill individu yang baik untuk masing-masing lane.

Kelemahan RRQ Hoshi dan Alter Ego yang perlu mereka perbaiki dari kacamata Om Wawa: Menurut gue Alter Ego belum memiliki celah sedikitpun untuk saat ini. Mungkin yang bisa ditingkatkan adalah rasa dahaga mereka terhadap gelar agar tidak terlalu cepat puas dengan apa yang sudah dicapai. Sementara itu RRQ mungkin akan menambah gameplay lagi dengan masuknya Teguh “Psychoo” sebagai pengganti LJ. Terkait hal yang perlu ditingkatkan, Om Wawa rasa sih sama, yaitu dahaga terhadap kemenangan agar tidak cepat puas dengan pencapaian yang sudah dimiliki.

Prediksi dan opini Om Wawa terhadap tim Indonesia di M2 World Championship 2021: Tim-tim Indonesia tentunya akan tetap menjadi favorit dalam mendapatkan gelar juara M2 World Championship 2021 dan Om Wawa setuju akan hal tersebut, sebagaimana dari apa yang sudah kita lihat di MPL Invitational kemarin. Namun, Om Wawa merasa tim-tim Indonesia tetap harus waspada dengan strategi serta draft yang “unik” dari negara-negara yang jarang kita lihat permainannya. Bagaimanapun, minimnya data serta informasi terhadap cara main tim-tim tersebut tentu akan jadi tantangan tersendiri bagi tim Indonesia.

 

Ryan “KB” Batistuta

Prediksi KB RRQ Hoshi dan Alter Ego M2 World Championship

Pendapat KB terhadap kondisi RRQ Hoshi dan Alter Ego saat ini: Kalau menurut gue letak kekuatan RRQ Hoshi dan Alter Ego ada pada adaptasi cepat mereka terhadap perubahan meta yang ada. Ditambah lagi, RRQ Hoshi dan Alter Ego juga memiliki hero pool yang begitu luas sehingga mereka menjadi sulit diprediksi strateginya.

Kelemahan RRQ Hoshi dan Alter Ego yang perlu mereka perbaiki dari kacamata KB: Mematangkan roster dengan strategi baru yang segar akan menjadi poin penting bagi tim RRQ Hoshi. Opini tersebut gue katakan karena mengingat rotasi dan strategi RRQ Hoshi yang sudah mulai terbaca, walaupun mereka punya hero pool paling luas untuk saat ini.

Lalu kalau untuk Alter Ego, mematangkan mental dan tetap konsisten adalah suatu hal yang perlu mereka soroti. Opini tersebut gue katakan karena biasanya tim yang baru mendapat kemenangan kerap kali menemukan batu sandungan yang akan mengganggu mereka setelah kemenangan tersebut.

Prediksi dan opini KB terhadap tim Indonesia di M2 World Championship 2021: Wah, M2 World Championship terbilang enggak bisa diprediksi sih. Tim Jepang kuat, Filipina kuat, Brazil dan Russia unpredictable, lalu Myanmar, Malaysia, Singapura dan Kamboja juga enggak bisa diremehkan. Tapi kalau harus prediksi sotoy, gue kepingin ada all-Indonesia final tapi peringkat 3-nya antara Bren Esports atau 10GamingFrost.

Kalau terkait opini lain, kalian mungkin bisa juga cek konten MIPO di channel YouTube gue. Tapi selain itu gue juga mewakili komunitas ingin berterima kasih banyak untuk Moonton selaku developer karena masih berkomitmen mengadakan M2 World Championship walaupun dengan segala keterbatasnnya karena situasi pandemi. Semoga bisa berjalan lancar dan gue berharap tahun 2021 nanti keadaan sudah membaik sehingga nantinya turnamen seperti MLCC dan MIC bisa hadir kembali agar komunitas di daerah bisa muncul lagi ke permukaan.