Fintech Provider in Payment Sector Must Now Registered at Bank Indonesia

Bank Indonesia issued a policy requiring fintech (financial technology) developer in payment system to register at central bank. The rule will be applied on January 1st, 2018. It’s stated in Bank Indonesia’s regulation (PBI) Number 19/12/17 on the Implementation of Financial Technology.

Bank central expects, with this policy, fintech startups can develop and contribute to push Indonesia’s economic growth by prioritizing risk mitigation aspects.

“BI sees a fast growing fintech can be used to push Indonesia’s economic growth. By innovation, the activities should be better. It also necessary to know the risk of fast growing fintech. The BI rule is a way to balance it,” said Sugeng, Bank  Indonesia’s Deputy Governor on Thursday (12/7).

PBI’s scope consists of registration rule, regulatory sandbox, licensing and approval, also monitoring and supervision.

Furthermore, there are five types of fintech classified by BI. It is payment system, market support, investment and risk management, financial loan and funding provider with other financial services.

Fintech criteria is regulated with five indicators, such as innovative, impactful on products/services/technologies and/or existing financial business model, beneficial for society, be widely used and other criteria set by BI.

Sugeng said, required registration is only for fintech provider which will or has done activities fit to the fintech criteria and under other authority, providing fintech in payment system.

Registered companies (and permitted by other authority) are not required to register. However, providing information regarding their business is sufficient.

“Unless the fintech’s payment, system already got permission as payment system provider (PJSP) by BI.”

Moreover, bank central issued two derivative rules of PBI Fintech as follows, governing board regulation (PADG) Number 19/14/PADG/2017 on fintech’s regulatory sandbox and PADG Number 19/15/PADG/2017 on how to register, deliver information, and monitor fintech’s implementation.

Junanto Herdiawan, BI’s Fintech Office Acting Head added, registered fintech provider will get into regulatory sandbox to see business model side and potential risk generated. Fintech company might go there for six month with a one-time renewal option.

“Later, the result will be seen whether it was working, not working or other status we set,” said Herdiawan, closely called as Iwan.

Immediately set an explicit prohibition regarding bitcoin

The PBI states fintech’s requirements in using Rupiah in every transaction. It means prohibition for any other currency in transaction, including virtual currency like bitcoin.

For Sugeng, the prohibition is basically due to the high-level volatility of virtual currency. It is concerned to have negative impact, then decided as invalid payment instrument.

Bank central is currently finalize the virtual currency prohibition as payment and investment instrument. BI plans to explicitly prohibit the virtual currency by issuing new rule in January 2018.

Unlike bitcoin, blockchain as supporting technology is not prohibited. In fact, BI is exploring ways to apply blockchain’s technology next year.

“Blockchain technology is not prohibited,” said Iwan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Penyelenggara Fintech di Sistem Pembayaran Kini Wajib Terdaftar di Bank Indonesia

Bank Indonesia menerbitkan beleid yang mewajibkan penyelenggaran fintech (teknologi finansial/tekfin) di bidang sistem pembayaran untuk terdaftar di bank sentral. Kewajiban ini mulai berlaku pada 1 Januari 2018. Aturan ini tertuang dalam Peraturan BI (PBI) No.19/12/17 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Bank sentral berharap melalui beleid ini, bisnis fintech tetap dapat berkembang dan berkontribusi demi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan tetap mengedepankan aspek mitigasi risiko.

“BI melihat pertumbuhan fintech sangat bagus bisa dimanfaatkan untuk dorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan inovasi, kegiatan inovasi bisa lebih baik. Tapi perlu diketahui bahwa fintech saking berkembangnya bisa timbulkan risiko. Aturan di BI ini adalah cara untuk menyeimbangkannya,” ucap Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, Kamis (7/12).

Ruang lingkup PBI ini meliputi aturan pendaftaran, regulatory sandbox, perizinan dan persetujuan, dan pemantauan dan pengawasan.

Lebih lanjut, ada lima jenis penyelenggara fintech yang sudah diklasifikasikan BI untuk mendaftar. Yakni, sistem pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan risiko, pinjaman pembiayaan dan penyedia modal, dan jasa finansial lainnya.

Kriteria bisnis fintech pun diatur dalam lima indikator seperti, inovatif, dapat berdampak pada produk/layanan/teknologi, dan/atau model bisnis finansial yang telah eksis, memberikan manfaat bagi masyarakat, bisa digunakan secara luas, dan kriteria lainnya yang ditetapkan BI.

