OJK Launches “OJK Infinity”, Digital Financial Innovation Center

OJK announces the operation of digital financial innovation center “OJK Infinity”, a place where discussion with industries, regulators, government, academics, and innovation hub. The fintech center is located in OJK office at Wisma Mulia 2, Jakarta.

“Through OJK Infinity, the fintech industry is expected to be capable in bringing a financial service which is innovative, effective, efficient, and prioritize the consumer protection,” Wimboh Santoso, OJK’s Head of Commissioner, explained on Monday (8/20).

OJK Infinity has three main functions. First, providing regulatory sandbox facility as a fintech incubator to balance innovation with consumer protection. Then, as an innovation hub, for digital financial industry development (IKD) as well as a whole IKD’s ecosystem development.

Lastly, as an education center for financial service players, consumers, or academics expecting to be a part of IKD as future Indonesia’s economic players.

In running these three functions, OJK will collaborate for getting information and resources with many stakeholders, such as State Institutions and Ministries, all financial service industry players, associations, and universities to create a comprehensive digital financial ecosystem.

Publics can also visit OJK Infinity to get the latest information related to IKD and for IKD’s associates to get further detail about its regulations.

Later, OJK Infinity will expand partnership with academic institutions or private sectors which commitment goes along with the digital financial sector development. One of which is the collaboration with Telkom University through an MoU in the scope of the research and the development of IKD’s Master Program.

Applying the new regulations

In addition to the fintech center, OJK also releases the latest rules on digital financial innovation which will be the legal base to cover all innovations in the scope of the digital financial sector. POJK (OJK’s regulations) was made due to the need of a legal base for innovation in the existing financial sector, therefore, it can benefit and protect public affair.

Currently, there are 63 p2p lending companies have registered in OJK with a total distribution of IDR 7.64 trillion funding by June 2018. It has been distributed to 1.09 million borrowers.

Nurhaida, Deputy Chairman of OJK’s Board of Commissioners, added that this regulation applies market conduct-based supervision with OJK’s regulations to control the principal base matters.

Also, monitoring regulatory sandbox activity to study, analyze, understanding risk, business model management to determine risk profiles. As well as supervision and regulatory model that goes along with the certain IKD business model.

“IKD must have a reliable system to protect customer’s data. They’re also obliged to monitor system independently and run risk management that meets the precautionary principle,” she explained.

The POJK, following principal based concept, requires ethics code that is fully under Indonesia’s Fintech Association to be further detailed.

“Unlike the regulations, it can be enforced for the implementation with legal actions. However, if the ethics code being violated, there will be a moral impact. It is what we boost to the association, and monitoring the implementation among members,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OJK Resmikan “OJK Infinity”, Pusat Inovasi Keuangan Digital

OJK meresmikan operasional pusat inovasi keuangan digital “OJK Infinity”, sebuah wadah untuk pembicaraan diskusi bersama industri, regulator, pemerintah, akademisi, dan innovation hub. Fintech center ini berlokasi di kantor OJK di Wisma Mulia 2, Jakarta.

“Melalui OJK Infinity, industri fintech diharapkan bisa menghadirkan layanan jasa keuangan yang inovatif, efektif, efisien, dan tetap mengedepankan perlindungan konsumen,” terang Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Senin (20/8).

OJK Infinity memiliki tiga fungsi utama. Pertama, memberi fasilitas regulatory sandbox selaku inkubator fintech untuk menyeimbangkan inovasi dengan perlindungan konsumen. Kemudian, sebagai innovation hub untuk pengembangan industri keuangan digital (IKD) sekaligus pengembangan ekosistem IKD secara menyeluruh.

Terakhir sebagai sentra edukasi baik bagi pelaku jasa keuangan, konsumen maupun akademisi yang akan menjadi pegiat IKD sebagai pelaku ekonomi Indonesia ke depan.

Untuk melaksanakan ketiga fungsi ini, OJK akan bekerja sama dalam hal pertukaran informasi serta sumberdaya dengan berbagai stakeholder, antara lain dengan Kementerian dan Lembaga Negara, seluruh pelaku industri jasa keuangan, asosiasi, dan perguruan tinggi agar dapat membentuk ekosistem keuangan digital yang komprehensif.

Masyarakat umum pun bisa berkunjung ke OJK Infinity untuk mendapatkan informasi terkait IKD dan bagi pelaku IKD dapat mengetahui lebih dalam terkait regulasi IKD.

Ke depannya OJK Infinity akan memperluas kerja sama dengan institusi pendidikan maupun sektor swasta yang memiliki komitmen sejalan dalam pengembangan sektor keuangan digital. Salah satunya kerja sama yang sudah diumumkan OJK bersama Telkom University melalui Nota Kesepahaman dalam lingkup penelitian dan pembentukan program Pendidikan Magister di bidang IKD.

Terapkan aturan baru

Tak hanya meresmikan fintech center, OJK juga merilis aturan teranyar soal inovasi keuangan digital yang akan menjadi payung hukum untuk menaungi seluruh inovasi yang ada di lingkup sektor keuangan digital. POJK ini dibentuk atas dasar perlunya landasan hukum untuk inovasi bidang keuangan yang saat ini sudah ada agar dapat memberikan manfaat dan melindungi kepentingan masyarakat.

