Spotify Buka Akses Video Podcast ke Lebih Banyak Kreator

Video podcast bukanlah hal baru buat Spotify, dan jenis konten tersebut sebenarnya sudah eksis di platform streaming audio terbesar itu sejak tahun lalu. Kendati demikian, yang bisa mengunggah konten video podcast selama ini hanyalah para kreator terpilih saja.

Kabar baiknya, dalam waktu dekat ini Spotify bakal membuka aksesnya ke lebih banyak kreator melalui platform publikasi podcast-nya, Anchor. Prosesnya akan berlangsung secara bertahap, dan untuk sekarang Spotify lebih mengutamakan podcaster yang menawarkan konten video hanya sebagai pelengkap ketimbang sajian utama.

Kalau dalam kamus Spotify sendiri, konten videonya harus yang “easily backgroundable”. Artinya, kapanpun konsumen ingin berhenti menonton videonya, mereka bisa langsung melakukannya selagi masih mendengarkan audionya.

Ini krusial karena kalau berdasarkan hasil pengamatan Spotify selama ini, banyak pengguna yang menginginkan opsi untuk berganti antara audio saja atau video; tergantung di mana mereka berada, apa yang sedang mereka lakukan, dan konten apa yang sedang mereka nikmati. Selagi berada di dalam mobil misalnya, tentu akan lebih ideal jika podcast-nya dinikmati dalam bentuk audio saja.

Secara default, konten video di Spotify bakal aktif pada podcast yang menyediakannya. Namun pengguna juga dapat mengaktifkan opsi di menu data saver supaya yang dijalankan secara default hanyalah audionya saja.

Selagi podcast diputar, videonya bisa ditutup dan dibuka kapan saja pengguna mau. Sejauh yang saya coba, ini berlaku baik di aplikasi mobile maupun desktop Spotify. Di ponsel, kalau aplikasinya kita tutup, maka video juga otomatis akan berhenti di-stream, tapi audionya tetap akan berjalan seperti biasa.

Videonya tentu bisa ditampilkan secara full-screen jika perlu. Spotify turut menyediakan subtitle yang di-generate secara otomatis, mirip seperti yang biasa kita dapati di YouTube.

Selain membuat podcast jadi makin interaktif, video juga bisa dijadikan salah satu opsi monetisasi bagi para kreator. Jadi seandainya kreator mau, mereka bisa saja menjadikan video podcast sebagai konten eksklusif yang hanya bisa dinikmati oleh para subscriber-nya. Seperti yang kita tahu, Spotify memang sudah menyiapkan program subscription dengan sistem bagi hasil yang sangat menarik bagi para kreator.

Sumber: Spotify.

Memetakan Posisi Indonesia di Pertumbuhan Industri Podcast Global

Di antara industri konten kreatif yang terus melejit selama beberapa tahun terakhir, salah satu yang menjadi rising star adalah konten audio podcast. Sebuah riset bertajuk “Global Podcasting Market by Genre, by Formats, by Region, Industry Analysis and Forecast, 2020 – 2026” menyebutkan bahwa ukuran pasar podcast global diperkirakan akan mencapai $41,8 miliar pada tahun 2026, mengalami pertumbuhan pasar sebesar 24,6% CAGR dalam periode tersebut.

Secara sederhana, podcast adalah file audio digital yang dapat diunduh pengguna — atau di beberapa aplikasi, streaming — dan dengarkan melalui internet, biasanya tersedia sebagai seri yang dapat dengan mudah diterima oleh pendengar. Meskipun podcast sangat beragam dalam hal konten, format, nilai produksi, gaya, dan panjang, semuanya didistribusikan melalui RSS, atau Really Simple Syndication, format standar yang digunakan untuk menerbitkan konten. Dalam hal podcast, RSS berisi semua metadata, karya seni, dan konten acara.

Menurut beberapa sumber, podcasting bermula dari blogposting yang dikembangkan oDavid Winer dan Christopher Lydon pada awal 2000-an. Winer membuat kanal RSS yang mengumpulkan rekaman audio wawancara antara mantan wartawan NPR, Christopher Lydon, dengan ahli teknologi dan politikus. Dalam kurun waktu yang sama, Adam Curry memperkenalkan program Daily Source Code yang saat itu didistribusikan lewat iPod.

