Industri Esports Tiongkok Diprediksi Serap 250.000 Tenaga Kerja di Tahun 2020

Industri esports belakangan tengah menjadi pembicaraan yang sangat hangat. Dengan banyaknya atlet lokal yang meraih prestasi di kancah global, serta kemunculan beragam event berskala besar dan berkualitas tinggi belakangan ini, ekosistem esports Indonesia seolah mendapat suntikan gairah baru. Meskipun tentu masih ada yang ragu, sebetulnya sebesar apa potensi industri ini di dalam roda perekonomian sebuah negara.

Saat ini esports Indonesia memang sudah ramai, tapi sebetulnya kita tergolong negara yang cukup terlambat dalam pengembangan esports. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Tiongkok sudah lebih dahulu terjun ke dalamnya, dan kini pun industrinya sudah lebih besar dan maju dibandingkan esports negara kita. Pencapaian negara-negara tersebut bisa kita jadikan pelajaran sekaligus gambaran akan kemungkinan yang dapat dicapai oleh industri esports kita di masa depan.

Worlds 2018 - Photo 1
Sumber: Riot Games

Salah satu pelajaran itu bisa kita ambil dari Tiongkok, yang sudah diakui sebagai salah satu wilayah esports paling kompetitif dunia. Belum lama ini, China Central Television (CCTV) melaporkan perkembangan terbaru industri esports di negara tersebut, serta proyeksi perkembangan dalam setahun ke depan. CCTV adalah stasiun televisi milik negara yang populer di Tiongkok, dan merupakan sumber informasi terpercaya dengan pemirsa mencapai 1 miliar orang.

Dilansir dari Esports Insider, laporan CCTV itu menyebutkan bahwa nilai pasar esports Tiongkok di tahun 2018 telah mencapai 8,48 miliar Yuan (sekitar Rp17,8 triliun). Sementara nilai total output industri ini diperkirakan akan mencapai 21,1 miliar Yuan (sekitar Rp44,1 triliun) pada tahun 2020 mendatang.

Sementara dari sisi tenaga kerja, CCTV menyebutkan saat ini telah ada lebih dari 50.000 orang yang bekerja di industri esports Tiongkok. Sama seperti nilai industrinya, penyerapan tenaga kerja tersebut diperkirakan akan meningkat pesat bahkan hingga 250.000 jiwa di tahun 2020. Tenaga kerja ini bukan hanya atlet, tapi meliputi semua elemen profesi dalam dunia esports.

Invictus Gaming
Sumber: Invictus Gaming

Bang Xu, Vice President Tomorrowland Esports Ltd, mengungkapkan kepada CCTV, “Tiga tahun lalu, mungkin bisa butuh dua atau tiga bulan untuk mendapat satu atau dua aplikasi untuk posisi direktur sebuah liga esports. Jumlah liga esports di tahun 2016 masih kurang dari 10. Sekarang, kita bisa mendapatkan lusinan aplikasi dalam sebulan, dan jumlah liga esports (di Tiongkok) telah melebihi 100.”

Angka demikian mungkin terlihat besar, tapi menurut Xu sebetulnya masih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja di industri ini. “Meskipun makin banyak orang yang mau masuk ke dalam industri esports, talenta-talenta esports jumlahnya masih kurang dibandingkan kecepatan perkembangan industrinya,” ujar Xu. Untuk mendorong munculnya talenta-talenta tersebut, sejumlah kampus di Tiongkok telah membuka pendidikan yang berkaitan dengan esports, termasuk di bidang event management, event operation, esports broadcasting, serta esports streaming.

Worlds 2018 - Photo 2
Sumber: Riot Games

Pemerintah Tiongkok juga mulai awal tahun 2019 ini telah mengakui esports professional dan esports operator sebagai bidang profesi resmi. Bahkan beberapa pemerintah daerah di Tiongkok sudah menjadikan esports sebagai salah satu fokus dalam strategi pengembangan kota. Misalnya dengan membangun fasilitas-fasilitas esports, serta menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk mengadakan event dan pendidikan esports.

Kecepatan pertumbuhan industri esports memang sedang sangat tinggi. Bahkan negara dengan jumlah penduduk sebanyak Tiongkok bisa sampai kesulitan mencari talenta untuk mengisi industri ini. Potensi serupa pun ada di Indonesia, namun untuk merealisasikan potensi itu butuh kontribusi dari banyak elemen. Baik dari talenta-talenta atlet esports itu sendiri, partisipasi brand, hingga dukungan dari pemerintah.

Mudah-mudahan saja di masa depan industri esports Indonesia bisa berkembang subur dan sehat, tidak kalah dengan negara-negara maju lainnya. Atlet-atlet esports kita sudah membuktikan bahwa kita punya sumber daya manusia yang mampu bersaing. Kini giliran elemen-elemen industri di sekitarnya untuk membuktikan hal yang sama.

Sumber: Esports Insider

NXL Mobile Esports Cup, Bentuk Komitmen NXL Kembangkan Esports Indonesia

Menyikapi perkembangan esports yang pesat belakangan, NXL baru-baru ini menggelar sebuah kompetisi untuk menyaring bakat-bakat baru di dunia esports. Kompetisi tersebut bernama NXL Mobile Esports Cup 2019, yang digelar pada akhir pekan lalu, Minggu, 17 Maret 2019.

NXL Mobile Esports Cup 2019 mempertandingkan dua cabang game, yaitu Mobile Legends dan PUBG Mobile. Mempertandingkan dua game yang memang sedang populer belakangan, turnamen tersebut berhasil menarik antusiasme para gamers. Tercatat, lebih dari 1000 orang lebih mendaftar untuk turut serta dalam kompetisi ini.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

Setelah pertandingan sengit, ada tim VINS keluar sebagai jawara dari kategori Mobile Legends. Sementara dari kategori PUBG Mobile ada tim WAW yang keluar sebagai juara. Masing-masing juara mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp25 juta. Lalu untuk peringkat kedua dan ketiga, mereka masing-masing menerima hadiah sebesar Rp15 juta dan Rp10 juta.