Sugeng mengatakan, kewajiban pendaftaran ini hanya diperuntukkan ke penyelenggara tekfin yang akan atau telah melakukan kegiatan yang memenuhi kriteria fintech dan berada di bawah kewenangan otoritas lain dan menyediakan tekfin di bidang sistem pembayaran.

Untuk perusahaan yang telah terdaftar dan mendapat izin dari otoritas lain, tidak perlu mendaftar ke BI. Akan tetapi, setidaknya memberikan informasi bisnisnya ke BI.

“Kecuali tekfin sistem pembayaran itu telah mendapatkan izin sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dari BI.”

Bersamaan dengan itu, bank sentral juga merilis dua aturan turunan dari PBI Fintech yaitu peraturan anggota dewan gubernur (PADG) No.19/14/PADG/2017 tentang ruang uji coba terbatas (regulatory sandbox) tekfin dan PADG No.19/15/PADG/2017 tentang cara pendaftaran, penyampaian informasi, dan pemantauan penyelenggaraan tekfin.

Plt Kepala Fintech Office BI Junanto Herdiawan menambahkan penyelenggara fintech yang telah terdaftar akan masuk ke regulatory sandbox untuk melihat sisi model bisnis dan risiko yang berpotensi bisa ditimbulkan. Kemungkinan perusahaan fintech akan masuk ke sana selama enam bulan dengan opsi perpanjangan satu kali.

“Nanti dari situ akan dilihat hasilnya apakah berhasil, tidak berhasil, atau status lainnya yang kami tetapkan,” kata Junanto, atau yang lebih akrab disapa Iwan.

Segera buat larangan lebih tegas mengenai bitcoin

Dalam PBI ini juga menetapkan kewajiban penyelenggara fintech untuk mengunakan Rupiah dalam setiap transaksinya. Ini berarti melarang penggunaan mata uang lain dalam bertransaksi, termasuk mata uang virtual seperti bitcoin.

Menurut Sugeng, pelarangan ini pada dasarnya disebabkan mata uang virtual memiliki tingkat volatilitasnya yang tinggi. Dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak yang negatif, sehingga ditetapkan bukan sebagai alat pembayaran yang sah.

Bank sentral pun saat ini terus mematangkan rencana pelarangan penggunaan mata uang virtual sebagai alat pembayaran dan instrumen investasi. Rencananya BI akan secara tegas melarang mata uang virtual tersebut dengan menerbitkan aturan baru pada Januari 2018.

Meskipun melarang penggunaan bitcoin, blockchain sebagai teknologi pendukungnya tidak dilarang. Malah BI sendiri menjajaki penerapan teknologi blockchain tahun depan.

“Teknologi blockchain sendiri tidak kami larang,” pungkas Iwan.

Bank Indonesia Only Prohibits Bitcoin Usage as Payment Method

Bank Indonesia declares bitcoin prohibition will be limited in closing all transaction using bitcoin. This regulation is to be published on Monday (12/4), after being signed by BI on Wednesday (11/29).

In this regulation, Bank Indonesia confirms bitcoin as non-valid payment method in Indonesia. Some points will be established to close all activities regarding bitcoin payment and so on.

“The point is, we will not accept bitcoin as valid payment. According to plan, there will be a provision to discourage activities that facilitate bitcoin. Discourage means actively prohibiting. Let’s wait for the provisions,” explained Agusman, BI’s Head of Communication Department, in contact with DailySocial on Thursday (11/30).

Furthermore, quoting CNN Indonesia, the regulation will strictly bans bitcoin transaction among individuals. The prohibition has been adjusted in Bank Indonesia Regulation (PBI) Number 18 of 2016 regarding Implementation of Payment Transaction Process. Supposedly a company caught in transaction using bitcoin, the business license will be revoked and sanctioned.

“Supposedly a bank supports bitcoin transaction, there will be tough sanction. However, bitcoin transaction is not using payment system provider. For individuals, we can only prohibit. They can take their own risk,” said Eni Panggabean, BI’s Head Executive Director of Payment System Policy Department.

Industry player’s responses

Bitcoin Indonesia’s CEO Oscar Darmawan, in separate contact with DailySocial, said the business model of Bitcoin Indonesia is not to provide payment using bitcoin. It is a marketplace to provide digital assets such as: bitcoin, ethereum, ripple and others. Thus, when the regulation published, it will not necessarily affect the company.

