Team Vitality Jadi Rekan Kerja Sama Terbaru Newzoo

Organisasi esports asal Prancis, Team Vitality baru saja mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan analitik game dan esports, Newzoo. Melalui kerja sama ini, Vitality dan Newzoo akan saling bertukar data.

Vitality akan menyediakan data untuk membantu Newzoo membuat laporan perkiraan bisnis esports yang lebih lengkap. Sementara Newzoo akan membantu Team Vitality memahami kesempatan yang ada di dunia esports. Dengan begitu, Team Vitality akan dapat membuat keputusan finansial dan strategis yang lebih akurat.

“Dengan senang hati, kami menyambut Team Vitality sebagai rekan baru Newzoo,” kata Remer Rietkerk, Head of Esports, Newzoo, seperti dikutip dari InvenGlobal. “Selama 7 tahun belakangan, Nicolas Maurer dan Fabien Devide telah sukses menjadikan Vitality sebagai organisasi esports kelas dunia yang digemari baik secara lokal maupun global. Kami tak sabar untuk bekerja sama dengan mereka demi mengembangkan industri esports.”

Nilai industri esports diperkirakan akan menembus US$1 miliar pada tahun ini. Seiring dengan semakin besar nilai industri esports, semakin banyak perusahaan besar yang tertarik untuk masuk, mulai dari perusahaan otomotif seperti BMW dan Ferrari sampai merek makanan seperti Pringles.

Hal ini mendorong para pelaku esports untuk bekerja sama dengan perusahaan analitik agar mereka bisa menyajikan data dengan akurat. Belakangan, juga semakin banyak organisasi esports yang menggandeng Newzoo. Beberapa organisasi esports yang telah menjalin kerja sama dengan Newzoo antara lain Team Liquid, DetonatioN Gaming, Ninjas in Pyjamas, Astralis Group, Newbee, dan lain sebagainya.

“Di Team Vitality, kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Newzoo, perusahaan yang sudah sangat dipercaya di industri esports,” kata CEO Team Vitality, Nicolas Maurer, menurut laporan Esports Insider. “Memahami komunitas dan audiens esports melalui data dari Newzoo akan menjadi bagian penting dari strategi kami untuk meningkatkan interaksi dengan fans. Sebagai organisasi esports global, kami juga berharap, kami akan mendapatkan data marketing dan analisa yang membantu kami untuk tumbuh.”

VALORANT Dianggap Sebagai Game Free-to-Play Dengan Peluncuran Paling Berhasil

Rilis 2 Juni 2020 lalu, kini VALORANT dianggap sebagai game PC free-to-play dengan momentum peluncuran terbesar, SuperData mengatakan. Merupakan perusahaan penyedia data pasar gaming global, SuperData memaparkan ini dalam laporan bertajuk Worldwide digital games market: June 2020.

Laporan tersebut mengatakan bahwa video game digital telah menghasilkan pendapatan sebesar 10,64 miliar dollar AS di bulan Juni ini. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar sepanjang masa, setelah pada bulan April dengan total pendapatan sebesar 10,53 miliar dollar AS. Lebih lanjut, SuperData lalu memaparkan judul-judul game Top Grossing di bulan Juni, yang dibagi berdasarkan platform.

Sumber: SuperData
Sumber: SuperData

Pada data tersebut, tercatat VALORANT menempati peringkat 6 dari Top Grossing platform PC bulan Juni 2020. Angka tersebut terbilang luar biasa, karena berhasil menyalip nama-nama besar seperti Fortnite, ataupun pesaing terdekatnya yaitu CS:GO. SuperData sayangnya tidak menjelaskan lebih mendalam soal berapa angka penjualan dari VALORANT di bulan Juni.

Lebih lanjut, SuperData lalu menjelaskan dalam laporan tersebut. “Pemasukan, dan jumlah pemain VALORANT melebihi apa yang telah dicapai Apex Legends pada bulan Februari 2019 kemarin. Namun, Apex Legends memang menerima pendapatan yang lebih besar, karena ia memiliki versi konsol. VALORANT juga berhasil menerima pendapatan lebih banyak dari kompetitior terdekatnya, CS:GO, walaupun game tersebut punya lebih banyak pemain di bulan Juni. Jumlah pengguna dan pendapatan CS:GO memang sedang mengalami penurunan selama dua bulan belakangan, menjadi indikator bahwa VALORANT menarik pemain dari CS:GO.” Tulisnya

Dari data ini, yang juga tak kalah menarik adalah The Last of Us Part II yang ternyata memuncaki penjualan game dalam kategori konsol, walau mengalami banyak kontroversi. Sementara itu dari pasar mobile, Free Fire hingga saat ini masih menduduk peringkat ketiga, kalah dari dua game raksasa Tiongkok, Honor of Kings dan Peacekeeper Elite (PUBG Mobile versi Tiongkok).