Melihat antusiasme dari para pemain dengan kompetisi ini, Richard Permana selaku CEO NXL pun turut berkomentar. “Turnamen yang dibuka untuk umum itu, diharapkan bisa memunculkan tim ataupun nama-nama baru di esports. Harapannya mereka nantinya bisa menjadi calon-calon atlet esports di masa mendatang.”

Memang menjadi atlet esports di zaman sekarang terbilang lebih menjanjikan dibandingkan di zaman dahulu. Salah satu alasannya adalah, esports yang kini telah menjadi cabang olahraga resmi di SEA Games. Sebelumnya esports juga sudah menjadi cabang eksibisi di Asian Games 2018. Hal tersebut juga menjadi faktor lain, yang meningkatkan kepercayaan khalayak terhadap karir sebagai pemain esports.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

Gelaran ini juga semakin lengkap dengan kehadiran Charles Honoris, anggota Komisi I DPR. Melihat semaraknya gelaran NXL Mobile Esports, Charles juga turut memberikan komentarnya. “Tentunya harapan saya, atlet Esports Indonesia bisa bersaing bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional. Kalau nanti sampai dipertandingkan di Asian Games berikutnya (Hangzhou 2022), dan kalau jadi di Olimpiade, saya rasa ada kesempatan yang baik bagi atlet-atlet Indonesia untuk bisa mengharumkan nama bangsa melalui Esports.”

Kompetisi ini juga digelar sebagai bentuk komitmen NXL dalam mengembangkan esports di Indonesia. Maka dari itu, turnamen ini juga jadi ajang untuk memperkenalkan NXL Esports Center. Fasilitas latihan esports milik NXL tersebut nantinya akan di The Breeze, BSD City. Fasilitas ini dibangun, agar para gamers bisa belajar dan menguji kemampuan untuk menjadi atlet esports yang sesungguhnya.

Sumber: Dokumentasi Resmi NXL
Sumber: Dokumentasi Resmi NXL

“Kami melihat BSD City sebagai wadah komunitas digital dan creative. NXL tidak ingin ketinggalan dan akan memulai Esports Training Centre di The Breeze, BSD City. Nantinya di sana kami akan memberikan pelatihan bagi gamers yang ingin menjadi lebih baik. Tidak hanya hard skill, namun juga soft skill, ada edukasi yang akan kami berikan dalam pelatihan.” Ucap Richard Permana terkait persiapan program latihan di NXL Esports Center.

Kehadiran NXL Esports Center tentu menjadi angin segar bagi gamers di Indonesia. Memang setelah esports kini melesat dengan cukup jauh, hal yang harus dipikirkan selanjutnya adalah soal regenerasi, soal keberlanjutan ekosistem esports. Harapannya adalah, kehadiran training center seperti ini nantinya bisa menjadi wadah pengembangan bakat bermain game, dan bisa memunculkan bibit baru di dunia esports.

Hantam Dominasi Vietnam, Rizky Faidan Jadi Juara PES SEA Finals 2019

Bersamaan dengan prestasi timnas sepakbola Indonesia U-22 di kompetisi AFF, pemain sepakbola digital (PES 2019) asal Indonesia pun turut tuai prestasi di gelaran SEA Finals 2019. Dia adalah Rizky Faidan, pemain PES asal Bandung, Jawa Barat, yang berhasil runtuhkan dominasi Vietnam di jagat kompetisi PES 2019 tingkat Asia Tenggara.

Sebelumnya pada tingkat nasional, ada Liga1PES terlebih dahulu yang digelar pada 16-17 Februari 2019 lalu. Dari Liga1PES akhirnya terpilih empat orang untuk mewakili Indonesia di SEA Finals 2019 yaitu: Rizky Faidan, Rommy Hadiwijaya, Elga Cahya Putra, dan Ardi Agung Nugroho.

Indonesia juara SEA Finals 2019 1
Sumber: Facebook @Liga1PES

Bertanding di Thailand E-Sports Arena, tak diduga ternyata Rizky Faidan tampil bersinar dan berhasil kalahkan lawan-lawannya. Pada kompetisi ini Rizky harus menghadapi jagoan PES 2019 dari tujuh negara di Asia Tenggara, yaitu: Vietnam, Myanmar, Thailand, Singapura, Laos, Kamboja, dan Malaysia.

Sampai babak final, Rizky harus kembali menghadapi regional juara bertahan PES Asia Tenggara, Vietnam. Pertarungan berjalan sangat sengit, apalagi setelah permainan mencapai skor 1-1 dari seri best-of-3.

Pertarungan antara Indonesia vs Vietnam semakin panas. Setelah 2×45 menit berlalu, skor pertandingan masih 4-4. Bahkan dengan adanya babak tambahan 2×15 menit, masih belum ada kesimpulan atas pertarungan dari dua negara yang terkenal paling keras di kancah esports PES Asia Tenggara ini.

Indonesia juara SEA Finals 2019 2
Sumber: Facebook @Liga1PES

Akhirnya pertandingan harus diselesaikan lewat sebuah adu penalti. Adu penalti juga berlangsung alot. Namun setelah satu tendangan dari wakil Vietnam berhasil ditepis, Rizky Faidan akhirnya keluar sebagai juara SEA Finals 2019.

Menarik melihat perjuangan Rizky Faidan ini, apalagi mengingat usia si jagoan PES yang masih sangat belia. Dijuluki sebagai “The Wonder Boy”, Rizky ternyata baru genap berusia 16 tahun pada 2019 ini.

Walau masih sangat muda, tapi perjuangan Rizky tidak main-main di jagat kompetitif PES Indonesia. Ia sudah aktif bermain, bahkan berhasil jadi juara di kompetisi PES tingkat nasional, sejak masih berusia 13 tahun. Tercatat, sudah tiga kali ia lolos babak final Liga1PES dan dua kali mewakili Indonesia di SEA Finals sejak dari tahun 2016 lalu.

