Mengatasi Krisis Kebutuhan Talenta Digital

Besarnya permintaan talenta digital, yang kebanyakan datang dari startup dan perusahaan teknologi, tidak dibarengi dengan ketersediaan talenta digital yang sepadan. Melihat permasalahan tersebut, sudah waktunya startup mengubah konsep proses recruitment mereka dengan cara yang berbeda.

Tidak hanya mencari talenta saat posisi tersebut dibutuhkan, perusahaan mulai perlu menjemput bola dengan melakukan branding, targeted employee, dan kegiatan lainnya yang menempatkan startup Anda terbuka untuk didekati target talenta yang diincar.

Dalam riset yang dirilis Robert Walters terungkap, kenyamanan dan kesempatan untuk menambah wawasan dan skill di kalangan pegawai merupakan salah satu poin yang diincar pencari kerja atau talenta digital ketika sedang memilih lapangan pekerjaan yang ideal.

Tidak lagi mengharapkan benefit dalam bentuk kesejahteraan atau kenyamanan, fleksibilitas dan keleluasaan jam kerja menjadi alasan utama mengapa mereka memutuskan untuk memilih startup atau korporasi tertentu untuk bekerja.

Dalam survei tersebut juga disebutkan sekitar 70% divisi personalia perusahaan menemukan bahwa kekurangan talenta digital bisa mempengaruhi pertumbuhan bisnis perusahaan, terutama dalam hal pengembangan produk. Sementara 68% menyebutkan dibutuhkan sedikitnya tiga bulan bagi perusahaan untuk menemukan talenta yang ideal di posisi yang dibutuhkan.

Dalam artikel kali ini, DailySocial mencoba merangkum lima poin penting yang wajib diterapkan untuk mengatasi krisis kebutuhan talenta digital.

Branding

Istilah branding ternyata tidak hanya berlaku saat sedang melancarkan kegiatan pemasaran. Branding juga bisa diterapkan saat perusahaan ingin merekrut talenta digital yang relevan. Tidak hanya mengandalkan job listing atau informasi lowongan pekerjaan secara offline atau online, tetapi juga memposisikan perusahaan lebih luas di acara atau kegiatan tertentu. Sebagai contoh membuka booth di job fair atau langsung mengunjungi universitas untuk mencari talenta yang relevan. Intinya bersedia ‘going extra mile‘ demi mendapatkan talenta terbaik tanpa harus menunggu terlebih dahulu.

Perusahaan teknologi besar, seperti Tokopedia, Bukalapak atau Gojek lebih mudah dikenali talenta digital karena nama besar yang mereka sandang. Kondisinya berbeda bagi startup baru yang memerlukan effort lebih besar. Cara paling efektif adalah memanfaatkan media sosial, situs resmi perusahaan, dan mengikuti kegiatan job fair di universitas dan lokasi lainnya dengan memberikan pengenalan yang lebih baik tentang perusahaan Anda.

“Menjadi salah satu startup unicorn tentunya menguntungkan bagi kami, Tokopedia untuk dikenal secara luas. Namun demikian hal tersebut bukan berarti kami bisa mendapatkan talenta digital dengan mudah. Dibutuhkan kegiatan pendukung lainnya untuk kami melakukan proses rekrutmen. Mulai dari memanfaatkan media sosial, mengikuti job fair hingga melancarkan kegiatan roadshow. Melalui kegiatan ini kita melihat pertumbuhan talenta digital cukup stabil,” kata Senior Recruitment Manager Tokopedia Lita Rosalia.

Benefit

Dalam riset yang dilakukan Robert Walters ditemukan sejumlah data menarik, misalnya sekitar 58% calon pegawai mengingnkan jam kerja yang fleksibel ketika sedang mencari tempat bekerja, 49% mencari asuransi untuk anggota keluarga, 46% menginginkan kebebasan untuk remote working.

Kemudian 36% mencari asuransi pribadi, 30% ingin mendapatkan kesempatan untuk belajar dan training, sementara itu 27% menginginkan keleluasaan untuk cuti dan hanya 16% saja yang mencari keuntungan uang pulsa dan transportasi.

Melihat munculnya fenomena baru, seperti remote working dan jam kerja yang lebih fleksibel, Pendiri Geekhunter Ken Iswari menegaskan, hal tersebut menjadi permintaan yang cukup umum saat ini, ketika teknologi sudah membantu mempercepat proses bekerja.

