Mari Berkenalan Dengan Controller DualSense Untuk PlayStation 5

Controller merupakan bagian dari identitas sebuah console game dan, dalam mendesainnya, tiap produsen mengambil pendekatan yang berbeda. Microsoft tak banyak mengubah wujudnya setelah era The Duke. Sedangkan Nintendo terus bereksperimen di tiap generasi hardware. Sementara itu, DualShock yang tadinya merupakan periferal sekunder diadopsi untuk menemani PlayStation 2 hingga produk current-gen Sony.

Melihat respons positif gamer terhadap DualShock, banyak orang (termasuk saya) berasumsi bahwa ‘keturunannya’ juga akan mendampingi PlayStation 5. Dugaan ini betul sekaligus salah. Baru saja Sony menyingkap penerus DualShock 4. Di sana produsen tetap mempertahankan elemen-elemen favorit gamer, namun tak lupa mencantumkan deretan teknologi baru dan mengemas semuanya dalam rancangan bertema futuristis. Menariknya, controller tak lagi mengusung titel ‘DualShock’. Sony menamainya DualSense.

IMG_08042020_123517_(1000_x_650_pixel)

Senior vice president Hideaki Nishino menjelaskan bahwa sesuai namanya, lewat DualSense, timnya mencoba mengedepankan aspek yang jarang jadi perhatian developer game serta desainer periferal: sensasi sentuhan. Itu sebabnya mereka repot-repot mengembangkan teknologi haptic feedback untuk menggantikan metode getaran di DualShock yang mulai menua.

Selanjutnya, Sony membenamkan sistem adaptive trigger di L2 dan R2 sehingga aksi yang Anda lakukan di permainan (seperti menarik tali busur panah atau menekan pedal gas kendaraan) terasa lebih realistis. Demi memaksimalkan efek tersebut, produsen turut memodifikasi sudut tombol pelatuk, sekarang jadi lebih miring.

Dari sisi penampilan, wujud DualSense lebih berisi dari DualShock 4 – jadi sedikit menyerupai controller Xbox One. Tak seperti biasanya, gamepad menyajikan dua warna. Di versi awal ini, warna putih tampak mendominasi permukaan DualSense, dihias oleh hitam di bagian ‘dalam’. Garis-garis dan pelat grip dibuat diagonal dan inilah yang menonjolkan kesan futuristisnya. Sony memindahkan light bar dari depan ke samping touchpad, lalu mengubah tombol PS menjadi bergaya cut out mengikuti logo.

IMG_08042020_123541_(1000_x_650_pixel)

Selain pada body, tema monokromatis diimplementasikan pula pada tombol action (dengan simbol segitiga, kotak, silang dan lingkaran). Warna-warninya digantikan oleh abu-abu. Sony juga memperluas fungsi tombol Share, dan memberinya istilah baru: Create. Produsen belum menjelaskan secara detail fitur-fitur anyar di sana, hanya menjelaskan bahwa tombol ini akan ‘memberikan para pemain cara baru buat menciptakan dan berbagi konten’.

Sebagai pelengkap, Sony menyematkan rangkaian microphone built-in (pertama kalinya tersedia di controller mereka) dan meng-upgrade bagian baterai, memastikan daya tahannya lebih lama tapi juga lebih ringan. Di luar itu, produsen tetap mempertahankan layout tombol dan penempatan stik analog secara simetris khas DualShock.

“DualSense menandai sebuah perubahan radikal dari controller yang kami tawarkan sebelumnya dan mewakili lompatan ke generasi selanjutnya,” tutur CEO SIE Jim Ryan. “Bersama dengan fitur-fitur inovatif di PlayStation 5, periferal anyar ini akan mentransformasi cara kita menikmati permainan – wujud dari misi kami untuk terus mendorong batasan dalam bermain.”

Sumber: PlayStation.

Arkade Blaster Ialah Controller Game FPS Berwujud Pistol Futuristis

Bagi banyak pemain, gamepad dianggap sebagai sistem kendali paling fleksibel, sementara itu keyboard dan mouse merupakan pilihan bagi mereka yang menginginkan keakuratan serta tingkat respons tinggi. Tapi upaya buat merombak status quo dan mencari metode input yang lebih intuitif lagi terus dilakukan, dan ini sebabnya sejumlah developer terdorong untuk bereksperimen dengan virtual reality. Hasilnya pun sama sekali tidak mengecewakan.

