Asumsi Dapatkan Pendanaan Awal dari East Ventures, Difokuskan untuk Peningkatan Teknologi

East Ventures hari ini (15/9) mengumumkan investasi tahap awalnya untuk startup media digital Asumsi. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang diberikan. Modal segar ini akan digunakan untuk mengakselerasi proses pengembangan produk teknologi, dengan misi menjadi ekosistem media yang berkelanjutan. Termasuk untuk merekrut talenta teknologi dan membangun infrastruktur teknis.

Menargetkan pembaca muda, Asumsi banyak mengangkat topik peristiwa terkini seputar isu sosial, politik, dan budaya. Didirikan pada tahun 2017 oleh Pangeran Siahaan, saat ini perusahaan mengklaim telah meraih 10 juta kunjungan per bulan di situsnya, dengan rata-rata 3,2 juta penonton setiap bulan di kanal YouTube-nya.

“Asumsi percaya bahwa kunci dari bisnis media yang berkelanjutan adalah kombinasi dari konten berkualitas dan inovasi teknologi. Kami telah berusaha sebaik mungkin dalam menciptakan konten berkualitas tinggi yang memenuhi standar jurnalistik untuk menawarkan alternatif dari media arus utama. Namun, kami sadar bahwa ini hanya solusi sebagian,” ujar Pangeran.

Terobosan model bisnis

Akses internet yang semakin meluas memberikan keuntungan sekaligus tantangan untuk industri media digital. Keuntungannya jelas, memungkinkan setiap perusahaan/startup merangkul pembacanya secara lebih efisien. Sementara tantangannya, makin banyaknya media –baik mainstream maupun niche—membuat kue iklan (sebagai legasi model pendapatan) semakin kecil. Maka inovasi strategi bisnis perlu digencarkan.

Bulan Februari 2020, Asumsi meluncurkan YourMedia, memungkinkan pengguna untuk memberikan donasi terhadap sajian konten yang menurut mereka layak untuk diapresiasi. Sederhananya, perusahaan merilis platform crowdfunding untuk mengajak pembacanya turut serta membangun bisnis Asumsi. Program tersebut diluncurkan pasca perusahaan mengikuti program Google News Initiative.

Kepada DailySocial tim Asumsi mengatakan, setelah hampir 8 bulan dirilis, platform YourMedia mendapati traksi yang cukup baik. “Kami berhasil mendapatkan funding ratusan juta Rupiah dari audiens. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada dorongan dan kemauan dari audiens untuk merogoh kantongnya untuk konten media yang mereka anggap berkualitas jika menggunakan pendekatan yang tepat.”

Isu lain yang disampaikan seputar industri media digital adalah soal ketergantungan terhadap media sosial. Di satu sisi, platform seperti Twitter, Facebook dll memudahkan proses distribusi konten dan terhubung dengan penikmatnya, tapi di sisi lainnya kemunculan kreator konten individu memperketat persaingan di industri yang sudah kompetitif sejak lama.

“Karena itu, kami harus berpikir di luar pendekatan yang biasa. Investasi ini memberikan Asumsi kemampuan untuk membangun infrastruktur teknologi, yang memberikan kami keunggulan sambil menjaga kualitas dan pendekatan unik yang membuat Asumsi berbeda. Asumsi ingin menciptakan platform berita yang didukung oleh sistem analisis dan monitoring canggih,” imbuh Pangeran.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai detail sistem tersebut, pihak Asumsi masih enggak untuk menceritakan. Selain itu, mereka memiliki beberapa rencana lain di beberapa bulan mendatang. Dua di antaranya merilis produk teknologi dan membuat vertikal media (konten) baru.

“Asumsi berencana membantu media independen lain untuk membuat dan memonetisasi konten dengan segera membuka platform YourMedia bagi mereka. Asumsi juga berencana untuk membantu audiens memahami dan mengonsumsi konten berita berkualitas dengan lebih baik. Ini tidak terbatas pada konten kami sendiri, tetapi juga konten berkualitas di platform lain.”

Perjalanan Model Bisnis Media Digital di Indonesia

Pekan lalu, Asumsi.co, sebuah perusahaan media digital yang membahas isu politik dan budaya untuk kalangan muda, meluncurkan YourMedia. Yakni sebuah platform yang mengizinkan audiensnya berdonasi terhadap sajian konten pilihan mereka – atau akrab disebut crowdfunding. Program tersebut diluncurkan pasca perusahaan mendapatkan dana hibah dari Google News Initiative.

“Pada dasarnya, kami membuat YourMedia karena percaya pembaca dan penonton bisa dilibatkan lebih dalam proses pembuatan konten. Banyak audiens kami yang merasa konten yang disajikan informatif dan berguna. YourMedia adalah langkah pertama kami,” tutur Founder & CEO Asumsi.co Pangeran Siahaan.

Prakarsa tersebut merupakan bagian dari visi jangka panjang perusahaan yang menempatkan audiens sebagai salah satu stakeholder utama dalam ekosistem medianya.

Model bisnis berita online

Konsep serupa dengan YourMedia milik Asumsi.co sebenarnya sudah diterapkan media di luar negeri. Salah satunya pemain besar asal Inggris, The Guardian. Mereka membuka kanal yang memungkinkan pembaca mendonasikan nominal tertentu untuk mendukung jurnalisme independen yang mereka kerjakan, kendati mereka juga menawarkan model berlangganan untuk mendapatkan konten premium.

