Catatan Menarik dari Petinggi EMTEK dan IDN Terkait Masa Depan Media

Masih dalam sesi lanjutan Fortune Indonesia Summit 2022, dua pemimpin media besar, Managing Director EMTEK Susanto Hartono dan Founder dan CEO IDN Media Winston Utomo memaparkan beberapa catatan menarik terkait “The Future of Media”.

Perkembangan internet mengubah cara masyarakat mengonsumsi konten. Jika dulu kita terbiasa menggunakan media televisi untuk menikmati tayangan, kini kita dapat menonton melalui perangkat dengan layar kecil. Apa artinya bagi industri media?

Konsumsi konten

Saat membuka sesi, Sutanto menyebut bahwa TV punya peran penting terhadap konsumsi konten. TV memiliki jangkauan siaran yang luas dan sumber pendapatannya jelas, yakni iklan. Namun, perkembangan digital mulai menggeser peran TV terkait konsumsi konten.

Masyarakat mulai menikmati tayangan video melalui perangkat pintar. Kehadiran platform digital juga memudahkan kreator untuk mencari sumber pendapatan. Ia menyadari tren pergeseran ini, bahkan sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

“Konsumsi konten pada platform digital membuat terjadi demokratisasi. Orang bisa pilih konten yang ingin ditonton dan content provider menjadi tidak bergantung pada perusahaan besar terkait konten apa yang akan disiarkan,” ujar Sutanto.

Bagi konglomerasi media EMTEK, ujar Sutanto, akselerasi digital ini mendorong perusahaan untuk berinvestasi di platform OTT Vidio. Meski konsumsi konten tumbuh cepat, platform juga harus memikirkan kelangsungan bisnis dengan strategi monetisasi.

Format konten

Sementara itu, Winston Utomo menyoroti tentang evolusi pada format konten, mulai dari koran, TV, hingga internet. Dengan evolusi ini, ia menekankan pentingnya beradaptasi terhadap perubahan format. Kebutuhan konten akan tetap ada, tetapi format konten akan berubah mengikuti perkembangan zaman. Jika tidak beradaptasi, tentu akan ditinggalkan audiens.

Saat ini, format konten yang banyak kita konsumsi di era digital beragam, mulai dari konten video dengan durasi pendek, medium, hingga panjang. Ada pula konten berformat livestreaming.

“Penting pula untuk maintain loyalitas audiens. Bukan berarti, audiens yang pindah [platform] tidak baik. Ini justru memacu kami untuk membuat konten yang lebih baik,” ujarnya.

Di sisi lain, Sutanto justru menyoroti fenomena seleksi alam yang akan terjadi, baik pada platform maupun kreator. Meningkatnya variasi konten dinilai akan memunculkan beragam kebutuhan audiens. “Pada akhirnya audiens tidak mungkin memakai semua platform. Audiens akan memilih platform yang sering dipakai,” tuturnya.

Maka itu, ia menilai perlu ada strategi multiplatform dan variasi konten untuk memberikan keseimbangan bisnis. Di EMTEK, platform Vidio akan menjadi fokus utama, sedangkan media televisi menjadi pelengkap. Pihaknya juga mendorong kolaborasi untuk mengakomodasi berbagai variasi konten. Salah satunya konten olahraga sebagai sumber monetisasi bagi audiens yang mau membayar (willing-to-pay).

Industri menjanjikan

Menurut Winston, tak hanya publisher dan platform yang punya peran penting di media digital, tetapi juga content creator. Menariknya, mengutip sebuah riset, ia menyebut bahwa potential revenue yang dapat diperoleh oleh kreator di 2025 dapat menyamai potential revenue perusahaan teknologi raksasa, seperti Facebook dan Google.

Dengan pertumbuhan digital sebesar 20% setiap tahunnya, ini membuat content creator menjadi salah satu profesi menjanjikan di masa depan karena siapapun dapat membuat konten.

