Tidak Umum, Casing PC Perdana Teenage Engineering Harus Dirakit Secara Manual Layaknya Produk Ikea

Mengawali kiprahnya sebagai produsen synthesizer, Teenage Engineering kini justru lebih dikenal akan produk-produknya yang berdesain unik. Tidak terkecuali casing PC pertamanya yang bernama Computer-1 berikut ini; wujudnya betul-betul kontras dengan kebanyakan casing PC lain yang ada di pasaran.

Casing PC ini kecil, dengan dimensi cuma 170 x 190 x 322 mm. Ia hanya mampu menampung motherboard tipe mini-ITX, serta kartu grafis dengan panjang tidak lebih dari 180 mm. Pada dasarnya, Anda cuma bisa menjejalkan kartu grafis single-fan pada casing Ini.

Layout-nya terbilang agak aneh, dengan kartu grafis yang diposisikan di atas, yang rentan terhadap hawa panas dari komponen-komponen di bawahnya. Untuk CPU cooler-nya, pastikan Anda memakai yang tingginya tidak lebih dari 120 mm. Di bagian dasarnya, kita bisa menjumpai kolong untuk power supply unit (PSU) tipe SFX.

Namun bagian yang paling membuat mengernyitkan dahi justru adalah packaging-nya. Ketimbang dikemas dalam posisi sudah siap digunakan, casing ini justru dikemas dalam bentuk flat pack layaknya kebanyakan produk Ikea, yang berarti pengguna wajib merakitnya terlebih dulu. Kebetulan, kedua perusahaan memang sama-sama bermarkas di Swedia.

Proses perakitannya pun tidak sesimpel yang dibayangkan, sebab ada beberapa bagian yang harus pengguna tekuk secara manual (ditandai oleh garis bantu). Meskipun Teenage Engineering menyertakan instruksi lengkapnya, tentu masih ada risiko salah tekuk yang dapat terjadi tanpa disengaja.

Bahan yang digunakan sendiri adalah aluminium setebal 1 mm dengan cat powder coating. Warna oranye terangnya bisa dibilang merupakan identitas brand Teenage Engineering itu sendiri, sebab mereka memang tidak pernah malu-malu soal warna. Sepasang handle di bagian atasnya pasti akan langsung mengingatkan sebagian dari kita terhadap Apple Mac Pro, terlepas dari perbedaan ukuran yang drastis di antara kedua perangkat.

Tidak bisa dimungkiri, Teenage Engineering Computer-1 adalah casing yang lebih mementingkan faktor estetika ketimbang fungsionalitas. Namun itu tidak mencegah konsumen menyerbu perangkat ini hingga stoknya langsung habis. Padahal, harganya relatif mahal di $195.

Sumber: The Verge.

castAway Adalah Case Sekaligus Layar Kedua Untuk Smartphone Anda

Hidup tanpa layar ialah hal yang mustahil bagi manusia di era digital. Layar merupakan elemen penting dalam berinteraksi, membantu kita berkomunikasi hingga mengakses konten digital. Dengan kehadirannya di perangkat elektronik, berbagai hal dapat dilakukan. Esensialnya display juga mendorong para raksasa teknologi mengembangkan perangkat-perangkat berstruktur foldable hingga dual screen.

Lalu bagaimana dengan pengguna biasa yang butuh layar tambahan di smartphone, tapi mereka tak punya banyak modal buat membeli perangkat baru? Sebuah solusi menarik diajukan oleh inventor bernama Ken Mages dan mantan desainer Dell Joe Jasinski. Melalui Indie Gogo, mereka memperkenalkan castAway, yaitu aksesori cover/case smartphone yang juga berperan sebagai layar ultra-slim sekunder. castAway dirancang untuk mempermudah multi-tasking, memperkenankan kita melakukan beberapa hal sekaligus secara lebih simpel.

castAway 1

castAway terdiri dari beberapa bagian. Pertama, kita perlu memasang case pelindung smartphone – layaknya aksesori casing pada umumnya. Selanjutnya, bagian cover sekaligus layar kedua didesain agar terpasang ke engsel via magnet. castAway sejauh ini baru mendukung resmi dua merek smartphone, yaitu Apple iPhone dan Samsung Galaxy. Aksesori kompatibel dengan varian iPhone 6 dan Galaxy S7 hingga model-model terbaru (termasuk iPhone 11 Pro dan Galaxy Note 10).

