AMVESINDO: Total Aset Modal Ventura Capai Rp28 Triliun di Kuartal Pertama 2023

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) menyampaikan total aset industri modal ventura mencapai Rp27,9 triliun di kuartal pertama 2023. Disampaikan dalam Rapat Umum Anggota (RUA), pencapaian tersebut tumbuh 17,26% dibandingkan kuartal pertama 2022 yang sebesar Rp23,09 triliun.

Sekadar informasi, Rapat Umum Anggota membahas tentang perkembangan industri modal ventura. Dalam rapat ini, AMVESINDO menyatakan optimisme dapat melewati tahun 2023 dengan gerilya.

Ketua Umum AMVESINDO, Eddi Danusaputro menilai industri tengah melalui periode yang berbeda dan menantang ketika kepengurusan AMVESINDO baru dibentuk di 2022. Hal ini di antaranya perubahan pasca-pandemi, perang di Eropa yang memengaruhi rantai pasok dunia dan harga, keuangan global, menurunnya investasi di Asia, serta layoff di perusahaan teknologi.

“Namun, industri modal ventura tetap mencatatkan hal yang positif, di mana terdapat peningkatan aset sebesar 17,26% pada kuartal pertama 2023 dibandingkan dengan kuartal pertama 2022,” jelas Eddi.

Sumber: AMVESINDO

Pada grafik di atas, total aset modal ventura konvensional dan syariah tercatat mengalami peningkatan masing-masing sebesar 23,42 triliun dan Rp4,49 triliun, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp19,31 triliun (konvensional) dan Rp3,78 triliun (syariah).

AMVESINDO meyakini pertumbuhan industri modal ventura terjadi berkat upaya kerja keras dan konsistensi dalam menjalankan corporate governance dan memenuhi regulasi yang dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura konvensional (PMV), Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD), dan Perusahaan Modal Ventura Syariah (PMVS).

Di ranah regional, tren investasi juga tercatat mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip dari laporan terbaru Momentum Works dan Cento Ventures dalam “Southeast Asia Tech Invesment 2022”, startup Asia Tenggara mengumpulkan pendanaan senilai $10,4 miliar pada 2022, tahun terkuat ketiga dalam catatan, dan setara dengan tingkat investasi pra-pandemi.

Laporan tersebut menyebutkan, total dana yang terkumpul di 2021 sebanyak $14,5 miliar. Kemudian di 2022, kawasan ini menutup sebanyak 929 kesepakatan, turun tipis dari 991 kesepakatan di 2021. Disebutkan dalam laporan tersebut, “Asia Tenggara tidak melihat defisit modal investasi yang tidak normal hingga akhir 2022 meski suasana pasar modal sedang buruk.”

Amvesindo Institute

Sejak didirikan pada 2016, AMVESINDO bertujuan menciptakan industri modal ventura yang lebih kuat sehingga bermanfaat lebih baik bagi ekosistem startup. Di tahun ke-7, AMVESINDO Institute didirikan untuk memperkuat strategi asosiasi meningkatkan ekosistem modal ventura dan startup. Tujuan lainnya adalah memperkuat sinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan PMVD.

Program AMVESINDO Institute berfokus pada peningkatan kompetensi pengurus PMV dan PMVS agar tetap relevan dengan kebutuhan dan perkembangan pasar, serta pengembangan untuk mengasah keterampilan dan membangun pengalaman yang dapat menjadi pertimbangan kualifikasi sertifikasi kompetensi untuk bisnis modal ventura di setiap perusahaan.

AMVESINDO Institute yang berdiri dengan entitas PT Lembaga Karya AMVESINDO berperan sebagai usaha berorientasi pendapatan dan laba, serta dijalankan di bawah kepemimpinan para pengurus perusahaan modal ventura sekaligus AMVESINDO antara lain Jefri Rudyanto Sirait, Sandhy Widyasthana, Edward Ismawan Chamdani, Rimawan Yasin MM, dan Rachmat Faizal Nasution.

“Melalui inisiatif dan usulan kami di atas, AMVESINDO akan semakin mengukuhkan perannya dalam terus meningkatkan peran industri modal ventura untuk ekosistem startup yang lebih baik, dan dapat bermanfaat untuk perekonomian Indonesia sebagai bagian dalam perekonomian Asia Tenggara, Asia, dan global. Kami juga mengundang perusahaan non-modal ventura baik korporasi atau startup untuk bergabung bersama AMVESINDO,” tutup Dennis Pratistha, Wakil Ketua I AMVESINDO.

