Scuf Reflex Adalah Controller PS5 dengan Kustomisasi yang Sangat Lengkap

Setahun lebih setelah PlayStation 5 eksis, produsen controller kenamaan asal AS, Scuf, akhirnya meluncurkan lini produk yang dikhususkan untuk konsol next-gen tersebut. Lini baru ini Scuf namai Reflex, dan total ada tiga model controller yang berbeda yang ditawarkan.

Model yang pertama sekaligus yang paling basic adalah Scuf Reflex. Dibandingkan controller DualSense bawaan PS5, Reflex menawarkan kelebihan dalam bentuk empat tombol ekstra di bagian belakang yang dapat diprogram sesuai kebutuhan. Perangkat dapat menyimpan hingga tiga profil konfigurasi tombol untuk game yang berbeda-beda, dan pengguna dapat berpindah dari satu profil ke lainnya hanya dengan menekan sebuah tombol.

Kustomisasi turut menjadi nilai jual ekstra dari controller seharga $200 ini. Selain pelat depan yang bisa diganti-ganti, stik analognya juga dapat dilepas dan ditukar dengan yang lain yang berbeda bentuk. Panjang, pendek, cembung, cekung; sesuaikan sendiri saja dengan selera dan kebutuhan masing-masing.

Model yang berikutnya, yakni Reflex Pro, dibanderol mulai $230 dan mengunggulkan grip spesial untuk menambah kenyamanan di samping fitur-fitur yang sudah disebutkan tadi. Kedua controller ini sama-sama dibekali fitur adaptive trigger dan haptic feedback seperti yang ditawarkan oleh controller DualSense.

Terakhir, ada Reflex FPS yang secara spesifik dirancang untuk permainan first-person shooter. Model ini tidak memiliki vibration motor, dan trigger-nya justru dibuat supaya bisa aktif secara instan dalam setiap klik. Kalau Reflex dan Reflex Pro bertujuan untuk meningkatkan sensasi immersive, Reflex FPS justru mengorbankan aspek tersebut demi memaksimalkan skill bermain penggunanya. Lucunya, Reflex FPS justru dihargai paling mahal — $260 — meski fitur yang ditawarkannya sebenarnya lebih sedikit.

Selain PS5, ketiga model Scuf Reflex ini tentu juga kompatibel dengan PC Windows, macOS, maupun perangkat Android dan iOS. Untuk koneksinya sendiri, pengguna bebas memilih antara Bluetooth dan kabel USB-C.

Dari sisi harga, ketiganya jelas masuk kategori premium. Sebagai perbandingan, harga resmi DualSense di AS adalah $70. Sementara di kubu Xbox, Elite Wireless Controller Series 2 yang juga mengunggulkan aspek kustomisasi yang lengkap, dijual seharga $180.

Sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaan trio Scuf Reflex ini di Indonesia secara resmi. Semoga saja distributor Corsair di Indonesia, DTG, berminat untuk membawanya ke sini. Sekadar mengingatkan, Scuf memang sudah menjadi bagian dari Corsair sejak akhir 2019.

Sumber: Kotaku.

Corsair Luncurkan Monitor Gaming Perdananya, Xeneon 32QHD165

Berawal dari berdagang memory, Corsair kini memiliki portofolio produk yang mencakup seabrek kategori sekaligus. Namun selama 27 tahun mereka berdiri, Corsair belum pernah sekali pun memproduksi monitornya sendiri. Well, itu berakhir hari ini.

Gambar di atas adalah Xeneon 32QHD165, monitor pertama Corsair yang dipersembahkan buat para gamer. Dari namanya saja, Corsair sudah menunjukkan impresi pertama yang bagus. Seperti yang kita tahu, kebanyakan monitor memang mempunyai nama yang luar biasa acak.

Monitor ini tidak demikian. Penamaannya seperti sudah dipikirkan dengan matang, dan saya pun dapat langsung menebak spesifikasinya dari namanya: ukuran 32 inci, resolusi QHD (2560 x 1440), refresh rate 165 Hz.

Jenis panel yang digunakan adalah Fast IPS, dengan waktu respon 1 milidetik (MPRT) dan dukungan teknologi Quantum Dot untuk menyajikan warna secara akurat. Teknisnya, Xeneon 32QHD165 menjanjikan color gamut 100% sRGB, 100% Adobe RGB, dan 98% DCI-P3.

