eFishery Siap Ekspansi, Perkuat Kemampuan Produk

Setelah mematangkan debutnya di Indonesia, produk Internet of Things (IoT) untuk penjadwalan pakan ikan eFishery tengah bersiap melakukan percontohan implementasi di Thailand dan Bangladesh. Rencana tersebut digalakkan  Cybreed (startup pengembang produk eFishery) bekerja sama dengan Winrock International, USAID, dan Universitas Kasetsart Thailand.

Dengan algortima yang dikembangkan, eFishery memungkinkan pemilik kolam air tawar untuk memiliki sistem pakan otomatis. Sistem ini memungkinkan penguasa akuakultur untuk meningkatkan efisiensi pakan. Sebagai startup, eFishery pernah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari Aqua-Spark dari Belanda dan Ideosource pada akhir tahun 2015.

Terkait rencana perluasan pangsa pasar ini, CEO eFishery Gibran Huzaifah kepada DailySocial mengatakan:

“Ya, betul [tentang rencana ekspansi]. Ini tahap awal untuk validasi produk kami dengan kebutuhan customer di negara lain sekaligus memulai kerja sama dengan local partner di sana. Sejauh ini baru di dua negara itu (Thailand dan Bangladesh). Tapi sekarang sedang diskusi dengan calon local partner di beberapa negara di Asia Tenggara.”

Pengembangan terkini produk eFishery

Untuk saat ini, sistem eFishery mengerjakan tugas secara otomatis untuk menjadwalkan pemberian pakan ikan. Menurut Gibran, penggunaan sistem ini mampu memberikan efisiensi sampai 24 persen. Hal ini dinilai akan sangat membantu, karena umumnya bagi pemilik kolam kebutuhan untuk pakan menghabiskan 60-70 persen budget dari total biaya produksi.

“Respon petani bervariasi, ada yang resisten karena ini teknologi baru, tapi banyak juga yang mau mengadopsi. Tapi sejauh ini positif kok. Untuk monetisasi, bisnis model kami ya monetize sejak hari pertama,” imbuh Gibran menjelaskan perkembangan bisnis eFishery sampai saat ini.

Saat ini eFishery masih terus menyempurnakan sistemnya. Salah satunya akan menghadirkan pendeteksi kekenyangan ikan. Deteksi tersebut didasarkan pada riak air di kolam menggunakan akselerometer. Asumsi lapar atau kenyangnya ikan bisa dideteksi melalui perilaku.

Yang juga ingin terus ditekankan ialah soal pemanfaatan data. eFishery berharap dapat memberikan data yang reliable kepada para petani ikan, sehingga bisa diprediksikan berbagai kemungkinan untuk hasil panen yang lebih optimal.

Menyikapi Jurang antara Kebutuhan dan Penyediaan Sumberdaya Manusia di Bidang Teknologi

Geliat pertumbuhan bisnis startup di Indonesia mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Kendati demikian, ada hal yang miris diungkapkan Reuters soal minimnya sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kebutuhan industri. Setiap tahun padahal ratusan universitas rutin mencetak wisudawan dan wisudawati di jurusan teknologi. Benarkah ini semata soal institusi pendidikan yang tidak bisa keep up dengan sektor industri atau apakah ada faktor lain?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial mengumpulkan pendapat dari penggiat startup, orang yang pernah berkecimpung di institusi pendidikan, dan investor. Responsnya dan strateginya untuk mengatasi permasalahan tersebut cukup bervariasi.

Bernardus Sumartok, CEO Tripvisto, mengakui industri startup di Indonesia sangat membutuhkan sumberdaya bertalenta tinggi untuk bekerja di perusahaan. Namun, ketersediannya masih sangat minim. Padahal, lanjut dia, saat melakukan tes kerja pihaknya memberikan tugas calon kandidat tergolong dasar.

Ambil contoh, untuk kandidat Engineer, mereka diharuskan menunjukkan keahliannya dalam database design yang penting untuk membangun platform dengan skala dan arsitektur yang bagus.

Sumartok melanjutkan, kandidat yang berkualitas dan bisa langsung bergabung sangat sedikit sekali dibandingkan jumlah lulusan fresh graduate jurusan teknologi di Indonesia.

Menurutnya, hal ini disebabkan mayoritas lulusan pada akhirnya memilih bekerja di startup yang lebih well funded dan well established.

