Genjot Pengembangan ARCore, Google Pensiunkan Project Tango

Sejauh ini sudah ada dua smartphone Project Tango, yaitu Lenovo Phab 2 Pro dan Asus ZenFone AR. Selanjutnya apa lagi? Tidak ada, sebab Google bakal memberhentikan proyek augmented reality mereka tersebut pada tanggal 1 Maret 2018.

Kabar ini memang terdengar sedikit mengejutkan, apalagi mengingat Google sudah mengerjakan proyek ini sejak lama. Project Tango pada dasarnya dimaksudkan untuk menyuguhkan pengalaman augmented reality yang jauh lebih baik di smartphone dengan bantuan sejumlah hardware ekstra, yang memungkinkan perangkat untuk melihat secara tiga dimensi sekaligus mewujudkan teknologi positional tracking.

Namun Apple membuktikan bahwa positional tracking dan pengalaman AR secara keseluruhan bisa disajikan dengan baik hanya melalui software, lewat API ARKit yang diluncurkan bersamaan dengan iOS 11. Google pun sebenarnya juga sependapat; mereka mengumumkan versinya sendiri yang bernama ARCore pada bulan Agustus lalu.

ARCore / YouTube
ARCore / YouTube

Apa yang bisa disajikan Tango – terkecuali kemampuan melihat secara 3D itu tadi – sebenarnya bisa diatasi oleh ARCore tanpa perlu melibatkan hardware ekstra. Itulah mengapa ARCore dinilai memiliki masa depan yang lebih cerah, dan Google pun memutuskan untuk mengalihkan upaya yang sebelumnya dikerahkan buat Tango menuju ARCore secara penuh.

Sejauh ini ARCore masih belum dirilis secara luas, melainkan dalam bentuk Developer Preview. Satu-satunya smartphone yang bisa menikmati manfaat yang dibawa ARCore barulah lini Google Pixel, dan konsumen bisa merasakannya langsung lewat aplikasi AR Stickers yang dirilis belum lama ini.

Tango pada dasarnya tidak akan hilang tanpa jejak. Teknologi-teknologinya masih akan digunakan dan dikembangkan, hanya saja ‘kulit luarnya’ kini menjadi ARCore, dan konsumen hanya perlu menunggu pabrikan merilis dukungan ARCore untuk perangkat buatannya. Google sendiri menjanjikan ARCore bisa merambah setidaknya 100 juta pengguna saat dirilis dalam beberapa bulan mendatang.

Sumber: Ars Technica dan Google.

Jakarta XR Meetup 6.0, Mengedukasi VR/AR untuk Sistem Edukasi

Kehadiran VR/AR di dunia digital di tahun 2016 menyajikan poros baru bagi sebagian aspek industri. Paska ledakan tersebut, ranah hiburan boleh jadi terlihat paling menonjol dalam hal penerapan VR/AR, meski di sisi lain, adopsi teknologi visualisasi ini dapat dinikmati untuk bidang lain seperti pemasaran, periklanan, hingga kemiliteran.

Lingkup pendidikan juga turut mencicipi teknologi VR/AR dalam pengembangannya, seperti dalam metode pengajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Nah, untuk menyelaraskan dan mengkaji VR/AR bagi dunia edukasi, OmniVR kembali mengadakan meetup bernama Jakarta XR Meetup 6.0 yang bertajuk “VR/AR and Tech Education”, di Binus fX Campus, fX Sudirman lantai 6.

Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial
Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial

“Kenapa bukan VR tapi XR? Karena ‘X’ itu artinya extended. Jadi meetup ini enggak akan cuma membahas dunia virtual reality, tapi juga augmented reality dan mixed reality,” jelas Nico Alyus, Co-founder OmniVR yang secara sederhana menjelaskan perubahan nama dari Jakarta VR Meetup menjadi Jakarta XR Meetup.

Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial
Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial

Dan seperti judulnya, Jakarta XR Meetup keenam ini secara menyeluruh bercerita mengenai pengembangan VR/AR yang dijahit dalam cakupan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari daftar empat pembicara malam itu yang berasal dari latar belakang profesi yang berbeda-beda namun masing-masing memiliki keahlian dan ketertarikan yang besar dalam dunia VR/AR.

Setelah dibuka oleh Nico, Head of Program of Games Application & Technology Binus University Michael Yoseph menjadi pembicara pertama malam itu. Sebagai seorang dosen, Yoseph tentunya menerangkan dari sudut pandang pendidikan, di mana ia berpendapat bahwa VR/AR secara nyata dapat menawarkan metode lain dalam mempelajari sesuatu. “Contohnya saat belajar sejarah atau ekosistem bawah laut. Kita tidak perlu ada di sana namun bisa merasakan pengalaman yang nyata untuk mempelajarinya,” ujarnya.

Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial
Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial

Poin tersebut juga diamini oleh pembicara kedua Irving Hutagalung, Audience Evangelism Manager Microsoft Indonesia. Lulusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung ini beranggapan bahwa AR kini, misalnya, dapat membantu mempelajari organ tubuh dengan real-time interaction.

Membawa perspektif baru bagi VR/AR dalam dunia pendidikan, Dosen dari Telkom University Fat’hah Noor Prawita menjelaskan seputar virtual reality untuk disabilitas. “4,7% dari masyarakat Indonesia adalah penyandang tuna daksa,” ujar Fat’hah. Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, para penyandang tuna daksa dan jenis difabel lainnya seringkali lebih memilih untuk beraktivitas dan bermain di dalam rumah.

Untuk itu, Fat’hah dan mahasiswanya kerap kali berkesempatan membuat proyek akhir studi dan bekerja sama dengan beberapa komunitas difabel dan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat produk VR/AR yang membantu kaum difabel untuk merasakan pengalaman akan banyak hal. “Seperti misalnya, kami membuat proyek virtual reality mengenai flying fox untuk mereka yang tuna daksa,” terangnya.

Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial
Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial

Pembicara keempat ialah Sidiq Permana, seorang Google Developer Expert for Android yang malam itu menjelaskan Project Tango dari Google. Menurut Sidiq, saat mengembangkan produk AR, salah satu tantangan yang seringkali dihadapi ialah ketika pengguna melihat suatu objek, kemudian ia mengubah sudut pandangnya, objeknya seringkali hilang atau berpindah (drifting). “Nah, kemampuan ini yang dimiliki Google Tango; kemampuan mengingat dan merekam,” tutur Sidiq.

Sesi terakhir di acara bulanan keenam Jakarta XR Meetup ini merupakan sesi yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para peserta meetup ini, yakni mencoba virtual reality device. Malam itu, tiga device tersedia untuk dicoba secara bebas oleh pengunjung Jakarta XR Meetup, antara lain Google Daydream, HTC Vive, dan Lenovo Phab 2 Pro Google Tango.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari event Jakarta XR Meetup 6.0.

Lenovo Jadi yang Pertama Garap Smartphone Project Tango

Masih ingat dengan Google Project Tango? Ide tentang sebuah smartphone yang dapat mempelajari konsep ruang dan gerakan ini Google perkenalkan hampir dua tahun yang lalu, dan sekarang tampaknya kerja keras tim pengembangnya sudah menemukan titik terang.

Memang tidak dijelaskan secara merinci perkembangan signifikan apa yang dilalui Project Tango sejauh ini. Akan tetapi salah satu pabrikan hardware, yaitu Lenovo, telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang mengembangkan smartphone yang dibekali teknologi tersebut. Lenovo tidak sendirian, mereka bekerja sama langsung dengan Google dan Qualcomm guna mengoptimalkan kinerja hardware dan software-nya.

Ide dasarnya sebenarnya tidak berubah. Smartphone ini nantinya sanggup mengenali ruangan beserta objek di dalamnya, lalu menampilkannya di layar secara tiga dimensi. Tak cuma itu, ia juga mampu membaca gerakan pengguna secara akurat, membuka potensinya menjadi jendela menuju dunia virtual yang hanya akan terbatasi oleh kreativitas para developer.

Bicara soal developer, Lenovo dan Google pun mengajak para developer untuk merancang aplikasi yang dioptimalkan buat Project Tango. Seperti yang kita tahu, teknologi canggih macam ini bakal terasa percuma apabila tidak ada konten yang cukup untuk dinikmati pengguna. Nantinya, aplikasi yang dinilai terbaik bakal disematkan ke smartphone Project Tango dari Lenovo secara default.

Sejauh ini juga belum ada rincian spesifikasi sama sekali terkait smartphone Project Tango besutan Lenovo ini. Satu hal yang bisa dipastikan, ia bakal ditenagai oleh prosesor Qualcomm Snapdragon yang cukup bertenaga mengingat prototipenya saja perlu melakukan sebanyak 250 ribu kalkulasi per detik.

Kalau melihat gambar teaser-nya, desainnya juga jauh lebih menarik ketimbang prototipe dua tahun silam. Pada bagian belakangnya, bisa kita lihat bahwa tak cuma kamera standar yang ada di sana, tapi komponen yang sepertinya merupakan kamera motion tracking sekaligus sensor kedalaman (depth) – sekaligus komponen yang berada di bawah kamera yang menurut saya adalah sebuah sensor sidik jari.

Project Tango sepertinya dapat mengubah persepsi negatif kita tentang kompetisi smartphone yang semakin lama semakin terasa seperti sekedar adu spesifikasi belaka. Kita nantikan saja kehadirannya pada musim panas tahun ini.

Sumber: Business Wire.