Bose Umumkan Smart Speaker Baru dengan Integrasi Alexa dan Google Assistant Sekaligus

Bose memperkenalkan smart speaker sekaligus soundbar perdananya tahun lalu. Saat dirilis, tiga perangkat itu hanya mengemas integrasi Alexa, namun Bose berjanji untuk segera menambahkannya. Janji itu mereka tepati hari ini lewat update yang mendatangkan integrasi Google Assistant pada Bose Home Speaker 500, Bose Soundbar 700, dan Bose Soundbar 500.

Bersamaan dengan itu, Bose turut menyingkap anggota baru di keluarga smart speaker mereka, yaitu Bose Home Speaker 300. Melihat wujudnya, tampak jelas bahwa Home Speaker 300 dirancang sebagai adik kecil Home Speaker 500, dengan desain yang serupa namun dalam dimensi yang lebih ringkas.

Meski lebih kecil, Home Speaker 300 tak bisa dikategorikan sebagai speaker portable mengingat ia tidak dilengkapi unit baterai. Kendati demikian, ia masih bisa difungsikan sebagai speaker Bluetooth biasa terlepas dari kelengkapan konektivitasnya yang mencakup AirPlay 2.

Bose Home Speaker 300

Ukuran bukan satu-satunya pembeda Home Speaker 300 dan 500. Adik kecilnya ini tidak dilengkapi layar berwarna yang berfungsi untuk menampilkan album art pada Home Speaker 500. Sebagai gantinya, sisi depan Home Speaker 300 cuma mengemas indikator LED kecil yang akan menyala ketika mikrofonnya aktif mendengarkan perintah suara yang dilontarkan pengguna.

Panel atasnya masih dihuni oleh sederet tombol pengoperasian. Namun tentu ini bukan satu-satunya metode pengoperasian yang tersedia, sebab seperti yang saya bilang, pengguna bebas meminta bantuan kepada Alexa maupun Google Assistant.

Bose berencana untuk melepas Home Speaker 300 ke pasaran mulai tanggal 20 Juni mendatang. Banderol harganya dipatok $260, tergolong premium jika dibandingkan dengan sebagian smart speaker lain di pasaran, tapi setidaknya jauh lebih terjangkau ketimbang Bose Home Speaker 500.

Sumber: VentureBeat dan The Verge.

Google Sempurnakan Assistant di KaiOS Serta Hadirkan Integrasinya di Android Messages

Tiga tahun lalu, Google Assistant belum eksis, dan kita baru mengenal cikal bakalnya yang kala itu masih bernama Google Now. Sekarang, Assistant sudah merambah banyak perangkat sekaligus, termasuk halnya feature phone berkat sistem operasi yang bernama KaiOS.

Google sendiri merupakan salah satu investor besar KaiOS, dan itu berarti mereka bisa mengembangkan fungsi-fungsi Assistant pada feature phone secara leluasa. Yang terbaru, mereka menghadirkan fitur Voice Typing di KaiOS sehingga Assistant dapat menerjemahkan percakapan lisan pengguna menjadi teks.

Juga menarik adalah fitur di mana pengguna dapat mengakses menu-menu ponsel dalam bahasa Inggris, akan tetapi di saat yang sama berkomunikasi dengan Assistant menggunakan bahasa ibunya masing-masing. Jadi semisal kita lebih nyaman menginstruksikan Assistant menggunakan bahasa Indonesia, kita tidak harus dibuat bingung oleh menu-menu ponsel yang terkadang terjemahan Indonesianya terdengar aneh.

Setelah Google Maps, Assistant bakal terintegrasi ke aplikasi Messages bawaan Android / Google
Setelah Google Maps, Assistant bakal terintegrasi ke aplikasi Messages bawaan Android / Google

Dalam beberapa bulan ke depan, Assistant pada KaiOS (dan Android 9 Pie Go Edition) juga akan kebagian jatah fitur Actions. Supaya lebih maksimal, Google juga telah bekerja sama dengan developer dan brand lokal untuk menciptakan deretan Actions yang lebih relevan dengan masing-masing pengguna di beragam kawasan.

Semua ini merupakan bagian dari upaya Google untuk terus mengakselerasi progress ekspansi Assistant. Di luar KaiOS, Google juga secara perlahan mengintegrasikan Assistant ke aplikasi-aplikasi bikinannya, diawali dengan Google Maps dan kini berlanjut ke aplikasi Messages bawaan Android.