Indonesia juara SEA Finals 2019 3
Sumber: Facebook @Liga1PES

Kemenangan ini memberikan Rizky hadiah yang sebesar 50.000 Baht Thailand atau sekitar Rp22 juta. Kemenangan ini juga memberikan sang wonder boy kesempatan untuk berkompetisi ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu kompetisi PES Asia yang akan digelar di Tokyo, Jepang, pada 20-21 April 2019 mendatang.

Selamat Rizky yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah sepakbola digital PES 2019. Jangan lengah karena di tingkat Asia pertarungan tentu akan lebih berat lagi. Maju terus, esports PES Indonesia!

The Gloomy Days of Vainglory Esport: The Pioneer that’s Left Behind

In 2014, mobile gaming wasn’t really popular like today because of many factors, one of them was technology, and even mobile gamers were discriminated by other common gamers, not being considered as gamers as most of the games were casual without a depth of a story or magnificent graphics.

Yet it didn’t stop there, there was this terrific game developer working together from different backgrounds as a team established Super Evil Megacorp (SEMC). They created a game that no one could think of that time; a mobile game with stunning graphics like games on console or PC, a real-time play MOBA game named Vainglory.

On its released date, Vainglory attracted thousands of people in a blink. That could be imagined, as the old-time mobile games only gave us some slicing fruits and endless running experience when suddenly a competitive game launched on mobile.

Vainglory: The First MOBA on Mobile

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

To be honest, Vainglory was not really the first MOBA on mobile, since there was another game like Heroes of Order and Chaos developed by Gameloft. One thing I agree with SEMC, however, is that Vainglory is the first MOBA mobile game featuring a unique gameplay, intuitive controls, and deep mechanics enough to make competitive MOBA players filled with curiosity; or it can be said as the first most perfect MOBA in its day.

Vainglory was released in 2014, and its first appearance was on iPhone 6 Apple product presentation. The presentation without a doubt left smartphone users open-mouthed, as it was the first mobile game having 60 FPS, graphics with details, particle effects, and complex animation.

This game became the center of attention in no time at all, even one of the famous YouTubers played it as well. PewDiePie once played Vainglory and uploaded the video of his playing the game on August 1, 2015. Quoted from one of reputable technology media, VentureBeat, Vainglory successfully reached out 1.5 million monthly active players per July 1, 2015.

This success moved SEMC’s heart to take further steps, trying to follow League of Legends and Dota 2 success by developing Vainglory esports.

The First Mobile Esports in the World and Indonesia

Source: fortune.com
Source: fortune.com

After gaining success from its first released in 2014, Vainglory started to explore the esports world a year after; in Mei 2015 to be exact. They started collaborating with various esports world’s ecosystem at once, ESL and OGN Korea were the two of them.

Quoted from Fortune, Vainglory successfully drew as many as one million audiences through a local league competition in South Korea named Korean eSports League OGN Vainglory Invitational in July 2015.

More after that, an esports event named Vainglory Premiere League in September 2015 offered a total reward of US$80,000 and participated by 12 teams from four regions (North America, China, Korea, and Europe). It perpetuated Vainglory as the first and biggest mobile game esports of its time.

Vainglory itself began to be a hit in Indonesia in 2017, and it’s been known since Indonesia Games Championship 2017 and Vainglory 8 Summer Championship Jakarta. In the same year, Indonesia was just celebrated their Elite8 esport team that was managed to qualify for the international level of Vainglory 8 Spring Championship Manila. More to that, the biggest community gathering, Halcyon Gathering 2.0, was held in Indonesia in 2017 as well.

MOBA Mobile of East Asia and 5v5 Appearance

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

Still in 2017, Vainglory esports was on its most glorious day in Indonesia. Unfortunately, SEMC was somehow distracted from this China’s MOBA Mobile which successfully stole many of Indonesian gamers’ hearts. It was 2017 when Mobile Legends gained gamers’ and Indonesia esports industry’s attention.

The potential of Mobile Legends esports was first seen in the qualification and main event of Mobile Legends SEA Cup (MSC 2017), and it had made the venue full and packed; Gandaria City for the qualification and Mall Taman Anggrek for the Grand Final. Other than Mobile Legends, Garena Indonesia was also preparing something.

Source: revivaltv.id
Source: revivaltv.id

Garena wanted to release a global version of MOBA which had been a favorite of many people in China, Kings of Glory. It was finally released in Indonesia with a name of Mobile Arena and then changed its name to Arena of Valor in August 2017. Those games attracted the attention of many gamers because of its lower graphics on Indonesian’s smartphone, simpler gameplay, and easy to be learned by various range of groups.

Vainglory Worlds 2017, SEMC finally released Vainglory 5v5 which triggered controversy among communities. Some of them considered that 3v3 depended too much on individual skill making the game quite dull, while some others considered that 5v5 omitted main characteristic of Vainglory. Vainglory had to be faced with a dilemma because of that different opinions.

The Gloomy days of Vainglory esports in 2018

Source: gankstars.gg
Source: gankstars.gg

In 2018, MOBA Mobile and mobile esports were rising, but what about Vainglory? It’s funny how Vainglory esports was apparently dead both globally and in Indonesia.

Globally, Vainglory esports began to break down when many organizations withdrew. Teams like Gankstars, Cloud9, and TeamSoloMid even shut their Vainglory division. FlashX also spoke about this to respond to communities’ hysteria by saying that Super Evil Megacorp cut Vainglory esports’ budget, and it was the reason behind the problems.

How about Indonesia? Thanks to the third party’s support, fortunately, competitive arena of Indonesia’s Vainglory was still steady. Kaskus Battleground Season 1 filled in the Vainglory esports calendar in early 2018. In the mid-year and the end of the year, there was the Vainglory Premiere League Indonesia which was an esports league of Vainglory held online by AGe Network team, and the year was closed by Elite8 team’s endeavor at Asia level in WESG 2018 competition.

Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id
Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id

Herry ‘Herrboy’ Sudharma, as one of the shout casters and Vainglory esports actors in Indonesia, spoke up regarding the problems. He said that one of the biggest problems was the higher level of difficulty of Vainglory than other MOBA mobile, and the game required a higher smartphone specification as well. It made mobile gamers unwilling to play Vainglory which gave a domino effect to Vainglory esports.

Daniel ‘Deipno’ Lam, one of the Vainglory senior casters, also added that Vainglory was nearly dead in 2018 because SEMC seemed like taking a wrong step. Since 2017, the potential of Vainglory player base in Indonesia was clearly seen through Halcyon Gathering 2.0 which was attended by thousands of people. However, instead of putting the marketing focus in the SEA market, in Indonesia particularly, SEMC insisted to concentrate their Vainglory marketing in the United States and Europe.

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

In terms of players, Heinrich ‘OfficialHein’ Ramli, as an Indonesian Vainglory star player and one of the most commendable in developing Vainglory esports in Indonesia, said that it’s true that SEMC had a big role in the gloomy days of Vainglory esports. Hein, as an athlete of Vainglory and the owner of Elite8 team, said that SEMC didn’t really communicate well with the team and community, which then made Vainglory esports in Indonesia disregarded.

Vainglory Cross-platform and its Esports Future Prediction

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

The glory day of Vainglory was there because SEMC pushed the smartphone capability to the maximum, creating a console or PC class game that could be played in your hand. In the end of 2018, SEMC tried to recite the innovation by creating a campaign of Vainglory X, the first MOBA cross-platform that would be able to bring players from mobile, PC, or console together in a match.

On VentureBeat, CEO of SEMC Kristian Segerstrale said that multi-platform games were the future of gaming. However, it indeed brought big questions and doubts because Vainglory’s appearance on PC meant that they’d be brought to the more difficult business competition: challenging the two giants of MOBA PC, Dota 2 and League of Legends.

Herrboy once again spoke about a cross-platform prediction and the return of Vainglory’s glory in 2019 both in player base and esports. He thought that it depended on SEMC’s decision, whether they would like to raise Vainglory esports once again or not. Given that Fortnite has used this cross-platform system successfully, they successfully created a huge player base even without international esports event.

Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com
Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com

All in all, what SEMC would like to achieve was for Vainglory to be played by many people again. Regarding this matter, I, to be honest, am pessimistic. Why? Because first, Vainglory’s very presence on PC would make SEMC have to face the notable MOBA games themselves and the competition would be more difficult.

Second, I quite agree with the community’s opinion and what Deipno said that all this time, SEMC seemed not really showing determination in selling Vainglory, especially in Asian and SEA market. If they insisted to use cross-platform system without running an active marketing activity, then the number of Vainglory players wouldn’t have much changes.

What about esports? Seeing SEMC focusing more on the development of cross-platform, I’m not really sure that Vainglory esports would happen in 2019. Because even if the campaign of Vainglory cross-platform successfully increased a number of players, there wouldn’t be any hope to once again witness the thrill of action of the first-class Vainglory players if SEMC didn’t want to hold an esports.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Empat Perwakilan Liga1PES Bertanding di SEA Finals 2019 Akhir Pekan Ini

Final dari kompetisi kasta tertinggi jagat kompetitif Pro Evoulution Soccer Indonesia, Liga1PES, baru saja berakhir. Setelah perjalanan panjang, akhirnya terpilih empat pemain yang akan mewakili Indonesia di ajang PES South East Asia Finals (SEA Finals), yang akan diadakan di Bangkok, Thailand.

Memasuki musim keempat, SEA Finals tampil beda tahun ini. Salah satu penyebabnya adalah karena bertambahnya jumlah negara partisipan SEA Finals, dari enam menjadi delapan negara se-Asia Tenggara. Delapan negara peserta SEA Finals tersebut adalah: Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Sumber: Facebook @Liga1PES

Event kompetisi SEA Finals terbilang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam dua tahun terakhir, kompetisi ini berhasil menambah empat negara partisipan, yaitu Singapura dan Myanmar yang bergabung tahun 2018, serta Laos dan Kamboja yang bergabung dalam SEA Finals mulai tahun 2019 ini.

Selama 3 tahun belakangan, jagat kompetitif PES di Asia Tenggara bisa dibilang masih dikuasai oleh Vietnam. Hal ini terbukti dari keberhasilan Vietnam memenangkan SEA Finals 3 kali berturut-turut dengan 2 pemain mereka: Duy Map di tahun 2016, 2017, dan Le Tam di tahun 2018.

Sementara kalau dari Indonesia sendiri, salah satu fakta menariknya adalah, perwakilan Indonesia untuk SEA Finals yang selalu berubah setiap tahun. Ada Rizky Fadian di SEA Finals 2016, lalu Ady Qwa di SEA Finals 2017, dan terakhir ada Akbar Paudie dari Gorontalo yang dapat runner-up di SEA Finals 2018.

Dengan semakin berkembangnya komunitas SEA PES di Asia Tenggara, kini semakin banyak pihak yang melirik jagat kompetitif PES. Setelah kemarin game PES bisa masuk cabang demonstrasi esports di Asian Games, kini SEA Finals di Thailand juga didukung penuh oleh Thailand E-Sports Federation (TESF) dan Siamsport.

