Sony Umumkan Lensa FE 24mm F1.4 G Master, Body Ringkas dengan Kontrol Lengkap

Lensa E 50mm f/1.8 OSS adalah lensa fix pertama yang saya gunakan, berpasangan dengan Sony Alpha A6000. Sampai sekarang pun saya masih menggunakan lensa fix, yaitu lensa FE 50mm f/1.8 di body Sony Alpha A7.

Kalau ditanya kenapa memilih lensa fix? Alasannya ialah karena memiliki aperture maksimum besar, yakni f/1.8 bahkan ada yang sampai f/1.4. Artinya, kita bisa menghasilkan foto dengan efek bokeh yang mempesona dan tetap bisa memperoleh foto yang cerah di dalam ruangan atau dalam kondisi penerangan temaram.

Tantangannya ialah karena jarak fokal dari lensa ini tetap alias tidak bisa zoom, maka untuk mendapatkan komposisi yang kita inginkan harus repot bergerak maju atau mundur. Selain itu, aperture besar juga memiliki depth-of-field yang sangat sempit. Tetapi, semua itu terbayar karena rata-rata kualitas foto yang dihasilkan relatif lebih tajam.

sony-umumkan-lensa-fe-24mm-f1-4-g-master-1

Bicara soal lensa fix atau prime, Sony baru saja mengumumkan lensa FE 24mm f/1.4 G Master (model SEL24F14GM) di Indonesia. Lensa full frame wide-angle dengan bukaan besar bagian dari lini lensa G Master series andalan Sony ini dibanderol Rp22.999.000.

Dengan ini, lensa native full frame E-mount kini berjumlah 30 dan totalnya menjadi 48 bila termasuk lensa E-mount APS-C. Nah di acara peluncuran lensa FE 24mm f/1.4 GM, saya berkesempatan mencobanya dengan body Sony Alpha A9 – kesannya sebagai berikut.

Body Ringkas dengan Kontrol Penuh

Sebelum bicara tentang teknologi di dalamnya, mari bahas bagian luarnya dulu. Salah satu kelebihan lensa fix ialah ukurannya yang ringkas dan lensa FE 24mm ini punya diameter filter 67mm, ukuran body 75,4mm x 92,4mm, dan bobot yang ringan – hanya 445 gram.

Hal yang saya suka ialah kontrol tambahan di body lensa. Biasanya desain lensa fix Sony sangat minimalis, hanya dijumpai ring untuk manual fokus. Namun pada lensa FE 24mm didapati aperture ring, aperture click switch, tuas AF ke MF atau sebaliknya, dan tombol focus hold – bagi saya semua itu cukup berarti untuk kontrol lebih cepat.

Desain Optikal Baru

sony-umumkan-lensa-fe-24mm-f1-4-g-master

Lensa FE 24mm f/1.4 GM ini menggunakan desain optikal baru,
yang mampu menangkap detail dengan resolusi tinggi pada seluruh frame, bahkan pada aperture f/1.4.

Lensa ini terdiri dari 10 kelompok berisi 13 elemen, termasuk dua elemen XA (extreme aspherical) dan tiga elemen ED (Extra-low-Dispersion) yang secara efektif menahan saggital flare agar titik sumber cahaya direproduksi secara akurat dan lapisan Nano Coating juga digunakan untuk mengurangi flare dan ghosting.

Selain itu, lensa ini memiliki jarak minimal fokus 24mm dan sebagai lensa wideangle – lensa ini juga serba guna untuk kebutuhan foto maupun video. Tentu saja, ideal untuk fotografi landscape, portrait, street, dan penikmat foto di malam hari.

Berikut ini sejumlah hasil foto menggunakan lensa lensa FE 24mm f/1.4 GM:

DSC00031

Bila Anda tertarik, keran pre-order lensa FE 24mm f/1.4 GM telah dibuka pada tanggal 19 hingga 28 Oktober 2018 dengan harga Rp22.999.000 di Blibli.com. Kemudian akan tersedia di gerai-gerai Sony pada tanggal 3 November 2018.

[Review] Sony Alpha A7 III: Kamera Mirrorless Full Frame Serbaguna

Sebagai seorang content creator, kemampuan fotografi dan videografi sangat penting dalam menunjang pekerjaan saya. Kurang lebih untuk keperluan reportase atau meliput event, serta pengambilan foto dan video review.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya membeli kamera mirrorless Sony Alpha A7 karena memiliki sensor full frame. Karena saya membutuhkan kualitas gambar gambar yang lebih baik, terutama saat low light – di mana kamera menggunakan ISO tinggi.