Sumber: BOOM Esports
Salah satu indikator positif VALORANT di skena lokal adalah terjunnya organisasi esports besar ke dalam ekosistem. Sumber: BOOM Esports

VALORANT memang terlihat melaju kencang setelah perilisannya di bulan Juni 2020 kemarin. Memang sempat ada sentimen negatif, saat jumlah penonton konten VALORANT di Twitch menurun pasca peluncuran. Namun hal itu sendiri terjadi karena Riot Games memang melakukan inisiatif marketing di bulan-bulan sebelumnya ketika VALORANT dalam fase closed-beta, dengan cara memberikan akses main kepada penonton konten VALORANT di Twitch.

Dari skena lokal, VALORANT juga terlihat punya potensi yang menjanjikan, walau masih tetap dipertanyakan. Ini terlihat lewat dua insiatif esports yang diselenggarakan untuk kawasan Asia Tenggara, dan munculnya Alter Ego, MORPH Team, dan BOOM Esports yang membuat divisi VALORANT.

Divisi Esports Nielsen di Amerika Utara Punya Bos Baru

Nielsen membentuk divisi Nielsen Esports pada 2017. Divisi tersebut bertujuan untuk untuk memberikan layakan konsultasi terkait nilai sponsorship, riset di industri esports, serta insight soal fans esports. Pada tahun yang sama, Nielsen membentuk Nielsen Esports Advisory Board. Dewan itu berisi publisher game, penyelenggara turnamen esports, broadcaster, perusahaan media, organisasi olahraga tradisional, dan para sponsor yang terlibat dalam industri esports. Dewan tersebut dipimpin oleh Matthew Yazge.

Pada pertengahan Juni 2020, Nicole Pike yang menjabat sebagai Managing Director dari Nielsen Esports memutuskan untuk pindah ke perusahaan riset dan analitik lain, YouGov. Tanggung jawab yang diemban oleh Pike lalu dialihkan ke tangan Yazge, yang merupakan Head of Brand Sponsorship, Nielsen Sports. Dengan bertambahnya tanggung jawab Yazge, Nielsen memutuskan untuk mempromosikannya sebagai Head of Esports di kawasan Amerika Utara.

divisi esports Nielsen
Bagan penjelasan tentang ekosistem esports oleh Nielsen. | Sumber: Nielsen

“Semangat Matthew dalam esports dan gaming, ditambah dengan pengetahuannya akan sponsorship dan brands menjadikannya orang yang ideal untuk memimpin divisi esports Nielsen,” kata Jon Stainer, Managing Director of Sports, Nielsen, seperti dikutip dari Esports Insider. “Dengan menyediakan insight dan data yang lengkap bagi perusahaan yang ingin memasuki ranah esports, Matthew akan memberikan pengaruh besar dalam kesuksesan bisnis Nielsen.”

Yazge telah bekerja untuk Nielsen selama lebih dari 9 tahun. Selama itu, dia telah menduduki berbagai jabatan, termasuk Vice President of Brand Partnership untuk divisi Music and Film di Nielsen. Ketika itu, tugasnya adalah untuk mendorong penjualan dan program konsultasi di bidang musik, film, dan fashion. Selain itu, dia juga pernah memimpin program inklusi Nielsen di California Selatan.

“Dengan jabatan baru ini, saya akan memanfaatkan pengetahuan saya tentang sponsor untuk membantu mereka mengerti betapa pentingnya mendekatkan diri pada fans esports,” kata Yazge. Dia akan menjelaskan pada para sponsor bahwa mereka akan dapat memenuhi target marketing mereka dengan membuat konten bersama para pemain esports profesional populer.

Industri esports bertumbuh dengan pesat, baik dari segi nilai industri maupun jumlah penonton. Jadi, tidak heran jika perusahaan-perusahaan besar tertarik untuk masuk ke industri esports. Karena itu, para pelaku esports harus dapat menjamin validitas data mereka. Peran Nielsen adalah memberikan data yang bisa terpercaya. Pada tahun lalu, Nielsen berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan game dan esports besar, seperti Riot Games, Activision Blizzard, serta ESL dan DreamHack.

Berkat Ninja, Jumlah Streamer di Mixer Naik

Walau tak terlalu dikenal di Indonesia, Twitch merupakan platform streaming konten game dan esports terbesar di dunia. Itu tidak menghentikan Tyler “Ninja” Blevins untuk keluar dari Twitch dan menandatangani kontrak eksklusif dengan Mixer buatan Microsoft. Sebagai salah satu streamer paling populer, keberadaan Ninja diperkirakan akan mendongkrak popularitas Mixer, yang memang memiliki beberapa fitur unik.