Sumber: Google.

Mengapa Smart Speaker di Indonesia Belum Sepopuler di Amerika Serikat?

“Alexa, I’m leaving.” Seketika itu pula lampu apartemen dipadamkan, tirai jendela diturunkan, dan penghangat ruangan dimatikan. Pulang kerja dan setibanya di rumah, Alexa kembali dipanggil; “Alexa, cooking time,” dan dalam sekejap lampu dapur langsung menyala, disusul oleh alunan musik upbeat yang di-stream via Spotify.

Kira-kira seperti itulah gambaran keseharian manusia modern. Namun kalau Anda jeli, Anda bisa melihat saya menyebut “penghangat ruangan” ketimbang “AC”. Alasannya, skenario ini jauh lebih mudah dicapai apabila kita tinggal di Amerika Serikat daripada di Indonesia.

Apakah negara kita sebegitu tertinggalnya perihal teknologi sampai-sampai tren smart home yang berpusat pada smart speaker dan integrasi voice assistant sulit diwujudkan? Jelas bukan itu masalahnya, tapi lalu mengapa smart speaker di Indonesia belum sepopuler di AS?

Saya melihat setidaknya ada empat poin penting yang menghambat perkembangan tren smart speaker di tanah air, dan saya akan coba membahasnya satu per satu lewat artikel ini.

Soal bahasa

Google Assistant dalam bahasa Indonesia / Google
Google Assistant dalam bahasa Indonesia / Google

Seperti yang kita tahu, voice assistant macam Alexa, Siri maupun Google Assistant diciptakan untuk berinteraksi secara lisan. Dukungan bahasa Indonesia mungkin sudah tersedia – terutama pada Google Assistant – tapi pada prakteknya komunikasi dengan voice assistant masih lebih mudah dijalani menggunakan bahasa Inggris.

Kalau tidak percaya, silakan cari video review Amazon Echo atau Google Home berbahasa Indonesia di YouTube. Videonya memang dalam bahasa Indonesia, akan tetapi bisa saya pastikan hampir semuanya berinteraksi dengan voice assistant menggunakan bahasa Inggris. Untuk yang sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia, kebanyakan adalah mereka yang iseng mencoba keahlian Google Assistant dalam melawak.

Masalah bahasa ini menurut saya hanyalah masalah waktu. Ketika pertama diluncurkan beberapa tahun lalu, Google Assistant juga tidak langsung bisa berbahasa Indonesia, namun sekarang ia sudah fasih dan pandai membuat lelucon dalam bahasa ibu kita. Seiring waktu, dukungan bahasa voice assistant akan semakin lengkap dan sempurna, dan semoga saja di titik itu kita sebagai konsumen juga jadi makin terbiasa berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia.

Bagi yang sudah lancar berbahasa Inggris, saya kira Anda tak akan menemukan kesulitan dalam menggunakan smart speaker. Namun mayoritas tidak demikian, sehingga wajar apabila faktor bahasa ini menjadi penghambat perkembangan tren smart speaker di tanah air – setidaknya untuk saat ini.

Soal perbedaan budaya

Google Home Hub / Google
Google Home Hub / Google

Permasalahan bahasa dalam banyak kesempatan akan selalu dikaitkan dengan masalah perbedaan budaya. Yang membedakan di sini adalah, orang Indonesia cenderung tidak verbal ketika bersentuhan dengan teknologi.

Saya pribadi merasakannya. Saya fasih berbahasa Inggris, akan tetapi Siri di iPhone tidak pernah aktif. Pernah saya mencoba mengaktifkannya dengan maksud supaya lebih mudah memasang alarm (tinggal menginstruksikan Siri secara lisan), tapi ternyata saya jauh lebih terbiasa membuka aplikasi alarm secara manual, atau malah meminta tolong istri saya menyetel alarm di ponsel saya seumpama saya sedang disibukkan dengan hal lain dan tiba-tiba teringat harus bangun lebih awal di keesokan harinya.

Oke lah ini semua hanya masalah kebiasaan, tapi kita semua tahu tidak mudah mengubah suatu kebiasaan, apalagi yang sudah terbentuk sejak kecil. Bagi saya pribadi, kebiasaan ini bisa diubah apabila poin selanjutnya juga sudah bisa teratasi.