Satu hal yang paling mengganggu pada A7 adalah absennya stabilizer di body kamera. Sehingga tidak memungkinkan merekam video dengan hand-held, harus menggunakan tripod – bila menggunakan lensa tanpa dukungan Optical SteadyShot image stabilization.

Makanya tahun depan nanti, saya berencana upgrade body kamera ke A7 II yang sudah memiliki 5 axis stabilization atau investasi ke lensa. Tetapi, rencana tersebut kemungkinan saya urungkan dulu setelah dicekoki Sony Alpha A7 III.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Ya, meja redaksi DailySocial lifestyle kedatangan kamera mirrorless full frame A7 series terbaru generasi ketiga. Sudah hampir satu bulan Sony Alpha A7 III menemani berbagai aktivitas saya – untuk liputan, foto dan video review, traveling, dan bahkan prewedding.

Pengalaman paling berkesan saat menggunakan A7 III ialah kepraktisan menentukan titik fokus, daya tahan baterainya panjang, 5 axis stabilization yang sangat berguna saat merekam video, dan masih banyak lagi. Berikut review Sony Alpha A7 III selengkapnya.

Desain Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Pada minggu pertama bersama A7 III, kebetulan event sedang padat – di mana hampir setiap hari pergi meliput. Saya masih meraba-raba untuk mengoptimalkan kamera ini, tetapi jujur saja – leher dan juga pundak saya berasa pegal-pegal.

Sebenarnya wajar, mengingat dimensi A7 III lebih besar (127x96x74 mm). Bobotnya juga lebih berat, A7 hanya 474 gram (termasuk baterai tanpa lensa) – sementara A7 III mencapai 650 gram.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Harus diakui, bertambahnya dimensi dan grip lebih besar yang nyaman di tangan membuatnya jauh lebih ergonomis. Peningkatan kontrol kamera pada A7 III juga membuatnya lebih responsif saat digunakan. Dalam grip tersebut telah tertanam baterai baru yang menyuguhkan ketahanan hampir 2x lebih panjang.

Garis desain A7 III sendiri masih sama seperti pendahulunya yaitu mengambil desain klasik seperti kamera SLR atau rangefinder. Dari luar, tampilan A7 III nyaris sama dengan A7R III – sangat ganteng.

Kontrol Kamera Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Saat mengambil foto dan video review, biasanya saya bermain aperture, area fokus, dan angle. Namun menentukan titik fokus pada A7 adalah hal yang cukup merepotkan.

Oleh karena itu, keberadaan joystick dan fungsi layar sentuh pada A7 III menurut saya merupakan fitur esensial – karena sangat berguna membantu berpindah area fokus.

Sayangnya, layar sentuh 3 inci miliknya belum bisa diputar ke samping dan depan. Jadi, kadang masih suka ribet sendiri saat mengkomposisi foto dalam angle tertentu dan sukar merekam video diri sendiri atau vlogging. Fungsionalitas layar sentuhnya juga terbatas, hanya untuk menentukan titik fokus dan belum bisa untuk navigasi menu.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Bagian depannya cukup ramai, selain layar sentuh dan AF joystick – terdapat pula dan jendela bidik tipe electronic 2,36 juta dot OLED (0,78x magnification) lengkap dengan dial diopter untuk menyesuaikan fokus dari lensa viewfinder.

Tombol lainnya antara lain tombol menu untuk mengakses pengaturan kamera, tombol FN yang terdiri dari 12 shortcut, kustom C3 dan C4, AF-ON, AEL, playback, dan roda kontrol.

Sementara, pada bagian atas terdapat tombol shutter yang dilengkapi toggle on/off, dial untuk menyesuaikan aperture, dial untuk mengatur shutter speed, multi interface shoe, serta tombol kustom C3 dan C4.

Lalu, ada mode dial untuk mengatur exposure compensation, serta dial untuk beralih ke mode pemotretan seperti auto mode, program auto, aperture priority, shutter priority, manual exposure, memory recall satu dan dua, movie, S&Q motion, dan SCN (scene selection).

Review-Sony-Alpha-A7-III

Lanjut ke belakang, ada tombol tuas untuk membuka dan memasang lensa. Serta, lampu AF illuminator atau self-timer. Sementara, di bagian bawah ada slot untuk baterai dan lubang soket tripod.

Ke sisi kanan, ada dua slot untuk kartu memori dan kait untuk strap. Sementara pada sisi kiri, ada jack microphone, jack headphone, jack HDMI mirco, USB Type-C, lampu charge, dan multi/micro USB.

Kontrol kamera pada A7 III memang relatif kompleks dan terdapat banyak sekali tombol yang fungsinya dapat diubah. Pastinya akan menyita waktu kita untuk menyesuaikan sesuai kebutuhan, tetapi semua kesabaran itu akan terbayar – jangan ragu mengotak-atik kamera.

