Cara Grab dan Go-Jek Mendapatkan Talenta Engineer Terbaik

Grab dan Go-Jek saat ini tengah dalam upaya untuk menjadi super app. Keduanya mulai melengkapi aplikasi dengan berbagai layanan untuk keperluan sehari-hari. Di balik itu semua, tentu ada tim engineer solid dan berkualitas. Lebih jelasnya, kami telah merangkum kiat mereka dalam menemukan talenta engineer berkualitas untuk mendukung pengembangan produk.

Kemampuan teknis

Go-Jek dan Grab sama-sama tergolong sebagai startup ternama. Keduanya bisa menghasilkan jutaan permintaan per harinya. Dibutuhkan tim dengan kemampuan teknis mumpuni untuk menangani hal tersebut. Demikian pula para kandidat yang ingin bergabung dengan Grab dan Go-Jek. Sama-sama harus memiliki kualitas teknis yang baik.

Dalam sebuah tulisan di sebuah blog resmi Grab disebutkan bahwa mereka mencari talenta yang sesuai dengan standar teknis yang cukup tinggi. Beberapa standar yang mereka terapkan antara lain: kemampuan untuk menghasilkan kode yang berkualitas, bersih, mudah di baca dan debuggable.

Selain itu untuk tim engineer Grab juga fokus mencari talenta tidak terlalu over analysis dan mudah terjebak sebuah permasalahan. Termasuk juga kemampuan untuk membuat kode bisa dikembangkan dari waktu ke waktu dengan mudah dan terukur.

Sementara Go-Jek menempatkan tiga buah “seleksi teknikal” dalam prosesnya, yakni assignment review, code pairing, dan technical interview. Ketiganya dilakukan bertahap secara runut untuk mengetahui dengan pasti kemampuan teknis setiap kandidat dan kemampuan mereka bisa menyatu dalam tim.

Tahapan code pairing adalah tahapan yang menghasilkan banyak insight. Selain melihat bagaimana kandidat menyelesaikan masalah, melalui tahapan ini kandidat juga akan dilihat mengenai cara mereka menulis kode (coding style) dan pendekatan kandidat dan sebuah masalah (problem solving). Kemudian semuanya akan diperjelas di tahapan technical interview.

Menyesuaikan kultur

Kemampuan kandidat untuk bisa menyesuaikan dengan kultur perusahaan sangat penting. Hal tersebut wajib dimiliki oleh semua kandidat, Grab dan Go-Jek memiliki pertimbangan spesial bagi mereka yang sesuai dengan kultur perusahaan.

Di Go-Jek misalnya, mereka menyebutkan setiap kandidat engineer harus berbicara dengan jajaran petinggi Go-Jek, salah satunya Ajey Gore.

“Percakapan akan berkisar pada aspirasi dan harapan Anda dari Go-Jek, serta harapan kami [Go-Jek] dari Anda,” tulis Go-Jek.

Hal senada juga dilakukan oleh Grab. Bahkan Grab membagikan pola dasar mereka dalam merekrut engineer terbaik. Pertama soal technical fit dan cultural fit, yang kedua pencarian engineer “paling cerdas” (mengacu pada kemampuan belajar dan menyelesaikan masalah) dan “Knowing-Asking-Learning” engineer.

Dengan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Go-Jek dan Grab sama-sama tidak hanya mencari mereka yang mampu secara teknis, tetapi mereka yang bisa menyesuaikan dengan budaya bisnis dan yang paling penting, keduanya mencari engineer yang bisa berkembang dan menyelesaikan masalah rumit dengan cara yang sederhana.

Sumber : Engineering Grab dan Engineering Go-Jek

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Yang Perlu Diperhatikan Startup Indonesia Saat Merekrut Pengembang

Untuk meluncurkan produk digital yang berdaya guna tinggi dengan kapabilitas baik, startup digital perlu memiliki susunan tim kuat yang berisi developer atau pengembang perangkat lunak. Fakta di lapanga menunjukkan, sulit sekali untuk bisnis menemukan talenta developer berkualifikasi tinggi untuk mengakselerasi pengembangan produk.

Ada dua alasan utama yang melandasi hal ini. Pertama stoknya memang tidak banyak dan mereka harus bersaing dengan perusahaan besar yang terus merekrut talenta developer. Kedua, startup pemula yang ingin merekrut developer perlu memikirkan banyak aspek, salah satunya terkait fee yang harus diberikan.