Soal ekosistem smart home yang belum besar

Ilustrasi aplikasi untuk mengontrol perangkat smart home. Mengontrol beberapa sekaligus dengan satu frasa jelas lebih mudah lagi / Pixabay
Ilustrasi aplikasi untuk mengontrol perangkat smart home. Mengontrol beberapa sekaligus dengan satu frasa jelas lebih mudah lagi / Pixabay

Pada skenario yang saya singgung di awal, perangkat smart home tentu memegang peranan penting dalam mewujudkannya. Lampu, tirai jendela, dan penghangat ruangan di situ semuanya dapat berkomunikasi via jaringan Wi-Fi, dan voice assistant memegang peran sebagai perantara.

Di Amerika Serikat, ekosistem smart home sudah tergolong sangat maju. Contoh yang paling gampang adalah pintu garasi. Di sana, cukup umum menjumpai rumah-rumah dengan pintu garasi yang dapat membuka sendiri ketika pemiliknya terdeteksi sudah dekat. Di Indonesia, saya yakin populasi penjualnya cukup langka, sebab memang pasarnya kurang cocok.

Ketika ekosistem smart home sudah meluas dan konsumen dapat dengan mudah melengkapi kediamannya dengan perabot-perabot pintar, di titik itulah smart speaker beserta voice assistant di dalamnya bisa berperan secara maksimal. Satu frasa singkat seperti di awal tadi sudah cukup untuk mengoperasikan beberapa perangkat sekaligus.

Google Assistant pada Google Home adalah salah satu yang paling bisa berinteraksi secara alami / Google
Google Assistant pada Google Home adalah salah satu yang paling bisa berinteraksi secara alami / Google

Pabrikan biasa menyebut fitur ini dengan istilah “routines“, dan menurut saya pribadi, routines adalah kunci dari sinergi antara smart speaker dan perangkat smart home. Tanpa routines, sebagian besar perangkat smart home akan terasa gimmicky. Namun dengan routines, kita bisa langsung merasakan bedanya beserta kepraktisan yang ditawarkannya.

Tahun lalu, saya mulai melihat banyak iklan-iklan properti yang mencantumkan “gratis perangkat smart home” sebagai salah satu nilai jual utamanya. Ini bisa menjadi pertanda bahwa ekosistem smart home di negara kita tidak stagnan, meski mungkin progress-nya masih tergolong lambat jika dibandingkan dengan di negara lain.

Kesimpulannya, masih ada harapan terkait perluasan ekosistem smart home di tanah air. Lalu ketika itu sudah terwujud, barulah kita bisa melihat peran esensial smart speaker, dan pada akhirnya kebiasaan kita yang kurang verbal perlahan juga bisa diubah saat sudah merasakan faedahnya.

Soal ketersediaan smart speaker yang terbatas

Apple HomePod / Apple
Apple HomePod / Apple

Poin yang terakhir ini adalah yang paling bisa dimaklumi, sebab perangkat elektronik dari kategori lain pun masih banyak yang serba terbatas ketersediaannya di tanah air. Sebagai produk baru dari kategori yang baru pula, wajar apabila pemasaran smart speaker di Indonesia belum gencar.

Sejauh ini yang saya tahu baru JBL yang sudah memasarkan lini speaker Link-nya di Indonesia. Google Home belum tersedia via jalur resmi, demikian pula Amazon Echo. Bahkan HomePod yang semestinya mudah diboyong ke tanah air – karena iBox yang berada di bawah Erajaya Group memegang hak distribusi eksklusif atas produk Apple – juga belum kunjung tersedia.

Tebakan saya, selain karena kategorinya masih baru, alasan lainnya menyambung poin sebelumnya mengenai ekosistem smart home. Karena ekosistemnya belum luas, peran smart speaker belum bisa maksimal, sehingga pada akhirnya pabrikan maupun distributor masih enggan membawa produk smart speaker-nya ke pasar Indonesia.

Kalau kita lihat, keempat masalah ini sebenarnya dapat teratasi dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Itulah mengapa saya mencantumkan kata “belum” pada judul ketimbang “tidak”, sebab memang saatnya masih belum tiba buat smart speaker untuk bersinar di pasar Indonesia.