“Menjadi hal yang sah-sah saja ketika mereka mencari dua kebutuhan tersebut. Saat ini kita sedang ada di era masa depan yang baru untuk bekerja. Masa depan ini tidak lagi terbatas pada lokasi atau jam kerja, selama pegawai tersebut bisa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan,” kata Ken.

Di Geekhunter, Ken mulai menerapkan sistem bekerja remote dan jam kerja fleksibel kepada pegawai, namun dengan catatan jika mereka bisa mempertanggungjawabkan kebebasan tersebut. Jika mereka tidak bisa memberikan hasil pekerjaan yang ditargetkan meskipun sudah mendapatkan kebebasan untuk bekerja remote dan jam kerja yang fleksibel, pilihan fasilitas tersebut akan dihapuskan dari pegawai terkait.

Perusahaan dihadapkan pilihan untuk penerapan benefit khusus bagi perusahaan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Jika memang tidak bisa diterapkan untuk semua pegawai, manajemen bisa menentukan departemen atau divisi tertentu yang relevan yang dapat menikmati fasilitas ini.

Adaptasi dan kolaborasi

Ketika startup atau perusahaan masih terbilang baru, jumlah pegawai atau talenta digital belum terlalu banyak jumlahnya. Namun ketika pertumbuhan bisnis sudah semakin meningkat dan kebutuhan menambah anggota tim untuk posisi tertentu sudah mulai bermunculan, proses rekrutmen tidak bisa dihindarkan. Ketika pegawai baru mulai masuk secara bertahap, pastikan adaptasi dan proses perkenalan kepada semua anggota tim dan manajemen dilakukan untuk mendukung kolaborasi.

Salah satu cara mengenali apakah calon pegawai tersebut cocok untuk ditempatkan di posisi yang dibutuhkan adalah dengan menilai poin-poin berikut: apakah calon pegawai tersebut memiliki potensi untuk bisa bekerja dalam tim, apakah calon pegawai cukup nyaman bekerja memanfaatkan teknologi dan platform yang biasa digunakan, apakah calon pegawai memiliki kemampuan lain yang belum ada di pegawai yang sudah bekerja, apakah ada pegawai di perusahaan yang bisa membantu calon pegawai tersebut mengatasi kelemahan atau kekurangan yang ada.

Untuk poin yang terakhir bisa diterapkan ketika perusahaan masih kesulitan untuk menemukan posisi tertentu, namun dengan memanfaatkan talenta yang ada mereka bisa dilatih untuk bisa menempati posisi yang dicari. Pegawai yang merasa mendapatkan dukungan dari perusahaan dijamin akan lebih bersemangat saat bekerja dan memiliki motivasi untuk memberikan hasil yang terbaik.

“Kami di Tencent Thailand sejak hari pertama selalu membantu pegawai untuk meningkatkan jenjang karier mereka. Intinya kita harapkan pegawai bisa tumbuh bersama dengan perusahaan dengan menciptakan kolaborasi tim yang positif dan meningkatkan kemampuan mereka,” kata Associate Director Talent Acquisition Tencent Thailand Wareerat Toni K.

Pelatihan talenta digital

Riset Robert Walters juga mengungkapkan, sebanyak 61% pegawai berharap mendapatkan training atau pelatihan yang bisa meningkatkan kemampuan mereka. Sementara 36% berharap bisa terlibat dalam cross-functional project, 35% orang juga berharap bisa mengikuti workshop atau pelatihan dalam skala mendasar.

Berikutnya 28% berharap bisa mendapatkan kesempatan rotasi pekerjaan dan 28% lainnya bisa mendapatkan kesempatan berbagi pengalaman dengan profesional lainnya. Survei tersebut juga menyebutkan 24% ingin menghadiri konferensi dan mendapatkan mentorship, sementara 22% berharap bisa mendapatkan on-the-job training, dan 11% ingin mendapatkan kesempatan untuk memperluas jaringan.

Pelatihan dan kesempatan memperkaya wawasan ternyata menjadi catatan penting bagi calon pegawai, karena berharap bisa memapu meningkatkan kemampuan yang berpengaruh ke promosi dan peningkatan jenjang karier.