Mengenal Ekosistem “Foundry” yang Menghubungkan Para Penggiat Inovasi

Sebuah ekosistem yang menghubungkan para pemimpin inovasi di Indonesia, Foundry, resmi diluncurkan pada Selasa (6/6). Inisiatif ini mempertemukan korporasi, investor, regulator, penggiat teknologi, serta mitra global. Foundry merupakan gagasan yang diinisiasi oleh Managing Partner Kejora Capital Andy Zain dan Founder Young On Top Billy Boen.

Richie Wirjan selaku Direktur Foundry mengungkapkan bahwa timnya melihat peluang besar yang dapat dieksplorasi dalam era ekonomi digital saat ini dan nanti. Hal ini tidak terlepas dari peran penting para pemain industri.

Foundry hadir untuk menjadi wadah yang menghubungkan para pemimpin inovasi di berbagai sektor, mendorong kolaborasi dan pertumbuhan industri untuk membawa dampak transformatif pada bangsa Indonesia.

“Kami sangat senang melihat antusiasme tinggi dari berbagai stakeholder terhadap Foundry. Kami percaya inisiatif ini akan terus berkembang lewat berbagai kerja sama. Kami sebagai ekosistem Foundry sangat terbuka terhadap berbagai bentuk kolaborasi untuk bersama-sama menumbuhkan industri, terutama di sektor teknologi dan digital Indonesia,” ungkapnya.

Melalui program-program utamanya, Foundry bertujuan untuk mendorong kolaborasi positif dalam menumbuhkan industri, terutama di sektor teknologi dan digital Indonesia. Saat ini, program yang sudah ada dalam perencanaan termasuk ekonetworking, edukasi, content & insights, investasi, serta advokasi industri.

Beberapa startup juga melakukan presentasi singkat dalam acara ini, seperti KedaiPangan yang saat ini telah bertransformasi menjadi ekosistem agritech  menyeluruh, pengembang baterai motor listrik SWAP Energi Indonesia, startup penyedia bahan bangunan GoCement, startup biotech Asa Ren, dan pemain POS Olsera yang kini telah berkembang menjadi sebuah SaaS untuk UMKM.

Katalis Inovasi

Edisi pertama Foundry Mixer diselenggarakan dengan tema “Indonesia Tech Investment: Unlocking the World’s Best Kept Secret”. Perhelatan ini menampilkan Pameran StartupVault, Networking Nights, dan Diskusi Panel yang membahas investasi teknologi di Indonesia serta proyeksi masa depan seiring perkembangan ekonomi digital dan tren investasi startup.

Turut hadir dalam diskusi panel tersebut Andi Kristianto selaku CEO INDICO, anak perusahaan Telkomsel yang fokus menaungi inovasi teknologi digital. Andi mengungkap bahwa saat ini korporasi tengah berusaha untuk tetap relevan di tengah perkembangan jaman dan teknologi. Sinergi dengan perusahaan rintisan menjadi salah satu cara yang sedang diupayakan.

Selain itu, diskusi ini juga turut membahas terkait investasi di sektor ESG. Kepala Petinggi Investasi Otoritas Investasi Indonesia (INA) Stefanus Ade Hadiwidjaja mengungkap bahwa pihaknya juga tengah mengupayakan kerja sama dan investasi global untuk mengembangkan sektor terkait salah satunya dengan membentuk dana kelolaan yang fokus pada electric vehicle (EV) di Indonesia.

Inisiatif serupa juga telah dibentuk oleh Pertamina melalui anak usaha Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE) akan mengalokasikan dana sebesar $500 juta atau sekitar Rp7,7 triliun untuk investasi startup di sektor energi. Dana kelolaan yang diberi nama Energy Fund ini dikelola bersama MDI Ventures.

Pihak Foundry mengaku sangat terbuka dan mengharapkan terjadinya kolaborasi dalam ekosistem ke depannya. Inisiatif ini diharapkan bisa tercipta di antara pihak korporasi, investor, regulator, mitra global, maupun pendiri startup. “Bagi para industry leaders, changemakers, innovators yang mau bawa dampak untuk Indonesia. We can’t do this alone, let’s get together.” Tutup Richie.

Berkenalan Dengan Emago, Platform Cloud Gaming Dalam Negeri

Cloud gaming? Istilah ini mungkin terasa asing, tapi jangan salah kira bahwa ini adalah bermain game di atas awan. Istilah cloud gaming ini sebenarnya digunakan untuk menjelaskan cara baru bermain game, yaitu dengan streaming konten game dari komputer server ke komputer pengguna. Tak terbayangkan? Itulah teknologi, berkat teknologi banyak hal jadi dimungkinkan, bahkan memunculkan suatu jenis produk baru yang tidak terpikirkan atau terasa asing sebelumnya.