Sebenarnya sebagai startup ada beberapa hal yang bisa diandalkan dalam merekrut developer. Dalam sebuah survei yang dilakukan HackerRank, ditemukan data menarik berkaitan dengan apa yang menjadi prioritas seorang developer ketika mencari pekerjaan. Di posisi pertama ada “good work-life balance”, yakni tentang sebuah lingkungan kerja yang menyajikan keseimbangan (terkait dengan waktu) antara bekerja dan berkehidupan. Yang kedua ialah kesempatan untuk pengembangan dan belajar. Kompensasi atau gaji justru berada di urutan ketiga.

hackerrank survey

Startup sebagai sarana pengembangan diri

Di tahap awal, katakanlah sudah dalam seed-stage, fokus startup adalah bagaimana mematangkan produk dari pasar dan model bisnis yang telah tervalidasi. Dinamika masih akan sering terjadi, tentang fitur atau fungsionalitas sistem, sehinngga peran software developer cukup kritis di fase ini. Pasca MVP (Minimum Viable Product) digulirkan, reaksi pasar juga akan memberikan masukan terhadap pengembangan produk. Intinya developer yang direkrut mungkin tidak akan bekerja santai di fase ini.

Jika melihat kondisi di atas, jelas sekali bahwa startup bisa menawarkan ruang untuk berkembang. Selalu ada tantangan baru dan ide-ide yang selalu muncul dalam proses pengembangan di tahap awal tersebut. Terlebih jika startup juga tengah mengikuti program akselerasi, maka ruang bekerja bagi developer turut menjadi ruang belajar yang sangat baik, karena konsepnya “learning by fighting”. Justru yang sulit dijawab ialah bagaimana menyajikan ruang kerja yang seimbang, memberikan banyak keleluasaan bagi developer untuk menjalani kehidupan maupun hobinya. Cara terbaik yang bisa dilakukan ialah dengan memahami dan mengaplikasikan metodologi pengembangan yang tepat.

Menurut Risman Adnan, Direktur R&D ‎di Samsung R&D Institute Indonesia, hukum mendasar yang harus diikuti para founder dan engineer untuk menghasilkan produk berkualitas ada tiga faktor, yaitu hire great engineer (pengaruh terhadap kualitas produk 40%), set engineering culture (30%), dan commitment to the right process (30%). Saat proses pertama bisa dilalui dengan adanya ketersediaan developer dalam bisnis, maka PR-nya adalah poin kedua dan ketiga.

Kultur bukan soal teknologi, tapi soal prinsip-prinsip dasar yang menyatu dengan aktivitas keseharian tim. Bukan pula konsep teoritis, tapi mindset dan aktivitas yang dilakukan secara terus menerus. Karena ini mencakup culture of learning, engineering, communication, trust, time management dan lain-lain. Sedangkan komitmen dalam proses berpengaruh pada metodologi dan tools yang paling sesuai dengan people dan culture startup, yang dapat memfasilitasi proses mencakup fase perencanaan, analisis, desain, konstruksi, pengujian dan iterasi perbaikan.

Kultur kerja menciptakan “work life balance”

Jika digabungkan, kultur dan proses yang benar menyumbangkan persentase mayoritas (60%) dalam melahirkan produk aplikasi yang berkualitas. Dan dua faktor tersebut didesain oleh sistem kerja yang ada dalam startup itu sendiri. Faktor penentunya justru pada founder startup. Jika tengah dalam program akselerasi, kultur pengembangan ini, berkaitan dengan pemilihan metodologi, bisa didiskusikan dalam proses pendidikan yang berlangsung. Tanyakan kepada mentor yang berpengetahuan teknis jika founder tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang pengembangan perangkat lunak.

Mengapa metodologi penting untuk dianut dalam sebuah proses? Jika tidak memiliki proses yang sesuai, tentu produk akan menjadi carut-marut alias tidak terukur perkembangannya, dan jika tidak sesuai metodologinya bisa jadi prosesnya menjadi lebih lama.

Terkait metodologi, Co-Founder & CIO Bizzy.co.id Norman Sasono menuturkan bahwa metodologi dalam pengembangan perangkat lunak didesain untuk melayani tim. Tim dengan pola berbeda, sifat produk yang berbeda, akan membutuhkan metodologi yang berbeda pula, harus disesuaikan.

Untuk startup, menurut Norman, jangan pernah menggunakan metode waterfall, karena tidak sesuai dengan startup yang sedang dalam proses penemuan model bisnis yang tepat. Tidak sesuai dengan model pengembangan produk yang masih sering harus memperbaiki masukan dari pengguna. Sedangkan SCRUM adalah salah satu yang sesuai. SCRUM membagi bakclogs produk dalam beberapa capaian yang pendek. Beberapa capaian pertama tim harus menghasilkan MVP, kemudian berlari lagi menghasilkan rilis lainnya.

Setelah memiliki metodologi dan mengimplementasikan, lantas yang harus dilakukan founder ialah menciptakan pola kerja disiplin. Dari situ manajemen waktu akan lebih terukur, setiap proses dapat lebih terpantau, dan bagi developer pun akan mendapatkan pola kerja yang lebih baik.