Cara lain yang bisa dilakukan perusahaan adalah memberikan kesempatan kepada mereka menjadi perwakilan perusahaan atau speakermoderator saat acara konferensi atau kegiatan offline lainnya.

“Di AnyMind Group kami selalu memberikan kesempatan untuk pegawai mengikuti training untuk meningkatkan kemampuan mereka melalui platform belajar internal. Dalam hal ini adalah memanfaatkan AnyMind University dan sumber daya internal lainnya seperti training yang sesuai dengan fungsinya hingga sesi untuk berbagi memanfaatkan Facebook, email mingguan perusahaan dan masih banyak lagi,” kata Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia.

Leadership

Tidak  hanya membina relasi yang positif antar tim, para pimpinan (dari manajemen hingga supervisor) diharapkan bisa menempatkan posisi mereka dengan tepat dan membina hubungan yang baik dengan semua pegawai. Para pemimpin juga bisa melakukan komunikasi yang lancar dan tepat dengan pegawai. Tidak hanya dalam konteks urusan bisnis, namun juga meningkatkan kreativitas pegawai.

Kepemimpinan di perusahaan juga bisa menentukan budaya dan arah perusahaan. Di era digital saat ini, penting bagi pemimpin perusahaan untuk mempercayai teknologi dan bagaimana Anda bisa mengakselerasi teknologi tersebut ke dalam bisnis. Untuk mengaktifkan proses tersebut, perusahaan perlu menyisihkan sumber daya dan waktu untuk memungkinkan para profesional teknologi berinovasi dan menciptakan nilai untuk bisnis.

“[Pemanfaatan] Digital mau tidak mau akan menjadi bagian besar dari dunia kita dan perusahaan yang tidak berubah cukup cepat hanya akan kalah. Upayakan untuk tidak terlalu meminta tim Anda terlalu fokus untuk membuktikan ROI dari semua upaya digital dan inisiatif. Organisasi perlu memberdayakan tim untuk melihat masa depan jangka panjang sehingga mereka dapat berinovasi dan memberikan kontribusi yang relevan untuk bisnis,” kata Digital Leader & Transformation Expert Carolyn Chin-Parry.

Pada akhirnya, kemampuan teknis seperti kemampuan mengembangkan kode tidak harus menjadi prioritas ketika mencari seorang pemimpin. Sebaliknya, ia perlu memiliki pemahaman yang baik tentang lanskap teknologi, yang dibarengi dengan kemampuan manajemen pemangku kebijakan yang kuat untuk membantu meyakinkan bisnis akan nilai inovasi teknologi dan mengatasi krisis kebutuhan digital talent.

Lima Hal Penting Membangun Budaya Kerja dan Mendidik Talenta di Startup

Menyongsong kemajuan era digital, Indonesia dihadapkan pada minimnya talenta-talenta berkualitas. Padahal talenta merupakan aset terpenting dalam membangun ekosistem digital di Tanah Air. Persaingan pun terjadi antar startup dalam memperebutkan talenta berbakat.

Di sisi lain, startup juga dituntut tetap eksploratif dalam mengadapi perkembangan teknologi dan pasar yang terus berubah. Diperlukan budaya kerja yang tepat agar startup dapat menjadi tempat berkarya yang nyaman bagi setiap karyawannya.

Di ajang idEA Works, Founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya berbagi pengalaman dan pandangan menarik tentang bagaimana membangun budaya kerja di startup dan mendidik orang untuk menjadi talenta yang potensial dan berkualitas di bidangnya.

Mari simak pengalaman inspiratifnya di sesi bertajuk “Gen of Good Talent” berikut ini:

Menjaga integritas perusahaan

Sebagai perusahaan media di bidang teknologi, Rama menegaskan pentingnya integritas kepada para pembacanya. Integritas menjadi penting untuk dapat menyajikan berita berkualitas dan terpercaya.

Perusahaan harus selalu berhati-hati dalam mempekerjakan talenta baru, tidak semata-mata hanya mengisi kekosongan sebuah posisi.

“As a media, integrity itu sangat penting. Apalagi [menyambut] industri 4.0, talenta menjadi aset penting. Makanya, kami tidak mau terburu-buru hire orang untuk menjaga integritas para pembaca kami,” tuturnya.