Menurut laporan Streamlabs dan Newzoo, sejak Ninja bergabung dengan Mixer, total durasi konten yang disiarkan di Mixer memang mengalami kenaikan. Tidak tanggung-tanggung, pertumbuhan total durasi siaran Mixer pada kuartal tiga naik 188 persen jika dibandingkan kuartal sebelumnya. Selain itu, jumlah channel di Mixer juga bertambah. Ini menunjukkan, semakin banyak streamer yang memutuskan untuk menyiarkan kontennya di platform buatan Microsoft tersebut. Kemungkinan, keberadaan Ninja menjadi salah satu alasan mnegapa semakin banyak streamer tertarik untuk membuat channel di Mixer. Sayangnya, bertambahnya jumlah streamer di Mixer tidak diiringi dengan naiknya jumlah penonton. Faktanya, durasi video ditonton di Mixer justru mengalami penurunan. Pada Q3 2019, total durasi video ditonton di Mixer hanya mencapai 90,2 juta jam, turun 10,6 persen dari tahun lalu. Meskipun begitu, pada Q3 2018, total durasi video ditonton di Mixer hanya mencapai 43,5 juta. Itu artinya, total durasi video ditonton di Mixer pada kuartal tiga tahun ini naik lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Sumber: Newzoo
Total durasi video ditonton di Mixer. | Sumber: Newzoo

Tentu saja, kepergian Ninja juga memengaruhi Twitch. Jumlah channel dan total durasi video disiarkan di platform itu menurun. Per kuartal ini, Twitch memiliki 3,77 juta channel, sementara total durasi video yang disiarkan di Twitch turun 2,3 juta jam dari kuartal lalu, menjadi 87,3 juta jam. Menariknya, total durasi video ditonton justru naik, meski tidak besar. Selain itu, jumlah penonton per channel juga naik menjadi 3,6 persen sementara jumlah concurrent viewer (CCV) naik 3,5 persen.

Sebenarnya, tidak aneh jika jumlah penonton atau total durasi video ditonton mengalami penurunan pada September. Pada bulan September, penonton di rentang umur 13-18 tahun telah kembali bersekolah, sehingga waktu mereka untuk menonton konten game dan esports di platform streaming berkurang. “Walau biasanya kami melihat adanya penurunan dalam total durasi video ditonton dari Agustus ke September, ada beberapa hal menarik yang terjadi di industri live streaming pada kuartal ini,” kata CEO StreamElements, Doron Nir, dikutip dari Dot Esports. “Misalnya, kepindahan Ninja ke Mixer ternyata tidak memiliki dampak yang sebesar yang diharapkan untuk merebut pangsa pasar Twitch.”

Sumber: StreamElements
Pangsa pasar platform streaming | Sumber: StreamElements

Pada Q3 2019, satu-satunya platform streaming yang berhasil menaikkan viewership mereka adalah Facebook Gaming. Hal ini terjadi berkat perombakan struktur media sosial mereka, yang mendorong para pengguna untuk mengakses Facebook Gaming. Pada kuartal tiga tahun ini, total durasi video ditonton di Facebook Gaming naik menjadi 53,4 juta jam dari 37 juta jam pada kuartal sebelumnya. Sekarang, Facebook Gaming menguasai 3,7 persen dari total pangsa pasar industri streaming. Sementara pangsa pasar YouTube turun menjadi 17,6 persen. Twitch masih mendominasi dengan pangsa pasar 75,6 persen.

Data ini menunjukkan bahwa satu streamer bintang seperti Ninja tidak cukup untuk membuat Mixer mengalahkan Twitch. “Satu hal yang menarik tentang keputusan Mixer untuk bekerja sama secara eksklusif dengan Ninja adalah meski Ninja tak memberikan pengaruh besar pada total durasi video ditonton, itu adalah cara yang bagus untuk mempromosikan merek Mixer, terutama karena Ninja juga bersedia melakukan wawancara panjang terkait keputusannya,” kata Nir, lapor Business Insider.

Sumber: The Esports Observer, Digital Trends

Jumlah Rata-Rata Penonton Overwatch League Naik 16 Persen

Pada awal bulan lalu, Activision Blizzard mengumumkan kerja samanya dengan Nielsen. Tujuannya adalah untuk memberikan data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan pada sponsor dan rekan mereka. Dengan data dari Activision Blizzard, Nielsen akan menyajikan data dalam bentuk Average Minute Audience (AMA) alias jumlah rata-rata penonton pada setiap menit selama siaran berlangsung. AMA dihitung dengan cara membagi total menit ditonton dengan total durasi siaran. Metrik ini telah digunakan oleh industri olahraga tradisional sejak lama. Dengan menggunakan metrik ini, Activision Blizzard berharap, Overwatch League bisa dibandingkan dengan turnamen olahraga konvensional.