Tingkat kecerahan maksimumnya berada di angka 400 nit, dan ia pun telah mengantongi sertifikasi DisplayHDR 400 dari VESA. Buat yang membutuhkan, monitor ini sudah sepenuhnya mendukung teknologi AMD FreeSync Premium dan Nvidia G-Sync.

Untuk input-nya, Xeneon 32QHD165 mengemas sepasang port HDMI 2.0, sebuah port DisplayPort 1.4, port USB 3.1 Type-C beserta Type-A masing-masing dua buah, dan jack audio 3,5 mm. Pada sisi belakang stand-nya, terdapat sejumlah pengait untuk membantu merapikan kabel.

Stand berbahan aluminium ini tak hanya memiliki rancangan yang tampak keren, tetapi juga mendukung pengaturan tinggi monitor, tidak ketinggalan juga tilt dan swivel. Alternatifnya, tersedia pula mount VESA 100 x 100 mm bagi yang hendak menggunakan bracket.

Bagi konsumen yang sudah menggunakan produk-produk Corsair maupun Elgato, monitor ini bakal punya nilai tambah tersendiri berkat kompatibilitasnya dengan software Corsair iCUE maupun Elgato Stream Deck. Jadi ketimbang mengakses pengaturan via tombol-tombol fisik di belakang monitor, pengguna bisa mengaksesnya dengan lebih mudah via software.

Bukan cuma itu, bagian atas stand-nya turut dilengkapi dudukan tripod standar 1/4 inci, sehingga pengguna bisa menempatkan lampu, mikrofon, atau kamera langsung di atas monitor.

Jika menimbang spesifikasi dan fiturnya, Corsair Xeneon 32QHD165 semestinya duduk di kelas monitor gaming premium. Dugaan tersebut tidak meleset; di Amerika Serikat, monitor ini dijual seharga $800, atau kurang lebih sekitar 11,4 jutaan rupiah. Namun sejauh ini masih belum ada informasi mengenai ketersediaannya di Indonesia.

Sumber: Corsair.


Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

Corsair HS80 RGB Wireless Hadirkan Dukungan Spatial Audio Baik di PC Maupun PS5

Seberapa immersive suatu sesi gaming tidak melulu bergantung pada kualitas visual yang tersaji. Tidak jarang, audio turut memegang peranan yang tak kalah penting, dan pendapat ini semakin diperkuat oleh pesatnya perkembangan teknologi spatial audio, atau yang juga dikenal dengan istilah 3D audio.

Salah satu headset gaming terbaru dengan fokus pada spatial audio datang dari Corsair. Perangkat bernama Corsair HS80 RGB Wireless ini tidak hanya datang membawa dukungan Dolby Atmos, tapi juga sepenuhnya kompatibel dengan teknologi Tempest 3D AudioTech milik PlayStation 5.

HS80 hadir bersama dongle USB yang mendukung teknologi Slipstream Wireless, dan pengguna bebas menyambungkannya ke PC, PS5, maupun PS4. Kalau Anda punya keyboard dan mouse Corsair yang juga mendukung teknologi tersebut, keduanya pun bisa disambungkan dengan menggunakan satu dongle USB yang sama. Jadi total ada tiga periferal yang dapat terhubung secara nirkabel via satu unit receiver.

Alternatifnya, jika pengguna menginginkan kualitas audio yang lebih baik lagi, mereka dapat menyambungkan HS80 ke PC via kabel USB, dan dalam posisi tersebut, perangkat jadi bisa mengolah file audio dengan resolusi maksimum 24-bit/96 kHz. HS80 mengemas driver berdiameter 50 mm, dan secara teknis respon frekuensinya berada di kisaran 20 – 30.000 Hz.

Secara desain, HS80 kelihatan mengadopsi bahasa desain yang cukup mirip seperti seri Corsair Void, tapi dengan tampilan keseluruhan yang lebih kalem dan elegan, apalagi berkat penggunaan bahan aluminium. Juga berbeda adalah bentuk headband-nya yang mengandalkan karet elastis yang menggantung demi mengurangi beban pada kepala pengguna. Aspek kenyamanannya kian disempurnakan oleh bantalan telinga memory foam yang dibalut bahan kain yang breathable.