Spesifikasi Teknis Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Kamera ini mengusung sensor full frame 35mm, dengan resolusi 24-megapixel seperti A7 dan A7 II. Namun teknologi didalamnya telah ditingkatkan, di mana kini telah menggunakan sensor BSI (backside-illuminated) – singkatnya A7 III menawarkan kinerja lebih baik di bright light maupun low light.

Desain sensor baru yang disebut ‘dual gain‘ tersebut juga membawa kemampuan sistem autofocus hybrid dengan 693 titik phase-detection yang nyaris memenuhi keseluruhan frame (93%), 425 titik contrast-detection, rentang ISO hingga 51200 (bisa ditingkatkan sampai ISO 204800), dan mampu memotret 10 fps dengan buffer 163 foto.

Saya tidak suka kehilangan kontrol di mode auto, karena itu saya selalu memilih mode manual. Tetapi saya percaya dengan ISO otomatisnya, karena performa ISO tingginya bagus. Namun untuk memastikan hasilnya tetap terjaga, kita bisa menentukan nilai ISO minimum dan maksimum.

Review-Sony-Alpha-A7-III-18

Soal video, A7 III sanggup merekam video 4K pada 24 fps tanpa crop, video 4K pada 30 fps dengan crop 1,2x, dan video slow-motion 1080p pada 120 fps di mode S&Q.

Lengkap dengan dukungan S-log3 yang bisa disimpan ke SD card (8 bit 4:2;0) maupun ke HDMI out (8 bit 4:2:2) dan HLG (hybrid log gamma) yang berguna saat keadaan kontras tinggi.

Ya, kemampuan perekaman video 4K milik A7 III sudah terbilang mumpuni. Meskipun banyak yang masih membuat video pada 1080p – mengambil footage 4K memiliki sejumlah keuntungan. Misalnya bisa digunakan untuk bermain multi-angle, bisa zoom atau re-framing tanpa mengurangi kualitas saat kita me-render ke 1080p.

Pengalaman Menggunakan Sony Alpha A7 III

Saya mendapatkan kesempatan menguji A7 III untuk membantu pemotretan prewedding. Saya benar-benar terkesan dengan fitur Eye-AF tracking yang sangat cepat dan akurat.

Eye-AF akan melacak mata subjek yang paling dekat dengan kamera, bahkan saat bermain bokeh dengan aperture besar seperti f1.8. Eye-AF juga akan terus melacak mata ketika subjek bergerak dan saat kita melepaskan tembakan beruntun (continuous shooting) 10 fps.

Jujur saja, saya merasa begitu fleksibel dan bisa dengan mudah beradaptasi saat mengubah skenario. Sehingga bisa sepenuhnya fokus mengejar komposisi yang saya inginkan, menangkap ekspresi yang tepat, dan mengabadikan momen secara lebih sempurna.

Penggunaan baterai lithium-ion baru NP-FZ100 yang sanggup mempersembahkan hingga 710 foto sekali full charge dan dukungan dual slot SD card – membuat saya bernafas lega. Tidak perlu begitu khawatir lagi kehabisan daya dan memori penuh, terutama saat harus syuting berat.

Review Sony Alpha A7 III ini, pengambilan sampel gambar juga dibantu oleh salah satu fotografer Dailysocial – Sadam. Menurutnya, meski bermain di ISO tinggi dan aperture kecil di kondisi low light – hasilnya masih bagus dan minim noise. Sangat recommended bagi penikmat fotografi malam yang anti flash.

Secara umum, kualitas bidikan dari A7 III sangat bagus – keunggulannya terletak di low light dan dynamic range-nya. Penggunaan ISO tinggi pun hasilnya masih tetap minim noise dan di kondisi backlight detail tertangkap dengan sangat baik. Kualitas warna untuk skintone juga sudah membaik dibanding A7.

Untuk kebutuhan hobi fotografi serius ataupun semi pro, kualitasnya sudah lebih dari cukup. Demikian juga buat kerja/pro, dengan catatan bila Anda tidak perlu resolusi tinggi. Kemampuan perekaman video 4K bagus, serta didukung koleksi lensa yang lengkap dan berkualitas (Zeiss, Sony GM).

Berikut beberapa bidikan dari Sony Alpha A7 III:

Verdict

Review-Sony-Alpha-A7-III-17

Meski menyasar kalangan professional, Sony menyebut A7 series merupakan model paling basic. Bisa dimaklumi, karena Sony memiliki A7R series yang mengunggulkan resolusi tinggi, A7S series spesialis di video, dan A9 series mampu menjepret foto berturut-turut 20 fps.