Sementara Sutanto menilai bahwa konsumsi konten digital justru membuka peluang bagi media untuk memanfaatkan data analitik. Ini dapat memungkinkan media untuk melihat stickineess audiens. Berbeda dengan televisi yang mengandalkan data rating Nielsen dan kurang akurat untuk mengetahui stickiness audiens.

“Kita bisa tahu berapa banyak audiens yang menonton lebih dari lima menit. Ini menunjukkan kualitas penonton dan membantu memprediksi konten yang dapat diproduksi sesuai targeted market. Ada formulasi,” tutupnya.

Grup Konglomerasi Media EMTEK Caplok 93% Saham Bank Fama

Teka-teki kabar pendirian bank digital oleh EMTEK dan Grab mulai muncul satu-persatu. Perusahaan konglomerasi media dan teknologi PT Elang Mahkota Teknologi (IDX: EMTK) akan mengakuisisi PT Bank Fama International. Melalui anak usahanya PT Elang Media Visitama (EMV), EMTEK akan mengambil alih sebanyak 93% atau setara 9.089.503.800 lembar saham milik Bank Fama.

Rencana tersebut disampaikan dalam prospektus akuisisi yang diterbitkan Bank Fama pada surat kabar. Bank Fama mencari investor baru demi memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp2 triliun per akhir 2021 sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12.

Dalam pernyataannya, aksi korporasi ini menjadi jalan masuk taipan milik Sariaatmadja tersebut untuk meningkatkan literasi keuangan dan perbankan ke sektor UMKM. Selain itu, Bank Fama juga dapat memanfaatkan kekuatan finansial, jaringan bisnis, produk, dan keahlian sektoral EMV.

“EMV juga berencana mempertahankan tim manajemen Bank Fama yang ada saat ini. EMV berencana mendukung dan meningkatkan kegiatan pengembangan karyawan untuk membangun keahlian dan kemampuan karyawan dalam mendukung kegiatan utama Bank Fama,” demikian pernyataan manajemen Bank Fama.

Untuk merampungkan proses akuisisi, Bank Fama akan melaksanakan RUPSLB pada 5 September 2021, sedangkan EMV pada 6 Desember 2021. Adapun pengajuan permohonan pengambilalihan ke OJK akan dilakukan pada 8 Desember. Pihaknya memperkirakan akuisisi ini rampung pada 28 Desember usai mengantongi restu dari OJK dan Kemenkumham.

Sedikit informasi, Bank Fama berkantor pusat di Bandung dan berdiri sejak 1993 sebagai bank umum dengan modal awal disetor Rp10 miliar. Bank Fama memiliki beberapa jaringan kantor secara online di Bandung, Jakarta, dan Tangerang dengan fokus pasar pada segmen ritel, khususnya UKM. Saat ini, Bank Fama memiliki modal inti utama senilai Rp1,001 triliun per Desember 2020.

Eks petinggi CIMB Niaga pimpin Bank Fama

Sebelum berita ini diturunkan, EMTEK dikabarkan akan mendirikan bank digital bersama platform super app Grab. Menyusul setelahnya, Tigor M Siahaan diberitakan resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Menurut pemberitaan Katadata, Tigor akan memimpin bank digital hasil patungan (joint venture) EMTEK dan Grab tersebut. Bank ini dikabarkan akan terintegrasi dengan berbagai ekosistem digital, mulai dari commerce, online-to-offline (O2O), dan pembayaran digital.

Bertambahnya jumlah bank yang bertransisi ke digital dan kolaborasinya dengan platform digital akan semakin memperkuat prospek dan peta persaingannya di tahun depan. Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan baru yang memberikan batasan yang jelas terkait pendirian bank.

Berdasarkan catatan kami, Bank Jago bersinergi dengan Gojek, Bank Neo Commerce dengan Akulaku, BCA Digital dengan Blibli, hingga Seabank oleh Sea Group. Jumlah ini diproyeksi akan bertambah seiring dengan meningkatkan akselerasi digital di Indonesia.