The company will look forward to the regulation and try to comply with it.

“Personally, I think BI play the role as payment regulator. It makes them authorized in making regulations. We aware of the valid payment in Indonesia is Rupiah. However, to own bitcoin, Singapore or US Dollar is not something to be banned, isn’t it?,” said Darmawan.

Claristy, Luno Indonesia’s Country Analyst, added:

“We aware of Bank Indonesia’s new regulation which prohibits Bitcoin as valid payment instrument. However, we never know any regulation prohibits Bitcoin as investment assets.

Most customers in Luno and other platforms buy Bitcoin as investment assets.

We agree with the regulators on keeping finance industry and digital currency free from criminal acts and money laundering, in Indonesia and all around the globe. We fully support and ready to collaborate if regulators, Bank Indonesia or Financial Services Authority, published the regulations or framework for digital currency industry in Indonesia.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Regulasi Bitcoin: Bank Indonesia Hanya Melarang Transaksi Pembayaran (UPDATED)

Bank Indonesia (BI) menyatakan regulasi mengenai pelarangan bitcoin akan sebatas menutup segala bentuk transaksi yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran. Regulasi ini akan terbit pada Senin (4/12), setelah ditandatangani BI pada Rabu (29/11).

Dalam regulasi ini, BI kembali menegaskan tidak diakuinya bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Akan ada poin-poin yang bersifat menutup pintu rapat-rapat untuk segala kegiatan yang memfasilitasi pembayaran dengan bitcoin dan sebagainya.

“Intinya kita tidak akui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Direncanakan nanti akan ada ketentuan yang dapat men-discourage kegiatan-kegiatan yang memfasilitasi bitcoin. Discourage yang saya maksud ini maksudnya discourage yang aktif dengan melarang. Kita tunggu saja ketentuannya,” terang Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman saat dihubungi DailySocial, Kamis (30/11).

Lebih lanjut, dikutip dari CNN Indonesia, dalam aturan nantinya akan mempertegas larangan transaksi penggunaan bitcoin antar individu. Sebab pelarangan bagi penyelenggara jasa keuangan sudah diatur dalam PBI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Bila perusahaan ketahuan menggunakan bitcoin, maka izin usahanya akan dicabut dan dikenakan sanksi.

“Seandainya bank berani transaksi bitcoin, kami akan kasih sanksi tegas. Tapi yang terjadi adalah bitcoin ini tidak ditransaksikan melalui penyelenggara jasa sistem pembayaran. Jadi kalau untuk individu, kami hanya bisa melarang. Kalau ada risiko ya tanggung sendiri,” ucap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean.

Tanggapan pemain industri

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan menyatakan bahwa secara model bisnis, Bitcoin Indonesia bukanlah perusahaan yang menyediakan pembayaran dengan bitcoin. Mereka bertindak marketplace yang menyediakan jual beli aset digital seperti bitcoin, ethereum, ripple, dan lainnya. Bila aturan tersebut terbit, hal itu tidak begitu mempengaruhi bisnis perusahaan.

Pihaknya akan turut serta menunggu aturan yang akan diterbitkan BI dan berusaha mematuhi segala aturan main nantinya.

“Menurut saya pribadi, BI itu bergerak di regulator pembayaran. Jadi kewenangan mereka adalah buat aturan yang mengenai hal tersebut. Kami juga menyadari pembayaran yang sah di Indonesia itu hanya Rupiah. Akan tetapi, apabila orang-orang memiliki bitcoin, Dollar Singapura, atau Dollar AS bukan sesuatu yang tidak boleh dimiliki bukan?,” terang Oscar.

Pemain lain yang beroperasi di Indonesia, Luno, melalui Country Analyst di Indonesia Claristy, berkomentar:

“Kami telah mengetahui peraturan terbaru dari Bank Indonesia yang melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran. Namun, kami belum melihat adanya peraturan yang melarang penggunaan Bitcoin sebagai aset investasi.

Mayoritas pelanggan di platform Luno dan di seluruh dunia membeli Bitcoin sebagai aset investasi.

Kami setuju dengan para regulator bahwa kita perlu menjaga industri keuangan dan mata uang digital bebas dari kegiatan kriminal dan tindakan pencucian uang, baik di Indonesia dan di seluruh dunia. Kami mendukung penuh dan siap berkolaborasi jika regulator, baik BI ataupun OJK, menerbitkan regulasi atau kerangka kerja khusus untuk industri mata uang digital di Indonesia.”

