Platform Agregator Pembayaran Aiqqon Permudah UKM Adopsi Pembayaran Non-Tunai

Masih rendahnya penggunaan mesin Eletronic Data Capture (EDC) di kalangan industri kreatif menjadi salah satu alasan mengapa Aiqqon Triarta Mas hadir di tanah air. Platform agregasi pilihan pembayaran online untuk bisnis UKM offline ini resmi hadir dalam bentuk aplikasi mobile.

Saat acara soft launching hari ini, (15/07), Founder Thomas Nugroho menyebutkan, Aiqqon hadir untuk memenuhi kebutuhan bagi pemilik bisnis UKM mulai dari pemilik usaha kuliner, jasa, dan lainnya untuk mulai mengadopsi cara pembayaran secara non-tunai.

“Saat ini kami mencatat dari sekitar 63 juta UKM di Indonesia hanya sekitar 1,1 juta unit mesin EDC yang sudah digunakan oleh berbagai merchant di Indonesia. Sulitnya proses pendaftaran dan verifikasi dari Bank, menjadikan tidak banyak pemilik bisnis UKM yang mendapatkan kesempatan untuk mengoperasikan mesin EDC untuk pembayaran.”

Melalui platform Aiqqon, kini pemilik bisnis UKM bisa menerima pembayaran menggunakan kartu kredit hingga e-wallet tanpa harus memiliki mesin EDC. Hanya memanfaatkan platform Aiqqon, semua pilihan pembayaran tersebut sudah bisa diterima. Masih tersedia di Jakarta, fokus dari Aiqqon saat ini adalah menambah jumlah merchant, jumlah pengguna untuk melakukan pembayaran dan pembelian jasa dan produk yang ada di aplikasi Aiqqon dan melancarkan kegiatan pemasaran.

“Meskipun baru beroperasi sekitar satu bulan, namun aplikasi kami sudah diunduh oleh pengguna dengan jumlah yang cukup besar. Transaksi dengan pembayaran kartu kredit pun sudah kami peroleh dari jasa desain interior dengan jumlah hampir Rp100 juta,” kata Thomas.

Startup binaan perusahaan modal ventura Mandiri Capital Indonesia (MCI) ini masih memiliki rencana untuk melakukan fundraising tahap awal dari beberapa investor lokal dan asing.

“Kami terus membuka peluang untuk fundraising, namun fokus kami saat ini adalah memperkuat sistem dan bersiap untuk mengikuti Singapore Fintech Festival akhir tahun ini,” kata Thomas.

Cara kerja Aiqqon

Dengan menggunakan aplikasi Aiqqon, pengguna dapat memilih untuk menggunakan berbagai alat pembayaran, termasuk kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik, baik yang diterbitkan dari beragam Bank Penerbit maupun dari berbagai penyedia uang elektronik di Indonesia. Lebih jauh proses tersebut dapat dilakukan tanpa investasi alat tambahan apapun, seperti mesin EDC dan proses due diligence yang menyulitkan. Cukup mengunduh aplikasi dan mendaftar secara online.

Prosesnya pembayaran pun terbilang cukup sederhana. Klik logo “Bayar” di aplikasi dilanjutkan dengan Scan QR Code atau memasukkan 6 angka order ID yang diperoleh dari mitra ketika akan bertransaksi, dilanjutkan menambahkan metode pembayaran yang ingin digunakan (kartu kredit ataupun kartu debit yang berlogo Visa, Mastercard, ataupun JCB).

Pemilik usaha yang ingin bergabung dengan platform Aiqqon cukup mengunggah KTP dan akun rekening bank ke dalam platform. Jika sudah lolos proses verifikasi bisa memilih metode pembayaran yang diinginkan. Aiqqon disebut tidak mengenakan biaya administrasi kepada merchant.

“Kami bisa menjamin informasi kartu kredit yang tersimpan milik pengguna aman dengan menerapkan proses 3D Secure dan OTP dari masing-masing bank. Bukan hanya untuk menerima pembayaran Aiqqon juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran tanpa mesin EDC,” kata Thomas.

Selain kartu kredit tersedia juga pilihan pembayaran melalui Doku, Midtrans, OVO, LinkAja, Trumoney, Bank Mandiri, BNI dan Maybank. Aiqqon disebut sudah berada di bawah pengawasan dan naungan Bank Indonesia. Perusahaan juga sudah terdaftar di Kemenkominfo dan mengklaim sudah memenuhi persyaratan ISO 207001.

Potensi pengembangan

Aiqqon berencana menambah pilihan pembayaran dengan cara PayLater dengan menambah kemitraan dengan platform Kredivo dan Akulaku demi mudahkan kebutuhan konsumen.

Untuk membantu mitra meningkatkan usahanya, Aiqqon juga akan menghadirkan layanan pembiayaan atau modal usaha tambahan untuk merchant yang memenuhi persyaratan dan dinilai layak mendapatkan tambahan modal.

“Selain memanfaatkan data analytics, kami juga melihat rating dan jumlah transaksi yang berhasil didapatkan oleh merchant selama bergabung dengan kami. Masih dalam rencana namun ke depannya pembiayaan ini akan kami hadirkan untuk merchant Aiqqon,” kata Thomas.

Application Information Will Show Up Here

Verifone Resmikan Kantor Baru dan Strateginya Berbisnis di Indonesia

Perusahaan teknologi pembayaran elektronik asal California, Verifone, meresmikan kehadirannya di Indonesia dengan menunjuk Irni Palar sebagai General Manager Verifone Indonesia. Irni sebelumnya pernah bekerja untuk MasterCard sebagai Direktur & Country Manager MasterCard Indonesia.