Di bagian belakang earcup sebelah kiri, pengguna dapat menemukan tombol power sekaligus kenop untuk mengatur volume. Bagaimana dengan tombol mute mikrofon? Well, lipat saja mic-nya ke atas untuk mute, lalu kembali turunkan untuk unmute. Pada bagian ujung mic, terdapat indikator LED yang akan menyala hijau saat unmute, merah saat mute.

Dalam sekali pengecasan, Corsair mengklaim baterai milik HS80 mampu bertahan sampai 20 jam pemakaian. Di Amerika Serikat, Corsair HS80 RGB Wireless saat ini telah dipasarkan dengan banderol resmi $150.

Sumber: Corsair.

 

Corsair K65 RGB Mini Kian Panaskan Persaingan Keyboard Gaming dengan Layout 60%

Persaingan brandbrand gaming mainstream di ranah mechanical keyboard berukuran ringkas terus memanas. Razer boleh dibilang mengawalinya di pertengahan tahun 2020 lewat Huntsman Mini — sebenarnya ada brand lain seperti Glorious yang lebih dulu meluncurkan mechanical keyboard dengan layout 60%, akan tetapi pengaruhnya jelas belum bisa menandingi brand sekelas Razer.

Setelahnya, HyperX menyusul dengan Alloy Origins 60 di awal 2021, dan sekarang giliran Corsair yang unjuk gigi — berapa lama lagi sebelum Logitech dan SteelSeries ikut menyusul? Satu hal yang membuat saya agak bingung adalah namanya: Corsair K65 RGB Mini. Awalnya saya mengira keyboard ini mengemas layout 65% yang dilengkapi arrow key, namun ternyata ia mengusung layout 60%.

Alasannya mungkin karena Corsair sudah punya keyboard lain bernama K60, yang ternyata memakai layout full-size standar 104 tombol. Well, setidaknya masih ada embel-embel “Mini” pada namanya.

Premis yang ditawarkan keyboard ini tentu adalah terkait desainnya yang compact sekaligus portable. Tanpa function row, nav cluster, dan arrow key, dimensinya jelas jauh lebih mungil ketimbang keyboard tenkeyless (TKL) sekalipun. Namun seperti halnya keyboard 60% lain yang dijual di pasaran, semua tombol-tombol yang hilang itu tetap bisa diakses dengan mengandalkan kombinasi tombol Fn.

Mengikuti tren, keycap yang digunakan pun terbuat dari bahan PBT double-shot. Di baliknya, ada pilihan switch Cherry MX Red, Silent Red, atau Speed Silver. Anehnya, Corsair sama sekali tidak menjual varian yang menggunakan optical switch seperti yang mereka tawarkan pada K100. Sebagai konteks, Razer Huntsman Mini malah hadir membawa optical switch saja, tanpa ada pilihan yang mengemas mechanical switch standar.

Secara estetika, K65 RGB Mini tampak jauh lebih simpel daripada keyboardkeyboard lain yang pernah Corsair buat. Desain case-nya juga tidak floating seperti biasanya, sehingga bagian switch-nya tidak langsung kelihatan begitu saja. Bagian belakangnya tidak dilengkapi adjustable feet, akan tetapi dari samping ia sudah kelihatan cukup miring untuk menyuguhkan posisi mengetik yang nyaman.

Di Amerika Serikat, Corsair saat ini sudah memasarkan K65 RGB Mini dengan harga $110, atau kurang lebih sekitar 1,6 jutaan rupiah. Lagi-lagi sebagai perbandingan, Razer Huntsman Mini punya banderol resmi di Indonesia sebesar Rp1.949.000 untuk versi clicky-nya, atau Rp2.099.000 untuk versi linearnya.

Sumber: Globe Newswire.

Keyboard Gaming Corsair K100 Unggulkan Optical Switch dan Kenop Multifungsi yang Programmable

Diluncurkan pada tahun 2018, Razer Huntsman boleh dibilang belum punya pesaing di ranah keyboard gaming. Alasannya simpel: switch yang digunakannya sangatlah unik, bukan mechanical melainkan optical switch yang menjanjikan responsivitas sekaligus ketahanan yang lebih baik.