Update: menambahkan pernyataan Luno

Bitcoin.co.id Receives Funding From East Ventures

Cryptocurrency exchange startup Bitcoin.co.id announces unspecified amount of funding from East Ventures. This funding is said will be used in continuing education for Indonesia’s market and exploring opportunities to expand in Southeast Asia.

Bitcoin.co.id, founded by Oscar Darmawan and William Sutanto in 2013, is initially setup as Indonesian version of bitcoin community. Later it transformed into exchange since 2014. They claim to be the biggest bitcoin exchange in Southeast Asia. Beside providing bitcoin transaction, Bitcoin.co.id is expanding its business in various popular cryptocurrency, such as: Ethereum, Ripple, and Litecoin.

Oscar Darmawan, Bitcoin.co.id’s CEO, said in the release, “I see the beginning of blockchain technology era, as bitcoin and ethereum is just started, there is still much potential. [..] I believe blockchain public technology is an answer to help financial inclusion getting more access.”

“Bitcoin.co.id will continue to educate and to work on Indonesian market and start our expansion to various countries in Southeast Asia,” he added.

There is only few players in this sector, one of them is Luno. Originally based on Singapore, Luno is now going global, but Southeast Asia region is still its priority.

Commented to this funding, Willson Cuaca, East Venture’s Managing Partner, said, “Oscar and team convince us with capacity to build product and market. We believe blockchain can overcome such problems in Indonesia, change business methods, reduce cost, maintain integrity, accelerate verification, and reduce single-point-of-failure with decentralization.”

“We’re hoping to innovate and invest more in this [blockchain] technology and paying attention on how blockchain changes our lives,” Cuaca said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bitcoin.co.id Peroleh Pendanaan dari East Ventures

Startup Cryptocurrency exchange Bitcoin.co.id mengumumkan perolehan pendanaan, yang tidak disebutkan jumlahnya, dari East Ventures. Pendanaan ini disebutkan akan digunakan untuk melanjutkan edukasi terhadap pasar Indonesia dan menjajaki peluang ekspansi ke negara-negara Asia Tenggara.

Bitcoin.co.id yang didirikan tahun 2013 oleh Oscar Darmawan dan William Sutanto awalnya merupakan media komunikasi tentang bitcoin dalam bahasa Indonesia, yang kemudian bertransformasi menjadi exchange sejak tahun 2014. Kini pihaknya mengklaim sebagai bitcoin exchange terbesar di Asia Tenggara. Selain melayani transaksi dengan bitcoin, Bitcoin.co.id juga mengembangkan pasarnya untuk berbagai cryptocurrency populer lainnya, seperti Ethereum, Ripple, dan Litecoin.

Dalam rilisnya, CEO Bitcoin.co.id Oscar Darmawan mengatakan, “Saya melihat era teknologi blockchain, seperti bitcoin dan ethereum ini baru dimulai, masih besar potensi yang bisa diraih. [..] Saya selalu percaya teknologi publik blockchain ini adalah salah satu jawaban untuk membantu inklusi keuangan mendapatkan akses ke dunia finansial.”

“Kami dari Bitcoin.co.id sendiri selain terus melakukan edukasi dan menggarap pasar Indonesia, akan memulai rencana ekspansi kami ke berbagai negara di Asia Tenggara,” lanjutnya.

Di Asia Tenggara sendiri pemain di sektor ini masih terbatas, salah satunya adalah Luno. Luno awalnya berbasis di Singapura, tapi kemudian sekarang sudah going global, meski tetap meletakkan kawasan ini sebagai salah satu pusat perhatiannya.

Terhadap pendanaan ini, Managing Partner East Ventures Willson Cuaca berkomentar, “Oscar dan team meyakinkan kami dengan kemampuan membangun produk dan pasar. Kami percaya blockchain dapat mengatasi berbagai masalah yang ada di Indonesia, mengubah cara kita berbisnis, mengurangi biaya transaksi, menjaga integritas, mempercepat verifikasi dan mengurangi single-point-of-failure dengan konsep desentralisasi.”

“Kami berharap dapat berinovasi dan berinvestasi lebih banyak di teknologi [blockchain] ini dan melihat bagaimana blockchain mengubah kehidupan kita,” tutup Willson.