Namun saat ini VR memang bukan buat semua orang. Perangkat pendukungnya tidak murah dan ia juga memerlukan hardware berperforma tinggi. Sementara itu, sebagian besar konsumen mengakses game lewat perangkat bergerak atau PC berspesifikasi menengah. Kondisi ini mendorong satu tim inventor untuk merancang controller unik yang mampu membuat pengalaman bermain game FPS jadi istimewa. Kreasi tersebut mereka namai Arkade Blaster.

Sederhananya, Arkade Blaster adalah unit controller berbasis motion/gerakan yang dirancang untuk menikmati permainan shooter. Wujudnya menyerupai pistol futuristis, dibekali rangkaian tombol di sisi kanan dan kiri beserta stik analog. Terdapat pula mount buat tempat menyematkan smartphone. Perangkat bergerak bisa berperan jadi layar utama atau sekunder, bergantung dari game yang Anda mainkan.

Jantung dari Arkade Blaster adalah ialah gyroscope yang berfungsi untuk mengubah gerakan jadi input. Ia juga menyimpan motor haptic penghasil vibrasi (seperti controller DualShock), akan bergetar saat Anda menembak atau tertembak. Uniknya lagi, garis-garis LED yang ada di sisi kiri Arkade Blaster bukanlah sekadar hiasan. Mereka berguna sebagai indikator, misalnya buat menampilkan status health, armor, amunisi dan lain-lain.

Arkade Blaster mendukung beragam game PC serta mobile, termasuk judul-judul baru dan populer (Fortnite, Modern Combat 5, Apex Legends, Call of Duty: Warzone, hingga Doom Eternal). Untuk menggunakannya, pertama-tama Anda perlu mengunduh aplikasi Arkade di perangkat bergerak. Selanjutnya, cantumkan smartphone di mount dan sambungkan ke Arkade Blaster. Controller juga bisa dipasang langsung ke PC secara plug-and-play tanpa membutuhkan ponsel pintar.

IMG_07042020_121408_(1000_x_650_pixel)

Ada dua mode penggunaan Arkade Blaster: 360-derajat dan 180-derajat. Opsi 360-derajat memungkinkan kita bergerak bebas, cocok untuk menikmati game mobile atau ketika Anda ingin berolahraga sambi bermain. Alternatifnya, mode 180-derajat memperkenankan kita buat tetap duduk di depan komputer atau di atas sofa. Selain menunjang penyajian game secara tradisional, Arkade Blaster juga kompatibel dengan layanan cloud serta streaming seperti GeForce Now dan Steam Link.

Arkade Blaster kabarnya sudah memasuki tahap produksi dan bisa Anda pesan di situs Indie Gogo. Proses perancangannya dilakukan oleh tim Arkade bersama PewDiePie. Selama kampanye crowdfunding masih berlangsung, produk dapat dibeli seharga mulai dari US$ 100 – dengan harga retail US$ 150.

Lewat Aksesori Baru DualShock 4, Sony Adopsi Fitur Terbaik di Controller Xbox One Elite

Controller Xbox One Elite merupakan salah satu varian gamepad termahal, tapi ada alasan kuat mengapa Microsoft membanderolnya di harga tinggi. Melengkapi fitur semi-modular yang diterapkan pada desain familier, produsen membubuhkan rangkaian paddle analog dengan resistensi yang bisa dikustomisasi. Kelengkapan ini tampaknya menginspirasi sang rival untuk me-upgrade perangkat miliknya.

Minggu ini, tim PlayStation memperkenalkan Back Button Attachment, yaitu aksesori tambahan untuk DualShock 4 khusus bagi mereka yang membutuhkan sistem input lebih presisi, sangat cocok bagi gamer kompetitif. Pengoperasiannya dijanjikan sederhana dan kehadirannya tidak mengganggu kenyamanan serta merusak aspek ergonomis dari DualShock 4. Singkat cerita, Back Button Attachment ialah jawaban Sony atas paddle analog di controller Xbox One Elite.