Data Nielsen menunjukkan, babak final dari Overwatch League yang diadakan pada akhir September lalu mendapatkan 1,12 juta AMA, naik 16 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Seluruh pertandingan Overwatch League disiarkan melalui Twitch setelah Activision Blizzard membuat perjanjian eksklusif dengan platform streaming itu pada 2018. Selain disiarkan melalui Twitch, babak final Overwatch League juga disiarkan melalui ABC. Hanya saja, ABC tidak menyiarkan semua pertandingan di Overwatch League. Mereka hanya menyiarkan babak playoff, semi-final, dan final. Dexerto menyebutkan, keputusan Activision Blizzard untuk memindahkan saluran siaran dari ESPN menjadi ABC, yang memiliki jangkauan lebih luas, merupakan salah satu alasan kenaikan jumlah penonton rata-rata dari Overwatch League.

Dalam Overwatch League kali ini, ada lebih banyak tim yang berasal dari luar Amerika Serikat. Tampaknya, inilah salah satu alasan mengapa durasi menonton liga Overwatch mengalami kenaikan di tingkat global. Keberadaan tiga tim asal Tiongkok di liga itu juga memberikan dampak positif pada jumlah penonton. Karena, pada tahun ini, Overwatch League juga disiarkan di Bilibili, layanan streaming di Tiongkok. “Tiga tahun sejak game Overwatch dibuat, dan dua tahun sejak liga dimulai, kami telah bisa bersaing dengan liga olahraga besar yang membutuhkan waktu 60 atau 70 tahun untuk sampai di titik ini,” kata CMO Activision Blizzard Esports, Daniel Cherry, seperti dikutip dari Dexerto.

Nielsen juga memberikan data yang lebih detail terkait Overwatch League. Di Amerika Serikat, jumlah rata-rata penonton babak final Overwatch League mencapai 472 ribu, naik 41 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara pada demografi 18-34 tahun, AMA di Amerika Serikat adalah 182 ribu, naik 13 persen dari tahun lalu. Activision Blizzard mengaku puas dengan pencapaian Overwatch League, terutama jika dibandingkan dengan olahraga tradisional. Mereka mengklaim, liga Overwatch adalah satu-satunya liga yang jumlah penonton di rentang umur 18-34 tahun mengalami kenaikan. Memang, menurut laporan Kepiosesports populer di kalangan anak muda pada umur 16-24 tahun. Pada demografi itu, jumlah orang yang tertarik untuk menonton turnamen esports sedikit lebih tinggi dengan jumlah orang yang tertarik menonton pertandingan olahraga tradisional.

Sumber; Dexerto
Sumber; Dexerto

Selain untuk memudahkan sponsor dan potensial sponsor untuk memahami data dari esports, alasan lain Activision Blizzard mulai menggunakan AMA sebagai metrik adalah untuk meyakinkan sponsor, rekan, dan masyarakat bahwa data yang mereka berikan tidak dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat lebih besar dari yang sebenarnya. Misalnya dengan memasang video Twitch sebagai iklan di situs-situs besar seperti The Verge dan Eater. Strategy and Analytics Lead, Activision Blizzard Esports, mengatakan, memasang video Twitch di situs besar memang memengaruhi beberapa metrik data seperti viewership dan unique viewer. Kedua metrik itu akan naik bahkan jika seseorang hanya menonton untuk satu menit. Meskipun begitu, ini tidak akan memberikan dampak besar pada AMA karena AMA dihitung berdasarkan total durasi siaran ditonton. “Salah satu hal penting bagi kami adalah kami ingin  memiliki metrik viewership murni,” kata Cherry, menurut laporan Variety. “Kami ingin menghitung jumlah fans yang memang serius menonton Overwatch League.”

Sumber header: overwatchleague.com

ESL dan DreamHack Kerja Sama dengan Nielsen untuk Data Esports yang Lebih Akurat

ESL dan DreamHack mengumumkan kerja samanya dengan perusahaan analitik data Nielsen. Melalui kerja sama ini, Nielsen akan menghitung nilai media dan sponsorship untuk rekan dan sponsor ESL dan DreamHack. Selain itu, mereka juga akan memberikan data analitik konsumen. Data dari Nielsen akan disajikan dalam metrik standar sehingga memudahkan perusahaan yang tertarik untuk masuk ke ranah esports memahami data itu. Penggunaan data yang telah terstandarisasi berarti, data esports juga bisa dibandingkan dengan data dari olahraga konvensional, misalnya terkait nilai sponsorship. Layanan dari Nielsen akan digunakan untuk menganalisa data dari Counter-Strike: Global Offensive ESL Pro Tour, yang terdiri dari lebih dari 20 acara pada 2020.