Namun status eksklusif itu berhenti hari ini, sebab Corsair baru saja mengumumkan keyboard anyar yang juga mengunggulkan optical switch hasil rancangan mereka sendiri. Pemakaian switch baru ini menarik karena Corsair selama ini memang merupakan satu dari segelintir produsen periferal yang setia dengan Cherry MX.

Dinamai Corsair K100, jelas sekali kastanya ada di atas K95 (yang sendirinya sudah masuk kategori premium). Optical switch-nya sendiri Corsair juluki dengan istilah OPX, dan switch ini memiliki sifat yang linear dengan aktuasi hanya 1 mm. Ini berarti masing-masing tombolnya hanya perlu ditekan sedikit saja supaya input-nya terbaca. Meski begitu, key travel hingga sedalam 3,2 mm mengindikasikan bahwa ia masih nyaman dipakai mengetik.

Janji performa yang lebih responsif itu semakin disempurnakan lebih lanjut oleh polling rate 4.000 Hz, alias empat kali lebih cepat daripada biasanya. Soal ketahanan, Corsair mengklaim optical switch-nya bisa tahan sampai 150 juta klik. Sebagai perbandingan, Razer mengklaim optical switch buatan mereka tahan sampai 100 juta klik.

Seandainya konsumen tetap tidak bisa move on dari mechanical switch, K100 juga ditawarkan dalam varian dengan switch Cherry MX Speed yang juga bersifat linear. Namun variasi switch baru sebagian dari cerita utuh seputar K100.

Juga unik dari keyboard ini adalah kehadiran satu kenop ekstra di sisi kiri atas. Fungsinya banyak sekali, dan semua pada dasarnya tergantung bagaimana masing-masing pengguna memprogramnya. Konsepnya kurang lebih sama seperti yang ditawarkan oleh keyboard Logitech Craft yang ditujukan buat kreator konten.

Seperti halnya K95, K100 juga dilengkapi enam tombol macro di sisi kiri, dan rangkanya juga terbuat dari bahan aluminium yang kokoh. Deretan tombol multimedia beserta kenop untuk mengatur volume di ujung kanan atas yang sudah menjadi ciri khas Corsair selama ini tetap dipertahankan pada K100.

Tanpa perlu terkejut, keyboard gaming sepremium K100 ini tentu juga hadir bersama wrist rest yang bisa dilepas-pasang secara magnetis. Semua ini tentu tidak murah; konsumen yang tertarik sudah bisa meminangnya sekarang juga dengan harga $230.

Sumber: Corsair.

DreamHack Perpanjang Kerja Sama dengan CORSAIR Hingga Akhir 2020

Esports organizer ternama asal Swedia, DreamHack, baru-baru ini mengumumkan perpanjangan kerja sama mereka dengan brand peripheral komputer asal Amerika Serikat, Corsair, hingga akhir 2020.

Kesepakatan bersifat sponsorship ini akan berlaku untuk jajaran gelaran turnamen khas milik DreamHack, seperti DreamHack Masters, DreamHack Open Counter-Strike: Global Offensive, dan juga termasuk turnamen DreamHack Dota 2.

Sumber: DreamHack Official Media - Jennika Ojala
Keseruan DreamHack Masters Malmo yang diselenggarakan pada 2019 lalu. Sumber: DreamHack Official Media – Jennika Ojala

Belakangan, DreamHack sendiri memang sedang gencar melakukan ekspansi bisnis. Walaupun pemasukan mereka turun 25 persen, namun mereka tetap berhasil mengamankan beberapa kerja sama strategis pada Q1 2020 ini. Beberapa di antaranya seperti kerja sama mereka dengan Riot Games untuk adakan Northern League of Legends Championship, dan angkatan laut AS untuk acara DreamHack Anaheim.

Mengutip Esports Insider, Roger Lodewick, Co-CEO Dreamhack mengatakan. “Kami sangat bersemangat dan bangga untuk memiliki CORSAIR sebagai rekan kami di tahun 2020 ini. CORSAIR merupakan rekan jangka panjang kami yang paling berharga dan kelanjutan rekanan ini adalah bukti komitmen kami berdua untuk mengembangkan esports serta festival game di berbagai belahan dunia. Mewakili DreamHack dan komunitas kami, kami ingin berterima kasih kepada CORSAIR atas dukungan mereka yang tanpa henti dan tak sabar menanti untuk tahun yang hebat di depan.”