Bicara soal cloud gaming, selain Google yang baru rilis Stadia, Indonesia ternyata punya teknologi serupa. Produk tersebut bernama Emago, yang sekarang berubah nama menjadi Gameqoo setelah diakuisisi oleh Telkom Indonesia. Penasaran dengan teknologi yang mungkin bisa menjadi tren baru di dalam gaming, kami pun mewawancara CEO dari Emago Cloud Gaming, Izzudin Al Azzam. Berikut hasil bincang-bincang kami.

Cloud Gaming, Ketika Main Game Jadi Ringan Seperti Streaming Video

Meskipun teknologi ini telah menjadi buah bibir belakangan, namun saya sendiri sejujurnya masih belum paham bagaimana teknologi cloud gaming bekerja. Azzam lalu menjelaskan teknologi ini seperti menjelaskannya kepada anak umur lima tahun, agar bisa dipahami oleh saya yang kadang gagap teknologi ini.

Agar lebih jelas Azzam menjelaskannya dengan cara teknis, tapi versi lebih sederhana. Jadi intinya begini, ada sebuah PC Server yang menjalankan sebuah game. Lalu dengan menggunakan internet, game yang dijalankan pada PC Server ditayangkan atau di-stream ke komputer yang kita gunakan.

Jadi sebenarnya, teknis cloud gaming bisa dibilang hampir sama persis dengan streaming video. Perbedaan utamanya mungkin ada pada dua hal: 1) Cloud gaming memungkinkan kita memberi input kepada konten yang di-stream, 2) Tak seperti streaming video, server cloud gaming membutuhkan komputasi grafis.

Sumber:
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Aji

Walau teknologi ini masih sangat baru, namun Azzam mengaku sudah mulai mengembangkan Emago sedikit demi sedikit sejak tahun 2016 akhir. Awal pengembangannya cukup sederhana, ia hanya bermodal satu PC yang kuat untuk main game, internet, dan PC biasa saja untuk streaming konten game dari PC tersebut. Percobaan tersebut ternyata berhasil dan Azzam akhirnya mencoba untuk scale up atau membesarkan basis teknologi tersebut.

Landasan permasalahan Azzam ketika membuat Emago sebenarnya cukup sederhana. Sebagai gamers ia merasakan keresahan tersendiri, yaitu game PC yang terus rilis baru secara rutin, dan memiliki harga yang cukup mahal. Mencoba mempelajari apa yang dilakukan oleh negara maju, akhirnya tercetuslah percobaan pembuatan cloud gaming, dan sampai akhirnya memunculkan brand Emago. Ia membuat hal ini dengan harapan agar gamers di berbagai belahan Indonesia bisa mengakses game dengan lebih mudah dan murah; tak perlu PC mewah, cukup satu kali bayar untuk main banyak game.

Tetapi sebagai ganti dari PC mahal dan harga berlangganan yang cukup terjangkau, Anda sebagai pengguna harus memiliki internet yang stabil untuk bisa bermain game pakai Emago. “Kita bahkan pernah coba main game pakai USB Stick PC, dan di situ Emago bisa berjalan. Tapi pastikan internet Anda stabil, sebab internet yang tak stabil tentu akan membuat pengalaman bermain Anda jadi tidak nyaman. Entah membuat konten streaming jadi lebih rendah kualitasnya, atau input kontrol Anda yang menjadi delay.” jawab Azzam.

Emago dan Tantangan Infrastruktur di Indonesia

Sumber:
Sumber: Pythian

Kalau kita bicara permasalahan startup teknologi di Indonesia, biasanya yang paling sering menjadi pembicaraan adalah soal tantangan infrastruktur. Kesulitan tantangan tersebut semakin meningkat, karena bentuk alami Indonesia adalah negara kepulauan. Dalam hal teknologi cloud gaming seperti Emago, hal ini sebenarnya adalah salah satu permasalahan utama. Mengapa? Karena cloud gaming membutuhkan infrastruktur internet yang mapan.

Tetapi, selalu ada berbagai sisi dari sebuah masalah, tergantung dari mana sudut pandang Anda melihatnya. Pada satu sisi, hal tersebut bisa jadi adalah masalah. Sementara pada sisi lain, hal tersebut bisa jadi sebuah peluang. Azzam berada di sisi satunya, yang menganggap bahwa permasalahan infrastruktur di Indonesia sebagai sebuah peluang.