Sejatinya, castAway merupakan tablet yang mampu bekerja mandiri. Itu alasannya tim desainer memanfaatkan engsel magnet yang dapat dilepas. Perangkat diotaki prosesor berkecepatan 1,5Gz, dilengkapi dua buah port USB type-C, slot microSD dan audio, ada sensor gravitasi dan gyroscope, penyimpanan internal eMMC 32GB, koneksi Wi-Fi 802.11 ac dan Bluetooth 4.1, serta ditenagai oleh baterai 35WHr – menjanjikan waktu pemakaian ‘seperti smartphone pada umumnya’.

castAway 4

castAway bahkan mempunyai kamera depan 2Mp serta kamera belakang 5Mp, dan bergantung dari tipe yang dipilih, aksesori case sekaligus layar sekunder ini memiliki layar sentuh seluas 5,8- atau 6,3-inci beresolusi 2048x1535p.

Tim pengembang mengaku, aspek tersulit dari proses pengembangan castAway adalah memastikannya dapat bekerja kompak dengan smartphone Anda. castAway berjalan di Chrome OS terbaru, dan agar bisa tersinkronisasi, ia dan perangkat Anda perlu mengoperasikan aplikasi MultiTask+ sehingga memungkinkan kedua device mandiri tersebut dapat berkomunikasi via Wi-Fi terenkripsi.

castAway 3

Saat ini, Ken Mages dan kawan-kawan tengah melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Indie Gogo. Agar proyek castAway bisa dimulai, mereka membutuhkan modal minimal sebesar US$ 50 ribu. Jika semuanya berjalan lancar, castAway rencananya akan didistribusikan perdana pada bulan Mei 2020. Produk bisa Anda pesan sekarang, dibanderol seharga mulai dari US$ 130.

Casing Smartphone Bikinan Razer Dirancang untuk Menjaga Perangkat Tetap Adem Selama Sesi Gaming Berlangsung

Tidak setiap hari kita mendengar perusahaan seperti Razer merilis sebuah casing smartphone. Namun saat mereka benar-benar melakukannya, sudah pasti casing tersebut ada hubungannya dengan gaming, dan itulah yang hendak ditawarkan oleh Razer Arctech.

Kompatibel dengan beragam model iPhone (iPhone XR, XS, XS Max, iPhone 11, 11 Pro, 11 Pro Max) sekaligus Razer Phone 2, Arctech dirancang untuk menjaga ponsel yang dibalutnya tetap adem selagi digunakan untuk bermain game secara intensif. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah, sebab ponsel dalam posisi telanjang tanpa casing pun sudah bisa memanas ketika menjalankan game berat.

Razer Arctech

Rahasia di balik kapabilitas Arctech adalah lapisan material khusus bernama Thermaphene yang dirancang sendiri oleh Razer. Razer bilang Thermaphene ini merupakan material yang konduktif; mampu menyerap panas yang berasal dari dalam smartphone, sebelum akhirnya menyalurkannya ke luar, dibantu oleh lapisan eksterior yang dilengkapi lubang-lubang kecil.

Berdasarkan pengujian internal Razer, Arctech disebut mampu mempertahankan suhu perangkat hingga 6° Celsius lebih rendah dibanding casing lain. Saat dites selama 2 jam, Arctech berhasil menjaga suhu ponsel tetap di bawah batas maksimal yang disarankan pabrikan, sedangkan casing lawannya gagal melakukan itu dalam waktu 20 menit saja.

Razer Arctech

Struktur Arctech sendiri terdiri dari tiga lapisan: lapisan polycarbonate/thermoplastic elastomer berlubang di bagian terluar, lapisan Thermaphene di tengah (juga berfungsi untuk mencegah debu masuk ke dalam), dan lapisan soft microfiber yang menempel langsung ke perangkat dan melindunginya dari goresan.

Razer Arctech bakal ditawarkan dalam dua varian, Slim dan Pro, yang keduanya sama-sama kompatibel dengan Qi wireless charger. Varian Pro ini mengemas dinding dalam peredam kejut, dan diklaim tahan benturan meski terjatuh dari ketinggian 3 meter. Harganya dipatok $30 untuk Arctech Slim, dan $40 untuk Arctech Pro.

Sumber: Razer.