PES SEA Finals 2019 akan diadakan pada 3 Maret 2019 mendatang, di Thailand Esports Arena. Kompetisi ini memperebutkan total hadiah sebesar US$1800 (Sekitar Rp25 juta) dan juga satu slot untuk bertanding di kejuaraan tingkat Asia.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Empat wakil SEA Finals yang merupakan empat besar dari kompetisi Liga1PES. Sumber: Facebook @Liga1PES

Melihat geliat esports PES di tanah air serta Asia Tenggara yang begitu aktif, hal ini tentu bisa menjadi peluang bagi para sponsor nantinya. Apalagi gelaran SEA Finals yang kini punya jenjang ke tingkat Asia dan sampai ke Internasional, tentu membuat jagat kompetitif PES, termasuk Liga1PES jadi semakin menjanjikan bagi ekosistem esports Indonesia.

Tampil Percaya Diri, BOOM.ID Kembali Lolos Kompetisi Minor Dota Pro Circuit

BOOM.ID kembali buktikan diri bahwa mereka adalah tim Dota 2 terbaik di Indonesia. Kali ini Fervian dan kawan-kawan kembali lolos ke kompetisi minor DPC 2018-2019, yaitu kompetisi StarLadder ImbaTV Minor. BOOM.ID berhasil lolos setelah berhasil kalahkan tim Lotac, tim yang didirikan oleh senior-senior di jagat kompetitif Dota 2 Asia Tenggara.

Roster tim Lotac bukan sembarang pemain, di sana ada nama-nama seperti Raven, Chuan, Ohaiyo, bahkan juga pemain salah Shadow Fiend legenda, Yamateh. Menariknya, walau BOOM.ID melawan pemain-pemain berpengalaman, mereka malah tak gentar dan menunjukkan permainan yang percaya diri.

Pada game pertama contohnya, awal game mereka cukup terseok. Beberapa kali mereka kalah rotasi, terutama pada awal game saat Raven dan Yamateh berhasil membuat Timbersaw dari Fbz kewalahan. Namun mereka berhasil bangkit berkali-kali dan membalas rotasi tersebut setelahnya.

Permainan dari Mikoto adalah salah satu penyebab kemenangan BOOM.ID di game pertama. Menggunakan Pugna, ia berkali-kali berhasil melakukan burst down kepada tim dan juga bangunan mereka; yang membuat Lotac kewalahan. Permainan berakhir cukup cepat, jelang menit 30 BOOM.ID sudah amankan keunggulan gold sebanyak 12 ribu, juga keunggulan jumlah tower yang dihancurkan. Akhirnya mereka tak lagi menunggu lama-lama langsung saja habisi Lotac.

Masuk game kedua BOOM.ID tak mau lagi mengulang kesalahan, kini mereka mencoba melakukan tekanan kepada Lotac sejak awal. Namun tekanan tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan bagi BOOM.ID, karena keunggulan gold yang mereka dapatkan tidak seberapa bahkan sampai menit 20 . Untungnya BOOM.ID mendapat momen emas ketika masuk menit 30.

Fervian mencoba untuk memancing pergerakan pemain Lotac di tengah, sementara kawan-kawan BOOM.ID lainnya smoke dari kejauhan. Tindakan tersebut ternyata berhasil memancing Lotac keluar, yang tentunya langsung dilahap dengan mudah oleh BOOM.ID. Menit 31 Lotac sudah tak lagi mampu membendung serangan liar dari The Beast dan akhirnya BOOM.ID menang 2-0 dari Lotac.

BOOM.ID saat final qualifier Indonesia untuk Predator League 2019.Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Dengan ini maka BOOM.ID harus melakukan persiapan ekstra keras untuk kembali menghadapi kompetisi sebesar Minor. Terkait persiapan, Hybrid kembali mewawancara Brando Oloan, Manajer Tim Dota 2 BOOM.ID. Menghadapi dua kompetisi, Grand Final Acer Predator League dan StarLadder IMBA TV Kiev Minor ini, BOOM tentu perlu menentukan prioritas.

Namun menurut Brando, mereka sendiri fokus ke Final APAC Predator League terlebih dahulu yang akan diselenggarakan pada 15-17 Februari 2019 mendatang. “Kita sih fokus Predator League dulu, soalnya ini (Predator League) kan Februari, sementara si Kiev Minor itu awal Maret” Brando menjawab.

Lalu bagaimana dengan visa? Seperti yang kita tahu, selama ini visa kerap menjadi sumber masalah keberangkatan pemain untuk menuju ke kompetisi internasional. Brando kembali menjawab bahwa hal itu juga dilakukan setelah Predator League. “Karena paspor dipakai untuk ke Bangkok, jadi tentunya setelah Predator League baru bisa urus visa” tambah Brando.

Sumber:
Sumber: Dunia Games

Bagaimana dengan persiapan khusus? Latihan selain mekanik? Latihan mental misalnya? Sebab tantangan atlet esports tak hanya dari aspek mekanik saja, tapi juga ada tantangan dari aspek mental  seperti yang sempat dibahas Hybrid. Brando lalu menceritakan secara singkat, “Latihan kita sih nggak banyak yang spesial ya buat kompetisi ini. Paling yang akan kami fokuskan adalah mempelajari lawan di sana, supaya nggak keteteran kayak waktu Bucharest kemarin. Terus juga kami perluas hero pool pemain, supaya strategi bisa lebih banyak variasi. Soal mental, BOOM.ID sih nggak ada plan latihan mental, gue percaya diri sama kekuatan mental player Dota 2 BOOM.ID”.

Kalau prediksi saya pribadi, fans BOOM.ID mungkin belum bisa berharap muluk terhadap hasil tim ini di Kiev Minor, lolos grup saja mungkin sulit. Namun saya berharap mereka kini bisa memberikan perlawanan yang lebih berarti atau bahkan mencuri poin di Kiev Major; setelah pelajaran mereka di Bucharest Minor kemarin.

Satu hal yang pasti, mari kita doakan semoga BOOM.ID bisa mendapatkan hasil yang maksimal, baik di Predator League maupun dalam kompetisi Kiev Minor.