Lauren Premo Director of Gaming Marketing CORSAIR menambahkan. “CORSAIR merupakan pendukung terlama bagi berbagai gelaran ataupun turnamen esports yang diadakan oleh DreamHack, dan tumbuh bersama seiring popularitas kami berdua meledak. Kerja sama ini menjadi komitmen kami untuk DreamHack, para penggemar, peserta kompetisi, baik online maupun secara langsung, apalagi melihat esports kini memiliki jumlah penonton yang lebih banyak dari biasanya meski keadaan sedang tidak pasti.”

Sumber: Twitter @RogerLodewick
Roger Lodewick, Co-CEO DreamHack. Sumber: Twitter @RogerLodewick

DreamHack dengan CORSAIR sudah sejak dari 2018 bekerja sama untuk mendorong perkembangan esports di barat. Dalam kerja sama ini, Elgato yang merupakan anak perusahaan CORSAIR juga akan menjadi brand partner bagi studio broadcast DreamHack untuk gelaran-gelaran yang akan diadakan di masa depan.

Menarik sebenarnya melihat kerja sama ini. Apalagi mengingat keadaan pandemi membuat banyak gelaran esports yang diadakan secara LAN jadi dibatalkan. Namun demikian peningkatan jumlah penonton, juga terpilihnya esports sebagai alternatif dari pertandingan olahraga tradisional yang tertunda jadi potensi lain yang sebenarnya menarik untuk dijelajahi.

Mouse Wireless Corsair Dark Core RGB Pro Diklaim Lebih Responsif Daripada Mouse Berkabel

Problem utama mouse wireless biasanya adalah seputar latency. Untuk penggunaan secara umum, efeknya mungkin tidak begitu terasa, tapi kalau untuk gaming, peran latency sangatlah vital. Di game kompetitif, latency tinggi bisa berujung pada kekalahan karena mouse terlambat merespon reaksi pemain.

Singkat cerita, mouse berkabel masih merupakan pilihan terbaik untuk urusan latency. Namun ternyata Corsair menolak anggapan tersebut. Mereka mengklaim mouse wireless terbarunya, Dark Core RGB Pro, punya latency yang lebih rendah daripada mouse berkabel.

Corsair Dark Core RGB Pro

Prestasi tersebut dicapai menggunakan kombinasi dua hal. Yang pertama adalah teknologi transmisi sinyal Slipstream Wireless bikinan Corsair sendiri. Yang kedua adalah teknologi hyper-polling, dengan polling rate sebesar 2.000 Hz. Keduanya ditandemkan untuk mewujudkan latency yang amat rendah kalau kata Corsair.

Memangnya mouse berkabel masih kurang instan responnya? Buat saya sih tidak, tapi saya juga bukan seorang gamer kompetitif, alih-alih atlet esport. Buat konsumen seperti saya, mouse ini mungkin cuma terasa sama responsifnya seperti mouse berkabel, dan itu sebenarnya sudah merupakan hal yang positif.

Lebih lanjut mengenai performanya, Dark Core RGB Pro mengemas sensor optik PixArt PAW3392 yang menawarkan sensitivitas maksimum 18.000 DPI, dan yang bisa disesuaikan per 1 DPI. Kalau diperlukan, mouse ini juga dapat dipakai via sambungan Bluetooth ataupun kabel USB-C.

Corsair Dark Core RGB Pro

Secara desain, mouse ini nyaris sama seperti pendahulunya, dengan sisi kanan yang bisa dilepas-pasang untuk menyesuaikan dengan preferensi bentuk yang disukai masing-masing pengguna. Jumlah tombolnya ada 8, dan semuanya bisa diprogram sesuai kebutuhan.

Dalam satu kali pengisian, baterai perangkat ini bisa tahan sampai sekitar 50 jam pemakaian. Buat yang mendambakan kenyamanan ekstra, ada varian Dark Core RGB Pro SE yang dibekali dukungan Qi wireless charging, yang juga kompatibel dengan wireless charging mousepad.