Back Button Attachment dirancang untuk dibubuhkan di area bawah DualShock 4. Aksesori tersambung ke controller via colokan EXT (charging) dan audio 3,5mm. Penampilannya ramping dan di sana ada dua buah tombol tactile serta layar OLED ‘high-fidelity‘. Setelah terhubung, Anda bisa mengatur fungsi dua tombol Back Button Attachment sesuai keinginan. Ia mampu membaca 16 tombol esensial yang ada di DualShock 4, seperti segitiga, lingkaran, R1 serta R2 dan lain-lain.

Back Button Attachment 1

Selanjutnya, layar OLED akan menyediakan informasi langsung dari fungsi tombol yang sedang aktif. Misalnya jika tombol kiri Back Button Attachment sedang difungsikan sebagai input alternatif tombol silang, sedangkan menekan tombol kanan akan mengaktifkan L2. Kustomisasi dapat dilakukan langsung ketika game sedang dimainkan dan Anda dipersilakan untuk menyimpan maksimal tiga buah profil berbeda.

Back Button Attachment 2

Back Button Attachment tidak lupa dibekali port audio 3,5mm pass-through, sehingga kita tetap bisa menyambungkan headset berkabel ke unit controller. Sony juga bilang bahwa aksesori ini sudah lulus proses uji coba dan dijanjikan kompatibel dengan seluruh permainan PlayStation 4, termasuk judul-judul PlayStation VR. Buat saya pribadi, tombol tactile akan sangat berguna di permainan-permainan yang membutuhkan keakuaratan tinggi seperti Sekiro, Nioh, dan Jedi: Fallen Order.

Back Button Attachment 3

Sejauh ini, Sony belum membahas konsumsi daya dari Back Button Attachment, namun saya berasumsi ia akan menguras baterai DualShock 4 lebih cepat. Anda juga harus melepasnya jika ingin melakukan pengisian ulang lewat charging station/dock. Pertanyaan lainnya adalah, apakah Back Button Attachment juga akan kompatibel dengan DualShock ‘5’ ketika tersedia nanti?

Rencananya, Sony akan meluncurkan Back Button Attachment terlebih dulu di wilayah Amerika Serikat dan Kanada pada tanggal 23 Januari 2020. Produk dibanderol seharga US$ 30.

Corsair Akuisisi Produsen Controller High-End Scuf Gaming

Dua tahun terakhir ini Corsair cukup agresif memperluas portofolio produknya. Rute yang mereka ambil rupanya adalah rute instan, yakni dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang di luar spesialisasinya.

Total sudah dua akuisisi yang mereka lancarkan; Origin PC di kategori custom PC, dan Elgato Gaming di ranah streaming video. Di penghujung tahun 2019 ini, akuisisi mereka bertambah satu lagi, yakni Scuf Gaming, yang dikenal lewat deretan gamepad high-end sekaligus modularnya.

Tidak disebutkan berapa mahar yang Corsair sediakan untuk menjadi pemilik baru Scuf. Scuf sendiri sudah berkiprah sejak tahun 2011, menciptakan berbagai controller untuk PlayStation, Xbox maupun PC, sekaligus membangun reputasi yang baik di kalangan komunitas esport.

Dibandingkan controller bawaan PS atau Xbox, controller bikinan Scuf banyak dicari karena menawarkan sejumlah keunggulan yang spesifik, macam back paddle yang dapat dilepas-pasang sesuai kebutuhan, atau fitur remapping tombol secara instan tanpa harus mengandalkan bantuan software.

Satu kekurangan produk-produk Scuf kalau menurut saya adalah ketersediaannya. Mencari produk Scuf di Indonesia sangatlah sulit, dan itu wajar mengingat mereka hanya memasarkan produknya secara resmi di Amerika Serikat dan Kanada. Kendala ini semestinya dapat diatasi oleh Corsair, yang skala operasionalnya memang sudah masuk skala global.

Corsair bilang bahwa ke depannya Scuf tetap akan beroperasi sebagai merek terpisah, yang berarti statusnya bakal menjadi anak perusahaan Corsair. Semoga saja akuisisi ini bakal berujung pada ketersediaan controller Scuf secara resmi di lebih banyak negara, termasuk Indonesia.

Sumber: Corsair.