Application Information Will Show Up Here

Memahami Kembali Perbedaan Bitcoin dan Blockchain

Bitcoin dan Blockchain menjadi bahasan dalam acara #SelasaStartup yang diadakan Selasa (31/10) kemarin. CEO Bitcoin.co.id Oscar Darmawan hadir sebagai narasumber dan membagikan mengenai Bitcoin dan blockchain. Sebuah istilah yang mulai ramai diperbincangkan namun banyak yang masih belum begitu paham mengenai pengertian masing-masing.

Oscar membuka presentasi dengan menggarisbawahi bahwa bitcoin bukan merupakan produk investasi. Bitcoin sendiri pada dasarnya merupakan cryptocurrency atau mata uang virtual yang berjalan di atas teknologi blockchain. Dengan nilai yang terus naik, bitcoin menjelma menjadi salah satu digital asset yang paling banyak diburu, tak terkecuali di Indonesia. Sementara blockchain merupakan teknologi desentralisasi yang diklaim memiliki banyak keunggulan, beberapa di antaranya meminimalkan down time dan menjaga server lebih aman.

Desentralisasi blockchain memungkinkan setiap server saling terhubung dan memiliki peran yang sama. Dengan membentuk semacam jaringan peer to peer hal ini memungkinkan pelacakan data lebih mudah dan apa bila salah satu server mendapat gangguan bisa dibackup oleh server lain dan server yang bermasalah bisa sementara dikeluarkan dari jaringan blockchain.

Bitcoin sebagai mata uang

Bitcoin dan koin-koin lainnya dikenal juga sebagai cruptocurrency atau mata uang digital. Seluruh sistem bitcoin digerakkan algoritma matematika, dinilai lebih netral. Selain itu dengan teknologi blockchain, sistem bitcoin bisa dengan mudah diaudit semua orang dan juga transparan. Inilah mengapa sistem Bitcoin dinilai lebih adil.

Dalam presentasinya Oscar juga menjelaskan Bitcoin sebagai digital asset memiliki nilai (yang sekarang bernilai cukup tinggi) karena beberapa hal. Di antaranya, tidak dipengaruhi oleh politik, supply yang terbatas karena dibatasi algoritma matematika, melibatkan harga listrik yang tidak murah (dalam proses mining), dan sebagai implementasi blockchain bitcoin tidak mudah dipalsukan atau digandakan.

Untuk perubahan nilai Oscar menjelaskan, “Perubahan nilai dari Bitcoin biasanya disebabkan oleh tiga hal, yang pertama faktor politk, yang kedua sosial budaya dan yang ketiga teknologi.”

Untuk faktor politik biasanya dipengaruhi negara-negara yang memiliki peredaran Bitcoin terbesar, seperti Jepang, Amerika, dan Korea Selatan. Sebagai contoh nilai Bitcoin yang naik cukup signifikan beberapa waktu belakangan dikarenakan Amerika Serikat mulai meregulasi dan memberikan lampu hijau untuk transaksi pembayaran menggunakan bitcoin.

Sedangkan faktor sosial budaya biasanya dipengaruhi libur panjang sehingga demand terhadap Bitcoin menjadi kurang dan nilainya bisa menjadi turun. Faktor terakhir adalah teknologi yang menyangkut sistem blockchain di dalamnya. Sistem yang terganggu akan berpengaruh kepada nilai.

Menilik Kepopuleran Bitcoin di Indonesia

Sebagai salah satu negara berkembang di dunia Indonesia tidak luput dari kepopuleran bitcoin. Salah satu buktinya adalah mulai banyak masyarakat Indonesia yang memiliki bitcoin dan tergabung dalam forum-forum pembahasan bitcoin. Founder Bitcoin.co.id Oscar Darmawan, sebuah platform jual beli Bitcoin, Ethereum dan Digital Asset lainnya memaparkan bagaimana kondisi penerimaan masyarakat Indonesia terhadap Bitcoin.

Dalam presentasinya, Oscar menyambut cukup baik peningkatan kepopuleran Bitcoin di Indonesia. Namun Oscar juga menyampaikan bahwa tidak hanya Bitcoin, kepopuleran cryptocurrency juga akan meningkat di Indonesia jika koin tersebut menunjukkan peningkatan nilai yang cukup signifikan.

“Di Indonesia tidak ada pelanggan yang loyal untuk (sebuah) cryptocurrency tapi percayalah, jika cryptocurrency Anda naik cukup cepat cryptocurrency Anda akan dapat banyak penggemar,” jelas Oscar.

