Unihertz Titan Ialah Inkarnasi BlackBerry Dengan Tubuh Rugged

Saat ini produsen smartphone berlomba-lomba untuk memaksimalkan rasio layar ke tubuh sebagai upaya menyajikan pengalaman terbaik dan bebas gangguan dalam menyimak konten. Namun konsep layar penuh tetap punya efek samping: hampir semua smartphone mengandalkan papan ketik virtual yang sejauh ini tidak seintuitif dan seakurat keyboard fisik terlepas dari kian canggih tool pendukungnya.

BlackBerry merupakan satu dari sedikit merek smartphone yang selalu dikaitkan dengan pemanfaatan keyboard QWERTY, namun masa kejayaannya sudah lama berlalu. Kabar gembiranya, sebuah perusahaan bernama Unihertz menyadari bahwa sistem input fisik masih belum bisa digantikan oleh solusi virtual. Inilah alasannya mereka merancang Titan, sebuah smartphone berpapan ketik QWERTY yang dibekali deretan twist unik.

Unihertz Titan boleh dibilang sebagai versi ‘super’ dari BlackBerry Passport. Smartphone menyuguhkan layar sentuh persegi seluas 4,5-inci di dekat keyboard fisik, yang dibubuhkan pada tubuh berdimensi 153,6×92,5×16,65-milimeter. Aspek istimewa dari Titan adalah ia mempunyai struktur rugged serta sudah mendapatkan sertifikasi IP67, yang berarti terlindungi dari penetrasi debu-debu halus serta bisa tetap bekerja setelah tercemplung ke dalam air – maksimal sedalam satu meter selama 30 menit.

Melengkapi input via papan ketik ergonomisnya, Unihertz turut mencantumkan sistem pembaca gesture, memungkinkan kita men-scroll email, website serta aplikasi cukup dengan menyapukan jari di permukaannya. Harus mengirim pesan di ruang gelap? Jangan cemas, keyboard tersebut turut ditunjang oleh pencahayaan backlight.

Unihertz Titan.

Titan memang bukan perangkat kelas flagship, namun tidak berarti smartphone ini menyimpan susunan hardware ‘seadanya’. Perangkat dibekali oleh system-on-chip MediaTek P60, memori RAM 6GB, penyimpanan internal 1228GB, konektivitas lengkap (Bluetooth 4.1, Wi-Fi 802.11 a/b/g/n/ac, GPS/GLONASS/Beidou/Galileo, NFC), serta yang tak kalah penting ialah didukung baterai 6.000mAh. Baterai berkapasitas raksasa tersebut menjanjikan waktu bicara sampai 42 jam dan streaming video hingga 25 jam.

Satu hal lagi yang membuat Titan siap mendukung aktivitas di luar ruangan adalah fungsi walkie talkie yang bisa diakses secara mudah (push-to-talk) lewat tombol programmable di sisi samping. Jika tidak dibutuhkan, fungsi tombol ini dapat diganti – misalnya untuk mengaktifkan kamera. Berbicara soal fotografi, Unihertz membenamkan sensor 16Mp di belakang dan 8Mp di depan buat keperluan video chat atau swafoto. Selain itu, pengalaman penggunaan jadi kian simpel berkat adanya fitur face unlock dan wireless charging.

Unihertz Titan 1

Buat sekarang Titan masih berada di tahap pengembangan. Unihertz memanfaatkan platform Kickstarter untuk mengumpulkan modal, dan di sana mereka berhasil menggalang dana hampir tujuh kali lipat dari target awal. Smartphone rugged ini dijajakan di harga retail US$ 360, atau mulai dari US$ 240 selama kampanye crowdfunding masih berlangsung.

MobiScribe Adalah Buku Catatan Unik Berbasis E-paper

Instrumen tulis berupa pena sudah digunakan sejak zaman Mesir kuno, dan meski kita telah masuk ke era digital, metode tersebut tidak akan ditinggalkan begitu saja. Sebaliknya, teknologi malah dimanfaatkan agar interaksi antara manusia dan konten jadi lebih intuitif, misalnya lewat layar sentuh hingga implementasi stylus dengan karakteristik yang dibuat agar menyerupai alat tulis sesunguhnya.