“Data yang telah terstandarisasi dan bisa dipercaya dari perusahaan independen seperti Nielsen adalah sesuatu yang telah diminta oleh rekan, pengiklan, dan media siaran ketika kami berusaha memonetisasi hak media dan sponsorship di esports,” kata President dan CEO MTG, Jørgen Madsen Lindemann, seperti dikutip dari Gaming Industry. “Kerja sama ini merupakan langkah penting untuk membantu pihak yang tertarik untuk berinvestasi di esports dengan membeli hak media atau menjadi sponsor, misalnya dengan menyediakan data KPI (Key Performance Indicators) seperti AMA (Average Minute Audience), sesuatu yang telah ada di ranah olahraga tradisional sejak lama.”

Selama ini, Nielsen dikenal sebagai perusahaan yang menyediakan rating untuk acara televisi, lapor VentureBeat. Namun, perusahaan itu juga memberikan data statistik untuk berbagai bidang, termasuk esports. Nielsen membuat divisi esports pada 2017 dan pada September 2018, mereka mengakuisisi SuperData Resesarch untuk memperkuat divisi esports mereka. Kepada Gaming Industry, Nielsen Esports Managing Director, Nicole Pike mengatakan, tujuan mereka membuat divisi esports karena mereka ingin memberikan data yang akurat dan mudah dimengerti bagi semua pelaku esports. “Tujuan kami adalah untuk menyediakan data lebih lengkap sehingga mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Dan kami rasa, kami bisa membantu ekosistem esports tumbuh dengan cara yang sehat dan sustainable serat mendukung semua pihak yang terlibat di industri ini,” kata Pike.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Dengan data yang didapatkan dari Nielsen, ESL dan DreamHack dapat meyakinkan para sponsor mereka bahwa investasi mereka tidak sia-sia. Selain itu, data seperti viewership dari sebuah acara esports juga bisa digunakan untuk mencari sponsor atau rekan baru. Selain data viewership, Nielsen juga dapat memberikan data yang lebih dalam tentang penonton esports. Industri esports memang diperkirakan akan terus tumbuh. Karena itu, tidak heran jika semakin banyak merek non-endemik yang masuk ke ranah esports, misalnya dengan menjadi sponsor. Industri esports begitu seksi sehingga merek mewah seperti Louis Vuitton pun bersedia untuk membuat travel case untuk trofi League of Legends World Championship.

ESL dan DreamHack bukan satu-satunya pihak yang tertarik untuk bekerja sama dengan Nielsen. Pada Juli, Riot Games juga menggandeng Nielsen untuk menyediakan data terkait valuasi sponsorship esports. Sementara pada awal bulan ini, Activision Blizzard bekerja sama dengan Nielsen dengan tujuan untuk memastikan data penonton Overwatch League valid. Memang, besarnya nilai industri esports bukan berarti industri ini bebas dari masalah. Salah satu masalah yang ada adalah ketiadaan rekam jejak perusahaan karena perusahaan esports yang berumur relatif muda. Semakin banyaknya perusahaan game atau esports yang bekerja sama dengan lembaga analitik data seperti Nielsen menunjukkan bahwa para pelaku industri berusaha untuk memastikan esports menjadi industri yang memang bisa bertahan di masa depan.

StarLadder Gandeng Esports Charts untuk Analisa Data

Data is the new oil. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa berharganya data bagi perusahaan. Tentu saja, data hanya berguna jika perusahaan dapat mengolahnya. Menurut laporan Inc., ada tujuh keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan yang bisa mengolah data. Dengan menganalisa data, perusahaan dapat memberikan layanan yang lebih baik. Selain itu, perusahaan juga akan dapat mengidentifikasi pelanggan setia. Dengan analitik data, perusahaan juga dapat menekan biaya operasional. Data juga bisa digunakan untuk menampilkan iklan yang lebih baik dan melakukan manajemen produk dengan lebih baik. Hal ini juga berlaku bagi perusahaan yang bergerak di bidang esports.

Perusahaan asal Ukraina yang dikenal sebagai penyelenggara turnamen esports, StarLadder baru saja mengumumkan kerja samanya dengan Esports Analytics, perusahaan penyedia layanan analitik. Melalui kerja sama ini, kedua perusahaan itu akan saling bertukar data. Data tersebut akan digunakan untuk membuat analisa dan perkiraan tren esports di masa depan yang lebih akurat. Dengan bantuan dari Esports Charts, StarLadder berharap mereka akan bisa berkembang menjadi lebih besar. Salah satu bentuk dukungan dari Esports Charts untuk StarLadder adalah memberikan laporan terkait turnamen-turnamen yang StarLadder adakan dan juga tren di industri esports.