Saya sama sekali tidak bermaksud mencegah Anda yang tertarik membeli, atau malah menjatuhkan yang sudah terlanjur membeli smart speaker. Beli sekarang atau nanti, smart speaker tetap sangatlah bermanfaat, hanya saja manfaatnya nanti (ketika tantangan-tantangan di atas sudah terlewati) akan lebih terasa lagi daripada sekarang.

Selain Alexa, Microsoft Berharap Cortana Juga Dapat Diakses Melalui Google Assistant

Kita tidak perlu merujuk data komprehensif dari analis untuk menilai bahwa Cortana kalah pamor jauh dari Alexa maupun Google Assistant. Microsoft pun menyadari akan hal ini. Jadi ketimbang terus memaksakan agar Cortana bisa bersaing ketat dengan asisten virtual lainnya, Microsoft memilih menetapkan arahan lain buat Cortana.

Berdasarkan pernyataan CEO Microsoft, Satya Nadella, yang dikutip oleh The Verge, Microsoft tak lagi melihat Cortana sebagai kompetitor Alexa maupun Google Assistant. Sebaliknya, Cortana harus menjadi fitur yang bisa diakses dari banyak tempat, termasuk dari Alexa dan Google Assistant.

Skenario yang didambakan Microsoft pada dasarnya mirip seperti bagaimana aplikasi-aplikasi bikinannya sekarang dapat dengan mudah digunakan oleh pemilik perangkat Android maupun iOS. Sejauh ini, Cortana memang sudah bisa diakses melalui Alexa, akan tetapi tidak demikian untuk Google Assistant, dan Microsoft sepertinya perlu berusaha lebih keras lagi untuk meyakinkan Google.

Hal ini bukanlah tidak mungkin, sebab jauh sebelum ini, Cortana sudah bisa dihubungkan dengan Gmail. Lebih lanjut, rencana Microsoft untuk memisahkan Cortana dengan fitur search bawaan Windows 10 yang diumumkan baru-baru ini bisa diartikan mereka dapat berusaha lebih maksimal dalam memperluas cakupan Cortana di banyak platform sekaligus.

Di sisi lain, arahan baru untuk Cortana ini juga dapat dilihat sebagai akhir dari tren smart speaker berintegrasi Cortana. Populasinya selama ini memang tidak banyak, namun itu juga bukan berarti Cortana bakal tidak mempunyai rumahnya sendiri sama sekali, sebab perangkat seperti Surface Headphones masih eksis.

Sumber: The Verge.

Melalui “Google for Indonesia”, Google Suguhkan Ragam Produk Inovasi dan Kegiatan Pengembangan

Kemarin (04/12) Google Indonesia mengumumkan beberapa informasi seputar inovasi produk dan capaian kegiatan melalui acara bertajuk Google for Indonesia. Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf menyebutkan, sepanjang tahun 2018 Google Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan, bukan saja membantu pengguna mengakses informasi lebih mudah, tetapi juga membantu UKM mengembangkan bisnis.

“Hingga saat ini Google Indonesia telah melatih sebanyak 110 ribu developer di Indonesia, melatih lebih dari 1 juta pemilik UKM. Targetnya hingga tahun 2020, Google bisa meningkatkan jumlah tersebut hingga 2 juta,” kata Randy.

Tidak hanya itu, insiatif Google Indonesia juga mencakup misi membawakan internet sehat untuk pengguna. Google telah melatih 2000 jurnalis melalui program Google News Initiative, tahun depan akan ditingkatkan targetnya ke 3000 jurnalis. Pelatihan tersebut juga terkait verifikasi pemeriksaan dan verifikasi berita untuk memerangi hoax.

Di bidang sosial, melalui organisasi filantropinya yakni Google.org pihaknya memberikan hibah kepada organisasi di bidang pendidikan dengan total nilai $875.000. Beberapa organisasi tersebut termasuk Maarif Institute, Peace Generation, RuangGuru dan Love Frankie; untuk mengajarkan kepada 12 ribu siswa tentang toleransi, multikulturalisme, dan nilai positif dalam kehidupan.