Paten Ungkap Wujud Controller PlayStation 5

Menyusul rentetan rumor, spekulasi dan bocoran, Sony Interactive Entertainment akhirnya mengumumkan nama resmi console game next-generation mereka dan kapan rencananya perangkat akan meluncur. PlayStation 5 kabarnya siap dilepas di musim libur 2020, menjelang akhir tahun. Meski demikian, hingga kini sang produsen masih belum memperlihatkan seperti apa wujudnya ke publik.

Namun mungkin, info baru ini bisa mengurangi dahaga Anda terhadap PlayStation 5. Berdasarkan paten yang diajukan Sony di Jepang, terungkaplah ilustrasi yang kemungkinan memperlihatkan wujud dari unit controller pendamping PS5. Sementara ini, Sony malah belum memberinya nama formal, tapi banyak orang menduga sang produsen akan melabelinya secara simpel dan menyebutnya sebagai ‘DualShock 5’.

DS5 2

Berdasarkan gambar di paten Sony, controller PlayStation 5 mempunyai penampilan yang hampir tak berbeda dari DualShock 4. Semua pernak-pernik familier ada di sana: Directional pad berada di sebelah kiri dengan rangkaian action button di kanan. Kemudian dua buah thumb stick kembali diposisikan secara sejajar di bawahnya, dan tim desainer Sony juga sama sekali tidak mengubah letak keempat trigger button.

DS5 1

Selain itu, Sony lagi-lagi membubuhkan tombol lingkaran di bawah lubang speaker. Di DualShock 4, tombol ini ditandai oleh logo PS dan berfungsi untuk mengaktifkan console dari jauh, lalu tombol Share dan Options juga berada di area familier. Satu aspek unik yang saya identifikasi dari ilustrasi controller PS5 ini adalah bagian touchpad tampaknya sedikit lebih tinggi dan rata. Pertanyaannya, apakah Sony akan mempertahankan pemakaian touchpad atau mereka berniat untuk menggantinya dengan sesuatu yang baru – misalnya layar sentuh?

Saya juga tidak melihat eksistensi dari lightbar di bagian depan, lalu sepertinya ada dua colokan audio di sisi belakang. Untuk mengisi ulang baterai internalnya, kita dipersilakan mencolokkan kabel ke port di depan, namun kali ini controller memanfaatkan konektivitas USB type-C.

Perlu kita ingat bahwa Sony sewaktu-waktu bisa saja mengubah atau memodifikasi desain controller PlayStation 5 tersebut, membuat produk jadinya berbeda dengan yang ada di gambar.

Walau begitu, ada sejumlah hal yang sudah dikonformasi Sony terkait unit gamepad. Pertama, mereka mengganti sistem rumble (efek vibrasi lewat putaran) dengan haptic feedback. Dan kedua, produsen menanamkan teknologi ‘adaptive trigger‘ di tombol L2 dan R2 agar mampu mensimulasikan adegan di game secara lebih realistis – misalnya ketika karakter Anda sedang menarik busur panah atau menekan pedal gas di kendaraan.

Via The Verge.

Logitech G Adaptive Gaming Kit Lanjutkan Misi Mulia Xbox Adaptive Controller

Pada pertengahan tahun lalu, Microsoft memperkenalkan Xbox Adaptive Controller, sebuah periferal unik yang diciptakan secara khusus untuk para gamer dengan keterbatasan fisik. Bentuknya yang sepintas mirip dengan sebuah turntable itu sengaja dibuat agar kaum difabel tetap bisa menikmati sesi gaming meski mereka tidak mampu menggenggam gamepad.

Microsoft juga merancang perangkat ini sebagai sebuah hub, yang berarti ia bisa disambungkan dengan berbagai periferal tambahan, semisal tombol trigger besar yang dapat diinjak layaknya sebuah pedal. Masalahnya, harga periferal ekstra ini tidak murah; paling murah $40, dan itu hanya untuk satu tombol individual saja.

Logitech G Adaptive Gaming Kit

Kabar baiknya, dari awal pengembangan Xbox Adaptive Controller, Microsoft sudah mengajak sejumlah mitra guna memaksimalkan kompatibilitasnya. Salah satu yang diajak adalah Logitech, dan sekarang mereka sudah siap dengan penawarannya, yakni Logitech G Adaptive Gaming Kit.