Data StarLadder Major Berlin 2019 | Sumber: Esports Charts
Data StarLadder Major Berlin 2019 | Sumber: Esports Charts

“Bersama, kami akan membuat pasar esports tidak hanya menjadi lebih baik dan lebih transparan, tapi juga lebih menarik bagi perusahaan dan sponsor ternama — yang akan puas dengan hasil kampanye iklan mereka berkat analitik data kami, tak peduli besar kampanye itu, ,” kata pendiri Esports Charts, Ivan Danishevsky, seperti disebutkan oleh European Gaming. Esports Charts memang menawarkan layanan analitik untuk perusahaan esports dan streaming. Dengan data yang akurat, semuak pihak yang terlibat di industri esports — mulai dari penyelenggara, tim profesional, sponsor, sampai penonton — akan mengukur popularitas sebuah turnamen atau game. Pada awal September, Activision Blizzard juga menggandeng Nielsen untuk memastikan validitas data dari liga esports mereka.

“Sebagai perusahaan internasional asal Ukraina, kami sangat senang karena ada semakin banyak startup Ukraina yang masuk ke industri esports global,” kata Chief Product Officer, StarLadder, Gene Hladki, dikutip dari Esports Insider. “Sejak awal, Esports Charts menunjukkan keseriusan mereka dan kemampuan mereka. Semua perusahaan besar di industri esports menggunakan layanan analitik mereka. Dan tentu saja, kami juga kagum dengan profesionalisme mereka.” StarLadder telah mengadakan turnamen esports sejak 2001. Paling sering, mereka mengadakan turnamen untuk Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive. Belum lama ini, mereka telah mengadakan StarLadder Major Berlin 2019. Selain itu, mereka juga mengadakan turnamen untuk Player Unknown’s Battleground dan Hearthstone. Kerja sama dengan Esports Charts akan membantu mereka untuk mengetahui audiens mereka dengan lebih baik, yang akan membantu mereka untuk membuat strategi di masa depan.

Tim dan Pemain Favorit Jadi Alasan Orang Indonesia Menonton Konten Esports

Menurut laporan Kepios yang diluncurkan pada Juli lalu, ada 26 persen pengguna internet Indonesia yang baru-baru ini menonton turnamen esports. Sementara jumlah pengguna internet yang menonton konten game mencapai 40 persen. Dengan asumsi ada 171 juta pengguna internetdi Indonesia, berarti ada 44,5 juta orang yang menonton turnamen esports secara langsung belum lama ini dan 68,4 juta orang menonton konten gaming.

Namun, game esports apa yang paling sering ditonton oleh masyarakat Indonesia? Menurut riset yang DSResearch lakukan bersama dengan JakPat Mobile Survey, kebanyakan orang Indonesia menonton Mobile Legends. Setidaknya saat riset dilakukan pada Juli lalu. Dari 1.445 responden, sebanyak 49,8 persen mengaku mereka senang menonton konten Mobile Legends. Selain Mobile Legends, game esports lain yang sering ditonton adalah Player Unknown’s Battleground (PUBG) Mobile dan Free Fire. Tiga game esports itu sama dengan tiga game esports yang responden sering mainkan ketika survei berlangsung.

Sumber: DSResearch
Sumber: DSResearch

Ketiga game itu adalah game mobile. Namun, itu bukan berarti tidak ada orang yang tertarik untuk menonton game esports untuk PC dan konsol. PUBG dan Dota 2 adalah game PC yang sering ditonton oleh responden baru-baru ini. Sebanyak 12,8 persen responden mengaku menonton PUBG dan 11,2 persen responden menonton Dota 2 belum lama ini. Sementara itu, FIFA menjadi game esports dari konsol yang sering ditonton. Sebanyak 12,5 persen responden mengaku menonton konten esports FIFA.

Alasan utama responden menonton konten esports adalah hiburan. Namun, cukup banyak responden yang mengaku menonton konten esports karena mereka ingin menonton tim favorit mereka (43,1 persen) atau menonton pemain favorit mereka (42,1 persen). Beberapa alasan lain seseorang menonton konten esports adalah karena gameplay yang seru dan game yang unik. Belakangan, pemerintah berusaha untuk memberikan infrastruktur internet yang lebih baik. Hal ini mendukung tren konsumsi video di Indonesia. Sementara itu, semakin banyak orang yang mengonsumsi konten video di platform seperti YouTube atau platform live streaming lainnya. Ini bisa menjadi cara bagi sponsor atau tim esports profesional untuk berinteraksi dengan para fans.

Sumber: DSResearch
Sumber: DSResearch

Lebih dari 40 persen responden mengatakan bahwa mereka menonton konten esports untuk melihat tim atau pemain favorit mereka. Ini merupakan kesempatan bagi tim profesional dan pelaku industri lainnya untuk mengembangkan ekosistem. Dengan membuat fans lebih aktif berinteraksi, tidak tertutup kemungkinan, ini akan menyediakan sumber pendapatan baru. Misalnya, pada Juli, EVOS Esports bekerja sama dengan brand streetwear agar mereka dikenal tidak hanya sebagai tim esports tapi juga merek lifestyle. Untuk menunjukkan bahwa mereka tidak main-main, mereka bahkan membuka flagship store pada bulan lalu.