Cerita Perjuangan 4 Tim Grand Finalist Arena of Valor Star League Season 2

Setelah sekitar 5 bulan berlalu, akhirnya kita sampai ke babak playoff dari liga kasta pertama Arena of Valor, AOV Star League (ASL). Dimulai pada 16 September 2018 lalu, ASL diikuti oleh 7 tim esports profesional Indonesia. Mereka adalah EVOS, Saudara Esports, DG Esports, GGWP.ID, RRQ, Headhunters, dan Bigetron Esports.

Tujuh tim tersebut bertanding dalam format liga, lalu akhirnya tersaring empat tim terbaik untuk bertanding pada babak playoff berdasarkan dari klasemen mereka selama musim berjalan. Empat tim tersebut adalah GGWP.ID, EVOS, Saudara Esports, dan DG Esports. Untuk bisa mencapai playoff, empat tim ini punya cerita perjuangannya masing-masing yang membuat ASL Grand Final jadi menarik untuk disimak.

Roster GGWP.ID pada ASL musim pertama. Sumber:
Roster GGWP.ID pada ASL musim pertama. Sumber: Facebook Page @ggwpaov

Pemuncak klasemen, GGWP.ID, bisa dibilang sebagai tim yang punya cerita paling dramatis selama ASL ada di jagat kompetisi AOV Indonesia. Musim pertama ASL, tim ini terseok-seok menjalani liga profesional ini. Berkali-kali kalah pada pekan awal, mereka bangkit pada paruh kedua musim pertama setelah bergabungnya SusuGajah ke dalam tim.

Berkat hal tersebut, mereka dapat melaju ke babak playoff, mencapai putaran final, dan bahkan hampir jadi juara ASL musim pertama. Belajar dari kesalahan di masa lalu, tim ini berhasil mendominasi sepanjang musim kedua. Tercatat mereka hanya kalah satu kali selama musim kedua, yaitu oleh tim EVOS.

Roster EVOS AOV jelang memasuki musim kedua ASL. Sumber:
Roster EVOS AOV jelang memasuki musim kedua ASL. Sumber: Facebook Page @TeamEvos

Berikutnya ada EVOS, salah satu organisasi esports yang punya sejarah panjang di kancah kompetitif AOV. Berawal dari tim TheWir yang dipunggawai oleh Wiraww dan kawan-kawan, tim ini dicaplok oleh EVOS setelah berhasil membuktikan diri dalam kompetisi MO Cup.

Dikelola oleh salah satu organisasi esports berpengalaman, tim ini berhasil mempertahan performa tetap stabil selama dua musim ASL berlangsung. Walau jadi fallen king pada musim kedua, namun mereka bertahan di posisi top 4 dan melaju ke playoff di posisi kedua klasemen ASL.

Roster terkuat SES di musim kedua ASL sebelum ditinggal oleh SES.NasiUduk
Roster terkuat SES di musim kedua ASL sebelum ditinggal oleh SES.NasiUduk. Sumber: Kincir

Lalu selanjutnya ada tim Saudara Esports, tim yang bisa dijuluki sebagai uncrowned king pada jagat kompetitif AOV. Tim Saudara Esports selama ini punya performa yang dibilang naik-turun. Berkali-kali mereka hampir menjadi juara, hampir mendominasi, tapi berkali-kali juga performa mereka menurun, dan bahkan hampir gagal lolos playoff.

Sempat sangat kuat dan bisa mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional, AIC 2018, kini mereka pincang setelah kehilangan sang ahli strategi SES.NasiUduk. Meski begitu pada akhirnya Saudara Esports berhasil melaju ke playoff dan mereka bertengger di peringkat ketiga klasemen ASL musim kedua.

Roster musim pertama dari DG esports, terlihat menjanjikan namun sayangnya gagal melaju ke babak playoff ASL. Sumber:
Roster musim pertama dari DG esports, terlihat menjanjikan namun sayangnya gagal melaju ke babak playoff ASL. Sumber: duniagames.co.id

Terakhir ada tim DG Esports, pendatang baru di kancah esports Indonesia. Datang pada musim pertama ASL dengan mengakuisisi tim Relative Risk, DG Esports juga bisa dibilang sebagai tim yang kerap inkonsisten. Permainan mereka agresif, garang, dan sangat potensial. Sayangnya mereka kerap gagal mengamankan beberapa kemenangan yang harusnya bisa mereka dapatkan.

Masuk musim kedua, penampilan DG Esports semakin terseok setelah kehilangan salah satu jungler berbakat mereka, DG.SiMontok. Paruh pertama musim kedua ASL, DG esports sangat terseok-seok, karena masalah roster dan pembagian role tim. Masuk ke paruh kedua, mereka mengganas sampai akhirnya dapat berangkat ke babak playoff, meski hanya bertengger di posisi keempat klasemen ASL musim kedua.

Melihat klasemen Grand Final ASL musim kedua, apakah mungkin kutukan ASL terjadi? Kalau benar terjadi, maka prediksi saya adalah seperti ini: DG Esports akan menjadi seperti GGWP.ID pada playoff ASL musim pertama. Mereka berjuang menjadi from zero to hero, terseok dari bracket paling bawah, lalu menanjak sampai ke babak final dan hampir mengalahkan sang raja. Sementara itu keadaan EVOS pada playoff ASL musim pertama akan digantikan oleh GGWP.ID. Mereka sebagai pemuncak klasemen akan berhasil menjadi juara setelah menang telak melawan DG Esports di babak final.

Sumber: Garena
Sumber: Garena

ASL Grand Final akan diselenggarakan pada 16 Februari 2019 mendatang di Tennis Indoor Senayan, Jakarta. Untuk yang ingin menyaksikan langsung pertandingan tim AOV terbaik se-Indonesia, Anda bisa mendaftarkan diri lewat tautan aov.co.id/tiketasl2.