Menurut saya, A7 III adalah kamera yang serbaguna – cocok untuk segala kebutuhan fotografi dan juga andal untuk kebutuhan video – baik hobi maupun buat kerja (pro). Feel-nya professional dan fitur-fitur yang ada sangat memanjakan penggunanya.

Sony Alpha A7 III juga menjadi benchmark untuk kamera full frame. Saat Nikon meluncurkan Z6 dan Z7, serta Canon dengan EOS R – kebanyakan orang akan langsung membandingkan dengan A7 III. Harga A7 III juga sangat kompetitif bila dibandingkan para kompetitornya.

Sparks

  • Baterai 2,2x lebih tahan lama (710 jepretan)
  • Grip lebih besar, lebih nyaman saat digunakan
  • Layar sentuh dan AF joystick sangat membantu memilih area fokus
  • Dua slot memory card

Slacks

  • Layar belum bisa diputar ke samping dan depan layaknya camcorder
  • Tanpa PlayMemories, tidak bisa menginstal aplikasi tambahan

Zeiss ZX1 Adalah Kamera Compact Full-Frame Dengan Adobe Lightroom CC Built-In

Baik untuk kebutuhan profesional maupun pemakaian casual, proses editing sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari ranah fotografi. Tersedia banyak software sunting foto di PC maupun perangkat bergerak, beberapa mudah digunakan dan yang lain menawarkan keleluasaan fitur. Begitu besarnya peran editing, platform sosial media bahkan menyertakan fungsi ini di layanan mereka.

Krusialnya proses editing sepertinya turut mendorong satu perusahaan spesialis produk optik asal Jerman untuk mengintegrasikan fitur penyuntingan di perangkat high-end barunya. Di ajang Photokina 2018, Zeiss memperkenalkan ZX1, yaitu kamera compact mirrorless yang mengusung kapabilitas edit built-in berkat kehadiran Adobe Lightroom CC. ZX1 juga merupakan kamera full-frame pertama buatan Zeiss.

Zeiss ZX1.

Layaknya kamera point-and-shoot bertubuh padat di kelasnya, Zeiss merancang ZX1 agar siap menunjang pemakaian satu tangan. Penampilannya mengombinasikan estetika desain modern dan industrial tanpa melupakan aspek ergonomis. Kemudahan pemakaian menjadi perhatian utama Zeiss, dan untuk memenuhi hal tersebut, produsen mencantumkan layar multi-touch seluas 4,3-inci yang dipadu dengan user interface intuitif. Beradasarkan keterangan Zeiss, mereka memang menyiapkan ZX1 sebagai alternatif lebih canggih dari smartphone.

Layar sentuh dan UI sangat esensial karena berkat dukungan penuh dua elemen ini, pengguna dipersilakan mengutak-atik foto berformat RAW via Adobe Photoshop Lightroom CC langsung di ZX1. Zeiss menjanjikan tampilan antar-muka unik yang memungkinkan kita mengedit tanpa gangguan. Lalu saat kamera full-frame mirrorless ini tersambung ke network, Anda bisa segera mengunggah gambar tanpa perlu menyimpannya di storage eksternal.

Zeiss ZX1 1

Lalu bagaimana jika saat itu internet tidak tersedia? Kita memang tidak dapat membubuhkan penyimpanan tambahan di ZX1, namun kamera compact ini sudah dibekali memori internal sebesar 512GB – cukup untuk menyimpan sekitar 6.800 foto RAW dan lebih dari 50.000 JPG, sangat ideal untuk digunakan berfoto-foto saat liburan panjang. Selain Wi-Fi, ZX1 turut dilengkapi konektivitas Bluetooth dan USB type-C yang memungkinkan kita menyambungkannya ke sejumlah periferal.

Dalam mengabadikan momen, ZX1 mengandalkan sensor full-frame 37,4-megapixel buatan tim Zeiss sendiri, dikombinasikan bersama lensa Zeiss Distagon 35mm f/2 T*. Perpaduan sensor dan lensa tersebut menjanjikan ‘kualitas gambar kelas atas dengan karakteristik hasil foto khas Zeiss’.

Buat sekarang, Zeiss belum menginformasikan harga yang mereka patok untuk satu unit ZX1. Perusahaan Jerman itu hanya bilang akan mengumumkan harga retail ZX1 bersamaan dengan peluncuran produk, rencananya dilangsungkan di awal tahun 2019.

Sumber: Zeiss.

Mengenal Kamera Mirrorless Sony dengan Sensor Full Frame

Saat ini kebanyakan perusahaan pembuat kamera mirrorless menggunakan sistem kamera dengan sensor APS-C. Sejauh ini baru Sony yang menyediakan kamera tanpa cermin dalam dua format.