Soal frekuensi menonton konten esports, 24,8 persen responden pria mengatakan bahwa mereka menonton konten esports setiap hari. Angka ini lebih rendah pada responden perempuan. Hanya 15,5 persen responden perempuan yang menonton konten esports setiap hari. Sementara tanpa membandingkan gender, 22,3 persen responden mengaku menonton esports setiap hari, 20,6 persen menonton dua sampai tiga kali dalam seminggu, dan 16,9 persen menonton konten esports empat sampai enam kali seminggu. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya senang untuk memainkan game esports, tapi juga menonton konten yang ada.

Dalam laporan Esports Market Tren 2019, DSResearch juga menjawab pertanyaan lain terkait tren di dunia esports, seperti game esports yang tengah ramai dimainkan atau platform yang digunakan untuk menonton konten game dan esports. Anda bisa mengunduh laporan itu di sini.

Sumber header: pxhere

Mobile Legends dan PUBG Mobile Jadi Game Esports Paling Populer di Indonesia

Sama seperti industri gaming, industri esports identik dengan kaum pria. Menurut riset dari DSResearch, hal itu masih berlaku di Indonesia. DSResearch bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey untuk mengadakan survei pada 1.445 responden. Survei yang diadakan pada Juli lalu itu ditujukan untuk orang-orang yang menggunakan smartphone atau PC untuk bermain game dan menonton konten esports. Dari survei tersebut, terlihat bahwa lebih dari 70 persen audiens esports di Indonesia merupakan laki-laki. Sementara dari segi umur, hampir 50 persen dari penonton esports ada di rentang umur 20-29 tahun. Menyoal kelas ekonomi, satu dari tiga penonton esports di Indonesia memiliki gaji pada rentang Rp3 juta-Rp5 juta.

Sumber: DSResearch
Pengelompokkan audiens esports. | Sumber: DSResearch

Sekarang, dengan semakin populernya esports, game yang diadu dalam sebuah turnamen juga semakin banyak. Game esports kini tidak hanya dimainkan pada PC, tapi juga konsol dan perangkat mobile. Genre game yang masuk dalam turnamen juga beragam, mulai dari game fighting seperti Tekken, First Person Shooter seperti CS:GO, Massive Online Battle Arena seperti Dota 2 di PC dan Mobile Legends untuk smartphone, sampai game kasual seperti Clash Royale.

Di Indonesia, game yang paling dikenal sebagai game esports adalah Mobile Legends. Sebanyak 78 persen responden tahu akan tentang game buatan Moonton tersebut. Game yang paling populer kedua adalah PUBG Mobile, diikuti dengan PUBG untuk PC, lalu Free Fire dan Dota 2. Tiga dari lima game esports yang paling dikenal di Indonesia merupakan game mobile. Ini bukanlah hal yang aneh. Indonesia adalah negara mobile-first. Kebanyakan masyarakat Indonesia mengenal internet pertama kali bukanlah melalui komputer, tapi melalui smartphone. Selain itu, tingkat penetrasi smartphone di Indonesia juga jauh lebih tinggi. Hal lain yang mendukung industri esports mobile di Indonesia adalah fakta bahwa smartphone dengan spesifikasi yang mumpuni kini memiliki harga yang semakin terjangkau.

Sumber: DSResearch
Delapan game esports paling populer di Indonesia. Sumber: DSResearch

Apa yang terjadi di Indonesia mirip dengan perkembangan industri esports di India. Di sana, game esports mobile, khususnya PUBG Mobile, juga sangat populer. Hal ini terlihat dari banyaknya peserta yang ikut dalam turnamen PUBG Mobile yang diadakan. Dari segi prize pool, total hadiah untuk turnamen untuk PUBG Mobile juga semakin besar, menyaingi turnamen dari Dota 2 dan CS:GO, dua game yang sebelumnya mendominasi industri esports di India.

Satu hal yang menarik, game konsol dan game kasual juga cukup dikenal sebagai game esports di Indonesia. FIFA adalah salah satu seri game yang cukup populer di kalangan gamer Tanah Air. Sementara Clash Royale adalah salah satu game dengan genre kasual yang memiliki cukup digemari di Indonesia. Tahun lalu, Indonesia juga berhasil menyabet medali emas pada pertandingan eksibisi esports kategori Clash Royale di Asian Games. Ridel “BenZer Ridel” Yesaya Sumarandak, peraih medali emas itu, kini bergabung dengan tim Chaos Theory dan bertanding dalam Clash Royale League (CRL) 2019 Asia Season 2.

Dalam laporannya, DSResearch memberikan informasi lebih lengkap tentang industri esports di Indonesia, mulai dari frekuensi bermain game esports, frekuensi menonton, platform yang digunakan untuk menonton esports, sampai durasi penonton menonton konten esports. Untuk mendapatkan informasi lengkap itu, Anda bisa mengunduh laporan Esports Market Trends 2019.