Di Amerika Serikat, Corsair Dark Core RGB Pro saat ini sudah dipasarkan seharga $80, sedangkan varian Dark Core RGB Pro SE seharga $90.

Sumber: Corsair.

Corsair Perbarui Mouse Gaming Khusus MOBA-nya

Razer punya Naga, Corsair punya Scimitar. Keduanya merupakan seri mouse gaming yang cukup populer di kalangan pemain MOBA maupun MMO. Alasannya tidak lain dari belasan tombol di sisi kiri yang membuat mereka menyerupai sebuah kalkulator, dan faktor inilah yang justru menjadi pertimbangan utama para konsumennya.

Tiga tahun setelah merilis Scimitar Pro RGB, Corsair kini meluncurkan Scimitar RGB Elite sebagai suksesornya. Seperti yang bisa kita lihat, bentuk dan desain keduanya hampir identik. Saya bilang hampir karena ada sedikit perubahan yang membuat Elite jadi lebih ringan (122 gram) daripada Pro (147 gram), tidak termasuk kabelnya.

Corsair Scimitar RGB Elite

Namun perubahan terbesarnya terletak pada sensor optiknya. Elite mengemas sensor PixArt PMW3391 dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking hingga 400 inci per detik. Bedanya memang tidak banyak mengingat Pro mengemas sensor 16.000 DPI, namun tetap saja Elite lebih superior di atas kertas.

Juga berbeda adalah switch Omron yang tertanam di balik tombol kiri dan kanannya, yang diklaim lebih tangguh karena bisa tahan sampai 50 juta klik (milik Pro cuma sampai 20 juta klik). Selebihnya, Elite masih mempertahankan segala keunggulan Pro, termasuk tentu saja total 17 tombol yang dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Corsair Scimitar RGB Elite

12 tombol sampingnya juga tetap bisa digeser-geser posisinya supaya pengguna bisa mengepaskannya dengan jempol masing-masing. Layout-nya sendiri masih sama persis, dan samping kanannya juga masih dilapisi karet bertekstur kasar yang sangat nyaman dijadikan tempat beristirahat jari manis sekaligus kelingking.

Di Amerika Serikat, Corsair Scimitar RGB Elite saat ini telah dipasarkan seharga $80, sama persis seperti harga jual pendahulunya saat pertama dirilis.

Sumber: PC Gamer.

Corsair Akuisisi Produsen Controller High-End Scuf Gaming

Dua tahun terakhir ini Corsair cukup agresif memperluas portofolio produknya. Rute yang mereka ambil rupanya adalah rute instan, yakni dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang di luar spesialisasinya.

Total sudah dua akuisisi yang mereka lancarkan; Origin PC di kategori custom PC, dan Elgato Gaming di ranah streaming video. Di penghujung tahun 2019 ini, akuisisi mereka bertambah satu lagi, yakni Scuf Gaming, yang dikenal lewat deretan gamepad high-end sekaligus modularnya.

Tidak disebutkan berapa mahar yang Corsair sediakan untuk menjadi pemilik baru Scuf. Scuf sendiri sudah berkiprah sejak tahun 2011, menciptakan berbagai controller untuk PlayStation, Xbox maupun PC, sekaligus membangun reputasi yang baik di kalangan komunitas esport.

Dibandingkan controller bawaan PS atau Xbox, controller bikinan Scuf banyak dicari karena menawarkan sejumlah keunggulan yang spesifik, macam back paddle yang dapat dilepas-pasang sesuai kebutuhan, atau fitur remapping tombol secara instan tanpa harus mengandalkan bantuan software.

Satu kekurangan produk-produk Scuf kalau menurut saya adalah ketersediaannya. Mencari produk Scuf di Indonesia sangatlah sulit, dan itu wajar mengingat mereka hanya memasarkan produknya secara resmi di Amerika Serikat dan Kanada. Kendala ini semestinya dapat diatasi oleh Corsair, yang skala operasionalnya memang sudah masuk skala global.

Corsair bilang bahwa ke depannya Scuf tetap akan beroperasi sebagai merek terpisah, yang berarti statusnya bakal menjadi anak perusahaan Corsair. Semoga saja akuisisi ini bakal berujung pada ketersediaan controller Scuf secara resmi di lebih banyak negara, termasuk Indonesia.

Sumber: Corsair.