Sebenarnya ada justifikasi yang cukup mendasar kenapa crowdfunding untuk media layak dijalankan, yakni metode pembayaran yang semakin mudah. Seperti yang dilakukan Asumsi.co, mereka menerapkan integrasi dengan GoPay agar penikmat kontennya bisa memberikan donasi mulai dari 10 ribu Rupiah secara mudah.

Asumsi yang sama juga tengah divalidasi platform monetisasi kreator yang akhir-akhir ini mulai bertumbuh di Indonesia – seperti kehadiran KaryaKarsa, Trakteer, dan Socialbuzz Tribe.

Crowdfunding dapat memberikan donasi sesuka pengguna, karena pada dasarnya konten yang disajikan bisa diakses gratis. Di sisi lain, model berlangganan membutuhkan komitmen dalam jangka waktu tertentu.

Model bisnis media digital yang sudah tenar sebelumnya adalah berlangganan untuk konten premium. Di Indonesia beberapa perusahaan sudah mengaplikasikan, seperti The Jakarta Post atau Kompas.id. Ditinjau dari sisi harga, Kompas.id mengenakan biaya Rp50.000 akses penuh ke platform digital atau Rp19.900 untuk tiga rubrik favorit.

Untuk model bisnis berbasis iklan sendiri, arahnya juga sudah mulai dengan personalisasi. Fitur ads targeting yang banyak disajikan startup adtech memberikan keleluasaan kepada pemilik media untuk menghadirkan iklan secara native, dengan konten yang relevan dengan preferensi pembacanya.

Berbagai kanal mainstream masih memanfaatkan model ini untuk tetap menghadirkan publikasi yang dikonsumsi cuma-cuma. Untuk bisa untung, syaratnya memang harus punya trafik yang besar. Implikasinya mereka mengejar dengan model pemberitaan clickbait.

Sementara untuk model berlangganan atau crowdfunding, kualitas jurnalisme menjadi kunci utama. Orang akan membayar demi kepuasan terhadap konten yang dihasilkan. Media tersebut biasanya memiliki ceruk pasar spesifik – jumlahnya kecil namun potensial menghasilkan keuntungan lebih dengan mau membayar.

Model bisnis yang dapat diterapkan media online / Ross Dawson
Model bisnis yang dapat diterapkan media online / Ross Dawson

Gambaran data

Menurut data yang dikompilasi Statista, tahun ini pendapatan bisnis media digital (termasuk video games dan video-on-demand) di Indonesia diproyeksikan mencapai lebih dari $1,6 miliar, dengan sepersepuluhnya ada di ranah publikasi online. Trennya diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2024.

Pertumbuhan keuntungan bisnis media digital di Indonesia / Statista
Proyeksi pertumbuhan pendapatan bisnis media digital di Indonesia / Statista

Menurut data Dewan Pers, saat ini (24/2) ada 1226 media pemberitaan yang terdaftar di asosiasi, baik yang cakupannya nasional maupun daerah, dengan pemberitaan umum maupun spesifik. Di luar itu masih banyak media yang berdiri secara independen – kebanyakan perusahaan media yang menyasar pangsa pembaca dari kalangan tertentu (niche).

Selama sekitar dua dekade terakhir, bisnis media di Indonesia dikuasai oleh televisi. Kendati beberapa pihak dan lembaga penelitian menilai mulai ada transisi ke media digital, namun ikatan siaran on-air melalu sambungan satelit tersebut masih sangat kuat.

Riset Nielsen Indonesia tahun 2017 menyebutkan jumlah penikmat berita online Indonesia mencapai 50,6 juta orang. Angka ini naik 35,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut terus diproyeksikan meningkat seiring dengan penetrasi broadband dan penggunaan smartphone yang lebih luas.

Peningkatan tersebut diiringi dengan makin kuatnya cengkeraman media digital, baik yang berbentuk kanal teks, video on-demad, hingga yang terbaru podcast. Terlebih ada yang tidak bisa dihadirkan televisi dan kini diakomodasi media digital: personalisasi.

Transisi

Saat ini memang masih masa transisi menuju konsumsi media yang sepenuhnya online. Belum ada pengukuran pasti tentang efektivitas dari model bisnis terkait di Indonesia. Masih perlu banyak validasi dengan beragam skenario.

Beberapa masih mencoba model bisnis tersebut di atas dan masih bertahan sampai sekarang, beberapa lagi mencoba bereksperimen dengan strategi revenue lainnya yang terus bermunculan seperti melalui kemitraan, komunitas, hingga penyelenggaraan acara dengan mengedepankan kredibilitas merek yang dimiliki.

Fragmentasi kanal dapat menjadi hambatan tersendiri untuk pebisnis media digital. Orang mengonsumsi informasi melalui media sosial, memproduksi kabar lewat YouTube, dan lain-lain. Untuk tetap kokoh, fondasi utama jurnalisme harus tetap menjadi pegangan agar menjadi diferensiasi dengan publikasi yang beredar di luar sana, seperti akurasi, objektivitas, dan kualitas.