Meluncurkan Google Go dan pengembangan Google Search

Dalam presentasinya, beberapa perwakilan dari Google menyampaikan produk terbaru yang saat ini sudah bisa dinikmati oleh pengguna di Indonesia. Salah satunya adalah Google Go. Aplikasi tersebut diklaim lebih ringan dibandingkan dengan browser, namun memiliki kualitas dan teknologi yang lengkap. Ada juga aplikasi sejenis untuk mengakses konten video, yakni YouTube Go.

Google Go juga dilengkapi dengan Google Assistant. Dilengkapi juga dengan teknologi AI, membantu pemilik smartphone baru yang pertama kali mengakses mesin pencari menemukan berbagai situs dan aplikasi dengan mudah.

Untuk memudahkan pengguna mengakses Google Search, saat ini fitur baru menawarkan akses informasi yang lebih mudah bagi warga Indonesia. Hal ini dilakukan karena melihat minimnya informasi yang tersedia di mesin pencari Google khusus untuk bahasa Indonesia.

“Lebih dari separuh konten online tersedia dalam bahasa Inggris, namun hanya 1 persen konten web tersedia dalam bahasa Indonesia. Untuk menutup kekurangan ini, kami berkolaborasi dengan Wikipedia untuk membuat konten berbahasa Inggris dapat diakses dan berguna bagi orang Indonesia,” kata Product Management Director Google Search Ken Tokusei.

Sekarang sistem Google Search akan mengidentifikasi artikel Wikipedia yang relevan dan hanya tersedia dalam bahasa Inggris, menerjemahkannya ke bahasa Indonesia menggunakan sistem neural machine translation, kemudian memunculkan artikel tersebut di Google Search.

Pengembangan Job search dan Google Assistant

Fitur lainnya yang dikembangkan adalah lowongan pekerjaan di Google Search. Secara khusus Google telah mengkategorikan pilihan pekerjaan untuk pengguna berdasarkan lowongan terbaru, lokasi terdekat, jenis pekerjaan, hingga sebaran kota. Para pencari kerja juga bisa mendapatkan notifikasi tentang lowongan pekerjaan yang relevan.

Untuk memasarkan fitur Google Assistant, Google juga melengkapi beberapa fitur yang bisa membantu pengguna mengakses Google Go di aplikasi dan di browser. Di antaranya adalah menyematkan fitur Book a Ride, menghubungkan pengguna ke aplikasi ride hailing seperti Gojek dan Grab, tanpa harus membuka aplikasi terkait dan mengetik lokasi.

Turut hadir dalam acara tersebut CEO Gojek Nadiem Makarim. Ia menyambut baik integrasi Google Assistant dengan Gojek, khususnya berkaitan dengan perintah suara. Menurut Nadiem selama ini Gojek sudah menjalin kolaborasi yang cukup baik dengan Google, dengan memanfaatkan teknologi Maps dan lainnya. Selanjutnya Gojek juga berencana untuk memperluas kolaborasi dengan pemanfaatan fitur lainnya yang sudah hadir di Indonesia.

“Permasalahan transportasi publik bisa diatasi dengan menggabungkan teknologi yang dimiliki Gojek dan Google, memanfaatkan data pengguna untuk meningkatkan kehidupan orang banyak,” kata Nadiem.

Selain integrasi dengan Gojek, Google juga menghadirkan Google Assistant khusus untuk pengguna Indosat Ooredoo. Hanya dengan mengakses Google, pengguna Indosat Ooredoo bisa mendapatkan bantuan dari asisten Google untuk dengan mudah mengelola kuota dan memonitor tagihan bulanan mereka.

Sementara itu untuk Google Maps yang merupakan fitur favorit di browser telah dilengkapi dengan informasi real time posisi bus Transjakarta yang bisa. Sebelumnya Google Maps juga sudah menghadirkan informasi real time posisi commuter line di Jabodetabek. Google Maps kini juga dilengkapi dengan notifikasi lokasi tujuan saat harus turun dari kendaraan.

Segera luncurkan ponsel feature murah WizPhone

Untuk memudahkan berbagai kalangan masyarakat mengakses internet dengan mudah, dalam waktu dekat Google akan meluncurkan ponsel buatan Indonesia pertama yang sudah dilengkapi dengan Google Assistant yang bernama WizPhone.

Ponsel yang nantinya bisa dibeli di Alfamart ini dijual dengan harga 99 ribu Rupiah. Meskipun sangat terjangkau, WizPhone telah dilengkapi dengan aplikasi lengkap seperti YouTube, Facebook, Google Maps, dan browser.

