Setelah Vietnam, Beacon Fund Luncurkan “Gender Lens Investing” di Indonesia

Dalam sebuah riset yang dilakukan Investing in Women tahun 2021 lalu, Gender Lens Investing (GLI) di Asia Tenggara, khususnya negara seperti Vietnam, Filipina, dan Indonesia, mampu memberikan efek positif dan berkelanjutan. Tidak hanya ke pengusaha perempuan itu sendiri, tetapi kontribusi yang cukup besar untuk negara.

Sejumlah investor mulai menerapkan praktik GLI, namun sebagian besar investor lokal tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai investor GLI.

GLI disebutkan memiliki dampak yang positif pada kehidupan perempuan dan anak perempuan, membantu mengurangi ketidaksetaraan gender, dan memperluas akses pembiayaan kepada pengusaha perempuan yang sampai saat ini masih kurang dilirik oleh para investor. Dengan mendanai bisnis yang dipimpin perempuan, investor dapat mengatasi ketidaksetaraan gender sekaligus mendapatkan keuntungan.

Melihat peluang tersebut, Beacon Fund yang didukung Patamar capital, meluncurkan impact fund yang fokus ke GLI di Asia Tenggara. Dimulai di Vietnam, Beacon Fund mulai serius menjajaki peluang investasi di kalangan pengusaha UMKM perempuan Indonesia. Beacon Fund dipimpin oleh CEO Shuyin Tang yang juga merupakan Partner Patamar Capital.

Saat ini, selain Beacon Fund, investor lokal yang juga fokus ke pendanaan GLI adalah Teja Ventures.

Kategori perusahaan GLI

Berbicara tentang GLI mengundang cara pandang Beacon Fund tentang seperti apa perusahaan yang ingin menjadi portofolionya. Kepada DailySocial, Manager Investment Relations Beacon Fund Rong Hui Kan menyebutkan, jika perusahaan tersebut memang dimiliki perempuan hal ini menjadi ideal. Namun dari sisi kategori bisnis yang disasar, menurutnya tidak harus perusahaan yang menyediakan layanan khusus untuk perempuan.

Kategori seperti edukasi dan agrikultur menjadi perhatian khusus bagi Beacon Fund. Secara khusus mereka memosisikan diri sebagai private credit fund yang menerapkan untuk mendukung usaha kecil dan berkembang di Asia Tenggara.

“Relasi kami dengan Patamar Capital yang selama ini fokus berinvestasi ke startup yang ingin menuju ke status unicorn telah memberikan akses kepada jaringan yang luas, masukan, hingga nasihat yang relevan kepada para pengusaha,” kata Rong Hui.

Berbeda dengan VC yang menggunakan skema pendanaan berbasis ekuitas,  Beacon Fund memberikan pendanaan dalam bentuk pinjaman. Pengusaha perempuan atau bisnis yang memiliki latar belakang layanan untuk perempuan dan telah memiliki cashflow positif memiliki kesempatan mendapatkan pinjaman dari perusahaan.

Beacon Fund telah mengalokasikan dana mulai dari $500 ribu hingga $2 juta ke bisnis yang sesuai. Perusahaan tidak memiliki kuota atau target bisnis UMKM tertentu dan memiliki target membangun pendanaan hingga $100 juta untuk GLI.

“Berbeda dengan VC pada umumnya, kami bukan closed end fund. Pada akhirnya kami ingin hubungan yang telah terjalin bisa terus berlanjut. Ketika bisnis yang kami investasikan telah membayar pinjaman, selanjutnya uang tersebut akan kami investasikan kembali kepada bisnis UMKM lainnya,” kata Rong Hui.

Debt fund

Besarnya potensi berinvestasi ke pelaku UMKM yang saat ini terbilang masih underserved menjadi peluang yang dijajaki Beacon Fund. Saat ini masih banyak bisnis UMKM yang kesulitan mendapatkan investasi dari institusi finansial mikro.

Sementara mereka, di skala yang lebih besar, yang ingin mendapatkan tambahan modal melalui perbankan atau instusi keuangan lainnya, biasanya kesulitan mendapatkan pinjaman karena diperlukan jaminan dan persyaratan yang ketat. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, skema debt fund Beacon Fund menjadi solusi ideal.

Pengusaha perempuan menjadi sektor ideal untuk pasar Vietnam dan Indonesia. Besarnya kontribusi pengusaha perempuan di kalangan UMKM memberikan kontribusi signifikan bagi negara. Mengacu ke laporan Investing in Women, Indonesia, Filipina, dan Vietnam menyumbang 80% dari volume kesepakatan GLI di wilayah Asia Tenggara; 85% dari kesepakatan ini berasal dari investor privat dengan skema impact.

“Ada berbagai macam bentuk debt funding, mulai dari lending secara langsung dan lainnya. Interest rate tentunya akan bergantung kepada financial impact metrics,” kata Rong Hui.

Menurut Rong Hui, perbedaan yang cukup signifikan antara VC konvensional dan Beacon Fund menjadi pembeda yang menarik. Fokus Beacon fund adalah perusahaan dengan pertumbuhan moderat, telah profitable, dan memiliki cashflow yang positif.