Adaptive Gaming Kit diciptakan untuk melengkapi Xbox Adaptive Controller. Bundelnya mencakup 3 tombol kecil (diameter 35 mm), 3 tombol besar (diameter 65 mm), 2 tombol trigger berwujud pedal, dan 4 tombol pressure sensitive. Semuanya bisa diprogram sesuai kebutuhan, dan Logitech turut menyertakan sejumlah sticker untuk menandainya pasca konfigurasi.

Logitech G Adaptive Gaming Kit

Menemani tombol-tombol tersebut adalah dua jenis alas velcro, satu datar dan satu bisa ditekuk agar dapat, misalnya, dilingkarkan pada pergelangan tangan. Kustomisasi merupakan nilai jual utama Adaptive Gaming Kit, dan pengguna dibebaskan mengatur fungsi maupun posisi tombol-tombolnya sesuai selera dan kebutuhan masing-masing.

Namun bagian terpenting dari Adaptive Gaming Kit adalah harganya. Bundel lengkap ini bisa dibeli dengan harga $99 saja. Jadi dengan bermodalkan $200 (Logitech G Adaptive Gaming Kit + Xbox Adaptive Controller), penyandang disabilitas sudah bisa bermain game senyaman gamergamer lainnya.

Sumber: Logitech.

Razer Junglecat Hadirkan Pengalaman Gaming ala Nintendo Switch Kepada Pengguna Android

Dibandingkan PC atau console, salah satu kekurangan smartphone sebagai medium gaming adalah keterbatasan ruang visual alias layar. Layarnya sendiri sudah kecil, ditambah lagi kita sering kali harus mengorbankan sebagian darinya untuk menempatkan kontrol virtual. Itulah mengapa controller Bluetooth kerap dijadikan solusi.

Problem selanjutnya adalah, tidak semua orang suka bermain selagi layar ponselnya berada terlalu jauh. Posisi yang lebih ideal mungkin adalah seperti memainkan Nintendo Switch; jarak layarnya optimal, dan kontrolnya tetap mudah dijangkau tanpa harus mengorbankan porsi layar.

Kalau itu yang Anda cari, Razer Junglecat bisa menjadi salah satu aksesori wajib. Jangan bingung dengan perangkat bernama sama yang Razer rilis di tahun 2014, sebab Junglecat baru ini dirancang untuk menghadirkan pengalaman gaming yang serupa dengan Nintendo Switch kepada para pengguna ponsel Android.

Razer Junglecat

Sayangnya tidak semua ponsel Android, melainkan hanya Razer Phone 2, Samsung Galaxy Note 9, Samsung Galaxy S10+, dan Huawei P30 Pro, setidaknya untuk sekarang. Pasalnya, supaya ponsel bisa kita selipkan ke tengah-tengah Junglecat, ia harus dipasangi casing khusus terlebih dulu, dan casing yang termasuk dalam paket penjualan tersebut sejauh ini baru tersedia untuk keempat ponsel tadi.

Layout tombol yang disuguhkan Junglecat sangat mirip seperti Nintendo Joy-Con. Stick analog dan tombol trigger ada di kedua sisinya, diikuti oleh tombol D-Pad empat arah di kiri, dan empat tombol action di kanan.

Junglecat mengandalkan konektivitas Bluetooth LE, akan tetapi Razer mengklaim latency-nya sangat rendah sehingga resikonya terjangkit lag cukup kecil. Dalam sekali pengisian via USB-C, baterainya diyakini mampu bertahan sampai lebih dari 100 jam pemakaian.

Razer Junglecat

Lalu bagaimana seandainya Anda bukan pengguna salah satu ponsel di atas, apakah Junglecat otomatis tercoret dari wish list? Tidak juga, sebab ia juga bisa digunakan layaknya controller biasa dengan menyelipkan komponen penyambung ke tengah-tengahnya. Dalam posisi ini, Junglecat juga dapat digunakan bersama PC di samping perangkat Android.

Razer turut menyediakan sejumlah opsi kustomisasi lewat aplikasi Razer Gamepad. Di situ pengguna dapat melihat daftar game yang kompatibel, lalu kalau perlu mereka juga bisa menyesuaikan pengaturan untuk tiap-tiap game. Tombol-tombolnya pun dapat di-remap sesuai kebutuhan, begitu juga sensitivitas stick analognya yang dapat disesuaikan dengan selera masing-masing.