Saat ini jumlah perusahaan p2p lending yang telah terdafar di OJK sebanyak 63 perusahaan dengan total penyaluran dana sebesar Rp7,64 triliun hingga Juni 2018. Telah disalurkan kepada 1,09 juta akun peminjam.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menambahkan, peraturan ini menerapkan pengawasan berbasis market conduct dengan peraturan OJK hanya akan mengatur hal-hal yang bersifat principal base.

Kemudian mengatur kegiatan regulatory sandbox untuk mempelajari, menganalisis, memahami risiko, tata kelola model bisnis untuk mengetahui profil risiko. Serta model pengawasan dan pengaturan yang sesuai dengan model bisnis IKD tertentu.

“IKD harus punya sistem yang andal untuk melindungi data nasabahnya. Mereka juga wajib memantau sistem secara mandiri dan melakukan manajemen risiko yang memenuhi prinsip kehati-hatian,” terangnya.

POJK ini, karena menganut konsep principal based, membutuhkan kode etik yang sepenuhnya diserahkan ke Asosiasi Fintech Indonesia agar bisa didetailkan lebih lanjut.

“Bedanya dengan peraturan, itu bisa di-enforce untuk penerapannya ada tindak hukum. Sedangkan kalau kode etik dilanggar maka ada dampak moral. Kode etik ini yang kami dorong ke asosiasi, lalu pantau bagaimana penerapannya di anggotanya,” pungkasnya.

OJK Setups “Fintech Center” to Support Digital Business

OJK, Indonesia’s Financial Services Authority, is soon to launch “Fintech Center” to support the innovation and development of fintech ecosystem in Indonesia. The grand opening will be held next month.

Triyono, OJK’s Head of Micro Financial Development and Digital Financial Innovation Group, said that Indonesia’s fintech development is growing fast, therefore, the Fintech Center should be the place for all digital business developments.

“It’s a part of fintech introduction in Indonesia. In addition, we’ll also build a fintech study program in university,” he said, quoted from Kompas.com.

OJK, he added, pays enough attention in fintech sector for the service has been entering the micro level. One of the well-developed sectors is p2p lending.

Until May 2018, the total distributed fund has reached Rp6.16 trillion from 64 p2p companies operating in Indonesia. The number has increased 140.26% since early this year.

Moreover, the p2p lending business has reached 1.8 million total customers, with 199,439 entity lenders.

P2p lending registration status

In the different occasion, until the mid-year of 2018, there are 63 fintech companies registered and acquired the license from OJK.

According to OJK, the total registered company is increasing. Until the first quarter of this year, there are 27 fintech companies waiting for approval from the regulator. On the other hand, OJK has returned 44 applications from companies which haven’t met the standard, of stock ownership, required data profile of commissioners and directors.

“We’re very careful in returning applications. We need to know precisely who’s the stock owner/s, the commissioners, and the directors. It is because they are running a business involving public’s personal data,” Hendrikus Passagi, OJK’s Fintech Supervising and Licensing Control Director, quoted from Kontan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OJK Siapkan Fintech Center untuk Dukung Bisnis Digital

OJK segera meluncurkan Fintech Center untuk mendukung inovasi dan pengembangan ekosistem fintech di Indonesia. Rencananya Fintech Center akan diresmikan bulan depan.

Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Triyono mengatakan perkembangan fintech di Indonesia cukup pesat, sehingga diharapkan Fintech Center dapat menjadi pusat pengembangan bisnis digital.

“Ini juga bagian dari pengenalan fintech di Indonesia. Selain itu, kami juga akan mendirikan program studi mengenai fintech di perguruan tinggi,” kata Triyono, dikutip dari Kompas.com.

OJK, sambungnya, memberi perhatian yang cukup besar untuk sektor fintech karena layanan ini telah bergerak masuk ke level mikro. Salah satu sektor fintech yang cukup berkembang adalah p2p lending.

Hingga Mei 2018, total dana yang telah disalurkan mencapai Rp6,16 triliun dari 64 perusahaan p2p yang beroperasi di Indonesia. Jumlah penyaluran tersebut naik 140,26 dari awal tahun ini.

Adapun total nasabah p2p lending saat ini mencapai 1,8 juta orang, dengan jumlah pemberi pinjaman 199.439 entitas.

Status pendaftaran p2p lending

Dalam kesempatan terpisah, sampai pertengahan tahun ini, terdapat 63 perusahaan fintech yang terdaftar dan memperoleh izin dari OJK.

Menurut OJK, jumlah perusahaan yang mendaftar terus bertambah. Hingga pertengahan tahun ada 27 perusahaan fintech yang mengantre restu dari regulator. Sementara itu, OJK juga telah mengembalikan berkas ke 44 perusahaan fintech karena dinilai belum memenuhi syarat, dari sisi kepemilikan saham, kelengkapan data identitas komisaris dan direksi.

“Kami sangat berhati-hati dalam mengembalikan berkas tersebut. Pertimbangannya untuk mengetahui secara benar siapa pemilik saham, siapa komisaris, siapa direksi. Sebab mereka yang menjalankan bisnis ini dan melibatkan data pribadi masyarakat,” ucap Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi dikutip dari Kontan.