Hal ini menarik minat seorang jurnalis Ben Hammersley yang kemudian membahas animo masyarakat terkait maraknya penyebaran konten audio dan secara tidak sengaja menemukan terminologi podcasting [singkatan dari iPod dan broadcasting]. Pada masa awalnya, pasar ini berfokus pada audiens khusus atau niche dan topik individu — seperti televisi kabel atau blog — berbeda dengan radio yang ditujukan untuk audiens massal, jadi harus memiliki konten dengan daya tarik luas.

Image
Sumber: Website Andreessen Horowitz

Pada tahun 2005, Apple merilis versi 4.9 yang mendukung distribusi podcast dalam semua platformnya. Ketika itu, Steve Jobs mengatakan, “Podcasting adalah generasi radio berikutnya, dan pengguna sekarang dapat berlangganan lebih dari 3.000 Podcast gratis dan setiap episode baru secara otomatis dikirimkan melalui Internet ke komputer dan iPod mereka.”

Apple Podcast memainkan peran penting dalam pengembangan industri dan tetap mendominasi tangga aplikasi untuk mendengarkan. Namun, pangsa pasarnya telah turun dalam beberapa tahun terakhir, dari lebih dari 80% menjadi 63%. Hal ini terlihat wajar mengingat semakin banyak platform yang mulai mengakomodasi distribusi podcast seperti Google Podcast dan Spotify.

Saat ini, orang-orang telah semakin banyak menghabiskan waktu untuk mendengarkan podcast. Menurut kompilasi portal data dan statistik, Statista, 37 persen orang dewasa di Amerika Serikat (AS) telah mendengarkan podcast, angka ini meningkat lebih dari tiga kali lipat selama satu dekade terakhir.

Konsumsi audio podcast di AS tahun 2008-2020. Sumber: Statista

Lahir dan berkembang di pasar AS, popularitas podcast menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Industri podcast di Tiongkok disebut telah 23x lebih besar dari Amerika karena satu alasan utama: Podcast di Tiongkok sebagian besar memiliki model bisnis langganan berbayar, sementara podcast di Amerika hampir semuanya gratis dan hanya didukung iklan.

Sebagai negara dengan industri podcast yang terbilang masih “bayi”, kiblat mana yang sekiranya pas untuk pasar Indonesia?

Model bisnis podcast

Dilansir dari HBR, model bisnis yang baik harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ‘Siapa pelanggannya? Dan apa nilai yang ditawarkan?’ Lalu hal tersebut juga harus menjawab pertanyaan mendasar: Bagaimana kita menghasilkan uang dalam bisnis ini? Apa logika ekonomi mendasar yang menjelaskan bagaimana perusahaan dapat memberikan nilai kepada pelanggan dengan biaya yang sesuai?”

Dalam sebuah utas di Twitter, Co-Founder dan partner Village Global, sebuah VC tahap awal yang berbasis di US, Erik Torenberg menjabarkan fakta-fakta menarik terkait monetisasi dalam industri podcast. Erik mengungkap beberapa alasan industri ini masih kesulitan dalam menemukan sumber pendapatan adalah karena monetisasi tidak bisa dilakukan pada saluran distribusi yang paling besar [Apple], pemasaran ekor panjang [long-tail marketing] yang belum mencukupi, serta kelengkapan data yang belum tersedia dan perangkat “targeting” yang belum canggih.

Monetisasi bisnis podcast saat ini layaknya internet pada masa awal, masih baru dan belum stabil. Seiring meningkatnya jumlah pendengar, podcast bisa mulai menghasilkan pendapatan melalui iklan yang masuk. Namun, terkadang iklan saja tidak cukup. Dalam utasnya, Erik turut menyampaikan penggambaran model bisnis potensial yang dapat dipelajari dari Tiongkok.

Yang pertama dan masih jadi yang utama adalah iklan atau sponsor. Meskipun dinilai efektif dan dengan cara yang unik (karena dapat menyasar demografi serta geografi yang nyaris tanpa batas), terkadang iklan saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi.

Selain itu, ada donations yang memungkinkan pembuat konten mendapatkan revenue melalui donasi lewat pihak ketiga dari para pendengarnya. Salah satu platform yang familiar digunakan di Indonesia, Anchor, memungkinkan pendengar memberikan donasi kepada pembuat konten hingga $10/bulan.

Lalu ada subscription dan a la carte purchases. Model berlangganan premium ini populer di Tiongkok. Salah satu platform audio konsumen yang sudah mencapai status unicorn, Ximalaya, memiliki fitur berlangganan seharga $3 per bulan yang memungkinkan pengguna mengakses lebih dari 4000 e-book dan lebih dari 300 kursus audio atau podcast premium. Konten audio juga tersedia a la carte, mulai dari $0,03 per episode, atau mulai dari $10 hingga $45 untuk kursus audio berbayar.