Verifone memandang Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan terbesar dan tercepat dalam pembayaran. Tak hanya itu, Verifone ingin ikut terlibat dengan mitra lokal sebagai pihak acquirer untuk membangun industri pembayaran elektronik jadi lebih efisien.

“Dengan tim lokal, kami ingin mengembangkan komitmen Verifone dalam inovasi pembayaran dan memperkuat kemitraan lokal guna mendukung upaya negara membangun perekonomian non tunai yang fleksibel dan aman,” ujar Irni, Rabu (7/12).

Verifone merupakan perusahaan penyedia perangkat Point Of Sales (POS) atau lebih familiar dengan istilah Electronic Data Capture (EDC), resmi beroperasi sejak 30 tahun silam. Per tahun lalu, jumlah pendapatan Verifone secara global mencapai $2 miliar dengan total transaksi yang diproses 5,4 miliar transaksi. Telah resmi buka kantor di 42 negara dengan jumlah karyawan 5.700 dan lebih dari 150 negara sudah jadi mitra.

Sebagai gambaran (dikutip dari Lafferty Report 2015), jumlah mesin EDC yang beredar di Indonesia mencapai 1,05 juta unit, secara persentase perkiraan kenaikannya sebesar 25% secara year-on-year (YOY). Ada dua bank yang menjadi pemilik terbesar EDC yakni BCA dengan porsi 37% sementara Bank Mandiri sebesar 33%. Sisanya, BNI, BRI, dan lainnya.

Dari segi transaksi totalnya mencapai 313 miliar transaksi, porsi transaksi yang disumbangkan dari EDC milik BCA mencapai 37% dan Bank Mandiri sebesar 23%. Sementara dari segi volume transaksi totalnya mencapai Rp 25,98 miliar, dengan porsi dari BCA mencapai 36% dan Bank Mandiri sebesar 22%.

Kendati demikian, sambung Irni, dari hasil survei tersebut memperlihatkan adanya perbandingan hanya 1000 orang yang melihat 4,5 unit EDC bersebaran. Di samping itu, ada tiga tantangan yang masih menghantui pihak acquirer.

Pertama, merchant memiliki kecenderungan untuk bermitra dengan lebih dari satu acquirer sehingga rata-rata mereka memiliki lebih dari satu mesin EDC. Kedua, beberapa pihak acquirer telah menurunkan Merchant Discount Rate (MDR) dan silang subsidi dengan produk perbankan.

Terakhir, akibat menurunnya MDR menyebabkan margin yang didapat acquirer makin tipis. Pasalnya ada biaya Domestic Interchange yang diterapkan pihak penerbit kartu kredit sebesar 1,65%, sementara rata-rata MDR adalah 2,5%. Sehingga margin yang didapat pihak acquirer sebesar 0,85%.

“Artinya, masih ada potensi yang sangat luas untuk segmen pasar ini. Kami paham dengan pasar Indonesia dan ada teknologi yang tepat untuk diajak kerja sama dengan acquire supaya mereka lebih cepat untuk memperluas transaksi elektronik.”

Siap distribusikan mesin mPOS tahun depan

Saat ini, pangsa pasar Verifone di Tanah Air baru mencapai 30%. Kompetitor utama perusahaan adalah Ingenico, berbasis di Perancis yang telah lebih dahulu beroperasi di Indonesia. Pangsa pasar mereka diklaim mencapai 60%.

Untuk memperkuat pangsa pasarnya di Indonesia, rencananya tahun depan Verifone Indonesia akan memperkenalkan mesin EDC terbarunya yakni mPOS, diklaim sangat cocok untuk kondisi pembayaran elektronik di Indonesia. Irni bilang, dari segi harga lebih kompetitif dengan teknologi terkini dan mesin yang andal. Cocok untuk segmen pengguna UKM, logistik, dan layanan e-commerce.

Verifone juga siap menawarkan terobosan baru untuk fasilitas monitoring EDC. Ada kontrol unit yang diberikan oleh Verifone kepada bank untuk melacak kondisi mesin secara real time, sehingga tidak harus menunggu ada laporan dari pihak merchant.

“Harga satu mesin EDC memang tidak seberapa karena harga yang terus tergerus karena depresiasi. Tapi, biaya maintenance EDC-nya yang makin lama terus naik karena dipengaruhi oleh harga BBM dan Upah Minimum Regional (UMR). Makanya, penyebaran EDC belum begitu masif.”

Lagipula, sambung Irni, sudah ada model bisnis untuk penggunaan mPOS yang cukup tepat diterapkan oleh bank dan pemerintah. Salah satunya, untuk agen asuransi yang beredar di kota-kota terpencil di Indonesia dan bundling mPOS untuk setiap rekening bank yang dipergunakan oleh pengusaha UKM.

Sudah ada sejumlah kerja sama dengan perbankan dan operator telekomunikasi yang siap dilaksanakan oleh Verifone Indonesia. Beberapa bank yang mulai melirik potensi dari mPOS dengan Verifone adalah Bank CIMB Niaga, BNI, dan Bank Mandiri. Sementara untuk operator telekomunikasi yakni dengan Telkomsel dalam kaitannya pengembangan penggunaan T-Cash.

“Dengan operator telekomunikasi sudah MoU, targetnya mereka ingin distribusi 40 ribu sampai 50 ribu unit mPOS ke seluruh Indonesia. Ini masih tes trial mereka, tahun depan diharapkan sudah mulai jalan.”

Pihak Verifone Indonesia menargetkan produk mPOS-nya dapat tersebar sebanyak 100 ribu unit pada tahun depan.