Format APS-C yang bisa ditemui pada A6000 series atau di bawahnya yang ideal untuk kebutuhan hobi dan semi pro. Serta, full frame yang ada pada A7 dan A9 series untuk profesional.

Kelebihan kamera full frame adalah ukuran sensor yang lebih besar dibanding APS-C. Dampaknya hasil foto umumnya lebih baik, dan punya jangkauan fokal lensa yang lebih lebar. Namun, harga perangkat kamera full frame dan lensa-lensa FE dari Sony terbilang mahal.

Setelah sebelumnya membahas kamera mirrorless Sony dengan sensor APS-C, sekarang mari kita lanjutkan mengulas kamera mirrorless Sony dengan sensor full frame.

Sony Alpha A7 Series

Sony-Alpha-A7
Foto: Sony.co.id

Sony meluncurkan kamera full frame pertama yakni Alpha A7 generasi ke-1 pada tahun 2013. Ada tiga varian dengan kemampuan yang berbeda.

Pertama Alpha A7 itu sendiri dengan sensor CMOS 24,3-megapixel yang ideal untuk foto dan video. Saat ini harganya semakin terjangkau, A7 dengan paket lensa FE 50mm f/1.8 bisa ditebus seharga Rp13 juta – harga yang sama dengan Alpha A6300.

Sony-Alpha-A7R
Foto: Sony.co.id

Kedua Alpha A7R dengan sensor CMOS beresolusi tinggi 36,4-megapixel, kamera ini dirancang untuk fotografer profesional. Ideal untuk memotret landscape, produk, fashion, dan kebutuhan lainnya. Saat ini, harga A7R body only berkisar di Rp20 jutaan.

Sony-Alpha-A7S
Foto: Sony.co.id

Ketiga Alpha A7S dengan sensor CMOS 12,2-megapixel dengan sensitivitas ultra tinggi hingga ISO 409.600. Kamera ini sangat piawai mengambil foto dan video di kondisi low-light, sangat ideal untuk fotografi panggung dan malam. Harga A7S untuk body only saat ini masih Rp24 juta.

Sony Alpha A7 II Series

Sony-Alpha-A7-II
Foto: Sony.co.id

Seperti generasi pertama, Sony juga merilis tiga varian. Kita mulai dari Alpha A7 II, kamera full frame pertama dengan fitur peredam getar 5-axis image stabilization dan autofocus lebih cepat dibanding pendahulunya. Sensor gambar yang digunakan masih sama, CMOS 24,3-megapixel. Harga A7 II sekarang Rp18 juta dengan pilihan lensa FE 50mm f/1.8 atau lensa Kit FE 28-70mm.

Sony-Alpha-A7R-II
Foto: Sony.co.id

Berikutnya Alpha A7R II, dibekali resolusi lebih tinggi yakni sensor BSI-CMOS 42,4-megapixel yang tentunya mampu menghasilkan foto sangat tajam karena tidak ada low pass filter. Fitur 5-axis image stabilization juga dibenamkan, harga A7R II body only saat ini pada Rp30 juta.

Sony-Alpha-A7S-II
Foto: Sony.co.id

Kemudian Alpha A7S II, kamera ini dirancang untuk videografer profesional. Mampu merekam video 4K dalam format full frame dalam kondisi temaram sekalipun. Fitur baru seperti 5-axis image stabilization juga dibenamkan, sementara sensor gambarnya masih sama CMOS 12-megapixel. Kalau untuk harga A7S II, saat ini masih sekitar Rp40 jutaan.

Sony Alpha A7 III Series

Sony-Alpha-A7-III
Foto: Sony.co.id

Pada Alpha A7 series generasi ke-3 atau yang teranyar, baru muncul Alpha A7 III dan A7R III. Sementara untuk A7S III masih belum diluncurkan, tapi rumornya bakal dirilis tahun ini.

Alpha A7 III tentu membawa banyak peningkatan, tapi yang baru adalah dual slot SD dan daya tahan baterai yang lebih lama hingga 700 jepretan. Sensor gambarnya masih sama, CMOS 24,2-megapixel dan fitur 5-axis image stabilization di body-nya. Harga A7 III untuk body only berkisar Rp28 jutaan.

Sony-Alpha-A7R-III
Foto: Sony.co.id

Beralih ke Alpha A7R III, kamera ini masih menggunakan sensor gambar seperti pendahulunya, CMOS 42,4-megapixel. Namun dengan pemrosesan gambar LSI dan BIONZ X yang lebih cepat. Harga A7R III tembus sampai Rp45 juta.