Menurut observasi penulis, dua skema pertama (iklan dan berlangganan), menjadi konsep yang paling memungkinkan untuk diterapkan jaringan pembuat konten tanpa platform independen.

Ekosistem yang mulai matang

Selama lima tahun terakhir, aplikasi audio khusus di China telah berkembang pesat. Faktanya, pengguna pasar audio online tumbuh lebih dari 22% di China pada tahun 2018, meningkat lebih cepat daripada aplikasi video atau membaca. Melihat China dapat menggambarkan model bisnis potensial — sebagian melalui mengadopsi pendekatan audio-sentris daripada mengikuti definisi podcasting yang terbatas.

Ximalaya diketahui telah memiliki 70 persen hak buku audio atas judul buku terlaris di China dan baru-baru ini melakukan investasi di media Himalaya yang berbasis di San Francisco. Didukung Tencent, Ximalaya telah membangun platform dan komunitas berbasis audio, Ximalaya FM, dengan rata-rata 250 juta pengguna bulanan. 146 juta di antaranya mendengarkan konten audio perusahaan melalui perangkat internet-of-things (IoT) dan perangkat pihak ketiga lainnya.

Per Maret 2020, Ximalaya berhasil menempati peringkat kedua setelah Apple sebagai platform yang paling sering digunakan untuk mendengarkan podcast di Tiongkok, mengungguli Spotify yang berada di peringkat ke-6.

Platform yang paling sering digunakan untuk mendengarkan podcast di Tiongkok per Maret 2020. Sumber: Statista

Di Indonesia, industri ini kian naik daun ketika Spotify membuka kanal khusus yang mempermudah siapa saja untuk mengunggah konten podcast. Beberapa nama yang sudah tidak asing seperti Rapot, Podkesmas, atau Rintik Sedu telah bertengger di kategori podcast terpopular di Spotify.

Podcast sebagai industri kreatif telah berkembang sedemikian rupa, variasi konten dan fleksibilitas menjadi dua alasan besar mengapa konsumen mendengarkan konten audio berbasis digital ini.

Salah satu platform podcast lokal yang juga ikut bersaing adalah Inspigo atau Inspiration on the Go yang belum lama ini dikabarkan telah disuntik dana oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Berikut gambaran beberapa platform yang sering digunakan untuk mendengarkan podcast di Indonesia serta strategi monetisasinya.

Aplikasi Layanan Monetisasi
Spotify Distribusi musik dan podcast Iklan dan akses Spotify premium mulai dari Rp2,500 per hari hingga Rp79,000 per bulan
Apple Podcast Distribusi podcast Gratis (Khusus pengguna iOS)
Soundcloud Distribusi musik dan podcast Iklan dan akses premium mulai dari Rp36,000 hingga Rp174,000 per bulan
Pocket Casts Rekaman dan distribusi podcast Akses premium mulai dari Rp14,000 per bulan
Google Podcast Distribusi podcast Gratis
Anchor Rekaman dan distribusi podcast Gratis
NOICE Distribusi musik, podcast, radio dan audiobook Gratis
Inspigo Distribusi podcast, audio playbook Akses premium mulai dari Rp10,000 per 7 hari hingga Rp300,000 per 12 bulan

Pandangan pemain lokal

Pertumbuhan bisnis podcast yang semakin terlihat turut menarik minat investor lokal maupun global. Namun, mengingat tantangan monetisasi, pertanyaannya adalah apakah startup dapat membangun jalur yang tepat untuk menjadi bisnis yang berkelanjutan?

Aryo Ariotedjo, Co-Managing Partner Absolute Confidence, yang telah masuk sebagai seed investor di Podkesmas, mengungkapkan, “Dengan maraknya konten di Indonesia seperti YouTube, podcast merupakan industri yang baru berkembang 2 tahun terakhir seperti halnya YouTube waktu di tahun 2014. Menjadi pendukung para podcasters di awal-awal berkembangnya industri ini, dapat mampu mendongkrak talent-talent tersebut menjadi professional dan dapat me-monetize lebih baik lagi dan menciptakan content yang memang dicari berdasarkan data yang ada (data driven content creation).”

Di Indonesia sendiri, layanan podcast yang dari awal sudah yakin dengan model bisnisnya adalah Inspigo. Mereka membangun konten dengan tujuan konsumsi (pegawai) perusahaan. Sementara podcaster yang lain masih mencari popularitas dan pendengar setia di platform seperti Spotify dan Apple Podcast.