Razer Junglecat saat ini sudah dipasarkan seharga $100. Apakah ke depannya Razer bakal menyertakan casing khusus untuk ponsel lain? Mungkin saja, tapi untuk sekarang mereka masih mengevaluasi ponsel apa lagi yang bisa memenuhi tiga syarat berikut: berlayar besar, berspesifikasi tinggi, dan terjual dalam volume besar.

Sumber: Razer dan The Verge.

Razer Raion Sajikan Layout ala Arcade Stick dalam Wujud Gamepad Konvensional

Komunitas pencinta game fighting pastinya paham apa yang membuat arcade stick superior. Itulah mengapa banyak peserta turnamen yang rela membawa sendiri arcade stick-nya, meskipun ukurannya tidak kalah besar dari keyboard. Di sisi lain, tidak sedikit juga yang lebih nyaman mengeksekusi kombo demi kombo menggunakan gamepad standar.

Melihat adanya dua ‘kubu’ ini, Razer menilai mereka bisa menawarkan solusi penengahnya. Dari situ lahirlah Razer Raion, controller untuk PlayStation 4 dan PC yang punya layout tombol tidak umum.

Razer Raion

Tidak umum karena di sisi kanannya terdapat total enam tombol dengan ukuran lebih besar dari biasanya, dan yang layout-nya menyerupai milik arcade stick. Jadi kalau memang dirasa perlu, pengguna bisa mengoperasikannya menggunakan jari telunjuk dan jari tengah layaknya sebuah arcade stick.

Demi mengakomodasi gaya bermain yang cepat, tiap-tiap tombol tersebut dibekali Razer Yellow Mechanical Switch yang bersifat linear dan punya titik aktuasi paling pendek. Masing-masing juga diklaim punya daya tahan sampai 80 juta kali klik.

Razer Raion

Di sisi kirinya, Razer memilih menyematkan D-pad 8 arah ketimbang joystick. Kita tahu bahwa D-pad jauh lebih presisi dibanding joystick, tapi kalah soal kecepatan. Di Raion, bentuk D-pad seperti ini memastikan kombo-kombo yang memerlukan gerakan setengah atau seperempat lingkaran tetap bisa tereksekusi dengan baik, dan lagi pengguna juga bakal merasakan feedback taktil yang memuaskan di tiap input.

Selebihnya, Raion tidak berbeda jauh dari controller bawaan PS4. Tombol shoulder dan trigger-nya tetap ada, demikian pula touchpad di bagian tengahnya. Secara keseluruhan bentuknya memang lebih mirip controller Xbox, apalagi mengingat tidak ada analog stick sama sekali di bagian bawahnya. Buat yang tertarik, Razer Raion saat ini sudah dipasarkan seharga $100.

Sumber: Razer.

Sambut Musim Gugur 2019, Sony Singkap 4 Varian DualShock 4 Baru

Di antara begitu banyak jenis gamepad, DualShock merupakan salah satu yang paling ikonis karena perangkat ini punya sejarah menarik sekaligus jadi representasi satu brand gaming raksasa. Saat meluncur di tahun 1997, ia disediakan sebagai periferal sekunder bagi mereka yang menginginkan sensasi ‘haptic feedback‘. Tapi pelan-pelan, DualShock dipilih untuk jadi pendamping PlayStation hingga hari ini.

Warna hitam memang lekat dekat DualShock. Meski demikian, sang console maker Jepang terus memperbanyak varian controller sesudah PlayStation 4 tersedia. Sejak enam tahun silam, Sony meluncurkan lebih dari 25 opsi warna DualShock 4, dari mulai Wave Blue, Sunset Orange dan Red Crystal. Dengan begitu banyak variasi, kita dipersilakan untuk menentukan warna yang paling mengekspresikan diri.

Dan walaupun PlayStation 4 sudah memasuki usia senja, Sony tidak ragu untuk terus menghadirkan varian-varian baru DualShock 4. Minggu ini, produsen memperkenalkan empat pilihan warna anyar, yaitu Electric Purple, Red Camouflage, Titanium Blue, dan Rose Gold. Mereka disiapkan buat menyambut musim gugur dan akan dirilis sebentar lagi.