Azzam mengutip Natali Ardianto, ex-CTO Tiket.com, membicarakan soal ini. “Kalau kalian bikin teknologi tapi infrastrukturnya sudah siap, kalian sudah pasti telat. Jadi kalian harus bikin teknologi saat infrastrukturnya belum siap, sebab butuh pembelajaran untuk mengembangkan hal tersebut.” kata Azzam kepada Hybrid.

Maka dari itu Azzam bersikukuh untuk mengembangkan Emago sejak dini, sejak saat infrastruktur internet di Indonesia masih menjadi masalah. Harapannya adalah, ketika infrastruktur internet Indonesia sudah mapan, produk cloud gaming buatannya sudah sempurna, dan bisa dinikmati oleh para pengguna.

Hal ini juga yang menjadi alasan kerjasama Emago dengan Telkom, demi memperkuat teknologi cloud gaming miliknya. Menurut Azzam, setidaknya ada dua hal esensial dalam mengembangkan cloud gaming, yaitu dari sisi hardware (PC server yang kuat), dan infrastruktur telekomunikasi (Internet).

Untuk soal hardware, Emago kini bekerja sama dengan Intel untuk menyediakan PC server yang kuat. Lalu untuk soal internet, mereka bekerja sama dengan Telkom agar teknologi cloud gaming mereka dapat berjalan dengan lancar, di atas infrastruktur internet Telkom.

Sumber:
Sumber: 9to5google

Masih bicara soal tantangan, hal selanjutnya yang harus dihadapi adalah persaingan. Seperti yang Anda tahu, Google hadir dengan produk cloud gaming bernama Stadia, Microsoft juga mengembangkan hal tersebut, belum lagi produk cloud gaming lain seperti Skyegrid, Vortex, dan lain sebagainya. Azzam cukup percaya diri menghadapi hal ini, karena apa yang ia lakukan semuanya berbasis di Indonesia.

“Tak usah khawatir soal lag atau delay ketika bermain dengan menggunakan Emago, karena semua infrastruktur kami berbasis di Indonesia. Server kami ada di Indonesia, ditambah lagi kami juga bekerja sama dengan Telkom Indonesia untuk urusan network. Jadi bisa dijamin pengalaman bermain Anda menggunakan Emago akan lebih lancar, jika dibandingkan produk cloud gaming lainnya.” Azzam menambahkan.

Cloud Gaming dan Ekosistem Esports

Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Bicara gaming di zaman sekarang, rasanya belum lengkap kalau tidak memasukkan topik seputar esports. Sampai saat ini, kompetisi esports dianggap menjadi salah satu alat marketing yang unik dalam industri game. Terutama untuk game yang sifatnya multiplayer dan kompetitif. Tambah lagi, kebanyakan game yang populer belakangan juga sifatnya multiplayer, kompetitif, dan butuh respon serba cepat.

Berlandaskan hal tersebut, saya jadi penasaran, bagaimana cara kerja cloud gaming untuk main game multiplayer? Apakah mungkin cloud gaming bisa digunakan untuk esports? Bisa atau tidak, Azzam mengatakan sebenarnya bisa saja, tapi bukan untuk saat ini.

Untuk bermain game multiplayer dengan teknologi ini, setidaknya ada tiga PC yang harus disambungkan dengan internet. Pertama PC sang pengguna, kedua PC server platform cloud gaming, ketiga PC server game multiplayer yang dimainkan. Jadi sederhananya, alur koneksi internet saat memainkan game multiplayer dengan cloud gaming adalah: Dari user, ke PC server cloud gaming, ke PC server game, kembali ke PC server cloud gaming, baru kembali ke PC user.

Sumber:
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Aji

Proses yang cukup panjang bukan? Maka dari itu untuk sementara waktu, basis teknologi ini akan lebih maksimal jika digunakan untuk main game single-player. “Saya sudah sempat mencoba menggunakan teknologi ini untuk bermain Dota 2, dan ternyata ping yang dihasilkan bisa mencapai 200ms. Tentunya hal ini akan memberikan pengalaman bermain yang sangat tidak nyaman, maka dari itu menurut saya untuk sementara waktu cloud gaming belum siap untuk game esports.” ujar Azzam.

Menutup obrolan, saya mempertanyakan soal masa depan hubungan antara cloud gaming dengan esports. Akankah di masa depan kegiatan semua kegiatan esports menggunakan cloud gaming? Azzam cukup bijak dalam menjawab hal ini, menurutnya kalau hanya terbatas sampai casual player saja, bisa jadi. Tetapi kalau untuk professional use, kemungkinan besar akan tetap menggunakan hardware.