CIO Mugi Reksa Abadi Grup dan juga angel investor Michael Tampi menyatakan optimismenya dengan mengatakan, “Kita masih dalam tahap mencari format paling tepat, namun pemenang-pemenangnya sudah mulai terbentuk.”

Spotify Greenroom Resmi Dirilis, Siap Tantang Clubhouse dan Twitter Spaces

Kategori aplikasi live audio resmi kedatangan penantang baru, yakni Spotify Greenroom. Seperti halnya Clubhouse, Twitter Spaces, dan sederet kompetitor lainnya, Greenroom dirancang sebagai wadah untuk berdiskusi lisan secara virtual dan secara langsung (live).

Secara teknis, Spotify Greenroom sebenarnya tidak bisa dibilang 100% baru. Aplikasi ini sebelumnya sudah eksis lebih dulu menggunakan nama Locker Room, sebelum akhirnya diakuisisi dan dirombak oleh Spotify pada bulan Maret 2021.

Yang dirombak bukan sebatas branding-nya saja, sebab Locker Room pada awalnya cuma berperan sebagai Clubhouse-nya para penggila olahraga. Sebagai Greenroom, topik bahasannya kini jelas meluas secara drastis, apalagi mengingat aplikasinya sudah tersedia di lebih dari 135 negara.

Dalam Greenroom, siapapun bebas memulai sesi live-nya sendiri. Kita tidak perlu menjadi pelanggan Spotify Premium untuk dapat menciptakan room di Greenroom — kita bahkan tidak memerlukan akun Spotify sama sekali untuk bisa menggunakan Greenroom. Meski begitu, seandainya kita sudah punya akun Spotify, kita tentu dapat memakainya untuk login di Greenroom.

Di setiap room, kita bisa menemukan tiga jenis partisipan: host, pembicara, dan pendengar. Host adalah yang menciptakan room tersebut, dan mereka punya kontrol penuh atas siapa saja yang berhak berbicara selama sesi berlangsung. Host juga dapat mengaktifkan atau menonaktifkan fungsi chat di masing-masing room.

Sistem like di Greenroom diwakili oleh Gem. Klik dua kali icon seorang pembicara atau host, maka mereka bakal mendapatkan sebuah Gem. Total Gem yang pernah diterima akan ditampilkan di seluruh profil pengguna di Greenroom. Anggap saja Gem sebagai indikator popularitas di kalangan pengguna Spotify Greenroom, namun bukan tidak mungkin seandainya fitur ini bakal dimonetisasi ke depannya.

Spotify sejauh ini memang belum menawarkan opsi monetisasi apapun kepada pengguna Greenroom. Untuk sekarang, satu-satunya cara pengguna Greenroom mendapatkan uang adalah dengan mendaftarkan diri di program Spotify Greenroom Creator Fund, yang sayangnya cuma tersedia di Amerika Serikat saja.

Satu hal unik yang Greenroom tawarkan adalah kemudahan bagi host untuk merekam sesi perbincangan yang berlangsung di room-nya, yang kemudian dapat dikemas dan didistribusikan sebagai episode podcast jika mau. Kita tidak perlu terkejut seandainya nanti Spotify menambahkan tombol ekstra yang memungkinkan host untuk langsung menyunting file audio-nya di Anchor, yang tidak lain merupakan platform kreasi podcast milik Spotify.

Spotify Greenroom saat ini sudah tersedia dan bisa diunduh di perangkat Android maupun iOS.

Sumber: Spotify.

Kreator Podcast di Spotify Kini Bisa Menawarkan Program Subscription Buat Para Pendengarnya

Perang platform podcasting tengah memanas. Hanya selang beberapa hari setelah Apple memperkenalkan layanan Apple Podcasts Subscriptions, sekarang giliran Spotify yang meluncurkan layanan serupa. Spotify memang sudah merencanakannya sejak Februari lalu, akan tetapi timing peluncurannya bisa dipastikan bukan kebetulan.

Sama seperti yang Apple lakukan, layanan ini pada dasarnya Spotify rancang agar para kreator podcast bisa menawarkan program paid subscription kepada para audiensnya. Harapannya tentu supaya kreator bisa mendapatkan pemasukan tambahan, dan Spotify benar-benar tidak mau main-main soal itu.