Yakin bahwa masih ada banyak orang lebih memilih kertas daripada layar, Team UC mencoba menggabungkan kesederhanaan baca-tulis di buku dengan kemudahan akses konten digital lewat perangkat bernama MobiScribe. Sejatinya, MobiScribe adalah buku catatan elektronik yang memungkinkan Anda menuliskan atau menggambarkan segala ide tanpa perlu mengorbankan pepohonan (berkayu lunak yang digunakan dalam pembuatan kertas).

MobiScribe punya penampilan seperti tablet e-reader, menyajikan layar e-ink (electronic paper display) 265DPI monokromatis seluas 6,8-inci – tidak kecil tapi tak juga terlampau lebar sehingga mudah dibawa-bawa. Perangkat ditopang oleh RAM sebesar 1GB dan memori internal 8GB yang dapat ditambah lagi dengan microSD card 32GB. Itu berarti ia siap menyimpan ribuan e-book.

Penampilannya tidak se-stylish Galaxy Tab terbaru dengan bezel tipisnya, namun MobiScribe memang lebih mengedepankan fungsi ketimbang rupa. Buku digital ini turut dibekali cover penyerap benturan yang berperan pula sebagai tempat menaruh stylus.

MobiScribe 1

Walaupun terlihat sederhana, MobiScribe dibekali rangkaian teknologi krusial pendukung aktivitas baca-tulis. Tablet memanfaatkan layar buatan WACOM yang mampu mendeteksi 4096 tingkat tekanan (degree of pressure). Sensitivitas tinggi itu dijanjikan sanggup memenuhi kebutuhan para seniman yang paling sulit dipuaskan sekalipun. Panel tersebut punya karakter kapasitif, memperkenankan kita menavigasi menu berbekal jari, kemudian segera ‘menolak’ sentuhan telapak tangan ketika stylus sedang digunakan.

Mungkin Anda sudah tahu, layar e-paper punya sifat menyerupai kertas dan pada dasarnya tidak mengeluarkan cahaya. Permukaannya juga tidak glossy sehingga Anda tidak terganggu bayangan dan pantulan sinar. Meski begitu, Team UC paham ada kalanya kita harus menulis/mencatat di kondisi temaram. Untuk mendukungnya, mereka mencantumkan pencahayaan ‘frontlight‘ dengan tingkat keterangan, temperatur warna dan kontras yang bisa disesuaikan.

Bagian stylus-nya juga tidak kalah unik. Selain punya profil ala pensil dan mempersilakan kita membuat garis berbeda berdasarkan keras atau lembutnya tekanan, bagian belakangnya berfungsi sebagai penghapus. Kombinasi hal-hal kecil tersebut memastikan pengalaman penggunaa MobiScribe jadi lebih natural.

MobiScribe 2

‘Buku catatan e-ink‘ MobiScribe sudah bisa dipesan lewat situs resminya. Di sana, bundel tablet dan stylus dijajakan seharga US$ 264. Aksesori cover, pensil digital dan beberapa opsi ujung stylus juga dijual terpisah, ditawarkan masing-masing di harga US$ 15, US$ 20, dan US$ 7.

Via IndieGogo.

Sony Punya AC Saku Pintar yang Bisa Dikendalikan Dengan Smartphone

Ketika penduduk di negara-negara di bagian utara Bumi bisa menikmati musim secara lengkap, Indonesia dan tetangganya hanya dapat merasakan dua iklim: panas dan basah atau panas serta kering (kecuali Anda berlibur ke daerah tinggi). Bagi orang-orang yang tinggal di perkotaan, panas serta berkeringat adalah kondisi yang harus dihadapi setiap hari. Kabar gembiranya, ada sebuah jalan keluar menarik diajukan oleh Sony.

Sejak bertahun-tahun silam, banyak orang mencoba menciptakan sistem air conditioning berkonsep portable – dari mulai yang berbentuk kubus mungil berbahan kayu hingga varian wearable ala smartband. Kali ini, Sony menawarkan sebuah perangkat unik bernama Reon Pocket. Metode penyajiannya sedikit berbeda dari produk-produk yang sudah ada, dan Sony yakin Reon Pocket mampu memberikan solusi terbaik dalam mengatasi panas.