“Alasan itu semua bisa dimengerti, akan tetapi selagi masih muda sebaiknya banyak belajar di startup yang baru berdiri sebab banyak hal yang bisa dipelajari di sana,” ujarnya.

Pernyataan Sumartok didukung oleh Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures. Menurutnya, terjadi mismatch antara supply dan demand. Lebih banyak demand daripada supply. Mahasiswa lulusan teknologi informasi (TI) sangat banyak. Namun, mencari yang pintar, berdedikasi tinggi, dan jujur tidak banyak.

Dia berpendapat solusinya tergantung dari mahasiswa itu sendiri, sebab mereka sendirilah yang mengerti bagaimana posisinya di kampus dan di industri.

Willson mengatakan, “Mahasiswa perlu agresif mencari cara bagaimana mendapatkan capacity building yang mumpuni sebelum lulus kuliah, biasanya dengan belajar dari luar kampus. Namun mahasiswa yang cenderung pasrah hanya menerima ilmu dari kampus saja, biasanya di tempat kerja juga kurang bagus prestasinya.”

Masalah multidimensi

Romi Satria Wahono, CEO PT Brainmatics Cipta Informatika, mengakui fakta SDM bertalenta tinggi masih sulit ditemui di Indonesia. Menurutnya, kurangnya SDM untuk memenuhi kebutuhan industri termasuk ke dalam masalah multidimensi.

Pertama, universitas yang sering terlambat merespon untuk melakukan pembaruan dari segi kurikulum hingga kualitas pendidik. Kedua, dosen sebagai aktor utama pendidikan dan pembimbing mahasiswa tidak memiliki kreativitas untuk memperbaiki materi ajar dan mengupdate buku teks yang digunakan.

Terakhir, mahasiswa Indonesia yang cenderung pasif, tidak kreatif, dan tidak kritis hanya mendengar dan menaati apa yang dikatakan dosen.

“Padahal sudah fatsun dalam pendidikan jangan pernah menjadikan dosen sebagai sumber utama referensi,” ujarnya.

Oleh karena itu, sambungnya, seorang pendidik diharapkan melakukan updating materi ajar dengan standar internasional, kemudian memberi kesempatan magang kepada mahasiswanya mengerjakan proyek riil di industri. Hal ini untuk melatih kemampuannya dan mempraktikkan secara langsung apa yang disampaikan di dalam kelas.

“Mahasiwa juga perlu banyak bergaul, bergerak, kreatif, dan berani mencoba berbagai hal. Selain itu, jadikan technopreneur sebagai satu-satunya karier hidup,” terang Romi.

Karena ini adalah masalah multidimensi, maka industri harus lebih sabar berhubungan dengan lingkungan akademik. Lingkungan akademik pun harus bisa lebih cepat merespons kebutuhan industri. Dua sinergi antar kedua belah pihak itu dibutuhkan meski keduanya mengejar key performance indicator (KPI) yang berbeda.

Akademisi mengejar kontribusi pengetahuan baru dalam bentuk publikasi karya ilmiah, sementara industri mengejar kontribusi untuk masyarakat berbentuk produk yang bermanfaat.

Menciptakan solusi

Ketimbang menyalahkan universitas, dosen, atau mahasiswa, Gibran Huzaifah, CEO eFishery, punya solusi sendiri menghadapi minimnya sumberdaya dengan mencari referensi talenta baru dari tim yang sudah direkrut. Menurutnya, jalur tersebut lebih berpotensi mendapatkan talenta yang sesuai keinginan sebab berada dalam ruang lingkup yang sama.

“Kemudian, kami menjual value dan visi dari perusahaan kepada calon pekerja, enggak hanya menjual dari segi business as usual,” terangnya.

Adrian Li, Managing Partner Convergence Ventures, menambahkan untuk mengatasi ketimpangan ada baiknya mempertimbangkan untuk memperkerjakan talenta yang pernah bekerja di startup luar negeri. Secara jangka pendek solusi tersebut cukup membantu perusahaan untuk mengisi kekosongan talenta. Pasalnya, kebanyakan dari mereka sudah multitalenta.

Sementara itu, untuk jangka panjang, perusahaan startup perlu melakukan investasi ke kampus demi menciptakan talenta yang sesuai kebutuhan industri sekaligus mempersingkat gap antara supply dan demand.