Di saat Apple menarik komisi 30% dari total pemasukan subscription yang dihasilkan oleh masing-masing kreator — mulai tahun kedua turun menjadi 15% — Spotify memutuskan untuk tidak mengambil apa-apa. Dengan kata lain, 100% biaya berlangganan yang dibayarkan oleh para pendengar bakal masuk ke kantong masing-masing kreator — kecuali biaya penanganan kecil yang akan dibayarkan ke Stripe selaku pihak yang menangani proses transaksinya.

Kebijakan ini akan terus berlanjut sampai sekitar dua tahun. Di tahun 2023, Spotify berniat untuk menarik komisi sebesar 5%, tetap jauh lebih kecil daripada yang Apple tetapkan. Mengenai tarifnya, kreator bisa memilih satu dari tiga opsi tarif bulanan: $3, $5, atau $8. Untuk sekarang, program ini memang baru tersedia buat para kreator di Amerika Serikat saja, tapi dipastikan menyusul ke negara-negara lain dalam beberapa bulan mendatang.

Semua episode podcast yang hanya bisa diakses oleh para subscriber akan ditandai dengan icon gembok. Untuk berlangganan, cukup disayangkan para pendengar tidak bisa melakukannya langsung dari aplikasi Spotify, melainkan harus lewat situs Anchor, spesifiknya laman profil masing-masing kreator di Anchor. Ini juga berarti kreator hanya bisa mengatur program subscription-nya melalui platform Anchor.

Dalam kesempatan yang sama, Spotify juga mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan teknologi untuk memfasilitasi kreator podcast yang sudah memiliki program subscription di platform lain. Tujuannya adalah supaya mereka bisa mendistribusikan konten berbayarnya di Spotify selagi melibatkan sistem login-nya sendiri. Berhubung masih dikembangkan, cara kerja pastinya seperti apa pun masih tanda tanya.

Sumber: Spotify dan Anchor. Gambar header: Depositphotos.com.

Ada Lebih dari 2 Juta Podcast yang Beredar, Tapi Berapa Banyak yang Rutin Merilis Konten Baru?

Dewasa ini, keberadaan platform seperti Anchor membuat kegiatan podcasting seperti semudah mengunggah foto ke media sosial. Dengan hanya bermodalkan sebuah smartphone saja, siapapun sekarang bisa membuat dan memublikasikan podcast, dan ini jelas berdampak pada pesatnya pertumbuhan industri podcast.

Kalau kita melihat data dari Podcast Industry Insights, sejauh ini tercatat ada lebih dari 2 juta podcast yang bisa ditemukan di platform Apple Podcasts. Data yang dikumpulkan Podcast Index malah lebih banyak lagi dan sudah menembus angka 2,5 juta podcast. Pertanyaannya, dari sekian banyak podcast yang beredar di jagat internet, berapa banyak yang rutin merilis konten-konten baru?

Analisis yang dipublikasikan Amplifi Media baru-baru ini menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan. Dari 2 juta podcast di Apple Podcasts, 26% di antaranya ternyata cuma sempat memublikasikan satu episode saja. Dengan kata lain, sekitar seperempat dari total podcast yang ada (520 ribu podcast) bisa dikatakan sudah gulung tikar.

Sumber: Amplifi Media
Sumber: Amplifi Media

Memang benar ada beberapa podcast yang sengaja direncanakan cuma satu episode saja, sehingga pada akhirnya analisisnya dikerucutkan lagi dengan kriteria dua episode. Di sini angka yang ditemukan adalah 37%, yang berarti ada sekitar 740 ribu podcast dengan dua episode atau kurang. Lebih jauh lagi, tercatat 44% dari total podcast yang ada (880 ribu podcast) memiliki tiga episode atau kurang.

Temuan lainnya menunjukkan ada sekitar 720 ribu podcast yang sempat merilis setidaknya 10 episode. Andaikata ini yang bisa kita klasifikasikan sebagai podcast rutin, itu berarti jumlahnya cuma 36%, alias sepertiga lebih sedikit dari total 2 juta podcast tadi.

Kesimpulannya kalau menurut saya, bagi yang pesimistis bisa sukses di industri podcast karena harus bersaing dengan 2 juta podcast lain, ada baiknya Anda buang jauh-jauh pikiran tersebut. Analisis yang dilakukan Amplifi Media ini pada dasarnya menunjukkan bahwa yang bisa dianggap ‘pemain’ di industri podcast sebenarnya tidak sampai sebanyak itu.