Jantung dari Reon Pocket terletak pada unit AC mini, ukurannya lebih kecil dari smartphone. Namun ia tidak bekerja sendiri. Sony juga menyertakan baju dalam khusus dengan kantong kecil di bagian punggung atas, tempat kita menyelipkan modul utama. Karena Anda tak perlu mambawa-bawanya atau mengenakannya di tangan, Reon Pocket merupakan AC portable yang paling sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari.

Baju dalam pendukung Reon Pocket juga tidak sembarangan. Dalam pembuatannya, Sony memanfaatkan elemen Peltier yang biasa digunakan di mobil atau pendingin wine (merupakan basis dari sistem pendingin thermoelectric). Unit miniatur AC menyimpan baterai internal yang memungkinkannya bekerja selama 90 menit – cukup lama buat memastikan Anda tetap sejuk di perjalanan. Setelah habis, baterai perlu diisi ulang selama dua jam.

_reon_pre_sample_20190522

Pengaturan bisa dilakukan sepenuhnya via aplikasi mobile. Reon Pocket tersambung ke smartphone melalui konektivitas Bluetooth. Menariknya lagi, perangkat tak cuma dapat berperan menjadi pendingin. Saat dibutuhkan, Reon Pocket juga bisa digunakan buat menghangatkan tubuh. Berdasarkan penjelasan Sony, perangkat mampu menurunkan temperatur hingga 13 derajat Celcius atau menaikkan suhu di sekitarnya sampai 8,3 derajat Celcius.

_reon_pre_sample_20190522

Reon Pocket ialah salah satu perangkat yang terlahir dari First Flight, yaitu platform crowdfunding punya Sony, meluncur di tahun 2015. Animo khalayak sejauh ini sangat positif. Proyek berhasil mengimpun modal lebih dari US$ 275 ribu serta didukung oleh sekitar 1.800 backer.

_reon_pre_sample_20190522

Untuk sementara, Reon Pocket baru disiapkan untuk konsumen di wilayah Jepang saja. Produk dibanderol kira-kira di kisaran US$ 130 dan diusahakan agar dapat mulai tersedia di tahun 2020. Momen ini mungkin disengaja, mengingat di tengah tahun itu Olimpiade Tokyo rencananya diselenggarakan. Jika terbukti populer, ada peluang Reon Pocket akan dipasarkan secara global.

Via DigitalTrends.

Keystone Ialah Keyboard Mekanis ‘Magnetis’ Dengan Sentuhan AI

Meski kini tersedia banyak solusi untuk berinteraksi dengan konten digital – layar sentuh, stylus hingga gesturekeyboard masih sulit digantikan jika Anda membutuhkan keakuratan dan kecepatan input. Menariknya, dari sejak ditemukan sampai sekarang, wujud keyboard tak banyak berubah. Mayoritas pengembangan tampaknya lebih difokuskan pada teknologi penunjang di dalam.

Tapi tak ada masalah dengan pendekatan itu. Keyboard sudah kian canggih dan Anda mungkin sudah mendengar soal pemanfaatan teknologi sensor inframerah demi meminimalkan peluang eror. Hal ini cukup mengagumkan, tapi tunggu hingga Anda mengenal Keystone ciptaan tim Input Club. Keystone adalah sebuah papan ketik berkonsep masa depan berkat kemampuannya mendeteksi tingkat tekanan serta dukungan kecerdasan buatan.

Keystone 2

Menariknya, semua kecanggihan itu bersembunyi dalam perangkat berpenampilan tradisional. Keystone menyajikan opsi layout full-size atau tenkeyless (tanpa numerical pad) serta menyuguhkan key-cap berbahan plastik PBT. Selain itu, Keystone turut dibekali sistem pencahayaan LED RGB per-key – mempersilakan kita mengustomisasi pola dan warna dari masing-masing tuts. Agar bisa bekerja, keyboard tersambung ke PC lewat kabel,

Keystone 3

Aspek istimewa dari Keystone terletak di dalam. Keyboard ini mengandalkan kombinasi dua fitur utama, yaitu High Definition Analog Control dan sistem deteksi Hall Effect per-key. Singkatnya, teknologi-teknologi tersebut memungkinkan keyboard mengetahui sejauh mana suatu tombol ditekan. Hal ini membuat pengalaman penggunaannya jadi lebih intuitif, baik bagi gamer, desainer bahkan untuk penggunaan secara umum.