Casing Ini Bekerja Seperti Airbag Demi Menyelamatkan Ponsel yang Terjatuh

Entah sudah berapa banyak nyawa yang terselamatkan oleh keberadaan airbag di dalam mobil. Lalu fantasi liar pun muncul: “Apakah bisa teknologi serupa diterapkan ke smartphone?” Tentunya ini dimaksudkan supaya ponsel tidak rusak meski terjatuh, sekaligus menjadi alternatif terhadap casing protektif yang bongsor dan tebal.

Jawabannya sebenarnya bisa saja. Tinggal sisipkan komponen-komponen yang dibutuhkan ke dalam sebuah casing smartphone, lengkap beserta sensor yang dibutuhkan untuk mendeteksi ketika smartphone tidak sengaja terlepas dari tangan, dan ponsel pun bisa terselamatkan dari maut.

Namun berdasarkan pengalaman seorang engineer muda asal Jerman, Philip Frenzel, cara ini sangat tidak praktis. Seperti yang kita tahu, airbag bersifat sekali pakai, dan harus diperbaiki setiap kali selesai meletup. Dari situ Philip mencoba bereksperimen dengan ide lain, spesifiknya seputar per atau pegas.

Tidak seperti kantong udara (airbag), pegas dapat kembali ke bentuk semula dengan sendirinya. Sifatnya pun juga memantul-mantul, sehingga ideal digunakan untuk meredam getaran dan menyelamatkan ponsel yang terjatuh. Konsep ini Philip realisasikan menjadi prototipe produk yang fungsional.

Mobile airbag

Sejauh ini produknya belum punya nama. Ada yang menyebutnya mobile airbag, ada juga active damping case. Intinya, cara kerjanya memang mirip airbag: casing dilengkapi sejumlah sensor untuk mendeteksi apakah benar ponsel terjatuh dari tangan, lalu mengirim sinyal supaya komponen penyelamat berkonsep pegas tadi bisa langsung aktif.

Pegasnya ini kelihatan seperti delapan tanduk yang muncul sesaat sebelum ponsel mencium tanah, terbuat dari logam tipis yang cukup fleksibel. Saat Anda mengambil ponsel yang jatuh tadi kembali, cukup lipat tanduknya tersebut, lalu dorong dan jejalkan kembali ke dalam casing.

Kabar baiknya, teknologi ini sudah dipatenkan oleh sang penciptanya, dan ia pun berencana untuk merealisasikannya lewat bantuan platform crowdfunding Kickstarter dalam waktu dekat. Semoga saja ia tidak menemui kesulitan dalam tahap manufaktur nantinya.

Sumber: TechCrunch dan Designboom.

Spigen Luncurkan Casing iPhone dengan Desain ala iMac G3 dan iPhone Orisinil

Tidak terasa sudah 20 tahun sejak Apple pertama kali memperkenalkan iMac G3. Komputer all-in-one itu merupakan yang pertama mengemas port USB sebagai standar, meski dunia lebih mengenalnya lewat desain unik dan bodi plastik warna-warni nan semi-transparannya.

Wujudnya jelas terlihat kuno sekarang, akan tetapi terkadang nuansa retro itu bisa menjadi nilai jual tersendiri. Anggapan ini rupanya diamini oleh Spigen, yang baru-baru ini memperkenalkan casing iPhone dengan desain yang sangat terinspirasi oleh iMac G3, mulai dari warnanya sampai panel semi-transparan yang seakan menampilkan jeroan perangkat.

Spigen Classic C1

Casing bernama Spigen Classic C1 ini sejatinya terdiri dari dua lapisan yang terbuat dari bahan polycarbonate dan thermoplastic polyurethane (TPU). Lapisan yang dalam dengan motif jeroan perangkat bertugas meredam getaran ketika ponsel terjatuh, sedangkan lapisan luarnya yang terdiri dari bagian atas dan bawah menambah proteksi sekaligus mempermanis tampilannya.

Spigen Classic C1

Istimewanya, casing ini tergolong tipis. Saking tipisnya, iPhone 8 maupun iPhone X yang dipasangi masih bisa di-charge secara wireless. Sangat praktis ketimbang harus melepas casing setiap kali hendak meletakkan perangkat di atas wireless charger.

Spigen Classic One

Kalau desain ala iMac G3 bukan selera Anda, tersedia juga casing lain bernama Spigen Classic One. Yang ini mengambil inspirasi desain iPhone orisinil yang diperkenalkan di tahun 2007, dengan panel belakang dua warnanya yang sangat ikonik. Fiturnya sama persis seperti Classic C1, serta juga tersedia untuk iPhone 8, iPhone 8 Plus dan iPhone X.