Pada kenyataannya, 63% dari semua podcast yang hanya mempunyai satu episode tadi dipublikasikan via Anchor, dan ini bisa menjadi indikasi bahwa banyak orang yang bereksperimen dengan podcasting tapi ternyata tidak lanjut meneruskannya — mungkin karena sebatas mencoba-coba hal baru guna mengisi waktu selama pandemi.

Sumber: Amplifi Media. Gambar header: Depositphotos.com.

Anchor Mudahkan Pembuatan Podcast dari Rekaman Sesi Video Call

Salah satu cara termudah untuk membuat podcast adalah dengan menggunakan aplikasi bernama Anchor. Pendapat tersebut masih valid bahkan di masa pandemi seperti sekarang, sebab Anchor telah menyiapkan fitur baru berupa konversi video ke audio.

Fitur ini dibuat untuk mengubah sesi video call menjadi file audio yang siap dijadikan podcast. Idenya adalah, komunikasi jarak jauh via panggilan video semestinya tidak mencegah terciptanya diskusi yang menarik sekaligus cocok untuk dijadikan podcast.

Yang perlu dilakukan hanyalah merekam sesi panggilan videonya, lalu mengunggah file videonya (.mp4 atau .mov) ke Anchor. Oleh karena itu, pengguna harus paham lebih dulu cara merekam sesi video call di platform seperti Google Meet, Zoom, Skype atau FaceTime. Sesi live streaming dari Instagram maupun Twitch juga dapat direkam dan diunggah ke Anchor.

Anchor video conversion

Durasi video yang diunggah tak boleh lebih dari 3 jam. Selesai diunggah, videonya akan langsung dikonversi menjadi file audio yang siap diedit menggunakan fitur-fitur bawaan Anchor, atau langsung dipublikasikan begitu saja.

Berhubung Anchor sudah diakuisisi Spotify sejak tahun lalu, podcast-nya secara otomatis juga akan eksis di katalog Spotify, yang belum lama ini mulai menghadirkan playlist terkurasi khusus podcast.

Sumber: Anchor.

Anchor Luncurkan Fitur Trailer untuk Membantu Kreator Mempromosikan Podcast-nya

Sejak awal kiprahnya, Anchor mempunyai misi untuk mempermudah proses kreasi podcast bagi semua orang. Mulai dari tahap perekaman sampai publikasi, platform bikinan Anchor memastikan semua itu mudah diakses bahkan oleh seseorang yang belum pernah sekali pun merilis podcast sebelumnya.

Misi ini rupanya terus mereka emban meski sudah diakuisisi sepenuhnya oleh Spotify. Mereka baru saja merilis fitur anyar bernama Trailer, dimaksudkan supaya kreator bisa membuat trailer untuk mempromosikan podcast-nya masing-masing.

Sebelum ini, pengguna Anchor sebenarnya sudah bisa memilih episode dari podcast-nya untuk dijadikan trailer. Fitur ini membawanya ke tingkat yang lebih tinggi lagi; pengguna dipersilakan membuat trailer terpisah yang menjelaskan secara singkat apa yang bisa diekspektasikan para pendengar dari podcast mereka, sebelum akhirnya membagikan trailer tersebut ke platform sosial.

Anchor Trailers

Trailer terpisah ini punya durasi maksimum 1 menit, cukup panjang untuk memperkenalkan diri sekaligus memberikan gambaran mengenai topik-topik yang menjadi pembahasan. Selesai merekam audionya, pengguna bisa memilih musik latar sebagai pelengkap, dan setelahnya trailer pun siap untuk dipublikasikan.

Menariknya, Anchor juga akan membuatkan video secara otomatis berdasarkan trailer tersebut. Videonya sendiri berisikan transkrip yang animated, namun saya menduga ini hanya berlaku untuk trailer yang audionya direkam dalam bahasa Inggris saja, setidaknya untuk sekarang.

Di saat yang sama, Anchor juga memanfaatkan trailer sebagai salah satu cara untuk menginspirasi mereka yang belum terlalu mengenal podcast. Deretan trailer yang sedang naik daun sudah Anchor kumpulkan menjadi satu playlist di Spotify.

Sumber: Anchor.

Panduan Membuat Podcast dengan Mudah Menggunakan Aplikasi Anchor

Anchor hadir sebagai solusi cepat bagi siapa saja yang ingin menyiarkan suaranya lewat podcast. Tanpa peralatan yang ribet dan persiapan yang njelimet, Anda bisa secara cepat menyiarkan podcast bermodalkan aplikasi Anchor yang bisa diunduh secara cuma-cuma dari Play Store dan App Store.