“Melihat perkembangan game yang lebih cepat daripada perkembangan hardware, maka menurut saya masa depan game kompetitif atau esports juga akan berada di cloud gaming. Nafas dari cloud gaming adalah filosofi sharing resource. Jadi dengan dibuatnya basis teknologi ini, harapannya agar semua orang punya akses lebih mudah dan ekonomis terhadap game, termasuk game esports. Tetapi kalau bicara untuk penggunaan professional, tentu akan beda lagi. Mereka pasti tetap butuh segala hardware yang terbaik untuk memaksimalkan permainan mereka.” Jawab Azzam memperjelas.

Mendengar penjelasan Azzam seputar Emago dan platform teknologi cloud gaming, membuka pikiran saya soal masa depan gaming dan platform teknologi cloud gaming. Maksudnya begini, kalau semua orang punya akses yang mudah dan ekonomis terhadap konten game, untuk apa harus memilih yang lebih mahal?

Namun kemudahan akses ini, untuk sementara waktu, datang dengan kompromi tertentu seperti: tidak bisa bermain mulus 144 FPS, kualitas grafis super jernih 4K, atau pengaturan grafis rata kanan. Tetapi saya setuju dengan apa yang dikatakan Azzam soal alasan dia mengembangkan teknologi ini sebelum infrastruktur di Indonesia siap.

Nantinya, kalau infrastruktur internet Indonesia sudah lebih mapan, teknologi cloud gaming diharapkan sudah sama majunya. Jadi, harapannya sudah tidak ada lagi kompromi-kompromi yang saya sebutkan di atas. Nantinya tak peduli siapapun Anda, di mana Anda tinggal, Anda tetap bisa bermain game dengan mulus memanfaatkan platform cloud gaming.

10 Brand Non-Gaming Terbesar yang Telah Terjun ke Esports

Industri esports di Indonesia di tahun 2018 memang sedang lucu-lucunya dan begitu menggemaskan. Berbagai pelaku industri lokal ramai-ramai menjamah esports. Namun demikian, sejumlah raksasa industri internasional sudah lebih dulu icip-icip manisnya pasar esports dunia.

Siapa sajakah raksasa-raksasa industri global yang turut mengambil peran membesarkan ekosistem esports di dunia? Mari kita intip satu persatu.

Mercedes-Benz

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Produsen mobil kelas premium asal Jerman ini sudah cukup lama terjun ke esports. Mereka pertama kali terjun ke esports lewat ESL One Hamburg 2017, salah satu kompetisi Dota 2 besutan ESL yang menyuguhkan total hadiah sampai dengan €1 juta.

Menariknya lagi, Mercedes-Benz juga memberikan mobil buat pemain terbaik alias MVP di sejumlah gelaran ESL, seperti ESL One Katowice 2018 ataupun ESL One Birmingham 2018. Selain Mercedes-Benz, Audi juga sudah terjun ke esports dengan menjadi sponsor tim CS:GO kelas berat, Astralis.

Head & Shoulders

Brand shampo ini memang baru-baru saja bersinggungan dengan esports. Tak seperti Mercedes-Benz yang jadi sponsor turnamen, Head & Shoulders mencoba menggunakan brand ambassador dari ranah esports.

Brand ambassador pertama dari esports yang mereka pilih adalah Roman “RAMZES666” Kushnarev yang merupakan jagoan Dota 2 dari Rusia dan pemain Virtus.pro.

Head & Shoulders sendiri sebenarnya sudah sering menggunakan brand ambassador sebagai salah satu strategi marketing mereka. Namun sebelum-sebelumnya, mereka menggunakan selebriti ataupun atlit olahraga seperti Lionel Messi.

KFC

Sumber: EGG Network
Sumber: EGG Network

Jika Anda tidak tahu KFC, Anda mungkin kurang pergaulan. KFC adalah salah satu waralaba restoran terbesar di dunia yang terjun ke esports di 2018. September 2018 yang lalu, mereka juga mengikat kontrak dengan salah satu tim League of Legends paling bergengsi dari Tiongkok, RNG.

Sebelumnya, mereka mengumumkan kerjasama mereka dengan ESforce untuk menggelar turnamen Dota 2 di Rusia. Di Singapura dan Malaysia, KFC juga menjadi sponsor sebuah program yang bernama Alliance of Campus Esports (ACE). ACE merupakan sebuah program dari EGG Network yang bertujuan untuk mengembangkan ekosistem dan talenta esports di Malaysia dan Singapura.

Di Indonesia, KFC sudah mulai bersinggungan dengan industri gaming karena beberapa waktu lalu, mereka sudah bekerjasama dengan Moonton mengeluarkan paket makanan yang berhadiah skin di Mobile Legends.