Activision Blizzard Gandeng Nielsen untuk Pastikan Validitas Data Penonton Overwatch League

Perlahan tapi pasti, industri esports terus tumbuh, menjadikannya sebagai pembicaraan hangat. Nilai industri esports diperkirakan telah mencapai nilai US$1,1 miliar pada tahun ini. Dalam waktu tiga tahun, angka tersebut diduga akan naik hingga hampir US$3 miliar. Jumlah penonton esports juga tak kalah besar. Menurut survei Goldman Sachs dan Newzoo, penonton esports tahun ini mencapai 194 juta dan akan naik menjadi 276 juta pada 2022. Karena itu, jangan heran jika semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor di industri esports.

Namun, masuknya merek-merek besar seperti Coca-Cola dan Audi berarti, para pelaku esports harus bisa menjamin validitas data mereka. Karena, perusahaan yang telah menjadi sponsor esports pasti ingin memastikan bahwa investasi yang telah mereka tanamkan tidak sia-sia. Data soal potensi pendapatan dan penonton esports memang terlihat mengagumkan. Sayangnya, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data biasanya berbeda-beda sehingga data dari satu sumber belum tentu bisa dibandingkan dengan data dari sumber lain. Terkadang, para pelaku industri esports sengaja menggunakan data yang membuat turnamen yang mereka selenggarakan atau game yang mereka buat terlihat sangat baik.

Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs
Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs

“Di esports, ada banyak metrik yang sulit untuk dimengerti dan sulit untuk dibandingkan, seperti jumlah view, peak concurrents, dan total lama video ditonton. Karena semua orang berusaha untuk tampil sebagai yang terbaik dan menggunakan data dengan angka tertinggi, ini menciptakan masalah. Sulit bagi orang-orang untuk membandingkan data sehingga mereka justru membuat perbandingan yang salah. Meskipun ini bisa menjadi berita yang menarik, hal itu justru akan berdampak buruk pada industri dalam jangka panjang,” kata Kasra Jafroodi, Strategy and Analytics Lead, Activision Blizzard Esports, seperti disebutkan oleh The Esports Observer.

Menyadari hal ini, Activision Blizzard lalu bekerja sama dengan Nielsen. Kerja sama ini dimulai sejak April lalu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data Average Minute Audience (AMA) dari Overwatch League, liga dari salah satu game buatan Activision Blizzard. Data ini kemudian akan ditunjukkan pada sponsor atau calon sponsor turnamen tersebut. Laporan Nielsen kali ini akan membandingkan data streaming dari Overwatch League pada tahun ini dengan tahun lalu. Cara menghitung AMA sederhana, total durasi konten ditonton dalam menit dibagi dengan total lama siaran dalam menit.

Menurut Nielsen, AMA dari minggu pertama musim kedua Overwatch League adalah 440 ribu, naik 14 persen dari tahun lalu. Namun, setelah liga mulai berjalan, AMA Overwatwch League turun menjadi 313 ribu. Meskipun begitu, angka itu masih menunjukkan kenaikan sebesar 18 persen jika dibandingkan dengan rata-rata AMA pada musim pertama. Jafroodi mengatakan, data dari Nielsen terkait Overwatch League memang tak terdengar sefantastis data terkait esports lainnya. Meskipun begitu, dia percaya, data itu akan menguntungkan Activision Blizzard dalam jangka panjang karena para sponsor bisa mengerti dan percaya akan validitas data tersebut.

Overwatch League | Sumber: Wikimedia Commons
Overwatch League | Sumber: Wikimedia Commons

“Ketika Anda bicara soal merek atau perusahaan atau investor, penting bagi mereka untuk bisa membandingkan Overwatch League dengan olahraga tradisional, karena itu membantu mereka untuk mengerti bagaimana performa turnamen kami,” kata Jafroodi, menurut laporan AdWeek. ” Dan jika investasi mereka di Anda menunjukkan hasil positif, ini menjadi semakin berharga.” Menurutnya, salah satu pentingnya transparansi data di esports adalah untuk memupuk kepercayaan masyarakat dan investor.

Esports tidak akan mendadak menjadi olahraga terbesar di Amerika Serikat,” Jafroodi menjelaskan. “Namun, jika Anda bisa melihat pertumbuhan industri ini dan Anda memiliki data yang bisa dipercaya, mudah untuk melihat apa yang akan terjadi dalam 10 tahun mendatang. Anda justru akan mencurigai keadaan industri ketika Anda menggunakan data yang tak valid.” Activision Blizzard bukan satu-satunya publisher yang menggandeng Nielsen untuk mendapatkan data yang valid soal esports. Pada Juli lalu, Riot mengumumkan kerja samanya dengan Nielsen untuk mendapatkan data valuasi sponsorship di industri esports.

Sumber header: overwatchleague.com