Di pembahasan ini, saya akan coba pandu step by step membuat podcast di aplikasi Anchor, mulai dari awal hingga podcast diterbitkan.

  • Pertama, unduh dan install aplikasi Anchor dari Play Store.
  • Jalankan dan daftarkan akun terlebih dahulu menggunakan akun Google saja biar cepat, tap saja Continue with Google.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Setelah login, Anda diberi beberapa pilihan lanjutan. Jika ingin langsung merekam podcast baru, tap opsi pertama I want to make new podcast. Atau jika Anda ingin mengunggah audio podcast yang sudah direkam sebelumnya, tap opsi ketiga I have podcast i want to import.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Lanjutkan dengan men-tap tombol Record.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Kemudian silahkan berbicara sesuai dengan tema atau topik yang sudah Anda persiapkan sebelumnya. Anda juga bisa memberikan tanda dengan mentap tombol Add Flag jika Anda menemukan kesalahan pengucapan atau kesalahan lain. Tanda ini nanti akan menjadi petunjuk bagian mana yang akan diedit atau dihilangkan.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Jika sesi rekaman dianggap sudah selesai, tap Stop kemudian Anda akan diperlihatkan dengan panel pratinjau di mana Anda bisa mendengarkan kembali hasil rekaman atau menambahkan suara latar. Untuk menambahkan musik, tap tombol Add background music.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Maka Anda akan dihantarkan ke koleksi musik Anchor. Tap tombol play jika Anda ingin mendengarkan terlebih dahulu musik-musik yang ada, kemudian tap tombol plus jika menemukan musik yang tepat.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Selesai, musik latar kini sudah ditambahkan ke podcast Anda. Apabila dirasa sudah pas, sekarang tap tombol Save untuk menyimpan audio podcast. Tenang, ini belum versi akhir dan audio baru akan disimpan ke koleksi Anda, belum diterbitkan ke publik.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Saat proses penyimpanan, Anda diminta untuk membuat judul episode podcast. Beri judul episode, sesuiakan dengan bahasan Anda kemudian tap Add recording to episode.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Sampai di sini, podcast masih berstatus draft. Untuk menerbitkan podcast, tap tombol Publish di kanan atas.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Beri judul episode podcast dan deskripsi singkatnya. Beri juga urutan episode dan musim berdasarkan urutan podcast Anda. Isian ini akan mempermudah Anchor mengurutkan podcast, dan juga membantu pendengar mengindentifikasi setiap episode. Jika sudah terisi semua, tap tombol Publish Now atau Change publish date jika ingin menjadwalkan penerbitan podcast.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Selesai, podcast akan diterbitkan sesuai dengan opsi yang Anda pilih di atas.

Selain membuat rekaman podcast baru, Anda juga bisa mengunggah rekaman audio yang sudah Anda buat di platform lain.

  • Caranya buka Anchor kemudian tap My Podcast dan arahkan layar ke menu Library. Selanjutnya, tap label Import di kanan atas layar Anda.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

  • Berikutnya akan muncul jendela baru yang mengarahkan Anda ke memori lokal. Cari di mana Anda menyimpan audio podcast yang sudah direkam sebelumnya.

Cara Membuat Podcast Menggunakan Aplikasi Anchor

Ketika selesai diunggah, Anda akan mengulangi tahapan seperti ketika membuat rekaman baru.

Selesai, itulah panduan bagaimana cara membuat podcast baru menggunakan Anchor. Semoga ini membantu Anda yang mulai serius mendalami pembuatan podcast yang memang sedang jadi tren. Next, kita akan membahas cara membuat podcast di Spotify. Stay tune!

Spotify Berinvestasi di Industri Podcast Demi Mewujudkan Visinya Menjadi Platform Audio Terbesar

Selama bertahun-tahun kita mengenal Spotify sebagai sebuah platform streaming musik. Namun di tahun 2019 ini, perusahaan asal Swedia itu ingin dipandang sebagai platform audio. Audio di sini maksudnya bukan sebatas musik saja, tapi juga termasuk podcast.

Visi ini mereka buktikan lewat akuisisi atas jaringan podcast Gimlet Media senilai sekitar $230 juta, sekaligus platform podcasting yang cukup populer, Anchor. Dan Spotify rupanya masih belum mau berhenti berinvestasi di industri podcast, mereka bahkan telah menyiapkan dana akuisisi sekitar $500 juta lagi untuk tahun ini.