Selain KFC, pesaing ketat yang sesama waralaba restoran, McD juga sudah terjun ke esports dengan menjadi sponsor di sejumlah kompetisi bikinan ESL.

AirAsia

Sumber: AirAsia
Sumber: AirAsia

Maskapai penerbangan asal Malaysia ini menjadi yang pertama dari industri aviasi yang terjun ke esports. Mereka juga sudah cukup lama melirik esports sebagai pasar yang menggiurkan.

Pada bulan Januari 2018, mereka resmi teken kontrak menjadi salah satu sponsor Mineski yang merupakan tim Dota 2 paling berprestasi asal Asia Tenggara.

Mereka juga terjun ke mobile esports dengan mengakuisisi tim Mobile Legends, yang sekarang bernama AirAsia Saiyan.

Snickers

Snickers merupakan salah satu raksasa industri F&B yang telah melek esports. Mereka bahkan telah menjadi sponsor salah satu EO esports terbesar di dunia, ELEAGUE, di 2016.

Snickers juga menjadi sponsor terbesar dan “Official Chocolate” untuk FlyQuest, sebuah organisasi esports yang berbasis di Amerika Utara.

RedBull

Sumber: Engadget
Sumber: Engadget

RedBull merupakan salah satu brand non-gaming pertama yang terjun ke esports beberapa tahun silam. Sekarang, mereka sudah memiliki sejumlah turnamen mereka sendiri untuk berbagai game, seperti Dota 2, Street Fighter, dan yang lainnya.

Red Bull juga bahkan sudah punya divisi media sendiri yang fokus membahas esports. Sampai sekarang, mereka juga boleh dibilang sebagai brand non-endemic yang paling aktif mendukung esports. Di London, mereka bahkan punya bar khusus untuk komunitas esports.

MasterCard

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

MasterCard merupakan salah satu raksasa dunia penyedia layanan pembayaran. September 2018 kemarin, mereka mengumumkan menjadi sponsor pertama untuk semua event internasional League of Legends.

MasterCard mulai jadi sponsor World Championship (kejuaraan paling bergengsi untuk game League of Legends) di 2018 ini sampai beberapa tahun ke depan.

Sebelum ke esports, MasterCard sendiri sudah cukup sering bersinggungan dengan banyak turnamen olahraga.

Coca-Cola

Sumber: Coca-Cola
Sumber: Coca-Cola

Brand paling populer di dunia ini juga tak ketinggalan garap pasar esports. Mereka telah menjadi sponsor untuk berbagai event esports beberapa tahun silam seperti LoL World Championship 2014.

Berkat kerjasama mereka dengan FIFA dan EA, mereka juga menaruh ‘iklan‘ mereka di Single Player Story Campaign di game FIFA 18.

Vodafone

Sumber: Vodafone
Sumber: Vodafone

Vodafone merupakan perusahaan telekomunikasi asal Inggris Raya yang menjadi Premium Partner dari ESL di bulan April 2018. Kerjasama tersebut berarti Vodafone akan menjadi sponsor di turnamen-turnamen unggulan dari ESL, seperti seri Intel Extreme Masters, ESL One, dan ESL Pro League.

Dalam rilis resminya,  Vodafone mengatakan bahwa kolaborasi dengan ESL menunjukkan bahwa jaringan internasional Vodafone telah menyatukan gamer dan fans esports di 25 negara.

Dalam rilis yang sama, Ralf Reichert, CEO ESL mengatakan, “Bersama dengan Vodafone, kami ingin menghubungkan lebih banyak orang dan merayakan perbedaan di esports dengan memastikan kondisi teknologi yang lebih baik bagi para pemain profesional, fans, dan karyawan dari ESL.”

20th Century Fox

Buat yang gemar menonton, Anda pasti tahu nama perusahaan yang satu ini. FOX merupakan raksasa industri hiburan dari Amerika Utara. Mereka juga pernah bersinggungan dengan esports saat mereka promosi film mereka, Deadpool 2.

Kala itu, mereka menggunakan satu tim esports asal Eropa, Unicorns of Love, untuk promosi Deadpool 2 di Jerman. Menariknya, Unicorns of Love juga mendapatkan sponsor yang tak kalah unik, yaitu BillyBoy; merek kondom dari Jerman.

Itu tadi 10 brand internasional besar yang sudah melirik ke esports. Masih banyak lagi sebenarnya yang sudah menggandeng ataupun baru main mata sama esports di luar sana.

Di ranah lokal juga telah ada berbagai brand non-endemic yang masuk ke ekosistem esports. Namun sayangnya, jumlahnya memang masih belum sebanyak di luar sana jika kita berbicara soal pemain industri dalam negeri non-endemic yang sudah tertarik ke esports. Lain waktu, kita akan menuliskan daftar tersebut ya!