WizPhone menggunakan KaiOS, sistem operasi ponsel ringan yang menghadirkan aplikasi dan layanan yang canggih di dalam ponsel kelas menengah. KaiOS memungkinkan feature phone dan perangkat IoT untuk memberikan user experience yang baik untuk pengguna, meskipun memiliki keterbatasan memori.

Menurut Scott Huffman, Engineering Lead Google Assistant, diluncurkannya WizPhone sengaja dilakukan untuk membantu kalangan menengah mendapatkan akses internet secara mudah dan tentunya terjangkau.

Application Information Will Show Up Here

Google Siapkan Sederet Fitur Baru Assistant untuk Menyambut Masa Liburan

Libur akhir tahun sudah hampir tiba. Buat Google, mereka ingin menyambutnya dengan memperbarui Assistant. Sederet kapabilitas baru telah Google siapkan untuk Assistant, dan semuanya dirancang agar penggunaan smart display seperti LG WK9 atau punya Google sendiri bisa lebih maksimal lagi.

Fitur yang pertama dinamai Pretty Please. Semasa liburan, asumsinya semua anggota keluarga bakal berkumpul bersama, dan Google ingin mengajak kita membentuk perilaku yang lebih ramah melalui fitur baru milik Assistant ini.

Jadi ketika kita menambahkan kata seperti “please” atau “thank you” selagi menginstruksikan Assistant, kita juga akan mendapat balasan yang tak kalah ramah. Sepele memang, tapi bisa kita bayangkan dampak positifnya apabila yang sering berbicara dengan Assistant adalah anak-anak kecil.

Yang kedua, Google Assistant kini bisa membantu membuatkan catatan atau holiday shopping list, dan pengguna hanya perlu mengucapkan apa yang hendak mereka beli kepada Assistant. Bagi yang menggunakan layanan pihak ketiga seperti Any.do atau Todoist, Google berjanji untuk segera menghadirkan dukungannya.

Ketiga, ada fitur komunikasi dua arah bagi pemilik perangkat smart display yang juga menggunakan video doorbell Nest Hello. Jadi ketika ada tamu yang datang, kita bisa lebih dulu menyambutnya sebelum membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk.

Keempat, smart display Google Assistant kini bisa difungsikan sebagai mesin karaoke, asalkan pengguna sudah berlangganan Google Play Music. Jadi ketika pengguna meminta Assistant memutar suatu lagu, liriknya akan otomatis muncul di layar smart display.

Google Home Hub story time

Kelima, Assistant pada smart display sekarang juga bisa membacakan cerita kepada anak-anak. Ceritanya bukan sembarangan, melainkan judul-judul populer seperti Frozen, Aladdin, Dora the Explorer, dan masih banyak lagi, hasil kerja sama Google dengan Disney dan Nickelodeon.

Terakhir, ada fitur bernama Broadcast Replies yang memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan ke smart display, lalu yang sedang berada di rumah juga bisa merespon balik. Fitur ini sangat bermanfaat selagi misalnya pengguna sedang berbelanja dan hendak memastikan tidak ada yang lupa dibeli dengan menanyakannya kembali ke orang-orang yang ada di rumah.

Sumber: Google via Digital Trends.

Google Assistant Kini Mendukung Fitur Siri Shortcuts di iOS 12

Dibandingkan Siri, Google Assistant jauh lebih superior dalam banyak hal. Masalahnya, mengakses Assistant di perangkat iOS tidak sepraktis di Android. Kalau di Android kita tinggal mengucapkan “OK Google” diikuti oleh instruksi atau pertanyaannya, di iOS kita harus membuka aplikasi Assistant secara manual terlebih dulu.

Namun Google seakan tidak kehabisan akal. Mereka baru saja meluncurkan update aplikasi Assistant yang menghadirkan dukungan atas fitur Siri Shortcuts pada iOS 12. Siri Shortcuts, bagi yang tidak tahu, memungkinkan pengguna untuk meracik frasa custom guna mengakses beragam fungsi aplikasi pihak ketiga via Siri.

Berkat Siri Shortcuts, pengguna sekarang bisa menetapkan frasa seperti “OK Google” atau “Hey Google”. Lalu ketika mereka mengucapkan frasa tersebut ke Siri, aplikasi Assistant akan dibuka secara otomatis, dan ganti Assistant yang siap mendengarkan instruksi atau pertanyaan selanjutnya dari pengguna.