Sony Alpha A9 Series

Sony-Alpha-A9
Foto: Sony.co.id

Alpha A9 dirancang untuk fotografer profesional terutama photojournalistic, misalnya fotografer olahraga. Sony mengklaim, Alpha A9 sanggup menyuguhkan performa setara atau melampaui DSLR.

Rahasinya adalah sensor CMOS full-frame Exmor RS baru bertipe stacked 24,2-megapixel dan prosesor BIONZ X baru. Alpha A9 sanggup menjepret hingga 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Saat ini harga Alpha A9 body only tembus Rp60 jutaan.

Itulah kamera mirrorless Sony dengan sensor full frame, paling terjangkau adalah A7 generasi pertama Rp13 juta dengan paket lensa prime serbaguna FE 50mm f/1.8. Namun, yang paling saya rekomendasikan adalah A7 generasi ke-2, harganya tidak jauh yakni Rp18 juta dan sudah memiliki fitur 5-axis image stabilization serta autofocus lebih cepat.

Referensi: Infofotografi

5 Kamera Mirrorless Sony dengan Sensor APS-C

Bicara soal kamera mirrorless, banyak pemain di dalamnya – Sony satu diantaranya. Pabrikan asal Jepang itu mengusung dua sistem yakni APS-C dengan lensa berlabel E dan full frame dengan lensa FE.

Kelebihan dari kamera mirrorless Sony dengan sistem APS-C adalah harganya relatif lebih murah, pun demikian dengan lensa-lensa E-nya. Namun, dengan hasil foto yang baik bahkan untuk memenuhi kebutuhan profesional.

Berikut adalah pembahasan singkat, lima kamera mirrorless Sony dengan sensor APS-C. Mana yang paling cocok untuk Anda?

1. Sony Alpha A5000 – Rp5 Juta

kamera-mirrorless-sony-dengan-sensor-aps-c-1
Foto: Sony.co.id

Untuk Anda yang belum pernah punya kamera digital, Sony Alpha A5000 sangat ideal dijadikan sebagai kamera mirrorless pertama. Bentuknya ringkas dan cara pakainya simple tanpa banyak tombol di body-nya.

Layar LCD 3 inci dapat diputar 180 derajat, untuk mempermudah vlogging dan selfie. Hasil fotonya juga bisa langsung ditransfer ke smartphone.

Alpha A5000 menggunakan sensor CMOS 20,1-megapixel dan prosesor Bionz X. Kamera ini sudah cukup ideal untuk Anda yang ingin belajar fotografi tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam.

Kelemahan yang kerap dirasakan oleh para pengguna Alpha A5000 adalah kinerja autofocus-nya yang relatif lambat di dalam ruangan.

2. Sony Alpha A5100 – Rp6 Juta

kamera-mirrorless-sony-dengan-sensor-aps-c-2
Foto: Sony.co.id

Bila Alpha A5000 ideal untuk belajar memotret foto, kemampuan A5100 lebih dititik beratkan pada perekaman videonya.

Ia punya sistem fast hybrid AF dengan 179 titik yang mampu mengikuti subjek yang bergerak.  Layar LCD 3 inci-nya sudah menggunakan panel sentuh, mendukung fokus sentuh, dan dapat ditekuk 180 derajat.

Desain fisiknya memang identik dengan Alpha A5000, tapi A5100 menggunakan sensor CMOS 24-megapixel dan prosesor BionZ-X.

Kelemahan pada Alpha A5000 sudah diatasi pada A5100 yakni kinerja autofocus yang meningkat. Namun Alpha A5100 masih tidak memiliki hotshoe, jadi Anda tidak memasang akesori tambahan seperti mic dan flash.

3. Sony Alpha A6000 – Rp8 Juta

kamera-mirrorless-sony-dengan-sensor-aps-c-3
Foto: Sony.co.id

Untuk keperluan yang lebih serius, Sony Alpha A6000 adalah jawabannya. Dari lima kamera mirrorless Sony dengan sistem APS-C yang di bahas pada artikel ini, Alpha A6000 adalah yang paling populer dan kemampuannya melampaui harganya.

Desain fisiknya sudah berbeda dengan Alpha A5000 dan A5100, punya viewfinder, hotshoe, dan tombol kontrol lebih lengkap. Selain itu, sistem autofocus-nya juga sudah sangat cepat dengan 179 titik phase detection sampai ke ujung gambar.

Kamera ini menggunakan sensor CMOS 24-megapixel dan prosesor BionZ-X. Kelemahan Alpha A6000 adalah absennya external mic jack.

Sebagai informasi, harga body only untuk Alpha A6000 dibanderol Rp6,5 juta. Menurut saya, lensa yang paling ideal untuk mendampinginya adalah Sony 35mm f/1.8 OSS – karena menyuguhkan sudut pandang yang lebih luas dan hasil yang tajam.