Bagi yang tertarik, Spigen saat ini tengah memasarkannya lewat situs crowdfunding Indiegogo. Selama masa kampanye, satu casing dihargai $25 (estimasi harga retail-nya $40), sedangkan yang lebih menarik adalah bundel dua casing sekaligus (Classic C1 dan Classic One) seharga $35 saja.

Via: SlashGear.

dbrand Grip Diklaim Sebagai Casing Smartphone yang Paling Kuat Mencengkeram Permukaan

Selain memberikan proteksi agar smartphone tidak langsung ‘terluka’ ketika terjatuh, casing yang baik juga harus memantapkan ponsel di dalam genggaman. Supaya apa? Supaya dari awal kejadian jatuh itu setidaknya bisa dicegah. Ini penting mengingat bertambah banyaknya smartphone yang memakai bahan kaca di depan dan belakangnya demi menyuguhkan wireless charging.

Salah satu produsen skin smartphone (sticker berbahan vinyl) terbesar asal Kanada, dbrand, paham betul akan hal ini. Usai menggeluti bisnisnya selama enam tahun terakhir, dbrand memutuskan untuk terjun ke bisnis casing melalui produk terbarunya, dbrand Grip.

Sumber gambar: Unbox Therapy (YouTube)
Sumber gambar: Unbox Therapy (YouTube)

Meski dbrand menyebutnya sebagai casing, Grip secara teknis lebih pantas masuk kategori bumper dikarenakan tidak ada sisi belakangnya. Namanya diambil dari kemampuannya ‘mencengkeram’ permukaan datar yang sangat kuat; begitu kuatnya sampai-sampai ponsel tidak akan terpeleset meski permukaannya Anda miringkan hampir 90 derajat.

Andaikata smartphone tetap jatuh, Anda tak perlu khawatir sebab Grip juga dirancang demikian tangguh. Rangka luarnya terbuat dari bahan serat karbon komposit, akan tetapi yang lebih penting justru tersembunyi di dalamnya, yakni material peredam benturan besutan D3O, sama seperti yang digunakan pada helm militer AS.

dbrand Grip

Material ini tersebar di hampir seluruh rangka dalam Grip, memastikan ponsel hanya akan berkontak fisik dengannya sekaligus meminimalkan risiko kerusakan secara signifikan. Material D30 yang sama ini juga merupakan rahasia di balik kemampuan mencengkeram Grip dan sensasi mantap ketika menggenggamnya.

Empat tonjolan di masing-masing ujung memastikan smartphone tetap aman dalam berbagai skenario jatuh. Anda juga tak perlu khawatir dengan sisi depan maupun belakang ponsel, termasuk lensa kameranya, sebab ada tonjolan tipis yang mengitarinya.

dbrand Grip

Tentu saja Grip juga bisa digunakan bersama skin buatan dbrand sendiri. Perangkat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Indiegogo seharga $34, sudah termasuk skin hitam matte. Total ada 21 ponsel yang kompatibel, mulai dari iPhone 6 sampai iPhone X, Galaxy S7 Edge sampai Note 8, Nexus 6P sampai Pixel 2 XL, dan OnePlus 3 sampai OnePlus 5.

Setelah Galaxy S8, Mophie Luncurkan Battery Case untuk Pixel XL

Setelah meluncurkan battery case untuk Galaxy S8 dan S8 Plus, Mophie kini beralih ke perangkat lain yang tak kalah populer, yakni Google Pixel XL. Entah apa alasannya, namun Mophie memutuskan untuk merilis versi Pixel XL-nya saja, padahal mereka menyiapkan dua versi untuk handset Samsung sebelumnya.

Seperti biasa, di dalam casing protektif tersebut tersimpan baterai rechargeable dengan kapasitas 2.950 mAh, sanggup memperpanjang waktu bicara hingga lebih dari 50 jam kalau kata Mophie sendiri. Mophie pun tak lupa menyematkan tombol untuk mengaktifkan dan menonaktifkan charging kapanpun pengguna mau.

Sama seperti versi untuk S8 dan S8 Plus, Juice Pack untuk Pixel XL ini turut dilengkapi port USB-C. Dan ketika kabel charger disambungkan selagi perangkat dalam casing, maka charging akan diprioritaskan untuk sang perangkat terlebih dulu sebelum kemudian casing-nya yang diisi ulang.