Menyoroti hal ini, Advisor Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero sempat mengungkap bahwa sektor keuangan begitu besar di Indonesia. Maka itu, jangan sampai perannya diberikan kepada sektor perbankan saja. Selain potensi bisnisnya besar, ia meyakini masih ada segmen pasar yang belum tergarap dengan baik di Indonesia dan hanya bisa terlayani lewat kanal digital

“Platform digital akan memudahkan sinergi dengan layanan keuangan digital lainnya, misalnya layanan investasi dan asuransi. Namun perlu dicatat, biaya dan risiko terbesar dari transisi digital adalah kegagalan mempertahankan pangsa dan segmen pasar. Faktor tersebut dapat membuat bank menjadi tidak relevan,” tambahnya.

Mantan CEO CIMB Niaga Dikabarkan Akan Pimpin Bank Digital Milik EMTEK dan Grab

Bankir senior Tigor M Siahaan dikabarkan bergabung ke bank digital yang didirikan oleh konglomerasi media PT Elang Mahkota Tbk (IDX: EMTK) dan platform super app Grab.

Kabar ini diturunkan usai Tigor resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk (IDX: BNGA) tertanggal 21 Oktober 2021. DailySocial sudah mencoba mengonfirmasi ke Tigor, tapi belum mendapatkan jawaban.

Dalam artikelnya, Katadata menyebut bahwa Tigor akan memimpin bank digital hasil joint venture EMTEK dan Grab, yang kabarnya akan terintegrasi dengan ekosistem digital.

“Tigor akan memimpin bank digital yang terintegrasi dengan ekosistem bisnis digital yang mencakup berbagai layanan commerce, baik online maupun offline (O2O), pembayaran digital, dan layanan teknologi lainnya,” ungkap sebuah sumber seperti dilaporkan Katadata.

Tigor sebelumnya pernah memegang jabatan kunci di perusahaan terdahulu, yakni Country Head for Institutional Clients Group, Head of Corporate & Investment Banking and Country Risk Manager. Kemudian, Tigor juga menjabat sebagai Chief Country Officer of Citi Indonesia pada periode 2011-2015.

Baik EMTEK dan Grab sama-sama memiliki ekosistem kuat di bisnis media dan digital. EMTEK menaungi stasiun televisi SCTV dan Indosiar, KapanLagi Networks, dan platform streaming Vidio. Sementara Grab memiliki ekosistem layanan lengkap, seperti ride hailing, food delivery, dan kurir instan. Katadata melaporkan jumlah penggguna Grab diestimasi sebesar 22 juta pengguna.

Selain itu keduanya juga memiliki afiliasi kuat di mana Grab memiliki 2,59% sagam EMTEK yang dibeli pada Maret 2021. Saat ini, Grab dikabarkan memiliki 5,88% saham di perusahaan konglomerasi milik taipan Sariaatmadja ini.

Sinergi bank digital

Apabila kabar tersebut betul, ini akan menambah kembali deretan sinergi korporasi dan platform digital untuk merealisasikan bank digital selama dua tahun terakhir ini. Sinergi ini tak lagi terjadi di lingkup sektor perbankan saja, tetapi meluas ke sektor lainnya.

Pada sektor perbankan, publik telihat melihat berbagai sinergi yang dilakukan perbankan untuk memperkuat konsep bank digital mereka. Contohnya, Bank Artos dan Gojek (Bank Jago), Bank Yudha Bhakti dan Akulaku Group (Bank Neo Commerce), serta Bank Kesejahteraan Ekonomi dan Sea Group (Seabank).

Sementara di sektor media juga ada Bank Harda Internasional yang dicaplok oleh konglomerat Chairul Tanjung pada 2020 (Allo Bank). Lainnya, ada BCA melalui BCA Digital, BRI melalui Bank Raya, dan Bank Mandiri yang memilih untuk mengembangkan platform super app ketimbang mendirikan bank digital baru.

Kolaborasi menandakan persaingan bank digital di Indonesia akan semakin ketat sejalan dengan upaya perbankan untuk memperkuat ekosistem layanan digitalnya di masa depan.