4. Sony Alpha A6300 – Rp13 Juta

kamera-mirrorless-sony-dengan-sensor-aps-c-4
Foto: Sony.co.id

Sebagai penerus, kelemahan Alpha A6000 sudah dibenahi pada A6300. Namun bukan dari segi desain, karena keduanya punya fisik yang identik.

Pertama sistem autofocus-nya, bila A6000 memiliki 179 titik – A6300 punya 425 titik fokus. Kedua, perekaman videonya – A6300 mampu merekam video format 4K dengan bitrate sampai 100 Mbps.

Selain itu, kamera ini juga dilengkapi dengan external mic jack. Fitur ini sangat penting bagi vlogger/videografer untuk meningkatkan kualitas audio. Untuk resolusi fotonya masih 24-megapixel (CMOS APS-C) dan prosesor BionZ-X.

Kelemahannya mungkin terletak dibanderol harganya, sebagai informasi di rentang harga yang sama kita sudah bisa mendapatkan kamera full frame Sony Alpha A7.

Kembali lagi ke kebutuhan Anda, bila condong ke video – memilih A6300 lebih tepat tapi bila condong ke foto – A7 jawabannya.

5. Sony Alpha A6500 – Rp22 Juta

kamera-mirrorless-sony-dengan-sensor-aps-c-5
Foto: Sony.co.id

Sony Alpha A6500 merupakan kamera Sony dengan sensor APS-C paling canggih dengan autofocus paling kencang. Harganya bahkan lebih mahal dibanding kamera full frame Sony Alpha A7 generasi ke-2, apa yang membuatnya istimewa?

Adalah fitur peredam getaran 5 axis stabilization yang bekerja pada lensa apapun yang dipasangkan ke kamera. Fitur lainnya seperti touch focus, kemampuan memotret kontinu hingga 307 foto, dan banyak lagi.

Alpha A6500 nyaris sempurna untuk foto dan video, kamera ini mampu merekam video kualitas 4K dalam format Super 35mm dan video 1080p dengan bitrate 100Mbps, lengkap dengan format video S-Log3.

Alpha A6300 menggunakan sensor Exmor CMOS APS-C 24,2-megapixel dengan processor LSI yang membantu prosesor gambar utama Bionz X.

Kelemahannya mungkin pada harganya, dengan rentang harga tersebut saya pribadi lebih memilih kamera full frame Sony Alpha A7 generasi ke-2 – tapi kembali lagi ke kebutuhan Anda itu apa.

Referensi: Infofotografi

Nikon Dikabarkan Sedang Menyiapkan Kamera Mirrorless Bersensor Full-Frame

Nikon boleh merajai segmen DSLR bersama Canon, tapi mereka bukan siapa-siapa di kancah mirrorless. Bukan berarti mereka tidak punya lini mirrorless, tapi seri Nikon 1 yang selama ini dipasarkan tidak mampu bersaing menghadapi gempuran dari Panasonic, Sony maupun Fujifilm.

Canon sendiri belakangan mulai menunjukkan keseriusannya dalam ranah mirrorless dengan mengadaptasikan teknologi andalan DSLR kelas atasnya ke bodi mirrorless yang jauh lebih ringkas macam EOS M5 dan EOS M100. Lalu bagaimana dengan Nikon? Apakah ke depannya mereka masih akan bersikukuh dengan DSLR dan mengabaikan pasar mirrorless begitu saja?

Tidak. Pada kenyataannya, bulan Juli kemarin Nikon telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang mengembangkan kamera mirrorless baru yang diklaim lebih superior dibanding kompetitornya. Seperti apa jelasnya kamera tersebut masih misteri, tapi baru-baru ini ada indikasi positif yang bisa diambil dari wawancara salah satu petinggi Nikon.

Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek
Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek

Berbicara kepada media publikasi asal Tiongkok, Xitek, Tetsuro Goto selaku General Manager divisi riset dan pengembangan produk Nikon mengungkapkan sejumlah petunjuk yang cukup menarik terkait kamera mirrorless baru Nikon. Berdasarkan hasil terjemahan NikonRumors, beliau bilang kalau Nikon ingin mendalami mirrorless, maka sensor full-frame harus menjadi syarat yang paling utama.

Tetsuro memang tidak bilang secara eksplisit kalau Nikon sedang mengerjakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi beliau mengatakan bahwa alasannya mengacu pada tren yang ada sekarang. Seperti yang kita tahu, Sony saat ini adalah satu-satunya pabrikan yang memiliki kamera mirrorless full-frame, dan Nikon percaya kalau full-frame merupakan jalur yang tepat untuk bisa bersaing di kompetisi mirrorless sekaligus memenuhi permintaan konsumen dari kalangan profesional.