Biopod Ialah Microhabitat Pintar dan Terkoneksi Pertama di Dunia

Bertambahnya penduduk suka tidak suka memberi dampak negatif pada lingkungan hidup. Ambil contohnya sisa industri teknologi, tiap tahun tercipta 20-50 juta ton sampah elektronik. Bukan cuma manusia, kehidupan flora dan fauna juga ikut terancam. Sudah sepantasnya teknologi dipakai untuk melestarikan lingkungan, dan hal itu bisa terwujud oleh satu langkah kecil. Continue reading Biopod Ialah Microhabitat Pintar dan Terkoneksi Pertama di Dunia

Sangat Ambisius, Eco Ajak Kita Renungkan Masa Depan Bumi Lewat Video Game

Terlepas dari sejumlah argumen memberatkan, game terbukti memberikan banyak efek positif pada para penikmatnya. Tapi apakah hanya sebatas itu saja? John Krajewski mencoba merombak ide di belakang penciptaan permainan. Ia ingin sebuah karya digital mampu mengubah pandangan manusia terhadap kehidupan, dan mendorong orang melestarikan Bumi. Continue reading Sangat Ambisius, Eco Ajak Kita Renungkan Masa Depan Bumi Lewat Video Game

Meninjau Kematangan Ekosistem Digital di Indonesia Lewat Tiga Perusahaan Internet Terbesar

Dalam grafis World Startup Report yang dirilis oleh The Economist (7/7) dan memuat tiga perusahaan startup terbesar di 50 negara, industri digital Indonesia belum menghasilkan startup lokal yang memiliki nilai pasar di atas $1 miliar — atau $100 juta sekalipun. Laporan tersebut juga memposisikan  Tokobagus (OLX Indonesia), Kaskus, dan situs berita online Detik sebagai tiga perusahaan Internet yang memiliki market value terbesar di Indonesia.

Untuk pasar Indonesia, grafis World Startup Report menunjukkan Tokobagus dan Kaskus menduduki posisi pertama dan kedua dengan nilai pasar mencapai US$ 80 juta (sekitar Rp 933 miliar). Di posisi ketiga, situs Detik yang kini dinaungi oleh salah satu grup perusahaan terbesar di Indonesia yakni CT Corpora Group, dilaporkan memiliki nilai pasar yang mencapai US$ 40 juta (Rp 466 miliar).

Dapat dikatakan jika Anda ingin melihat seperti apa wajah industri internet Indonesia saat ini, gambarannya bisa Anda lihat secara jelas pada tiga perusahaan tersebut. Tokobagus punya kekuatan yang berhasil membuat masyarakat Indonesia mulai mengenal gaya hidup belanja online, sementara Kaskus merupakan gabungan antara kegiatan jual beli dan memberikan wadah yang mengumpulkaan jutaan orang Indonesia untuk berbagi hal apa saja lewat forum digital. Kaskus memiliki irisan di segmen E-commerce dan media.

Sementara Detik, yang didirikan pada tahun 1998, adalah salah satu pelopor media online dan menjadi situs media online yang paling populer di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, E-commerce dan media online adalah dua segmen yang bisa dibilang cukup matang di ranah digital Indonesia saat ini.

Jika dibandingkan dengan lima negara Asia Tenggara lain yang termasuk dalam grafis World Startup Report, Indonesia hanya unggul ketimbang Filipina dalam hal nilai pasar startup terbesarnya. iRemit (segmen pembayaran online) sebagai perusahaan internet terbesar di Filipina memiliki nilai $ 78 juta.

Untuk kawasan ini, Singapura yang mengandalkan perusahaan Garena yang memiliki nilai pasar mencapai US$ 1 miliar dan Vietnam yang berbangga dengan VNG dengan nilai yang sama. Garena dan VNG merupakan perusahaan Internet yang memiliki berbagai macam produk, dari permainan hingga jejaring sosial. Malaysia menyusul dengan MOL (segmen pembayaran online) yang bernilai US$ 800 juta dan Thailand dengan AsiaSoft Corp. (segmen permainan online) bernilai US$ 181 juta.

Di skala global, Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan Korea Selatan adalah yang terdepan untuk nilai pasar dan kematangan ekosistem dengan Google sebagai startup nomor wahid. Afrika Selatan sendiri memiliki Naspers yang memiliki kapitalisasi pasar hingga $52 miliar, tapi perusahaan nomor dua dan tiga tidak mencapai nilai $100 juta.