Di sisi lain, menurut Romi, untuk menciptakan solusi di lingkungan akademis pihaknya mendorong agar dosen dapat lebih fokus pada metode pembelajaran yang lebih fundamental dan belajar cepat tanpa banyak teori. Caranya bisa dengan mengadakan seminar dengan narasumber yang sesuai.

Romi melanjutkan, kampus harus didorong untuk merangkul perusahaan startup dalam internship dengan program yang terstruktur dan banyak melibatkan mahasiswa ke dalam real life project demi mengasah problem solving skill, bukan sekedar mengerjakan pekerjaan administrasi yang dianggap low value.


Yenny Yusra dan Amir Karimuddin berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.

eFishery Targetkan 10 Ribu Pengguna Lima Tahun Ke Depan

Pasca mendapatkan pendanaan Pra-Seri A dari Aqua-Spark dan Ideosource akhir tahun 2015 silam, Startup Internet of Things (IoT) eFishery makin menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Sejak awal hingga kini eFishery mengklaim telah mengalami peningkatan jumlah pengguna hingga 3 kali lipat, demikian juga dengan perkembangan inovasi dan produk yang ada.

Salah satu teknologi terkini yang saat ini telah diterapkan kepada semua pengguna eFishery adalah peer-to-peer Wi-Fi. Pengiriman data dari setiap unit pengguna dikirimkan ke eFishery menggunakan koneksi Wi-Fi.

“Pendanaan yang telah didapatkan akhir tahun lalu diantaranya kami gunakan untuk mengembangkan inovasi peer-to-peer Wi-Fi. Dengan mengubah sistem pengiriman data melalui SMS, kini pengguna bisa memanfaatkan Wi-Fi yang tentunya bisa memangkas pengeluaran yang ada,” kata CEO eFishery Gibran Huzaifah kepada DailySocial.

Teknologi yang sebelumnya telah diterapkan memang terbilang mudah dan gampang untuk dilakukan oleh pengguna. Kekurangan dari sistem pengiriman SMS tersebut menghabiskan uang lebih banyak dari pihak pengguna, karena kebanyakan pengguna memiliki lebih dari satu kolam, sehingga pengguna harus membayar kuota kepada operator per unitnya.

“Awalnya memang perlu penyesuaian dan edukasi kepada pengguna namun dari sisi interface inovasi ini memudahkan user untuk mengirimkan data,” kata Gibran.`

Jawa Barat dan Lampung menjadi sumber pengguna terbanyak eFishery

Selama ini tim eFishery secara aktif melakukan rangkaian kegiatan pertemuan langsung kepada petani ikan, komunitas serta semua penyedia pangan di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan tersebut terbukti efektif untuk menyebarkan produk eFishery dan mengakuisisi lebih banyak pengguna. Hal menarik yang dicatat eFishery adalah selama satu tahun terakhir ini adalah kebanyakan peminat dari produk eFishery berasal dari wilayah Jawa Barat dan Lampung.

“Dari sisi market size kami mendapatkan banyak pengguna baru yang berasal dari Jawa Barat dan Lampung, mekipun saat ini eFishery telah tersebar di seluruh Indonesia,” kata Gibran.

Untuk menambah jumlah pengguna dan melebarkan kegiatan promosi, eFishery kerap mendapatkan penawaran kerja sama dari instansi pemerintah, perusahaan swasta, hingga NGO. Kesempatan ini disambut baik oleh Gibran dan tim demi menambah jumlah pengguna dan memperluas layanan dan produk yang ada.

“Selama kegiatan tersebut membantu peternak ikan mengadopsi teknologi eFishery lebih cepat, tentunya akan menjadi hal yang positif bagi kami di eFishery,” kata Gibran.

Hingga akhir tahun 2016 eFishery menargetkan 1000 pengguna yang telah mengadopsi teknologi eFishery.

“Untuk 5 tahun ke depan diharapkan ada 10 ribu peternak ikan yang telah menggunakan eFishery di seluruh Indonesia,” kata Gibran.

Berencana mendapatkan pendanaan akhir tahun 2016

Meskipun tidak secara agresif melakukan penggalangan dana, saat ini eFishery kerap mendaptkan penawaran dari investor lokal dan asing untuk investasi. Gibran pun tidak menampik jika ada penawaran yang datang kepadanya terkait dengan pendanaan eFishery.