Rumor ini semakin diperkuat oleh bocoran hak paten yang diajukan Nikon terkait sepasang lensa baru untuk kamera mirrorless bersensor full-frame, yakni 52mm f/0.9 dan 36mm f/1.2. Meski tidak bisa dijadikan acuan, saya kira eksistensi kamera mirrorless full-frame dari Nikon hanya tinggal hitungan waktu.

Sumber: PetaPixel.

Sony Luncurkan Kamera Pengawas dengan Kemampuan Merekam Video 4K dalam Kegelapan

Video yang direkam kamera pengawas atau CCTV biasanya beresolusi rendah. Tapi tidak masalah karena fungsi utamanya adalah mengawasi keadaan suatu lokasi, terutama di malam hari dimana jumlah yang menjaga biasanya tidak sebanyak pada saat jam kerja.

Namun anggapan kita terhadap kamera pengawas seperti di atas bakal berubah berkat produk terbaru Sony, yaitu Sony SNC-VB770. Kamera pengawas ini istimewa karena kemampuannya merekam dalam resolusi 4K 30 fps serta dapat ‘melihat’ di kegelapan. Tidak seperti CCTV inframerah yang hanya bisa merekam dalam satu warna di tempat gelap, SNC-VB770 akan mengabadikan semuanya secara berwarna.

Kamera ini dibekali oleh sensor full-frame 12,2 megapixel – sepertinya sama persis dengan yang tertanam di Sony A7S II. Sensor ini sangat sensitif terhadap cahaya. Begitu sensitifnya, ia bisa ‘melihat’ meski tingkat kecerahan hanya sebatas 0,004 lux. Sebagai pembanding, 0,002 lux adalah tingkat kecerahan saat bulan sedang ‘malu-malu’ bersinar di langit.

Fitur crop 4x pada Sony SNC-VB770

Resolusi 4K juga memungkinkan pengguna kamera ini untuk meng-crop empat bagian spesifik dalam video, lalu menampilkannya sebagai empat video terpisah dalam resolusi VGA (640 x 480 pixel) guna memudahkan pengawasan. Kamera ini dapat dikendalikan menggunakan smartphone via sambungan Wi-Fi, sedangkan foto maupun video yang diambilnya bisa dikirim lewat koneksi LAN.

SNC-VB770 menganut sistem mirrorless dimana lensanya bisa dilepas-pasang. Ia kompatibel dengan seluruh lensa yang termasuk dalam lini E-mount buatan Sony maupun pabrikan lain macam Carl-Zeiss.

Soal harga, sepertinya ini merupakan salah satu kamera pengawas termahal yang pernah ada. Sony mematoknya seharga 850 ribu yen, atau sekitar Rp 98 juta, tanpa lensa. Belum ada informasi apakah Sony bakal memasarkannya di luar Jepang.

Sumber: Engadget.

Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Sepertinya kita sudah sampai pada titik dimana DSLR tak lagi bisa dianggap lebih superior dari kamera mirrorless. Lihat saja brandbrand seperti Sony atau Panasonic yang tak segan menarget kalangan profesional lewat kamera mirrorless-nya. Dan anggapan ini akan semakin diperkuat berkat keikutsertaan dari salah satu nama paling legendaris di industri fotografi, Leica. Continue reading Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Sony Jejalkan Sensor Full-Frame 42 Megapixel ke Dalam Kamera Compact

Sony RX1 dan RX1R sudah menemani kalangan fotografer selama dua tahun lebih. Kini sudah saatnya Sony melepas generasi penerusnya. Namun ketimbang merilis dua kamera sekaligus seperti sebelumnya, Sony kini hanya mengumumkan satu saja kamera pamungkas yang belum memiliki lawan sepadan, RX1R II. Continue reading Sony Jejalkan Sensor Full-Frame 42 Megapixel ke Dalam Kamera Compact

Sony Rilis A7S II, Bisa Merekam Video 4K di Tempat yang Benar-Benar Gelap

Lengkap sudah generasi kedua lini kamera mirrorless bersensor full-frame Sony Alpha 7. Setelah Sony A7 II dan A7R II, kini giliran Sony A7S II yang unjuk kebolehan di hadapan publik. Buat yang belum mengenal Sony A7S, huruf “S” di sini mengacu pada “Sensitivity”, dimana sensor full-frame yang dimilikinya sangat sensitif terhadap cahaya. Continue reading Sony Rilis A7S II, Bisa Merekam Video 4K di Tempat yang Benar-Benar Gelap