Keystone 1

Jantung dari Keystone ialah teknologi Hall Effect. Melalui pemanfaatan metode magnetis, switch bisa mengetahui pergerakan tombol (kita bahkan dapat menyesuaikan sejauh apa jarak tekan tombol hingga sebuah perintah teregistrasi). Karakteristiknya mirip stik analog di controller Xbox One atau DualShock 4. Dan karena pada dasarnya Hall Effect tidak membutuhkan kontak fisik elektrik, Keystone juga jauh lebih awet dari keyboard dengan switch mekanis standar, menjanjikan daya tahan hingga miliaran kali tekan.

Keystone 5

Lalu bagaimana dengan sensasi pemakaiannya? Keystone memanfaatkan switch SILO yang punya karakteristik layaknya varian mekanis biasa. Tersedia pilihan profil linier (Red Slider), tactile hening (Tan Slider) dan clicky (Blue Slider). Switch mempunyai struktur hot-swappable, memungkinkan kita menggota-gantinya kapan pun – membuatnya sangat fleksibel untuk menopang kebutuhan berbeda.

Bagian terbaik dari Keystone ialah dukungan kecerdasan buatan ‘adaptive typing‘ yang dirancang untuk mempelajari kebiasaan penggunanya, misalnya seberapa jauh jari Anda menekan tombol. Menurut Input Club, hal ini sangat esensial karena tiap orang  mempunyai ukuran tangan dan panjang jari berbeda. Alhasil, kian sering digunakan, Keystone jadi semakin nyaman dan intuitif.

Input Club Keystone bisa Anda pesan sekarang di Kickstarter. Produk dijajakan seharga mulai US$ 150, rencananya akan dikirimkan pada para backer pada bulan Februari 2020.

Dompet Super-Pintar Volterman Siap Temani Anda Keliling Dunia

Beberapa orang yang saya kenal mengaku bahwa mereka lebih baik lupa membawa dompet daripada meninggalkan smartphone secara tak sengaja. Kondisi ini memperlihakan pentingnya peran ponsel pintar dalam kehidupan masyarakat modern. Namun tak berarti dompet kehilangan esensinya. Di sinilah kita menyimpan benda-benda penting semisal SIM, KTP, kartu kredit dan debit.

Akan sangat merepotkan jika dompet tiba-tiba tidak bisa ditemukan di saat-saat penting. Dalam menanggulangi masalah tersebut, beberapa perusahaan mulai membenamkan kemampuan pintar di aksesori tersebut. Salah satu penjelmaan terunik dari ‘dompet pintar’ diajukan oleh satu tim asal Newark, Amerika Serikat. Via Indie Gogo mereka menjajakan Volterman, yaitu dompet yang siap jadi rekan Anda dalam bertamasya keliling dunia.

Volterman dirancang untuk menjadi smart-wallet paling lengkap. Ia menawarkan lima fitur utama: alarm jika Anda tak sengaja meninggalkannya, didukung GPS, dapat bekerja sebagai hotspot Wi-Fi serta power bank ketika baterai smartphone mulai menipis (ada opsi 2.000 sampai 5.000mAh), plus satu kapabilitas mendeteksi dan merekam wajah orang yang mencoba mencurinya.

Volterman 1

Aspek paling menarik dari Volterman ialah, tim produsen bisa mengemas semua kapabilitas itu dalam aksesori tipis dan berbobot ringan layaknya dompet biasa. Volterman tersaji dalam beberapa pilihan model, di antaranya Bifold (tipe lipat dua), Travel (memanjang), serta Cardholder (dirancang untuk menaruh kartu-kartu penting). Produsen menawarkan dua tipe bahan, yaitu kulit asli (Nappa) dan sintetis (Vegan). Keduanya diklaim mempunyai kualitas tinggi.

Volterman 3

Masing-masing dompet pintar Volterman punya ukuran dan berat berbeda, dengan kapasitas power bank yang bervariasi. 2.000mAh untuk Cardholder, 2.600mAh buat varian Bifold dan 5.000mAh di tipe Traveler. Uniknya lagi, semua dompet pintar Volterman punya struktur anti-air. Bahkan memasukkannya ke dalam air bisa berperan jadi sistem pendinginan darurat demi mencegah suhu baterai naik terlalu tinggi.