Perbandingan tersebut sebaiknya tidak menjadi persoalan karena kondisi pasar masing-masing negara adalah berbeda. Membesarkan pasar sendiri bisa dianggap sebuah prestasi tersendiri, yang tak hanya merupakan tanggung jawab tiga perusahaan Internet lokal terbesar, tapi juga banyak perusahaan Internet lokal yang memiliki harapan akan kematangan ekosistem digital Indonesia.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Avi Tejo Bhaskoro. 

[Simply Business] Menyiapkan Ekosistem Wirausaha

Beberapa tahun terakhir, wirausaha/entrepreneurship menjadi keyword yang sangat seksi. Banyak pihak yang mulai terlibat dalam kegiatan yang mendukung kewirausahaan. Tidak ada yang buruk di sini. Sebuah ekosistem kewirausahaan yang kuat selalu menganut kepercayaan “the more the merrier“. Seperti sebuah ekosistem biologis, teori Darwin juga berlaku di sini. Siapa yang memang ‘kuat’ dan serius berkecimpung mendorong kewirausahaan akan terus ada, sementara mereka yang sekedar ikut-ikutan akan ‘hilang’ menuju kepunahan.
Continue reading [Simply Business] Menyiapkan Ekosistem Wirausaha

Nokia Lumia Developer Day: 173 Aplikasi, 8 Pemenang

Acara Nokia Lumia Developer Day yang didakan dari tanggal 4 – 5 Februari 2012 telah selesai dilaksanakan. Acara ini dipenuhi lebih dari 800 peserta dari berbagai daerah.

Acara ini merupakan kegiatan yang diadakan Nokia dan Microsoft dalam menyambut kehadiran resmi Nokia Lumia 800 dan 710 serta sebagai ajang pengembangan ekosistem di platform Windows Phone, dalam hal ini adalah aplikasi.

Acara yang diadakan kemarin cukup menarik, terutama untuk urusan coding – di luar materi – yang dimulai dari pukul 7 malam sampai pagi. Saya tidak tahu secara pasti apakah jumlah yang bertahan selama 24 jam sama dengan yang mengikuti seminar di pagi sampai sore, namun secara kasat mata jumlahnya tidak ada perubahan berarti, hampir semua kursi masih terisi dan para peserta mengikuti acara coding lebih dari 15 jam ini sampai keesokkan harinya.

Menurut panitia, saat penutupan sesi coding dan penyerahan aplikasi, ada sekitar 173 aplikasi yang berhasil dikumpulkan, dari 173 aplikasi ini dikerucutkan menjadi 21 dan akhirnya dipilih (oleh Narenda Wicaksono dan Kordinator Pelatih dan Irving Hutagalung ) 8 aplikasi sebagai pemenang yang berhak mendapatkan masing-masing satu buah ponsel Lumia 800.

Continue reading Nokia Lumia Developer Day: 173 Aplikasi, 8 Pemenang

Wawancara Dengan Irving Hutagalung Tentang Windows Phone Marketplace, Ketersediaan Aplikasi dan Acara Developer Day

Disela-sela acara Nokia Lumia Developer Day, DailySocial bersempatan bertemu dengan Irving Hutagalung – Audience Marketing Manager – Developer and Platform Group Microsoft Indonesia dan berbincang tentang berbagai hal, antara lain tentang marketplace untuk konsumen Indonesia serta persiapan ketersediaan aplikasi untuk platform Windows Phone, pembelian aplikasi serta beberapa hal lain yang berkaitan dengan ekosistem untuk Windows Phone.

Nokia Lumia Developer Day sendiri dilaksanakan hari ini sampai dengan besok tanggal 5 Februari 2012. Acara yang dihadiri lebih dari 800 peserta dari berbagai kota seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Depok, Cirebon, Madura, Bogor, Cianjur, Sumedang Yogyakarta dan kota lain ini juga mendapatkan rekor MURI untuk ketegori mengembangkan aplikasi Windows Phone untuk Nokia Lumia serentak dalam jumlah terbanyak. Acara diisi dengan edukasi teknis seputar pengembangan aplikasi Windows Phone serta bagaimana memasarkannya.

Setelah itu diadakan acara coding selama kurang lebih 15 jam dari jam 7 malam sampai dengan 10 pagi keesokkan harinya. Dilengkapi juga dengan lomba aplikasi dengan memilih 8 aplikasi yang akan mendapatkan hadiah Nokia Lumia 800 serta aplikasi yang berhasil dikembangkan akan didaftarkan ke Windows Phone Marketplace.

Continue reading Wawancara Dengan Irving Hutagalung Tentang Windows Phone Marketplace, Ketersediaan Aplikasi dan Acara Developer Day