Pajak.io Jembatani Kebutuhan UKM Soal Perpajakan

Rendahnya peran serta pelaku UKM untuk membayar pajak dan kurang user friendly opsi perpajakan saat ini, memberikan inspirasi bagi Rayhan Gautama (CEO), Jefriansyah Hertikawan (CTO), dan Fadil Moestar (CPO) untuk mendirikan Pajak.io. Platform tersebut diinisiasi oleh pendiri Fintax (PT Fintek Integrasi Digital), salah satu Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) resmi yang terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia.

Kepada DailySocial Rayhan mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh, dari sekitar 60 juta UKM di Indonesia, hanya sekitar 2 juta unit usaha yang membayar pajak. Maka dari itu Pajak.io dibangun untuk menyediakan opsi perpajakan yang lebih user friendly agar mudah dimengerti bagi masyarakat dan pengusaha pada umumnya.

“Berdasarkan hasil studi yang kami pelajari dari berbagai jurnal ilmiah, setidaknya kami menemukan dua alasan mengapa inklusi perpajakan pada UKM sangatlah rendah. Yang pertama dikarenakan sistem daring kepatuhan pajak milik Ditjen Pajak dipandang kurang user friendly, yang kedua karena minimnya sosialisasi kepada para pelaku UKM.” kata Rayhan.

Sejak diluncurkan pada 14 Juli 2020, Pajak.io berhasil mencatat pertumbuhan yang baik sepanjang tahun 2020. Mereka mengklaim telah memiliki 3322 pengguna dari 2540 badan usaha yang terdaftar di Indonesia. Sepanjang tahun 2020, Pajak.io mencatat lebih dari 14025 transaksi dengan nominal pajak yang terkelola mencapai lebih dari 22,6 miliar Rupiah.

“Model bisnis dari Pajak.io adalah freemium. Strategi Pajak.io adalah untuk memberikan layanan gratis kepada seluruh pengguna dan juga membangun database kontak untuk nantinya ditawarkan layanan premium Pajak.io, untuk layanan premium ini akan diluncurkan pada Q1 2021,” kata Rayhan.

Manfaatkan web app

Solusi dan kemudahan yang ditawarkan untuk pelaporan pajak para pelaku UKM tersebut adalah melalui web app Pajak.io. Platform tersebut fokus pada layanan pembuatan kode billing untuk kebutuhan pembayaran pajak dan juga layanan pelaporan SPT secara daring yang lebih user friendly. Di samping itu, Fintax juga aktif untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha UKM tentang kemudahan administrasi perpajakan.

“Untuk saat ini fitur multi-pengguna dan multi-perusahaan merupakan fitur yang paling diminati oleh pasar kami. Dengan fitur tersebut, satu pengguna dapat mengelola lebih dari satu perusahaan dan satu perusahaan juga dapat dikelola lebih dari satu pengguna, gratis dan tanpa batasan,” kata Rayhan.

Disinggung apa yang membedakan Pajak.io dengan platform serupa lainnya, Rayhan menegaskan positioning layanan serupa di pasar saat ini, lebih memfokuskan kepada monetisasi produknya kepada segmen enterprise. Sedangkan visi Pajak.io adalah untuk mendongkrak inklusi perpajakan terutama kepada UKM.

“Bukan berarti produk Pajak.io tidak dapat digunakan enterprise, namun product market fit terhadap segmen UKM akan selalu menjadi fokus jangka panjang dari Pajak.io,” kata Rayhan.

Perusahaan mencatat saat ini sekitar 75% pengguna dari Pajak.io adalah UKM, sementara 15% masuk dalam kategori segmen enterprise. Sisanya Pajak.io memiliki pengguna yang berasal dari kalangan instansi pemerintahan meliputi Sekolah Negeri, Madrasah, dan lainnya.

Pandemi dan rencana tahun 2021

Dilihat dari pertumbuhan bisnis saat pandemi, Pajak.io tidak mengalami kendala yang berarti. Perusahaan mencatat target telah tercapai. Sejak diluncurkannya platform, relasi yang lebih baik telah tercipta dengan target pengguna mereka yaitu kalangan UKM di Indonesia.

“Hal yang paling membanggakan justru bukan dari capaian kuantitatif, namun kualitatif. Semenjak layanan Pajak.io diluncurkan, kami merasa sangat engaged dengan segmen UKM. Berbagai macam sosialisasi perpajakan dan tawaran kerjasama dengan berbagai komunitas UKM juga kami lakukan sehingga kami jadi lebih paham mengenai pain point mereka dalam perpajakan, dan layanan apa yang harus kami bangun kedepannya untuk membantu mereka,” kata Rayhan.

Tahun 2021 mendatang ada beberapa rencana yang dimiliki oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus untuk monetisasi produk premium melalui aplikasi e-Faktur (untuk administrasi PPN) dan e-Bupot (untuk administrasi PPh 23/26).

Ke depannya perusahaan juga akan meluncurkan layanan lain yang difokuskan untuk melayani segmen UKM secara full service (hitung-bayar-lapor) dengan memanfaatkan kemitraan strategis dengan beberapa komunitas UKM. Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal.

“Kami cukup senang atas respon positif pasar terhadap Pajak.io, terutama untuk para pengguna dari sektor UKM atas antusiasme mereka terhadap kewajiban perpajakannya,” kata Rayhan.