Akuisisi atas Gimlet Media dan Anchor saja sebenarnya sudah cukup untuk membantu mendongkrak peran Spotify di industri podcast. Gimlet Media yang pada dasarnya merupakan kumpulan kreator podcast dapat membantu melengkapkan katalog Spotify, sedangkan Anchor selaku platform gratisan dapat membantu menarik minat kreator-kreator baru untuk mendistribusikan karyanya di Spotify.

Pencapaian Spotify di industri podcast sebenarnya sudah cukup gemilang. Menurut CEO-nya, Daniel Ek, dalam kurun waktu dua tahun saja, Spotify sudah berhasil menjadi platform podcast terbesar kedua di dunia (di belakang Apple kalau menurut Recode). Ke depannya, diestimasikan 20% dari total waktu penggunaan Spotify bakal dihabiskan untuk konten podcast.

Dibandingkan industri musik, skala industri podcast jelas jauh lebih kecil. Namun itu juga berarti modal yang harus dikeluarkan Spotify di industri podcast lebih kecil ketimbang di industri musik. Seperti yang kita tahu selama ini, Spotify harus merugi selama bertahun-tahun akibat biaya lisensi ke label musik yang sangat besar.

Modal tidak terlalu besar tapi tetap bisa membantu menumbuhkan user base, inilah yang sejatinya diincar oleh Spotify dari langkah strategisnya. Industri podcast sendiri terus bertumbuh setiap tahunnya, dan Spotify pada dasarnya tidak ingin melewatkan momentum emas ini.

Sumber: Recode dan Spotify.

Fitur Baru Anchor Permudah Kreator Podcast Memonetisasi Karyanya

Menjadi YouTube-nya podcast mungkin terdengar sangat ambisius, akan tetapi itulah misi yang sedang dikejar oleh Anchor. Melalui aplikasi gratisnya, siapapun bisa membuat sekaligus memublikasikan podcast, dan sekarang siapapun juga dapat menghasilkan uang dari konten audio-only kreasinya tersebut.

Anchor baru saja meluncurkan fitur bernama Listener Support (untuk sementara baru di Amerika Serikat), yang memungkinkan para kreator podcast untuk memonetisasi karyanya masing-masing melalui donasi rutin dari para pendengar. Yang namanya donasi, tentu saja sifatnya sukarela, sehingga para pendengar pun tidak perlu cemas podcast favoritnya di Anchor tiba-tiba tidak bisa diakses karena jadi berbayar.

Jadi, usai kreator mengaktifkan fitur ini melalui dashboard profilnya di situs Anchor, maka akan muncul sebuah tombol berlabel “Listener Support” pada profil publiknya masing-masing, lengkap beserta tautan pada deskripsi podcast-nya sehingga para pendengar bisa langsung memberikan dukungan dalam bentuk uang.

Anchor Listener Support

Dari sisi pendengar, mereka tidak harus memiliki akun Anchor untuk bisa memberikan donasi. Mereka bahkan tidak perlu menggunakan aplikasi Anchor, dari aplikasi podcast bawaan iOS maupun Google Podcasts pun juga bisa. Opsi donasi yang tersedia ada tiga: $1, $5 dan $10, dan proses transaksinya ditangani oleh Stripe.

Karena mengandalkan bantuan Stripe, pembayaran pun bisa menggunakan Apple Pay maupun Google Pay. Anchor sejatinya ingin memastikan bahwa para pendengar bisa memberikan dukungannya ke podcaster favoritnya masing-masing semudah mungkin.

Begitu juga sebaliknya, Anchor tidak mau menyusahkan para kreator memperoleh imbalan dari hasil karyanya. Donasi yang diterima dari para pendengar bisa langsung mereka cairkan ke rekening bank masing-masing sewaktu-waktu, tidak perlu menunggu sampai akhir bulan atau periode tertentu.

Anchor Listener Support

Lalu yang mungkin menjadi pertanyaan, Anchor sendiri dapat apa? Mereka mengambil fee 4,5%, yang diklaim paling sedikit di industri podcasting. Kendati demikian, Stripe selaku perantara transaksi juga menarik fee standarnya: 5% + 10 sen dolar untuk setiap transaksi, ditambah lagi 25 sen dolar setiap kali kreator mencairkan donasinya.

Gambaran yang lebih jelasnya seperti ini: sebagai kreator podcast, anggap Anda punya 10 pendengar yang masing-masing mendonasikan $10 per bulan, maka setiap bulannya Anda bisa mendapatkan imbalan bersih senilai $89 setelah dipotong berbagai macam fee itu tadi.

Sumber: Anchor.