5 Startup Lokal Yang Menutup Layanan Di Tahun 2015

Banyak hal yang terjadi di ekosistem startup nasional per tahun 2015 ini. Dari cerita pendanaan, lahirnya startup baru, hingga bisnis startup yang berkembang pesat dan banyak diramalkan akan segera menyandang gelar unicorn. Namun di balik itu semua, tahun 2015 ini juga menjadi tahun terakhir untuk beroperasi bagi beberapa startup lokal yang sempat mematangkan bisnisnya di Indonesia.

Dari data yang kami catat, setidaknya ada lima startup lokal yang memutuskan untuk menutup layanan di tahun ini. Mereka adalah:

Handymantis

Startup penyedia jasa kurir serba bisa ini didirikan oleh Ahmad Fathi Hadi. Hampir tiga tahun beroperasi, HandyMantis sering kali diadu dengan layanan ride-sharing Go-Jek. Sebelumnya tahun ini HandyMantis berencana meluncurkan aplikasi mobile untuk memperluas jangkauan layanannya. Sempat terpuruk, manajemen bersigap dengan melakukan pembenahan manajemen internal.

Namun upaya yang ditempuh untuk mempertahankan operasional tak berujung pada membaiknya bisnis HandyMantis. Terhitung per tanggal 18 September 2015, startup ini menghentikan dan menutup layanan bisnis yang sudah dijalankan.

Inapay

Inapay merupakan penyedia layanan escrow (rekening bersama) yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi pembayaran saat melakukan jual-beli online. Konsep yang digunakan mirip dengan jasa Rekening Bersama (RekBer) yang kerap dijadikan metode pembayaran di forum jual beli atau situs marketplace.

Di bawah nanungan PT Indonesia Payment Solution selama hampir empat tahun beroperasi InaPay berhasil membukukan 29.466 transaksi dari 25 ribu pengguna layanan. Sempat melakukan pembaruan layanan untuk, terutama dari fitur dan sistem keamanan, bisnis InaPay justru terpuruk. Dan per 25 Januari 2015 InaPay memutuskan untuk tidak lagi beroperasi.

Lamido

Di bawah naungan Rocket Internet, layanan online marketplace Lamido diluncurkan pada akhir 2013. Dalam operasinya, sub-produk dari situs e-commerce Lazada ini berhasil merangkul lebih dari 2.500 merchant. Sempat beroperasi dengan 50 anggota tim, startup yang dipimpin oleh Johan Antlov dan Giacomo Ficari ini memilih untuk menutup layanannya per bulan Maret lalu. Secara bertahap, Lamido telah melebur tim dan rekanan merchant bergabung ke dalam bagian dari Lazada Indonesia.

Sejak diluncurkan, Lamido bertekad untuk mampu bersaing dengan beberapa pemain yang sudah ada, seperti Tokopedia dan Berniaga (dulu sebelum bergabung dalam naungan OLX Indonesia), Tokopedia dan Bukalapak. Namun persaingan yang ketat membuat manajemen memilih untuk memperkuat layanan e-commerce Lazada sehingga tetap fokus dalam bermanuver di lanskap online yang semakin panas.

Paraplou (Vela Asia)

Meluncur sebagai e-commerce pioner di Indonesia (didirikan Januari 2011) yang memfokuskan pada produk fashion, Paraplou mengklaim sebagai situs fashion terbesar ketiga di Indonesia. Startup yang dipimpin oleh mantan punggawa Rocket Internet Bede Moore dan Susie Sugden ini sempat mendapatkan pendanaan Seri A sebesar $1,5 juta dari Majuven.

Namun per 24 Oktober 2015 startup yang sebelumnya bernama Vela Asia ini memutuskan untuk menutup layanannya. Dalam salam perpisahannya, Paraplou mengungkapkan bahwa faktor persaingan pasar, finansial internal dan sulitnya mendapatkan sokongan dana menjadi alasan utama penutupan operasionalnya.

Valadoo

Layanan travel online yang menawarkan berbagai paket wisata perjalanan ini berdiri di penghujung tahun 2010. Sempat mendapatkan investasi dari Wego bersamaan dengan pivot layanan, Valadoo mampu bertumbuh baik tatkala penyedia jasa sejenis masih sepi di kancah online. Di bulan Agustus 2014 pihaknya melakukan merger dengan Burufly, namun nyatanya bisnis Valadoo tetap saja keteteran. Pada akhirnya per 30 April 2015 Valadoo resmi menutup layanannya.

Salah satu aspek yang diungkapkan Jaka Wiradisuria, CEO dan Co-Founder Valadoo, bisnisnya yang tidak bertahan karena arah yang tidak jelas dari awal, terkait dengan model bisnis yang tidak matang. Perbedaan kultur dan ekspektasi pasca merger juga menjadikan proposisi bisnis tergoncang, termasuk dari sisi penggunaan teknologi pendukung. Saat ini Jaka memutuskan untuk bergabung dengan Ruma setelah memastikan karyawan Valadoo tidak terlantar pasca penutupan perusahaan.

HandyMantis Reportedly Shuts Its Services

A few days ago, we reported that HandyMantis was in the process of restructuring its internal management team and planned to launch a mobile app. Nonetheless, it seems that it won’t happen in any future as the service shut its services, effective per September 18, 2015.

Continue reading HandyMantis Reportedly Shuts Its Services

Penyedia Jasa Kurir Serba Bisa HandyMantis Dikabarkan Akan Tutup Layanan

/ Shutterstock

Beberapa waktu lalu, kami sempat memberitakan Startup penyedia jasa kurir serba bisa HandyMantis sedang dalam proses pembenahan manajemen internal dan juga berencana untuk meluncurkan aplikasi mobile. Tapi, rencana-rencana tersebut tak akan terealisasi karena baru saja kami mendapat informasi bahwa HandyMantis akan menutup layanan mereka, efektif per tanggal 18 September 2015 nanti.