Pemerintah Ingin Kirim 200 Teknopreneur Tiap Tahun Jalani Inkubasi di Silicon Valley

Demi mewujudukan rencana pemerintah untuk menghasilkan 200 teknopreneur setiap tahunnya dan secara keseluruhan 1000 teknopreneur hingga tahun 2020, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan melakukan kemitraan kepada startup dan perusahaan teknologi yang berbasis di Silicon Valley, Amerika Serikat. Nantinya perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Microsoft, serta startup dan inkubator lainnya diminta untuk menampung 200 teknopreneur yang telah dinyatakan lulus seleksi di Indonesia.

“Saya sudah berbicara dengan Sergey Brin, kalau bisa jangan hanya 7 startup asal Indonesia saja yang diinkubasi [dalam program Google Launchpad Accelerator] tapi 200 startup asal Indonesia juga bisa diberikan mentoring dari pakar serta pelaku perusahaan teknologi dan startup di Silicon Valley,” kata Menkominfo Rudiantara saat acara Gelar Diskusi “@5minutes for E-Commerce 2016” idEA di Hotel Le Meridien Jakarta (22/01).

Rudiantara menegaskan selama ini di Indonesia fungsi inkubator, kegiatan seperti hackathon, dan lainnya tidak memiliki kelanjutan yang pasti. Para pemenang dan peserta tidak diberikan informasi pembelajaran lebih lanjut untuk bisa mengembangkan startup yang sukses dan bertahan untuk jangka panjang.

Untuk itu, selain mengembangkan kegiatan mentoring di Indonesia, Kominfo, dibantu dengan para pelaku e-commerce, pemilik startup lokal, dan asing, diharapkan bisa bersama mengumpulkan dana serta memberikan kontribusi kepada calon pelaku e-commerce di Indonesia.

“Saya harapkan melalui program CSR masing-masing perusahaan, uang yang ada bisa dialokasikan untuk rencana kami [pemerintah] mewujudkan teknopreneur handal dan berkualitas di Indonesia,” kata Rudiantara

Secara aktif pemerintah juga masih melakukan kegiatan promosi kepada para investor asing untuk mulai berinvestasi di Indonesia untuk menanamkan modal di industri e-commerce, teknologi dan lainnya. Salah satu kegiatan yang disebutkan Rudiantara adalah melakukan pendekatan dengan pengusaha yang dikenal sebagai ‘super angel’ asal Kanada yang kerap berinvestasi dan menyediakan seed funding untuk early stage startup, Wesley Clover.

“Secara khusus saya mengajak Wesley untuk ikutan berinvestasi di Indonesia, terutama untuk e-commerce, startup serta perusahaan teknologi lainnya asal Indonesia yang saat ini semakin menggairahkan,” kata Rudiantara.

Penanganan pajak yang adil serta dukungan kementrian perdagangan

Di kesempatan yang sama, perwakilan Ditjen Pajak (DJP) juga turut memberikan dukungannya kepada industri e-commerce di Indonesia. Salah satu bukti nyata yang dilakukan Ditjen Pajak untuk e-commerce di Indonesia adalah dengan membentuk tim e-commerce di DJP yang secara khusus mengatur, memonitor, dan mendukung jalannya usaha e-commerce lokal hingga asing.

“Kami dari DJP ingin menjadi rekan serta partner para pelaku e-commerce bukannya menjadi penghalang, untuk itu menjadi hal yang penting bagi DJP untuk menerapkan pajak yang adil untuk para pelaku e-commerce dan bisnis lainnya,” kata perwakilan Ditjen Pajak Yulianingsih.

DJP mencatat hingga kini masih sulit untuk melakukan pengawasan kepada industri e-commerce. Selain jumlahnya yang makin bertambah, tidak ada laporan yang jelas siapa saja pelaku e-commerce dan UKM di Indonesia, hingga belum transparannya laporan keuangan dan transaksi yang ada.

“Untuk itu, bagi DJP penting untuk segera dibuatnya National Payment Gateway, agar pihak-pihak terkait seperti Bank Indonesia, OJK, Ditjen Pajak bisa memonitor seluruh kegiatan keuangan yang terjadi di e-commerce,” kata Yulianingsih.

Ditjen Pajak juga berharap nantinya semua perusahaan teknologi serta e-commerce asing yang memiliki induk perusahaan di luar negeri agar bisa melaporkan perusahaannya di Indonesia, bukan hanya cabang perusahaan saja agar bisa dikenakan pajak yang sesuai oleh Ditjen Pajak. Hal ini penting agar perlakuan yang adil kepada seluruh e-commerce yang ada Indonesia bisa terwujud.

Sementara itu Kementerian Perdagangan yang diwakili Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Sri Agustina mengungkapkan nantinya akan dibuat regulasi yang secara jelas menuliskan bahwa semua investor asing yang menanamkan modal kepada startup dan layanan e-commerce di Indonesia harus berfungsi sebagai mitra.

“Kami juga nantinya akan mengatur peraturan yang sifatnya light touch regulation, yaitu peraturan yang sifatnya meringankan para pelaku UKM serta e-commerce pemula,” kata Sri Agustina.

Hingga kini Kemendag, dibantu oleh Kominfo, DJP, idEA dan asosiasi serta lembaga e-commerce lainnya, masih menyusun peraturan serta regulasi yang jelas dan tentunya memudahkan, agar UKM dan lembaga e-commerce di Indonesia, bisa mengakomodir dan memberikan layanan lebih baik kepada masyarakat Indonesia yang saat ini makin antusias menerima berbagai ragam e-commerce.