Media sosial sebagai personal branding

Diakuinya, dunia digital telah berkembang menjadi suaka baru bagi sejumlah orang. Setidaknya, sebagian dari kita memiliki lebih dari dua akun media sosial untuk bisa berinteraksi dengan banyak orang.

Yang mungkin kita tidak tahu, sejumlah perusahaan kini telah memberlakukan rekam jejak digital sebagai salah satu persyaratannya. Hal ini untuk melihat bagaimana attitude seseorang. Namun, Rama punya pandangan berbeda.

Ia menekankan bahwa media sosial sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai personal branding seseorang sebagai ruang kebebasan dan wadah untuk mengekspresikan diri.

“Saya percaya dengan rekam jejak digital, tapi kita tidak seperti itu. Masalah negatif dan positif itu subjektif. Jika menurut saya negatif, belum tentu buat orang lain. Soal [attitude] sebetulnya mau tak mau dilihat saat probation. Kalau tidak perform, kita cut,” paparnya.

Inisiatif dan transparan

Rama juga menyinggung tentang bagaimana kultur kerja dapat membangun kualitas talenta lebih baik. Diungkapkannya, ada sejumlah hal yang perlu ditanamkan kepada para karyawannya, seperti nilai  inisiatif dan transparansi.

“Inisiatif yang dimaksud, kalau yakin ada pekerjaan bisa dilakukan, ambil andil di dalamnya. Terlebih kamu yakin dengan metodemu dalam menyelesaikan pekerjaan,” ujar Rama.

Demikian juga transparansi dan kejujuran yang dijunjung tinggi perusahaan. Artinya, apabila merasa tidak bisa menyelesaikan pekerjaan, karyawan tidak dipaksa untuk melakukannya.”Kalau bisa katakan iya. Kalau tidak, ini akan memakan waktu dan tenaga. Lebih baik dilakukan orang yang tepat,” katanya.

Memiliki risk tolerance

Nilai lain yang dibangun dalam kultur kerjanya, lanjut Rama, adalah memberikan kesempatan kepadan siapapun di perusahaan untuk mencoba sesuatu dan bereksperimen. Karena bukan tidak mungkin, eksperimen ini dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk perusahaan.

“Ini salah satunya yang membedakan startup dengan perusahaan korporat. Kalau punya ide, silakan dieksekusi. Tapi kami kasih deadline untuk merealisasikannya. Engineer kami pernah coba buat aplikasi, kami biarkan. Memang hasilnya tidak sesuai, tetapi dia belajar dari situ,” jelasnya.

Tetap dinamis, tapi tidak terlalu cepat

Startup disebut harus dinamis mengikuti perkembangan pasar. Tak heran jika startup terbiasa bereksperimen untuk mendapat sebuah solusi yang disruptif. Kultur ini yang sangat berbeda dengan perusahaan konvensional.

Rama menekankan pentingnya untuk bekerja lebih cepat dibanding perusahaan konvensional untuk menghemat waktu dan biaya. “Tetapi juga jangan terlalu cepat, itu tidak baik. Bagaimanapun butuh uji coba [solusi] sebelum launch ke pasar.”

Kemkominfo: Mencetak Talenta Digital Dimulai dari Kurikulum yang “Disruptif”

Indonesia saat ini memiliki empat startup unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Menkominfo Rudiantara sempat memprediksi setidaknya ada dua unicorn baru dalam 2-3 tahun ke depan.

Hal ini menandakan bahwa Indonesia memiliki peluang sangat besar dalam mencetak unicorn baru. Dalam skala besar, Indonesia dapat mengembangkan potensi di bidang ekonomi digital, terutama menghadapi industri 4.0. Namun Indonesia masih terbentur pada kurangnya talenta digital.

“Kita punya potensi ekonomi digital yang besar. Bagaimana unleash-nya? Kita kebanyakan potensi, tetapi kapan jadinya?” ungkap Staf Khusus Menkominfo Lis Sutjiati di Pembukaan idEA Works Pro, Kamis (11/4).

Menurutnya, hal ini dapat terjawab apabila Indonesia telah siap dalam mencetak talenta digital baru yang saat ini dinilai masih minim. Saat ini talenta-talenta terbaik kini menjadi rebutan sejumlah startup atau perusahaan besar.