Kepopuleran Bitcoin (tidak hanya di Indonesia) diramalkan CEO Satoshi School Jorg Molt akan terus berlanjut untuk lima tahun ke depan. Hal tersebut disampaikan Jorg Molt dalam presentasinya di acara dalam konferensi BlockBali 2017 yang diselenggarakan oleh Blackarrow Conferences. Namun kepopuleran Bitcoin diprediksi tidak akan diikuti oleh koin-koin lainnya. Hal ini karena banyak orang mulai melihat banyak ICO (Initial Coin Offering) sebagai scam dan lantas ditinggalkan. Sebagai cryptocurrency yang terus menguat, Jorg juga memprediksi bahwa pemerintah juga akan berusaha menghentikan laju Bitcoin.

“Anda tidak akan bisa menghentikan orang-orang menggunakan Bitcoin,” ungkap Jorg.

Tantangan bitcoin di Indonesia

Kepopuleran bitcoin di Indonesia bukan tanpa masalah. Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengadopsi lebih lanjut cryptocurrency. Oscar sebagai salah satu orang yang sangat peduli dengan isu cryptocurrency di Indonesia memaparkan hal-hal yang menjadi tantangan adopsi cryptocurrency di Indonesia. Yang pertama adalah tidak ada klasifikasinya jelas untuk cryptocurrency, apakah komoditas atau mata uang.

Masalah kedua adalah scam. Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan iming-iming cepat kaya melalui MLM (Multi Level Marketing) tidak berlisensi yang menawarkan skema ponzi yang berakhir penipuan. Hal ini bisa meningkatkan rasa skeptis masyarakat terhadap cryptocurrency.

Masalah lain yang tak kalah krusial adalah soal pemahaman mengenai cryptocurrency dan tingginya masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan. Dua persoalan ini tak kalah penting, karena kaitannya dengan penerimaan di masyarakat.

Bisnis cryptocurrency di Indonesia

Bisnis cryptocurrency sebenarnya memiliki potensi yang cukup luas, salah satunya untuk kemudahan pembayaran. Hanya saja aturan untuk itu di Indonesia masih belum jelas. Hal ini membuat para pebisnis masih bergerak di sektor jual-beli cryptocurrency. Seperti yang dilakukan Bitcoin.co.id dan Pundi X.

Nama terakhir bahkan membuat terobosan dengan memperkenalkan alat untuk jual beli bitcoin dan koin lain yang bisa dipasang di merchant atau gerai-gerai mini market. Dalam demonstrasinya, Founder Pundi X Zac Cheah mengenalkan sebuah alat yang bisa digunakan untuk jual beli cryptocurrency. Alat tersebut juga didesain untuk memudahkan pemilik cryptocurrency berbelanja, hanya saja lagi-lagi karena masalah regulasi hal tersebut tampak belum bisa diwujudkan.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlockBali 2017 yang diselenggarakan oleh Blackarrow Conferences

Menerka Masa Depan Bitcoin

Cryptocurrency tengah menjadi perbincangan hangat di beberapa negara internasional. Bitcoin sebagai cryptocurrency pertama menjelma sebagai digital currency dengan nilai tertinggi dan bahkan terus naik. Saat tulisan ini dibuat satu bitcoin atau 1 BTC jika dirupiahkan mencapai kurang lebih Rp83 juta. Nilai tersebut diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa tahun mendatang.

Dalam acara BlockBali yang diselenggarakan 27 Oktober 2017 kemarin oleh Blackarrow Conferences, Bitcoin menjadi salah satu tema utama. Kepopulerannya dan nilai yang terus naik menjadikan optimisme banyak orang bahwa cryptocurrency pertama di dunia ini bisa menjadi salah satu alternatif pembayaran di dunia.

Stephen DeMeulenaere, pembicara pembuka dalam konferensi BlockBali mengungkapkan teknologi blockchain, termasuk bitcoin di dalamnya, akan menjadi salah satu tren populer di dunia. Mengutip quote terkenal Mahatma Gandhi:

First they ignore you, Then they laugh at you, Then they fight you, Then you win.”

Stephen percaya pada mulanya bitcoin banyak ditolak dan mendapat respon skeptis, tapi lama kelamaan bitcoin akan membuktikan diri sebagai salah satu teknologi masa depan.