Volterman 4

Untuk mengakses dan mengendalikan segala macam fungsi di Volterman, tim desainer telah menyiapkan aplikasi mobile companion di Android maupun iOS. Di sana Anda dapat melihat siapa yang mencoba membuka dompet serta lokasi detail tempat Anda meninggalkannya atau ketika seseorang mengambilnya. Modul kameranya sangat mungil dan lokasinya tersembunyi sehingga orang awam mungkin tak menyadari bahwa dompet pintar ini telah merekam wajahnya.

Volterman 5

Power bank di Volterman dapat diisi secara standar atau via unit wireless charger opsional – Anda hanya tinggal menaruh dompet di atasnya saja. Dompet Volterman bisa Anda pesan sekarang juga di situs crowdfunding Indie Gogo. Masing-masing model dibanderol di harga berbeda: US$ 170 (Bifold), US$ 115 (Cardholder), US$ 180 (Traveler).

Moment Air Adalah Lensa Anamorphic untuk Drone DJI Mavic 2

Tahun demi tahun, penggunaan drone di kalangan sineas terus bertambah mainstream. Ini secara tak langsung memunculkan tantangan baru bagi para kreator konten; mereka harus memikirkan cara supaya karyanya bisa memiliki daya tarik lebih, dan ini bukan pekerjaan mudah mengingat drone yang mereka gunakan kemungkinan besar sama persis satu dengan yang lainnya.

Moment, produsen lensa smartphone yang memulai kiprahnya lima tahun lalu melalui Kickstarter, ingin mencoba menawarkan solusi dalam wujud lensa anamorphic untuk drone. Lensa anamorphic, bagi yang tidak tahu, sangat populer di kalangan sineas profesional berkat kemampuannya menciptakan kesan yang sinematik; sudut pandangnya lebar, tapi perspektifnya mengarah ke lensa telephoto, lengkap beserta tampilan lens flare horizontal yang memukau.

Tahun lalu, Moment menghadirkan lensa anamorphic pertamanya untuk smartphone, dan sekarang target mereka sudah berpindah ke drone, spesifiknya DJI Mavic 2, baik untuk varian Pro maupun Zoom. Lensa anamorphic untuk drone ini mereka juluki dengan nama Moment Air.

Moment Air

Mekanisme yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari lensa smartphone-nya. Cukup tambatkan Moment Air tepat di depan lensa kamera bawaan Mavic 2, maka Anda siap merekam dalam format anamorphic yang memiliki aspect ratio 2.40:1. Kedengarannya begitu simpel, tapi ternyata Moment harus memutar otak terkait mekanisme pemasangan lensa tambahan untuk drone semacam ini.

Ini dikarenakan kamera drone duduk di atas gimbal yang berfungsi untuk menstabilkan gambar, dan gimbal itu tak akan bisa bekerja secara maksimal apabila beban yang digotongnya terlampau berat. Untuk mengantisipasinya, Moment menggunakan material plastik komposit sebagai rangka lensa Moment Air, sehingga pada akhirnya bobotnya bisa ditekan sampai di bawah angka 50 gram.

Bukan cuma itu saja, Moment juga merancang sistem mounting yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama tentu adalah lensa itu sendiri, sedangkan bagian kedua adalah semacam counterweight yang diposisikan di belakang kamera. Kedua bagian itu lalu saling menjepit dan membungkus kamera drone secara menyeluruh, dan ini diyakini tak berpengaruh terhadap kinerja gimbal Mavic 2.

Moment Air ND Filter

Di samping lensa anamorphic, Moment juga menawarkan ND filter yang bisa dipasangkan langsung ke lensa kamera bawaan Mavic 2, atau ke lensa anamorphic-nya itu tadi. Juga merupakan bagian bundel lengkapnya adalah sebuah casing iPhone super-tipis, yang memungkinkan ponsel untuk dipasangkan ke controller Mavic 2 tanpa harus ditelanjangi terlebih dulu, dan yang masih bisa dipasangi lensa smartphone bikinan Moment.

Di Kickstarter, lensa anamorphic Moment Air saat ini sudah bisa dipesan dengan harga paling murah $199 (retail-nya $300), sedangkan bundel lengkapnya yang mencakup lensa anamorphic, ND filter beserta casing tipis itu dihargai paling murah $299.

Sumber: The Verge.