Cari Bibit Atlet Esports, IESPA Gelar IEL University Series 2019

Menghadapi industri esports di Indonesia yang berkembang dengan pesatnya, pemerintah pun semakin giat memberikan dukungan. Setelah kemarin kita mendengar kehadiran Piala Presiden Esports 2019 dan Youth National Esports Championship (YNEC) dari KEMENPORA, kali ini ada IEL University Series 2019 yang digagas IESPA bekerjasama dengan MIX 360 yang tentunya kembali didukung oleh berbagai elemen pemerintahan.

Seperti namanya, IEL University Series 2019 ini akan mempertandingkan para mahasiswa yang diikuti oleh 12 kampus ternama di Indonesia. Kompetisi ini didukung oleh berbagai elemen pemerintahan, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI), dan tentunya Indonesia Esports Association (IESPA).

Kehadiran kompetisi ini memang diniatkan menjadi wadah untuk mencari bibit-bibit anak muda di bidang esports. Harry Kartono selaku Chief Operational Officer dari MIX360 mengatakan bahwa misi penyelenggaraan IEL University Series 2019 adalah untuk mempersiapkan calon atlet esports.

Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
Harry Kartono, COO MIX360 yang merupakan penyelenggara dari IEL University Series 2019. Dokumentasi: Hybrid – Novarurozaq Nur

“Untuk memajukan esports kita harus mengubah paradigma tradisional para orang tua dan institusi pendidikan. Maka dari itu kami mempersiapkan calon atlet esports di tingkat universitas agar bisa masuk ke PELATNAS Indonesia untuk persiapan SEA Games 2019 di Manila yang digelar tahun ini” tambah Harry.

Lalu bagaimana IEL University Series 2018 ini bisa terintegrasi dengan ekosistem esports secara keseluruhan? Bagaimana para atlet esports mahasiswa semi-pro ini nantinya bisa menuju ke jenjang yang lebih tinggi, jenjang profesional entah lokal atau internasional? Harry mengatakan bahwa ini alasan mereka menggandeng beberapa sponsor seperti meta.us dan juga Razer.

Meta.us sebagai platform untuk menunjukkan skill seoarang pemain ini nantinya berfungsi sebagai cara untuk menunjukkan kemampuan para pemain IEL University Series 2019 ke para pencari bakat dari organisasi esports yang berasal dari berbagai negara. Lalu bagaimana dengan jenjang yang lebih tinggi setelah IEL University Series yang merupakan kompetisi tingkat nasional?

Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
Eddy Lim, Ketua Umum IESPA saat diwawancara oleh televisi nasional. Dokumentasi: Hybrid – Novarurozaq Nur

Eddy Lim selaku ketua umum IESPA pun menjawab hal ini. Ia mengatakan bahwa tujuan dari kerjasama IESPA dengan AESF selaku Federasi esports Asia adalah untuk dapat mencapai hal tersebut. “Jadi selain di Indonesia, beberapa negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Thailand, Vietnam, dan lain sebagainya juga akan memulai liga universitas seperti ini. Nantinya setelah liga nasional selesai, kompetisi ini akan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi” Jawab Eddy.

Babak final dari IEL University Series 2019 direncanakan digelar pada 27-28 April 2019 mendatang. Namun sebelumnya tentu akan ada babak penyisihan terlebih dahulu yang diselenggarakan dari Januari hingga Maret 2019 mendatang. Kompetisi ini akan mempertandingkan dua game MOBA terpopuler di Indonesia; Mobile Legends sebagai cabang mobile games dan Dota 2 sebagai cabang PC games. Pada babak final yang akan diadakan di LigaGame Arena, atlet esports kampus tersebut akan memperebutkan total hadiah sebesar Rp1 milyar.

Dukung Atlet di Penjuru Indonesia, Piala Presiden Esports 2019 Resmi Diselenggarakan!

Sudah sejak lama pengakuan dari pemerintah menjadi salah satu hal yang diimpikan oleh komunitas esports di Indonesia. Dahulu, kehadiran IeSPA mungkin bisa dibilang sebagai salah satu pengejawantahan dari hal tersebut namun kini pengakuannya bisa dibilang lebih besar dan konkret dengan Piala Presiden 2019.

Memang sejak dari tahun 2018 lalu, esports di Indonesia berkali-kali mendapat lirikan pengakuan dari pemerintah; mulai dari Asian Games, sampai Presiden Jokowi yang turut melihat potensi anak muda Indonesia di industri esports. Hari Senin 28 Januari 2019 jadi hari bersejarah dalam perkembangan esports Indonesia dengan peresmian Piala Presiden 2019 sebagai kompetisi esports yang diselenggarakan oleh Pemerintah RI bersama dengan IESPL.

Sumber: Kincir
Sumber: Kincir

Kompetisi ini terselenggara tepatnya berkat kerjasama dari berbagai elemen kenegaraan, mulai dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Kantor Staf Presiden (KSP), Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dengan elemen industri esports Indonesia yaitu Indonesia Esports Premiere League (IESPL) dan RevivalTV. Selain itu, Piala Presiden 2019 ini juga disponsori oleh Sakuku (BCA) dan Blibli.

Piala Presiden Esports 2019 ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewadahi bakat para gamers dari berbagai penjuru Indonesia. Maka dari itu untuk kualifikasi regional, sudah ada delapan wilayah yang jadi tuan rumah Piala Presiden Esports 2019. Delapan regional itu sendiri adalah Palembang, Bali, Makassar, Surabaya, Manado, Bekasi, Pontianak, dan Yogyakarta.

“Ada 50 juta orang Indonesia bermain game. Mereka sebenarnya punya bakat dan prestasi untuk memajukan esports di Indonesia. Sayang prestasi dan bakat mereka tidak terdengar di masyarakat luas”. Kata Giring Ganesha selaku Presiden IESPL dalam rilis yang dikeluarkan langsung oleh Kemenkominfo. Imam Nahrawi selaku MENPORA mengatakan “Piala Presiden Esports 2019 ini membuat para pecinta game Indonesia bisa berprestasi dan tak lagi dipandang sebelah mata”

Sumber: Instagram @pialapresidenesports
Sumber: Instagram @pialapresidenesports

Pertandingan Piala Presiden 2019 ini sendiri akan langsung dimulai pada 28 Januari 2019. Kualifikasi Regional sendiri akan dibagi menjadi offline dan online yang mempertandingkan 512 tim dari segala penjuru.