DS4 1

Dari yang saya baca, toko retail di kawasan Amerika Serikat seperti GameStop sudah membuka gerbang pre-order unit-unit DualShock 4 tersebut, tetapi konsumen di Indonesia tentu mesti menunggu kehadirannya di toko-toko resmi, agar produk yang kita dapatkan mempunyai stiker ‘Produk Resmi Indonesia’. Melihat dari pengalaman sebelumnya, saya menduga Sony Indonesia akan menyediakan produk dalam jumlah cukup banyak.

DS4 2

Di blog PlayStation, Sony Interactive Entertainment memberi deskripsi untuk masing-masing warna.

Electric Purple: Warna cerah baru ini menyuguhkan dua tone ungu, membuat logo-logo tombol PlayStation putih di sana terlihat kontras.

Red Camouflage: Warna hitam, merah dan coklat dibubuhkan pada pola kamuflase khas PlayStation, dipadukan bersama teks dan icon perak.

Titanium Blue: Mengombinasikan bagian cover atas metalik dengan teks dan icon biru, lalu dipasangkan pada chassis biru muda di bawah.

Rose Gold: Mengusung finishing emas metalik dengan warna rose yang lembut demi mengedepankan kesan ramping dan canggih.

DS4 3

Jika Anda kebetulan memfavoritkan DualShock 4 Rose Gold, Sony turut menawarkan headset dengan skema warna serupa, dijadwalkan untuk meluncur di bulan November nanti. Performa dan spesifikasinya sendiri tidak berbeda dangan model standar. Sony menjanjikan ‘fitur-fitur audio yang dicintai para pemain’, kemudian mencantumkan logo-logo khas PlayStation di luar dan di dalam.

Keempat unit DualShock 4 akan mulai dipasarkan pada bulan September 2019, dijajakan seharga US$ 65. Di Indonesia, harganya mungkin sedikit lebih mahal dari versi yang sudah beredar. Rose Gold PlayStation Headset sendiri dibanderol di harga US$ 120.

DS4 4

8BitDo SN30 Pro+ Adalah Controller Wireless dengan Fungsi Kustomisasi yang Amat Lengkap

Nama 8BitDo tentunya sudah tidak asing lagi di telinga para gamer, khususnya para pencinta console klasik. Dalam beberapa tahun terakhir, 8BitDo telah meluncurkan sederet controller berpenampilan retro, sekaligus sejumlah adapter pintar yang memungkinkan kita untuk memainkan console baru menggunakan controller lawas, atau malah sebaliknya.

Untuk produk terbarunya, 8BitDo memutuskan untuk menciptakan sebuah controller pamungkas. Dijuluki SN30 Pro+, penampilannya kelihatan seperti hasil perkawinan controller Super Nintendo dan PlayStation. Ia siap digunakan secara wireless via Bluetooth 4.0, atau via kabel USB-C.

8BitDo SN30 Pro+

Namun yang menjadi keunggulan utamanya adalah kapabilitas kustomisasi yang begitu lengkap melalui 8BitDo Ultimate Software. Ada banyak sekali yang bisa diutak-atik di software ini, mulai dari sebatas menukar fungsi tiap-tiap tombol, sampai menetapkan macro, sehingga kalau mau Anda bisa saja mewakilkan kombinasi beberapa tombol sekaligus ke satu tombol saja, dan kemungkinan besar dicap curang selagi bermain game fighting.

Fungsi kustomisasinya benar-benar sangat komplet. Di samping button remapping dan macro itu tadi, pengguna SN30 Pro+ juga dapat mengatur sensitivitas kedua stik analognya, sensitivitas trigger, maupun sensitivitas fungsi getarnya (vibration), dan semua ini tidak harus identik antara sebelah kiri dan kanan.

8BitDo SN30 Pro+

Juga amat lengkap adalah kompatibilitasnya: SN30 Pro+ dapat digunakan di PC Windows, macOS, smartphone Android, Nintendo Switch, dan bahkan perangkat gaming yang ditenagai oleh Raspberry Pi. Sayangnya saya tidak melihat ada iOS di daftar kompatibilitasnya, padahal ini bisa menjadi senjata andalan dalam menyambut layanan gaming subscription Apple Arcade.

8BitDo SN30 Pro+ bakal segera dipasarkan seharga $50, termasuk terjangkau jika menimbang kelengkapan fitur yang ditawarkannya. Pilihan warnanya ada tiga: hitam, yang bertema Super Nintendo, dan yang bertema Game Boy.

Sumber: Polygon.