Lyra Ialah Handheld Console ala Switch yang Siap Hidangkan Pengalaman Retrogaming

Selain kombinasi game eksklusif dan judul-judul blockbuster populer, satu kekuatan lain dari Switch ialah fleksibilitas. Kita tahu bahwa sebagian besar orang mengakses game-game Switch di mode portable, tetapi tentu saja perangkat berkonsep hybrid ini bisa dinikmati seperti home console standar dari depan televisi. Kemampuan tersebut tidak bisa ditiru oleh produk-produk current-gen kompetitor.

Namun beberapa produsen masih melihat adanya kesempatan untuk bersaing dengan Switch. Salah satunya adalah Creoqode. Perusahaan desain dan teknologi asal London ini mencoba mengedepankan konsep retro dan nostalgia melalui produk bernama Lyra yang mereka ungkap di Kickstarter. Lyra merupakan console handheld yang ‘siap menghadirkan sejarah gaming di genggaman tangan Anda’.

Perangkat ini dirancang agar mampu mengemulasikan segala macam console yang pernah dirilis di era terdahulu. Itu artinya, Lyra mampu menjadi rumah bagi ratusan permainan klasik. Yang menariknya lagi adalah, Lyra punya sedikit kesamaan dengan Switch, yaitu ia dapat dihubungkan ke layar eksternal sehingga mempersilakan Anda untuk menikmati game bersama kawan. Hal ini tercapai berkat tersedianya konektivitas HDMI plus port USB buat menyambungkan controller tambahan.

Lyra mempunyai penampilan memanjang, menyajikan layar TFT selebar 5-inci 800x480p yang diapit oleh rangkaian tombol – directional-pad di kiri dan action button XYAB di kanan. Perangkat dipersenjatai oleh Raspberry Pi CM3L yang menyimpan CPU quad-core ARM Cortex-A53 1,4GHz. Hardware lainnya boleh dikatakan cukup ‘sederhana’. Ada RAM LPDDR2 1GB, penyimpanan berbasis microSD seluas 16GB (bisa Anda tambah lagi), serta ditenagai baterai 3000mAh.

Lyra 2

Selain disiapkan sebagai console handheld retro, Lyra juga bisa bekerja layaknya komputer personal. Dengannya, Anda bisa menjelajahi internet, mengirim email, menonton video, bahkan belajar mengenai coding. Kita hanya tinggal menyambungkan mouse dan keyboard, lalu Lyra berubah jadi PC portable.

Lyra 4

Salah satu aspek paling menarik dari Lyra adalah, Creoqode menyajikannya dalam dua jenis paket. Pertama ialah edisi RTG atau ready-to-go. Dengan memilih varian ini, perangkat bisa langsung digunakan ketika Anda mengeluarkannya dari bungkus. Namun jika Anda menginginkan sedikit tantangan, produsen juga menyediakan bundel DIY (do-it-yourself). Paket ini mempersilakan Anda untuk merakitnya sendiri. Jangan cemas, prosesnya tidak membutuhkan skill teknis khusus, hanya memakan waktu 15 menit.

Lyra 3

Saat ini Creoqode tengah melangsungkan kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Di situs crowdfunding itu, Lyra dijajakan seharga mulai dari £ 150 atau kisaran US$ 187. Jika agenda Creoqode berjalan sesuai rencana, produk rencananya akan didistribusikan pada bulan Desember 2019.

HumBird Gunakan Teknologi Bone Conduction Untuk Mengubah Segala Objek Jadi Speaker

Istilah bone conduction di ranah audio memang terdengar cukup baru buat kita, namun solusi ini sebetulnya sudah digunakan oleh Ludwig van Beethoven untuk terus berkarya bahkan ketika ia kehilangan kemampuan mendengar. Sederhananya, sistem tersebut memanfaatkan tulang di kepala untuk mengantarkan suara ke koklea – bukan menggunakan getaran di udara seperti saat kita mendengar suara secara normal.

Bagi sejumlah orang, metode ‘getaran tulang’ memang bukanlah cara terbaik dalam menikmati musik. Namun, bone conduction membuka banyak peluang penggunaan lain karena sistem ini memungkinkan kita untuk mendengarkan konten tanpa mengurangi faktor keawasan terhadap keadaan di sekitar. Menariknya, tim Duramobi menemukan cara lain buat memanfaatkan teknologi bone conduction lewat produk bernama HumBird.