Wireless charging boleh absen dari Pixel XL, tapi tidak demikian pada casing ini / Mophie
Wireless charging boleh absen dari Pixel XL, tapi tidak demikian pada casing ini / Mophie

Terakhir dan yang paling menarik, battery case ini dapat mengobati salah satu kekecewaan terbesar pengguna Pixel XL, yakni absennya wireless charging pada smartphone unggulan Google tersebut. Selain menggunakan kabel seperti biasa, casing ini juga bisa diisi ulang menggunakan Qi wireless charger apapun.

Juice Pack untuk Pixel XL ini sekarang sudah dipasarkan lewat situs Mophie seharga $100.

Sumber: The Verge.

Mophie Luncurkan Battery Case untuk Galaxy S8 dan S8 Plus

Layar merupakan salah satu komponen yang paling rakus daya pada smartphone. Semakin besar dan semakin tinggi resolusi layar sebuah ponsel, semakin boros pula baterainya. Galaxy S8 dan S8 Plus dengan layar masifnya tidak luput dari masalah ini, dan kalau Anda merasa power bank kurang praktis, battery case mungkin bisa menjadi alternatif yang lebih ideal.

Produsen aksesori ternama, Mophie, baru saja merilis battery case khusus untuk Galaxy S8 dan S8 Plus. Selain tentunya memberikan proteksi terhadap bodi serba kaca milik handset unggulan Samsung tersebut, casing ini juga akan menyuplai daya ekstra sebesar 2.950 mAh – 3.300 mAh untuk varian S8 Plus.

Secara fisik, casing ini memiliki dimensi 73,3 x 160 x 17,6 mm, dengan bobot sekitar 105 gram. Charging-nya mengandalkan sambungan USB-C, namun yang menarik adalah bagaimana casing ini akan memprioritaskan baterai milik ponsel Anda terlebih dulu setiap kali di-charge bersama-sama.

Tidak kalah menarik adalah kompatibilitas casing ini dengan Qi wireless charger apapun, termasuk keluaran Samsung sendiri – meskipun charging-nya hanya berlangsung dalam kecepatan standar. Andai Anda punya Mophie Charge Force, charging bakal jadi lebih praktis karena casing dapat menempel via magnet.

Buat pengguna Galaxy S8 dan S8 Plus yang tertarik, Mophie sekarang sudah memasarkan battery case ini seharga $100.

Sumber: The Verge.

Pengembangnya Bangkrut, Casing Berlayar E-ink Popslate Batal Diproduksi

Tidak selamanya proyek crowdfunding dapat terealisasikan menjadi sebuah produk final untuk dipasarkan langsung ke konsumen. Fakta ini juga yang menjadi dasar keputusan Indiegogo untuk menambah perannya tak hanya sebagai platform crowdfunding saja, tapi juga sebagai fasilitator.

Kegagalan ini tidak hanya berlaku untuk pengembang kelas amatir, bahkan yang sudah punya pengalaman pun juga bisa jadi korban, seperti yang dibuktikan oleh Popslate baru-baru ini. Kalau Anda masih ingat, pada bulan Maret tahun lalu Popslate mengumumkan sebuah casing iPhone yang dibekali layar e-ink di belakangnya, dengan estimasi perilisan pada bulan Juli 2016.

Akibat sejumlah kendala teknis, Popslate mau tidak mau harus menunda jadwal perilisannya ke bulan Oktober. Namun sampai sekarang di bulan Maret 2017 (sekitar setahun sejak pengumumannya di Indiegogo), casing bernama Popslate 2 itu tak kunjung tiba di tangan konsumen.

Usut punya usut, Popslate sedang dalam proses menyatakan bangkrut. Mereka mengaku sudah kehabisan dana untuk meneruskan tahap pengembangan dimana sejumlah prototipe yang dibuatnya tidak lulus uji sertifikasi Made for iPhone yang diwajibkan Apple.

Alasannya, casing buatan mereka membuat iPhone jadi tidak bisa mengirim atau menerima transmisi frekuensi radio, ditambah lagi fungsi charging-nya tidak konsisten. Kesalahan yang dilakukan Popslate sebenarnya cukup mendasar: mereka salah memilih bahan casing, yaitu plastik dan serat kaca, yang pada akhirnya menjadi penyebab masalah sinyal itu tadi.