Continue reading Penyedia Jasa Kurir Serba Bisa HandyMantis Dikabarkan Akan Tutup Layanan

Layanan Kurir HandyMantis Segera Luncurkan Aplikasi Mobile

shutterstock

Dewasa ini hampir tiap aspek kehidupan telah disusupi oleh teknologi, termasuk dalam urusan layanan pengantaran barang melalui jasa kurir. Salah satu startup yang menyasar segmen kurir di Indonesia, Handymantis, kini juga berencana untuk mengeluarkan aplikasi mobile demi menggenjot performa layanan lebih baik.

Continue reading Layanan Kurir HandyMantis Segera Luncurkan Aplikasi Mobile

Judging the Competence of Bike Transportation Services in Jakarta

Mode of transportation with high maneuver capability is indeed essential in Jakarta, where everything needs to be done in seconds, not to mention the crowd it presents. During my brief discussion with GrabTaxi’s Head of Marketing Kiki Rizky, each major city in Southeast Asia has its own preferences when it comes to transportation. GrabTaxi’s internal research revealed that ojek is the most favorite mode of transportation  in Jakarta. This was actually found out first by Antar.id (previously Indojek) within last year’s second batch of Ideabox. Nonetheless, Go-Jek successfully implemented the idea first before the team did. Which one wins people’s heart?   Continue reading Judging the Competence of Bike Transportation Services in Jakarta

Going Head-to-Head with Go-Jek, GrabTaxi Launched GrabBike in Jakarta

GrabTaxi expanded its services in Jakarta by launching GrabBike. Still being in a free trial period until May 31, GrabBike serves picking up services around Kuningan and Setiabudi, with other parts in Jakarta available as the destination spot. The services becomes a direct competitor to the popular Go-Jek. Continue reading Going Head-to-Head with Go-Jek, GrabTaxi Launched GrabBike in Jakarta

Uber, Gojek dan Pelokalan Layanan

Rickshaw in India / ShutterstockBeberapa waktu lalu, raksasa aplikasi transportasi Uber membuat berita yang cukup membuat banyak pelaku industri memicingkan mata dengan meluncurkan UberAuto yang mirip seperti bajaj di Jakarta. UberAuto ini diluncurkan di New Delhi, India, namun yang membuat bingung banyak pihak adalah ini pertama kalinya Uber meluncurkan layanan yang sifatnya cash-only.

Sama seperti Indonesia, India juga mengalami kesulitan menumbuhkan tingkat penggunaan kartu kredit di negaranya, yang secara otomatis membuat layanan seperti Uber sulit untuk bertumbuh pesat. Fitur cash-only ini diluncurkan Uber karena memang persaingan di India makin ketat, apalagi dengan adanya pesaing lokal seperti Ola dan TaxiForSure yang didukung pendanaan yang tidak kalah besar.

Di Indonesia, Gojek dan HandyMantis mungkin bisa dibilang sebagai dua startup yang memiliki kesempatan untuk mengambil tempat Uber yang masih terlihat setengah hati terjun ke Indonesia. Salah satu strategi yang sepertinya sedang dilakukan Uber adalah pelokalan layanan, terlihat dengan peluncuran UberAuto di Indonesia. Strategi yang sama seharusnya juga masuk akal dilaksanakan oleh Uber di Indonesia, dengan situasi dimana mobil sebagai salah satu penyebab masalah kemacetan dan minimnya adaptasi kartu kredit di Indonesia.

Strategi Uber mengakuisisi Gojek merupakan bukanlah hal yang tidak masuk akal, bahkan cenderung strategi yang brilian. Gojek sendiri sebelumnya pernah menerima penawaran akuisisi namun untuk alasan tertentu, hal tersebut tidak terjadi. Setidaknya cukup untuk memperlihatkan bahwa akuisisi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk Gojek.

Sayangnya, sampai sekarang Uber selalu menggunakan strategi organik untuk ekspansi internasionalnya, dan meskipun telah cukup berhasil di beberapa negara, Uber juga menghadapi beberapa tantangan di beberapa negara kunci seperti India, Tiongkok dan beberapa negara di Eropa. Kompetitor terbesar Uber, Lyft, setelah mendapatkan pendanaan dari raksasa asal Jepang, Rakuten, menyatakan akan menggunakan strategi yang berbeda untuk ekspansi secara internasional. Sudah saatnya Uber berekspansi lebih agresif lagi, memanfaatkan keuntungan strategis bahwa mereka sudah ada di banyak negara lebih dulu ketimbang Lyft.

Meskipun sudah diberikan valuasi mencapai $40 milyar, Uber sejauh ini baru melakukan satu akuisisi, itupun ke startup peta deCarta dan bukan ke bisnis yang serupa dengan Uber. Salah satu contoh yang bisa dibilang cukup berhasil untuk ekspansi pasar secara global adalah Groupon dan LivingSocial, yang mencaplok ratusan situs serupa yang sudah memiliki pasar cukup besar di lokasi asalnya. Sama seperti Groupon, bisnis seperti Uber merupakan bisnis yang sangat lokal, strategi untuk mengakuisisi pemain-pemain lokal yang sudah memiliki kekuatan tentunya masuk akal.

Dengan valuasi dan pertumbuhan metrik yang begitu cepat, saya yakin Uber tidak akan kesulitan untuk mendapatkan pendanaan guna mengakuisisi pemain-pemain lokal seperti Kuaidi Dache dan Didi Dache (Tiongkok), Ola di India, LeCab di Perancis, Hailo di Inggris dan Gojek di Indonesia.