Menurut riset McKinsey, lanjut Lis, Indonesia diprediksi memiliki 180 juta populasi di usia produktif sebagai penggerak ekonomi, dengan sembilan juta harus melakukan shifting profesi dan dua juta profesi bakal tidak relevan lagi di 2030.

Indonesia juga diperkirakan menjadi negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2030 berdasarkan metode Purchasing Power Parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.

“Nah, 180 juta ini mau kerja apa? Ini yang menjadi tantangan terbesar kita. Indonesia butuh sembilan juta talenta di bidang digital untuk bisa unleash semua sektor potensial kita. Tidak hanya e-commerce dan fintech, tetapi juga kesehatan, agrikultur, dan pendidikan,” paparnya.

Memulai dari kurikulum pendidikan

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi era ekonomi digital di masa depan adalah mencetak talenta-talenta baru melalui sejumlah program. Salah satunya ada Indonesia Digital Talent Scholarship yang menggaet sejumlah mitra global dalam penyediaan kurikulum, seperti IBM dan Cisco.

Namun hal itu saja belum cukup untuk menyelesaikan masalah kekurangan talenta di masa depan. Menurutnya, kemampuan non-teknis dan akademis atau soft skill dan hard skill seseorang dapat diasah melalui kurikulum pendidikan sejak sekolah dasar.

“Kita tidak bisa pakai kurikulum konvensional [untuk menambah talenta baru]. Kurikulumnya harus disruptif. Begitu juga industri [harus kasih kurikulum] supaya bisa match juga dengan industri,” ungkap Lis.

Kemampuan hard skill, seperti coding sudah bisa diperkenalkan sebagai mata pelajaran di sekolah. Demikian juga kemampuan soft skill, seperti critical thinking dan creative thinking. “Ini sama pentingnya juga karena creative thinking tidak bisa mengandalkan engine,” katanya.

Ketua Umum idEA Ignatius Untung menilai bahwa soft skill juga sama pentingnya dengan hard skill. Kemampuan ini sebetulnya yang wajib dimiliki generasi selanjutnya di masa depan.

“Diakui ada gap antara kampus dan industri masih besar. Ketika lulus mereka tidak siap untuk bekerja. Penting untuk memikirkan profesi di era ekonomi digital,” ujar Untung.

Kemkominfo Alokasikan Lebih dari 100 Miliar Rupiah untuk Beasiswa Sekolah TI

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengalokasikan anggaran Rp109,4 miliar untuk merealisasikan program digital talent scholarship. Diharapkan program ini bisa mencetak 20 ribu talenta digital yang memperoleh sertifikat.

Dikutip dari Katadata, dalam menyediakan dana tersebut Kemkominfo mengalihkan anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pengembangan vokasi talenta digital dan sertifikasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

“Tidak ada perubahan signifikan dari segi nilai. Melainkan pergeseran karena terjadi refocusing ke litbang karena pemerintah punya program digital talent. Sumbernya dari PNBP,” terang Menteri Kemkominfo Rudiantara.

Pemerintah menargetkan ada 25 ribu peserta yang mengikuti program vokasi ini. Dari jumlah itu, 20 ribu diantaranya bakal mendapat sertifikat. Untuk merealisasikan itu pemerintah mengajak kerja sama dengan 28 universitas negeri dan swasta, 22 politeknik, dan lima perusahaan teknologi global.

Program ini menyediakan empat akademi. Pertama, untuk lulusan baru akan tersedia 6 ribu beasiswa. Materi yang diajarkan terkait keamanan siber bekerja sama dengan Cisco untuk 1000 siswa. Lalu, 3 ribu beasiswa untuk big data analytics, kecerdasan buatan, dan cloud computing. Kemudian, 2 ribu beasiswa terkait Internet of Things (IoT) dan mesin pembelajar bekerja sama dengan AWS.

Kedua, vocational school graduate academy dengan memberikan 4 ribu beasiswa kolaborasi dengan 22 politeknik. Ada lima SKKNI junior yang diberikan kepada masing-masing 800 penerima beasiswa, yakni network administrator, web developer, mobile programmer, graphic design, dan intermediate animator.

Kedua jenis akademi ini, peserta diwajibkan mengikuti kelas online kewirausahaan digital.