Roberto Capodieci, Blockchain Expert Nxt Foundation, dalam presentasinya menjelaskan bitcoin akan menyelesaikan banyak permasalahan yang dihadapi karena bitcoin sendiri menggunakan teknologi blockchain, teknologi yang bekerja layaknya jaringan komputer yang saling menyediakan data set. Keamanan bisa dijamin karena di dalamnya terdapat sertifikat atau digital signature yang tidak dapat dimodifikasi .

“Bank bekerja dengan orang-orang, sementara Bitcoin bekerja dengan teknologi,” ujar Roberto dalam presentasinya.

Bitcoin sebagai digital currency memiliki kelebihan bisa dengan mudah dipindahkan ke satu “dompet” ke “dompet” lain namun dengan keamanan dan transaksi yang tercatat di jaringan-jaringan yang tergabung dalam blockchain.

Bitcoin adalah bagian dari teknologi blockchain. Bitcoin merupakan perwujudan teknologi peer to peer yang terdesentralisasi. Tidak ada yang bertindak seperti bank yang menangani dan menyetujui proses transfer yang ingin dilakukan. Bitcoin dipandang sebagai salah satu masa depan karena semua diproses dengan algoritma matematika sehingga tidak ada human error dalam setiap proses transaksi.

Disimulasikan Roberto, jika kita menyimpan uang di bank dengan nominal yang tidak ditambah dalam lima tahun belakangan ini nilainya akan berkurang, bahkan habis karena dipotong biaya bulanan. Sementara jika dalam lima tahun belakangan ini menyimpan Bitcoin dengan nominal yang tidak ditambah, nilainya akan terus naik, karena dalam lima tahun belakangan nilai Bitcoin melambung naik.

Bitcoin to the moon,” demikian ungkap Roberto bersemangat saat membuka presentasinya.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlockBali 2017  yang diselenggarakan oleh Blackarrow Conferences

Bank Indonesia Siap Uji Coba Teknologi Blockchain Tahun Depan

Bank Indonesia mengungkapkan akan segera melakukan uji coba teknologi blockchain di Indonesia pada tahun depan. Uji coba dilakukan untuk memeriksa apa saja kelebihan dan kekurangannya sebelum diterapkan.

“Blockchain itu jangan disamakan dengan bitcoin. Blockchain itu metode yang memakai distributed ledger technology, sementara bitcoin adalah salah satu produknya. Blockchain itu sudah diuji oleh beberapa bank sentral,” ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni V. Panggabean, Kamis (26/10).

Hanya saja, Eni menuturkan pihaknya belum bisa memastikan pemanfaatan nyata dari teknologi Blockchain untuk pasar Indonesia. Pasalnya, bank sentral perlu melakukan banyak kajian sebelum mengambil keputusan akhir, dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya.

Sejauh pengamatannya, blockchain juga sudah digunakan dalam industri pasar modal, di antaranya PT Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) dan NASDAQ.

Menurut Eni, kalau dari hasil uji coba yang dilakukan bank sentral membuahkan hasil yang positif, tentunya ada potensi besar untuk memanfaatkan teknologi di Indonesia.

“Tentu kita tidak bisa tergesa untuk melakukan sesuatu yang perlu diketahui dulu barangnya seperti apa. Bagaimana pemanfaatannya, kita sendiri belum tahu. Di sektor transportasi dan angkatan udara, banyak memanfaatkan Blockchain termasuk sektor yang berkaitan finansial.”

Sebelumnya, Bank Indonesia masih menegaskan bitcoin bukan alat pembayaran yang sah. Lantaran memiliki risiko tinggi, kemungkinan legalitasnya di Indonesia sangat kecil.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengimbau agar masyarakat yang paham mengenai bitcoin dapat membantu menyosialisasikan penghentian penggunaan alat pembayaran baru berbasis teknologi tersebut.

“Bitcoin bukanlah satu alat pembayaran [yang sah]. Tapi kalau itu ternyata digunakan sebagai alat pembayaran, tentu akan ditindak,” terangnya dikutip dari Tirto.

Agus menilai bitcoin jauh dari azas ekonomi dan keamanan. Oleh karenanya, bank sentral menganggapnya bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia.

“Sistem ini [mata uang bitcoin] juga tidak patuh terhadap [prinsip] anti pencucian uang, dan yang kami ingin jaga adalah risiko sistemik yang bisa muncul tanpa adanya kehati-hatian,” pungkasnya.