HumBird merupakan perangkat audio sekaligus alat eksperimen seru. Fungsinya adalah mengubah objek apapun – diutamakan yang memiliki ruang kosong di tengahnya – menjadi speaker. HumBird mempunyai wujud mungil, dibuat dari bahan aluminium kelas pesawat terbang dan mempunyai bentuk pipih seperti puck hoki dengan diameter cuma 4-sentimeter dan bobot 35-gram. Perangkat tersambung ke smartphone secara nirkabel via Bluetooth 5.0.

HumBird 4

Dengan menaruhnya di suatu permukaan, HumBird bisa menghasilkan suara sampai 115-desibel – sekitar empat hingga lima kali lebih lantang dibanding speaker smartphone. Uniknya, tiap-tiap objek mempunyai karakteristik audio berbeda: boks kardus membuat bass lebih terasa, permukaan kaca memastikan output terdengar lebih jernih, lalu objek keras seperti meja kayu atau dashboard mobil memastikan suara vokal jadi lebih jelas. Tentu saja objek-objek lain punya efek sendiri dan Anda dipersilakan untuk bereksplorasi.

HumBird 3

Duramobi menjelaskan, “Dengan mengadopsi teknologi bone conduction dan instrumen moving coil, HumBird mengubah suara jadi getaran mekanik di frekuensi yang bervariasi, memanfaatkan efek pada material-material berbeda tempat ia diletakkan. HumBird mampu menghasilkan vibrasi yang orisinal, berubah-ubah, dan bisa dikustomisasi. Ia membuktikan bahwa semua hal punya suaranya sendiri.”

HumBird 2

HumBird ditenagai oleh baterai 400mAH yang dijanjikan sanggup menyajikan musik selama tiga jam non-stop. Untuk mengisi ulang kembali, tersedia charging port USB type-C. Durasi charging-nya cukup singkat. Dari kondisi kosong ke 80 persen hanya memakan waktu 15 menit. Hal unik lain dari HumBird ialah, Anda bisa memasangkan dua speaker bone conduction ini buat mendapatkan output stereo.

Duramobi telah mempersilakan kita untuk memesan HumBird. Produk bisa Anda beli di Kickstarter, dijajakan seharga mulai HK$ 156 (kisaran US$ 20) selama masa pengumpulan dana masih berlangsung. Khusus para backer, HumBird akan mereka dapatkan pada bulan Agustus 2019 nanti.

IT’S OK Adalah Pemutar Kaset Portable Berbekal Bluetooth 5.0

Tepat tanggal 1 Juli kemarin, Walkman resmi merayakan hari jadinya yang ke-40. Begitu besarnya pengaruh pemutar kaset portable tersebut, Sony merayakannya dengan menghelat pameran khusus di Jepang, menceritakan awal perjalanannya hingga sampai ke titik ini.

Bagi kita para konsumen, kita bisa ikut merayakannya dengan mengeluarkan Walkman dari gudang, lalu memutar koleksi kaset yang masih ada. Koleksi kasetnya masih dalam kondisi sehat tapi Walkman-nya sudah rusak atau malah hilang, dan Anda juga tak lagi mempunyai earphone atau headphone non-wireless? Jangan terburu-buru memberantas koleksi kaset itu.

IT'S OK

Sebuah perusahaan bernama NINM Lab baru saja memulai kampanye crowdfunding atas sebuah perangkat yang mereka juluki IT’S OK. Perangkat ini tidak lain dari sebuah pemutar kaset portable, tapi yang sudah dilengkapi dengan konektivitas Bluetooth 5.0, sehingga Anda bebas menggunakannya bersama earphone atau headphone wireless kesayangan.

Selebihnya, NINM Lab sebisa mungkin merancang agar IT’S OK bisa mewarisi nilai-nilai antik yang dihadirkan Walkman. Anda yang pernah menggunakan Walkman versi kaset pasti tidak asing dengan fitur-fitur IT’S OK, mulai dari lima tombol pengoperasiannya, mikrofon terintegrasi untuk merekam audio, sampai slot sepasang baterai AA-nya.