“Saat ini sudah ada beberapa investor asal India, Singapura dan Amerika Serikat yang tertarik untuk memberikan pendanaan kepada eFishery, begitu juga dengan investor lain yang terbilang ‘telat’ memberikan pendanaan pada akhir tahun 2015 lalu, namun demikian masih dalam tahap pembicaraan belum final,” kata Gibran.

Tidak menutup kemungkinan akhir tahun 2016 nanti eFishery akan mengantongi pendanaan kembali dari investor, jika memang sudah menemukan nilai yang tepat dan investor yang sesuai.

Skalabilitas produk dan bisnis

Saat ini fokus utama bisnis eFishery masih di sektor perikanan dengan mengedepankan hardware sebagai entry point, eFishery berharap bisa memberikan layanan tambahan kepada pengguna dengan mengandalkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis.

“Fokus utama kami saat ini adalah bagaimana nantinya data yang telah terkumpulkan bisa kami analisa dan berikan kepada stakeholder terkait untuk kemudian bisa masuk dan membantu mengembangkan ekosistem yang ada,” kata Gibran.

Setelah bisnis ini telah terbukti berhasil untuk mengembangkan ekosistem dengan IoT solution, tidak menutup kemungkinan nantinya eFishery bisa menyediakan layanan di sektor lain yang berkaitan dengan perikanan, pertanian dan pangan.

DScussion #58: eFishery dan Pertumbuhan Startup IoT di Indonesia

Tren Internet of Things (IoT) di Indonesia masih terbilang baru dan masih terpusat di komunitas-komunitas pecinta teknologi. Meskipun demikian, segmen ini memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi startup yang menawarkan solusi bagi berbagai permasalahan negeri ini. Dalam DScussion kali ini, CEO eFishery Gibran Huzaifah berbagi cerita mengapa ia meluncurkan solusi IoT eFishery di sektor perikanan.

Gibran mengatakan tantangan terbesar eFishery saat ini adalah meyakinkan user bahwa eFishery dapat meningkatkan nilai jual petani ikan. Ingin tahu kelanjutan ceritanya? Simak perbincangan kami dengan Gibran berikut ini.

Pengaruh Kompetisi Terhadap Perkembangan Startup

Kompetisi startup bisa berdampak positif bagi pertumbuhan, tapi tidak menjamin penerimaan masyarakat / Shutterstock

Ajang kompetisi startup yang melibatkan startup lokal sudah banyak digelar, baik yang berskala nasional hingga ajang kompetisi yang mencakup lingkup global. Kompetisi startup bukan hanya bisa membangun perusahaan, namun juga bisa menciptakan inovasi baru dan kesempatan untuk mendapatkan dana segar dari investor. Di satu sisi kompetisi startup bisa membantu perusahaan, tetapi di sisi lain sekedar kompetisi tidak menjamin penerimaan layanan di masyarakat.

Continue reading Pengaruh Kompetisi Terhadap Perkembangan Startup

Echelon Indonesia 2015 Roadshow Bandung Berlangsung Seru

Setelah Jakarta (4/3), Bandung (5/3) mendapat kesempatan mengikuti rangkaian diskusi Echelon Indonesia 2015 Roadshow. Acara yang bertempat di Bandung Digital Valley (BDV) ini menghadirkan empat pembicara, yaitu Executive Director Bandung Digital Valley Indra Purnama, Pendiri e-Fishery Gibran Huzaifah, CEO Urbanindo Arip Tirta, dan Pendiri Revasi Suriafur Ken.

Continue reading Echelon Indonesia 2015 Roadshow Bandung Berlangsung Seru

Di Atas Kertas, eFishery Layak Disebut Startup Ideal, Tetapi Masih Banyak yang Harus Dibuktikan

fishing

Kalau anda belum pernah mendengar tentang startup yang bernama eFishery, mungkin anda harus lebih rajin membaca situs-situs berita teknologi di Indonesia. Namanya tahun ini melambung seiring dengan banyaknya penghargaan yang disabet startup asal Bandung ini. Namun meski banyak titel penghargaan telah didapatnya, eFishery masih banyak harus membukti diri sebagai sebuah startup. Continue reading Di Atas Kertas, eFishery Layak Disebut Startup Ideal, Tetapi Masih Banyak yang Harus Dibuktikan