Kehadiran Piala Presiden Esports 2019 ini tentu bisa dibilang bentuk terbaik dari dukungan pemerintah terhadap esports di Indonesia. Kita selaku pegiat esports di Indonesia tentu berharap ke depannya industri ini bisa semakin mendapat dukungan dari pemerintah, baik dari segi wadah, ataupun dukungan ekosistem, agar bisa mencetak atlit-atlit terbaik, ataupun memajukan industri hiburan esports di Indonesia itu sendiri.

BOOM.ID dan Aerowolf T8 Jadi Juara Predator League 2019!

Gelaran Predator League 2019 telah selesai diselenggarakan. Kompetisi yang mempertandingkan Dota 2 dan PUBG ini akhirnya menemukan sang pemenang. BOOM.ID menjadi juara dari Dota 2 setelah mengalahkan The Prime di babak final. Lalu dari PUBG ada tim Aerowolf T8 yang jadi juara setelah 3 hari berturut-turut bermain konsisten dari 10 ronde yang dipertandingkan.

Melihat ke babak final Dota 2, BOOM.ID memang kini terlihat lebih dewasa di dalam gameplay mereka. Hal itu terasa jelas saat saya menonton pertandingan final ketika BOOM.ID hajar habis The Prime 2:0. Saya merasa bahwa hasil menempa mental di Bucharest Minor memberi dampak kepada gameplay BOOM.ID. Apa saja? Komposisi mereka kini solid, untuk dominasi permainan dari awal sampai habis. Permainan mereka juga sangat taktis dengan kesalahan yang sangat minimal serta pergerakan yang efektif dan efisien.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sementara di sisi lain The Prime, yang baru saja kedatangan kembali InYourDream, terlihat cukup kelimpungan menghadapi BOOM.ID. Saya melihat komposisi mereka kurang solid, tak banyak memberi hero balasan untuk BOOM.ID, dan ditambah gameplay mereka yang juga terlihat masih belum menyatu dengan baik.

Alfi “Khezcute” Syahrin selaku kapten dari BOOM.ID mengakui kepada Hybrid, bahwa mereka belajar banyak sekali dari pertandingan di Bucharest Minor kemarin. Menurutnya, yang paling ia pelajari adalah soal gameplay dan strategi.

“Kalau soal mekanik sih kita nggak kalah dari tim Eropa, tapi memang yang berasa adalah soal komposisi, strat, dan gameplay. Kita merasa bahwa gameplay yang biasa kita mainkan untuk lawan tim SEA malah jadi outplay saat lawan tim Eropa” Jawab Khezcute kepada Hybrid dalam sesi konferensi pers.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Melihat ke cabang game lain yaitu PUBG, tim Aerowolf T8 yang dipimpin oleh Alex “Entruv” Prawira bermain dengan cukup konsisten selama 3 hari dalam 10 ronde pertandingan. Mereka berhasil menjadi juara setelah mengumpulkan 131 poin, sementara Victim Reality ada tepat di belakangnya dengan 101 poin sehingga berhasil amankan posisi runner-up.

Kompetisi PUBG Predator League 2019 ini bisa dibilang cukup unik daripada kebanyakan kompetisi PUBG di Indonesia. Kenapa? Salah satunya karena menggunakan peraturan baru, peraturan PUBG Korea League 2018 dengan sedikit adaptasi untuk menyesuaikan gaya main regional Eropa dan Amerika, kata Entruv. Terkait hal tersebut Entruv memberikan sedikit komentarnya, ia merasa bahwa sebenarnya perubahan rules ini tidak terlalu memberikan banyak masalah kepada para pemain.

“Kita memang jadi harus sedikit mengubah gameplay sih, tapi overall nggak terlalu gimana-gimana buat kita. Satu hal yang pasti, ini sih ngaruh banget buat penonton, karena gameplay jadi lebih seru, dari awal udah seru tembak-tembakan gara-gara sistem poin ini” Jawab Entruv. Berbeda dengan sistem perhitungan poin yang biasa ada dalam kompetisi PUBG Mobile, poin Chicken Dinner dalam pertandingan PUBG Steam di Predator League 2019 ini tidak sebegitu besarnya.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Mengutip laman resmi Predator League poin bagi tim yang mendapatkan chicken dinner di sini hanya 10 poin saja. Sementara itu para tim akan mendapatkan 1 poin dari setiap kill. Sebagai dampaknya, peraturan ini memaksa tim peserta untuk bermain lebih agresif. Kenapa? Karena poin tim yang dapat Chicken Dinner dengan permainan pasif tanpa kill, bisa dengan mudahnya disusul oleh tim yang ada di posisi kedua namun main agresif dengan kill lebih dari 4.

Kemenangan ini memberikan BOOM.ID dan Aerowolf T8 hadiah utama sebesar Rp25 Juta. Mereka juga mendapat kesempatan untuk bertanding dalam Predator League 2019 Asia Pasific (APAC) Finals yang akan diselenggarakan di Bangkok, pada 15-17 Februari 2019 mendatang. Terkait persiapan BOOM.ID dan Aerowolf T8 terbilang sama.

Kalau BOOM.ID sendiri mengatakan bahwa mereka bakal langsung latihan lagi, mengingat dalam waktu dekat juga ada kualifikasi major. Sementara Aerowolf T8 Entruv mengatakan bahwa mereka mungkin akan rehat sejenak untuk refreshing dan langsung segera latihan lagi setelah itu.

Selamat kepada para pemenang, semoga bisa membanggakan nama Indonesia di Predator League 2019 APAC Finals!