IT'S OK

Tentu saja perangkat ini masih mengemas jack 3,5 mm, namun nilai daya tariknya akan semakin terasa seandainya Anda mempunyai headphone wireless macam keluaran JLab, yang pada dasarnya mengawinkan teknologi modern dengan rancangan lawas. Lebih lanjut, kehadiran Bluetooth juga berarti Anda juga dapat menikmati alunan musik yang tersimpan dalam kaset melalui speaker Bluetooth.

Bagi yang tertarik, IT’S OK sudah bisa dipesan lewat Kickstarter dengan harga paling murah HK$498, atau kurang lebih setara 900 ribu rupiah, belum termasuk biaya pengiriman internasionalnya. Harga tersebut tentu tidak mencakup earphone atau headphone Bluetooth-nya, tapi setidaknya konsumen masih mendapatkan satu kaset kosong untuk merekam, yang bisa dibilang sudah termasuk langka sekarang ini.

Sumber: Gizmodo.

Wearbuds Ialah Perpaduan Unik Antara Smartband dengan AirPods

Hadirnya teknologi wireless di perangkat penyaji musik membuat segalanya jadi mudah. Anda tidak perlu lagi berurusan dengan kabel kusut ketika ingin menggunakannya, dan absennya kabel berarti berkurang juga terjadinya insiden-insiden menyebalkan – contohnya seperti kabel yang tersangkut atau rusak. Namun solusi nirkabel masih punya kelemahan, terutama berkaitan dengan durasi penggunaan.

Untuk menyederhanakan proses charging, umumnya produsen menyediakan dock yang kadang berfungsi pula sebagai case. Sayangnya pendekatan ini belum bisa dikatakan benar-benar ideal. Kadang ketika terburu-buru, kita lupa membawa charging case. Lebih buruk lagi, desain earphone terpisah (seperti AirPods dan Galaxy Buds) membuka lebih banyak peluang bagi kita untuk menghilangkan salah satu earpiece-nya. Kondisi ini mendorong tim Aipower buat mengembangkan Wearbuds.

WearBuds 2

Wearbuds ialah perpaduan unik antara smartband dengan earphone wireless. Ia diklaim sebagai ‘earbud Hi-Fi wireless on-wrist charging‘ pertama di dunia. Sesuai deskripsi itu, Aipower mendesain bagian charging case sebagai perangkat wearable. Saat tak digunakan, earpiece bisa disimpan aman di dalam smartband. Lalu ketika ingin menikmati musik, Anda hanya perlu mengeluarkan keduanya dari slot.

Unit earpiece punya desain minimalis, masing-masing hanya berbobot 3,6-gram. Perangkat juga dirancang agar mendukung pemakaian harian dan Anda tidak perlu cemas jika bagian earphone terkena keringat atau percikan air karena Wearbuds sudah mengamankan sertifikasi IPX6. Dalam sekali charge, Wearbuds siap menghidangkan musik selama 5,5 jam – atau sampai 12 jam jika dikombinasikan bersama smartband/charging case-nya.

Bagian earphone ditunjang oleh fitur aptX, tersambung ke unit pemutar musik (smartphone) via Bluetooth 5.0. Aipower juga mencantumkan chip audio Qualcomm demi mastikan proses stream audio berjalan mulus tanpa ada data yang hilang atau penurunan kualitas. Selanjutnya, produsen memilih driver berjenis ‘graphene-augmented‘ sebagai jantung dari Wearbuds.

Menariknya, bagian band dari Wearbuds juga tak kalah istimewa. Komponen ini dibekali berbagai fitur pintar dan kapabiltas pelacakan, ditopang oleh prosesor ARM Cortex M4. Pada dasarnya, ia bekerja layaknya smartband: bisa mendeteksi detak jantung via sensor optik, menghitung pembakaran kalori, menakar kualitas tidur, juga mampu berperan jadi pedometer, alarm serta menyampaikan notifikasi ketika ada pesan masuk. Seluruh informasi tersebut dapat Anda akses lewat aplikasi mobile Wearbuds, tersedia buat Android serta iOS.

WearBuds 3

Aipower telah mempersilakan kita untuk memesan Wearbuds melalui situs Kickstarter. Selama kampanye crowdfunding berlangsung, produk dijajakan di harga sangat menggoda, yaitu US$ 100 saja. Setelah itu, Wearbuds akan dibanderol di harga retail US$ 200. Khusus para backer, hybrid earphone-smartband ini siap didistribusikan pada bulan Oktober 2019.

WearBuds 1