Meski selama melangsungkan kampanye di Indiegogo mereka berhasil mengumpulkan dana lebih dari $1,1 juta, rupanya itu masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya. Alhasil, tidak ada satu pun pesanan backer yang bisa dipenuhi, dan lebih parah lagi, tidak ada backer yang bakal menerima refund.

Kegagalan Popslate 2 bisa menjadi pelajaran bagi konsumen untuk lebih teliti lagi dalam memilih proyek crowdfunding / Popslate
Kegagalan Popslate 2 bisa menjadi pelajaran bagi konsumen untuk lebih teliti lagi dalam memilih proyek crowdfunding / Popslate

Jujur saya sedih campur kecewa mendengar kabar semacam ini. Pasalnya, Popslate bukanlah perusahaan atau startup baru yang belum punya pengalaman sama sekali. Produk gagal ini merupakan produk kedua mereka, dimana produk pertamanya berhasil diwujudkan juga melalui Indiegogo.

Kegagalan Popslate ini memang bukan yang paling fatal. Kasus Skully AR-1 bisa dibilang jauh lebih parah, dimana selama kampanye di Indiegogo pengembangnya berhasil mengumpulkan hampir $2,5 juta, tapi pada akhirnya menyatakan bangkrut dan tidak bisa memberikan refund kepada para backer yang sudah terlanjur membayar masing-masing sebesar $1.500.

Terlepas dari itu, kegagalan Popslate ini bisa menjadi pelajaran bukan hanya untuk developer saja, tapi juga bagi kita sebagai konsumen. Tanpa ada maksud menakut-nakuti, kita harus lebih teliti lagi dalam memilih produk yang dipasarkan lewat situs crowdfunding – pengalaman dan jam terbang pengembangnya kini terbukti tidak bisa dijadikan acuan.

Semoga saja solusi yang telah disiapkan oleh Indiegogo bisa mengatasi masalah-masalah semacam ini. Karena kalau tidak, nama Indiegogo sendiri yang ikut menjadi jelek.

Sumber: The Verge.

Mophie Perkenalkan Hold Force, Casing iPhone 7 dengan Konsep Modular Berbasis Magnet

Di saat pengguna iPhone 7 menantikan kehadiran battery case, pabrikan aksesori Mophie datang dengan solusi yang lebih fleksibel. Mereka memperkenalkan casing unik bernama Mophie Hold Force, yang pada dasarnya merupakan koleksi aksesori berbasis magnet.

Seperti casing pada umumnya, fungsi utama Hold Force adalah memberikan proteksi terhadap perangkat. Namun Mophie telah membekali lapisan belakangnya dengan magnet, sehingga pengguna dapat menempelkan aksesori lain guna menambah fungsionalitasnya.

Sejauh ini ada tiga aksesori pendamping Hold Force: Hold Force Powerstation Plus Mini, Hold Force Folio Case dan Hold Force Wallet. Hold Force Powerstation merupakan sebuah power bank berkapasitas 4.000 mAh. Untuk menggunakannya, cukup tempelkan pada bagian belakang iPhone 7 yang telah dibungkus dengan casing Hold Force, dan tancapkan kabel Lightning-nya.

Hold Force Folio Case di sisi lain menghadirkan tiga slot kartu di belakang serta cover penutup untuk layar. Terakhir, Hold Force Wallet adalah yang paling simpel berupa dua slot untuk menyimpan kartu kredit atau kartu identitas misalnya. Kedua aksesori ini memakai bahan micro-suede yang terlihat dan terasa premium.

Mophie Hold Force Powerstation Plus Mini / Mophie
Mophie Hold Force Powerstation Plus Mini / Mophie

Casing Hold Force dijajakan seharga $40, sedangkan ketiga aksesorinya harus dibeli secara terpisah. Hold Force Powerstation dihargai $60, sedangkan Hold Force Folio dan Wallet masing-masing dihargai $20. Semuanya tersedia dalam versi untuk iPhone 7 dan iPhone 7 Plus.

Sejauh ini, wajar apabila Anda beranggapan bahwa Hold Force merupakan cara Mophie untuk meraup untung lebih banyak dari pengguna iPhone 7 dan 7 Plus. Akan tetapi konsep modularnya memberikan kebebasan bagi pengguna untuk memakai aksesori yang tepat di saat-saat tertentu saja: keluar dari rumah, yang menancap adalah Hold Force Wallet, namun ketika baterai menipis, pengguna bisa menggantinya dengan Hold Force Powerstation.

Sumber: PR Newswire.