Untuk memperkuat dana kelolaan mereka, Beacon Fund telah mendapatkan dukungan dari Visa Foundation.

Bisnis yang telah didukung Beacon Fund adalah adalah dua perusahaan Vietnam, yaitu Mind (sebuah perusahaan pendidikan berbasis STEM) dan Hoa Nang Organic (perusahaan pertanian yang menanam beras organik).

“Saat ini kita belum melakukan pencarian dan masih menempatkan posisi serta awareness di pasar Indonesia. Kami memiliki website bagi mereka yang ingin mengirimkan proposal dan mereka bisa apply ke kami kapan saja,” kata Rong Hui.

Teja Ventures Closes Its First Managed Fund of 143,6 Billion Rupiah

As a venture capital with a gender lens focus, Teja Ventures announced the closing of its first funding. The managed funds total value is at $10 million or around 143.6 billion Rupiah. The money obtained by a number of family offices in Asia.

Teja Ventures’ Partner, David Soukhasing revealed to DailySocial, using this fresh fund, his team has plans to support the 18 portfolios that they currently have.

“Especially because some of them are currently experiencing business growth and in the process of finalizing a fundraising, where Teja Ventures is leading the act,” David said.

Several platforms, including Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily are startups that have been funded by Teja Ventures. Currently they are in the stage of finalizing the second funding and claim to have received investors’ support.

Teja Ventures claims to be the first venture capital to commit to investing with a gender lens in all of Asia. Countries such as China to Southeast Asia are their target markets. Meanwhile, the targeted startup categories are financial inclusion/fintech, consumption, edutech, and the new economy.

Supporting business for women

Also known as ANGIN’s Managing Director, David and his partner Virginia Tan, who is also a client of ANGIN, founded Teja Ventures. Teja Ventures targets companies with positive impact on the female demographic as consumers as part of the supply chain and as a whole as an economic driver in their business model.

Even though it claims to be a gender lens investor, this concept does not apply only to support female startup founders. It is possible for male startup founders to attract Teja Ventures’ interest, what needs to be considered is that they must understand and effectively capture female users.

“We are pleased to see that some investors are now incorporating this mindset into their investment theses and we see it will lead to more opportunities for scale, capital flows and gender impact in Indonesia,” David said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Teja Ventures Rampungkan Penutupan Dana Kelolaan Pertama 143,6 Miliar Rupiah

Hadir sebagai venture capital yang memiliki fokus lensa gender, Teja Ventures  mengumumkan telah merampungkan pendanaan pertama mereka. Nilai dana kelolaan yang diterima sekitar $10 juta atau sekitar 143,6 miliar Rupiah. Dana diperoleh sejumlah family office di Asia.

Kepada DailySocial.id, Partner Teja Ventures David Soukhasing mengungkapkan, dengan dana segar ini pihaknya memiliki rencana untuk mendukung 18 portofolio yang saat ini sudah dimiliki.

“Terutama karena di antara mereka saat ini tengah mengalami pertumbuhan bisnis dan dalam proses finalisasi penggalangan dana, di mana Teja Ventures memimpin pendanaan tersebut,” kata David.

Platform seperti Siklus, Binar, Riliv, Burgreens, Lifepack, Green Rebel, Klikdaily adalah startup yang telah didanai oleh Teja Ventures. Saat ini mereka tengah dalam tahap finalisasi pendanaan kedua dan mengklaim telah mendapat dukungan dari investor.

Teja Ventures mengklaim sebagai venture capital pertama yang berkomitmen untuk berinvestasi dengan lensa gender di seluruh Asia. Negara seperti Tingkok hingga Asia Tenggara menjadi pasar yang mereka sasar. Sementara kategori startup yang ditargetkan adalah di bidang keuangan inklusif/fintech, consumption, edutech, dan new economy.

Dukung bisnis yang dimiliki perempuan

Dikenal juga sebagai Managing Director ANGIN, David bersama relasinya Virginia Tan, yang juga merupakan klien dari ANGIN, mendirikan Teja Ventures. Pendanaan yang diberikan Teja Ventures menargetkan perusahaan yang memiliki impact positif dalam demografi perempuan sebagai konsumen sebagai bagian dari supply chain dan secara keseluruhan sebagai penggerak ekonomi dalam model bisnis mereka.

Meskipun mengklaim sebagai lensa gender investor, namun secara khusus konsep tersebut tidak hanya mendukung pendiri startup perempuan saja. Tidak menutup kemungkinan pendiri startup laki-laki juga bisa dilirik oleh Teja Ventures, yang perlu diperhatikan adalah mereka harus memahami dan secara efektif bisa menangkap pengguna perempuan.

“Kami senang melihat bahwa beberapa investor sekarang memasukkan pola pikir ini ke dalam tesis investasi mereka dan kami melihatnya akan mengarah pada lebih banyak peluang untuk scale, aliran modal, dan dampak gender di Indonesia,” kata David.