Semuanya bakal terdengar lucu dan kurang elegan ketika kita mengucapkan “Hey Siri, OK Google” demi memanggil Assistant di iOS secara lebih mudah. Namun itu masih lebih praktis ketimbang harus memanfaatkan widget Assistant pada lock screen atau sebelah kiri home screen.

Berhubung Google Assistant sendiri bisa dipakai untuk mengontrol perangkat smart home, pengguna perangkat iOS juga dapat memanfaatkan Siri Shortcuts untuk keperluan tersebut. Contohnya, frasa “Goodnight Google” yang kita ucapkan ke Siri bakal membuka aplikasi Assistant dan menjalankan fungsi untuk mematikan semua lampu pintar yang terhubung secara otomatis.

Saya yakin sampai kapan pun Apple tak akan membiarkan Google Assistant bisa terintegrasi langsung ke iOS, sehingga teknik berbasis Siri Shortcuts ini adalah cara paling praktis buat pengguna iOS yang lebih memilih Assistant ketimbang Siri. Untuk menggunakannya, pastikan Anda sudah meng-update aplikasi Assistant ke versi yang paling baru (versi 1.4.6108).

Sumber: The Verge.

LG XBOOM AI ThinQ WK9 Ramaikan Persaingan Smart Display Google Assistant

Lenovo dan JBL resmi memulai tren smart display Google Assistant pada bulan Agustus lalu, kemudian disusul oleh Google sendiri belum lama ini. Sekarang giliran LG yang unjuk gigi lewat perangkat bernama lengkap LG XBOOM AI ThinQ WK9.

Namanya mungkin terdengar paling kompleks sekaligus konyol, akan tetapi yang menonjol dari perangkat ini sebenarnya adalah fokusnya pada sektor audio. LG mengaku bahwa mereka telah bekerja sama dengan Meridian Audio dalam pengembangan produk ini, dan reputasi Meridian sebagai pemasok sistem audio untuk mobil-mobil mewah besutan Land Rover maupun Jaguar jelas tak boleh diremehkan.

Secara teknis, WK9 memang mirip seperti JBL Link View yang mengadopsi konfigurasi stereo. Bedanya, LG mengklaim WK9 punya output daya yang terbesar di angka 20 W. Jadi selain dapat menghasilkan suara yang jernih, volumenya semestinya juga cukup keras untuk mengisi satu ruangan yang agak besar. Sebagai referensi ekstra, bobot perangkat ini memang cukup berat di angka 1,51 kg.

LG XBOOM AI ThinQ WK9

Sepasang speaker itu mengapit layar sentuh 8 inci beresolusi HD. Apa yang konsumen lihat pada layarnya merupakan tampilan dari sistem operasi yang sama seperti yang terdapat pada Google Home Hub, yakni Android Things. Di atas layar tersebut, ada kamera 5 megapixel untuk video calling.

Seperti halnya smart display lain, WK9 juga dapat digunakan untuk mengontrol beragam perangkat smart home, termasuk halnya jajaran produk LG ThinQ lainnya. Di Amerika Serikat, LG XBOOM AI ThinQ WK9 saat ini sudah dipasarkan seharga $300 – paling mahal di antara kompetitornya yang masih satu platform.

Sumber: LG.

Anker Luncurkan Proyektor Mini Baru, Smart Speaker dan Charger USB-C Istimewa

Di titik ini, Anker sudah tidak pantas lagi dipandang sebagai produsen power bank semata. Mereka baru saja memperkenalkan tiga produk yang cukup menarik: sebuah proyektor mini, sepasang smart speaker, dan sebuah charger USB-C imut-imut nan perkasa.

Proyektor mini yang dimaksud adalah Nebula Capsule II, suksesor dari proyektor bernama sama yang dirilis tahun lalu. Wujudnya masih mirip minuman kaleng, tapi ukurannya sedikit membesar demi mengusung lebih banyak fitur. Kalau Capsule orisinal berbobot 425 gram, Capsule II menembus 680 gram.