Ketiga, coding teacher academy untuk 4 ribu penerima beasiswa kerja sama dengan Google dan Dicoding. Keempat, online academy untuk 11 ribu penerima penerima beasiswa. Dari jumlah itu, materi cyber operation dan CCNA security akan diberikan kepada 1.500 penerima beasiswa bekerja sama dengan Cisco. Di tambah 1.000 penerima beasiswa bekerja sama dengan AWS.

Terakhir, 1.500 beasiswa untuk materi programming operation, kolaborasi dengan Cisco. Lalu, masing-masing 1.500 beasiswa untuk materi digital skill dan digital policy, kerja sama dengan Microsoft. Serta, materi big data untuk 2 ribu beasiswa dengan AWS.

Upaya ini dilakukan pemerintah karena menurut data McKinsey, Indonesia diproyeksi kekurangan SDM digital 600 ribu per tahun. Ada gap 9 juta talenta digital hingga 2030.

Meski begitu, menurut Rudiantara, semestinya talenta di bidang digital harus dilatih sedini mungkin. Beda kondisinya dengan Singapura, di mana sejak pre-school mereka didorong untuk belajar coding dengan berpikir sesuai logika.

Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyiapkan materi coding dalam silabus di SMK untuk pendidikan dasar. Untuk perguruan tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) didorong untuk membuat program studi terkait teknologi.

“Pemerintah siapkan semua ini supaya terintegrasi,” pungkasnya.

Kemkominfo mendapat pagu anggaran pada tahun ini sebesar Rp5,4 triliun untuk menjalankan tujuh program. Pagu ini naik sekitar Rp484 miliar dibandingkan tahun lalu Rp4,9 triliun.

Program yang akan dijalankan terdiri dari infrastruktur telekomunikasi, pengembangan ekosistem digital, literasi digital dan media, pengendalian konten, layanan publik, government public relation, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Rudiantara Ajak Perusahaan Teknologi Asing Turut Ciptakan Talenta Digital di Indonesia

Persoalan talenta hingga saat ini masih menjadi kendala di Indonesia. Minimnya kemampuan dari generasi muda Indonesia terkait dengan teknologi dan bisnis digital menjadi perhatian pemerintah. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara secara agresif mengajak startup hingga perusahaan teknologi untuk membantu Indonesia meningkatkan kemampuan dan skill tenaga digital di Indonesia.

Dalam acara peresmian data center kedua Alibaba Cloud (09/1), Menkominfo turut mengajak perwakilan Alibaba Cloud untuk membantu Indonesia melahirkan talenta digital. Sehingga impor tenaga kerja asing tidak lagi menjadi prioritas dari startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia.

“Saya tidak menyarankan startup atau perusahaan teknologi untuk mempekerjakan tenaga asing sebagai engineer di Indonesia. Namun dengan memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas kepada talenta, tentunya bisa lebih memberikan manfaat lebih untuk tenaga kerja digital di Indonesia.”

Dalam hal ini Rudiantara merekomendasikan Alibaba Cloud untuk menghadirkan kurikulum dan silabus di sini. Sebelumnya Rudiantara juga telah menyampaikan niat tersebut kepada Jack Ma untuk membangun akademi di Indonesia. Namun untuk saat ini fokus lebih kepada pelatihan dan kelas dalam skala kecil terlebih dulu.

Menanggapi permintaan Menkominfo, Alibaba Cloud masih menampung masukan tersebut dan tentunya berupaya untuk terus mendukung program dari pemerintah Indonesia.

Program 20 ribu talenta digital Indonesia

Selain mengajak startup dan perusahaan teknologi untuk menciptakan pelatihan, kelas hingga akademi pemrograman, Kementerian Kominfo juga telah menggandeng sekitar 20 universitas di 12 kota di Indonesia untuk menerapkan pelajaran seperti big data, artificial intelligence, cyber security, cloud computing dan digital business ke dalam kurikulum mereka.

Targetnya hingga tahun 2019 mendatang sudah lahir sekitar 20 ribu talenta digital baru di Indonesia. Selain lima kurikulum yang direkomendasikan, Kominfo juga ingin menambah Internet of Things, robotics dan programming ke dalam program talenta digital Indonesia.

“Pemerintah Indonesia selama ini sudah cukup terbuka kepada investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Tapi kami juga mengajak mereka untuk memberikan kontribusi lain dalam bentuk pendidikan untuk talenta di Indonesia,” kata Rudiantara.