Nebula Capsule II

Fitur-fitur barunya mencakup versi terbaru Android TV, integrasi Google Assistant, dan kemampuan autofocus hasil proyeksi di bawah satu detik. Spesifikasinya turut disempurnakan; resolusinya bukan lagi 480p melainkan 720p, tingkat kecerahannya naik menjadi 200 lumen, dan speaker-nya kini lebih bertenaga dengan output 8 W dan sepasang passive radiator.

Konektivitasnya tak lupa disempurnakan. Selain Wi-Fi dan Bluetooth, Capsule II turut mengemas port HDMI, USB, jack headphone dan dukungan Chromecast. Charging-nya sudah mengandalkan USB-C, dan pengisiannya hanya memerlukan waktu sekitar 2,5 jam.

Saat terisi penuh, Capsule II dapat digunakan sebagai proyektor hingga 3 jam nonstop, atau selama 30 jam sebagai speaker Bluetooth. Anker bakal segera menawarkannya via Kickstarter seharga $400.

SoundCore Model Zero

Produk yang kedua adalah speaker Soundcore Model Zero dan Model Zero+. Bentuknya unik, sepintas mengingatkan saya pada tas jinjing kaum hawa, dengan lubang pada bagian atas yang dapat dijadikan pegangan.

Sebagai smart speaker, keduanya sama-sama mengusung integrasi Google Assistant. Namun tidak seperti kebanyakan smart speaker yang harus dicolokkan ke listrik secara konstan, Zero dan Zero+ dibekali baterai yang tahan sampai 10 jam penggunaan dalam satu kali charge.

Khusus Zero+, ada dukungan Dolby Audio, dan Anker mengklaim output suaranya lebih baik ketimbang saudaranya. Keduanya bakal dipasarkan mulai bulan November masing-masing seharga $200 (Zero) dan $250 (Zero+).

Anker PowerPort Atom PD1

Terakhir, ada charger istimewa bernama Anker PowerPort Atom. Istimewa karena, terlepas dari dimensi mungilnya (41 x 35 x 38 mm, setara charger smartphone pada umumnya), ia sanggup menyajikan output daya sebesar 27 W, sehingga dapat digunakan untuk mengisi ulang laptop kecil seperti MacBook 12 inci.

Rahasianya terletak pada penggunaan material Gallium Nitride (GaN) ketimbang silikon biasa. Charger ini akan dipasarkan mulai akhir November seharga $30. Ke depannya, Anker juga berencana untuk merilis varian lain PowerPort Atom dengan dua port (60 W) dan empat port (dua USB-C, dua USB-A, dengan daya total 100 W).

Sumber: 1, 2, 3.

Fitur Terjemahan Instan Kini Tersedia di Semua Headphone atau Earphone Berintegrasi Google Assistant

Google Pixel Buds memang bukan earphone wireless terbaik yang ada di pasaran saat ini, akan tetapi ia menyimpan satu fitur yang masih sangat langka di segmennya, yakni kemampuan menerjemahkan bahasa secara real-time, berkat kolaborasi antara Google Assistant dan Google Translate.

Dari situ bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya fitur ini tidak bergantung pada hardware, melainkan integrasi Google Assistant. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah headphone lain yang mengemas integrasi Google Assistant juga bisa melakukannya?

Jawabannya bisa, berdasarkan halaman bantuan Pixel Buds yang telah diperbarui. Asalkan headphone atau earphone yang dipakai mengemas integrasi Google Assistant dan tersambung ke ponsel Android, fitur terjemahan real-time ini bisa konsumen nikmati. Sebelumnya, yang tercantum adalah fitur ini cuma tersedia untuk Pixel Buds dan lini smartphone Pixel.

Ini merupakan kabar baik bagi pengguna perangkat Android. Pasalnya, mereka tidak harus membeli Pixel 3 atau Pixel 3 XL yang berharga mahal untuk menikmati fitur ini. Earphone yang digunakan pun tidak terbatas pada Pixel Buds maupun LG Tone Platinum SE saja – Droid Life telah mengonfirmasi bahwa fitur ini bekerja pada Essential Phone dan earphone USB-C bawaan Pixel 3.

Fitur ini tentunya bakal sangat berguna bagi yang sering melancong ke negara lain, apalagi mengingat total ada 40 bahasa yang didukungnya – asalkan ada akses internet, baik dengan mengaktifkan paket roaming maupun via jaringan Wi-Fi.

Sumber: Droid Life.