Yang harus diperhatikan

Di tahap awal, dengan kondisi finansial yang harus diperhitungkan secara ketat, model talent acquisition atau “bajak-membajak talenta” bukan menjadi cara yang sehat untuk merekrut developer. Di sisi lain, startup juga membutuhkan developer berkualitas agar produknya bisa segera diluncurkan. Merekrut developer pemula atau berpengalaman sedang adalah pilihan yang biasanya diambil, lantas bagaimana cara untuk memastikan kinerjanya baik? Ada beberapa hal fundamental yang bisa diperhatikan, selain dari sisi kultur tadi di atas.

Hal tersebut adalah tuntun agar developer tersebut memiliki proses yang sistematis dalam melakukan pengembangan. Umumnya developer yang baru terjun ke dalam dunia bisnis mereka masih berpikir pragmatis ala “code first, think later”. Kebiasaan tersebut tidak bisa dibawa seutuhnya dalam pengembangan sebuah produk berbasis pangsa pasar. Sebaliknya, kecepatan kode bukanlah sesuatu yang harus selalu di urutan pertama, namun ada sebuah proses yang harus dilakukan yakni memahami konteks permasalahan untuk menghasilkan ketelitian spesifikasi dan desain.

Istilah full-stack developer juga erat dengan developer di tahap new entry, yakni mereka bekerja “serabutan”, tidak fokus pada satu permasalahan. Misalnya mereka tetap mengerjakan backend, manajemen database, hingga desain frontend. Jika benar hendak merekrut developer untuk dijadikan full-stack, disarankan untuk memilih yang berpengalaman. Namun jika dikaryakan dalam role yang spesifik, misalnya hanya untuk mendesain antarmuka aplikasi, maka bisa merekrut developer pemula.

Alasan Mengapa Founder Harus Memiliki Kemampuan Merekrut

Mempercayai orang adalah perkara yang tak mudah, terlebih untuk mengisi jajaran orang terpercaya yang membawa misi mengembangkan bisnis yang baru dirintis. Untuk itu kemampuan untuk mencari orang yang tepat di saat yang tepat pula menjadi salah satu keahlian yang harus dimiliki dan jika perlu dipelajari dan dilatih untuk mencegah kesalahan dalam membangun tim. Berikut rangkuman dari tulisan Co-founder Codeship Moritz Plassnig mengenai pentingnya kemampuan merekrut bagi seorang founder.

Investor berinvestasi ke pada orang, bukan ide

Banyak orang percaya bahwa ide dan kondisi pasar yang pas merupakan kondisi yang bagus bagi startup, padahal lebih dari itu. Kebanyakan bisnis bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan dan keinginan market. Perubahan seperti hanya bisa dilakukan dengan tim yang benar-benar solid.

Tim yang kuat merupakan sekumpulan orang yang dengan luwesnya mengeksekusi ide baru yang sesuai dan sedang dibutuhkan di pasar. Orang yang mampu menerima perubahan dan menerima pelajaran dari masukan-masukan adalah orang-orang yang mampu membangun produk yang baik. Komposisi inilah yang banyak dilirik oleh investor. Jadi tidak hanya soal ide dan pasar, tetapi juga tim yang ada di dalamnya. Tim yang akan menjalankannya.

Dari awal setiap anggota tim sangat penting

Proses membangun tim bukan perkara yang mudah. Karena terkait dengan kemampuan juga terkait dengan kepercayaan. Tidak mudah untuk percaya dengan orang. Untuk itu kepentingan memperhatikan setiap anggota tim yang masuk harus menjadi yang utama. Founder harus jeli memperhatikan siapa yang mereka ajak bergabung, karena membangun tim di periode tidak hanya soal kemampuan, tetapi juga ketepatan. Ketepatan terharap kebutuhan maupun ketepatan dengan tipe atau kultur yang coba dibangun.

Merangkum kesuksesan startup dalam satu kalimat mungkin yang tepat adalah “Great people build great product ”. Tidak mudah memang, terlebih startup di masa-masa sulit, terutama urusan finansial dan sumber daya. Kekurangan anggota tim namun dengan dana yang batas. Di titik ini founder dituntut untuk bijak, tidak hanya mencari yang terbaik dari pelamar, namun harus mencari kandidat yang cocok, mulai dari segi ketrampilan maupun dari segi kultur yang sedang dibangun.

Orang hebat menarik orang hebat

Tidak ada yang lebih menarik bagi seorang pencari kerja berbakat dari pada tim rekan kerja yang sangat terampil. Terlepas dari semua masalah perekrutan salah satu cara terbaik dan menguntungkan bisnis adalah coba memperkerjakan orang-orang yang terampil dan hebat di bidangnya. Dengan orang hebat bergabung dalam tim akan lebih mudah untuk menarik orang hebat berikutnya. Masalahnya ada pada bagaimana

Budaya lebih penting dari setiap anggota

Kultur atau budaya merupakan salah satu yang dipertimbangkan untuk membangun tim. Jadi bukan hanya perkara keterampilan tetapi juga bisa membawa dampak positif bagi tim. Tim yang hebat pada umumnya adalah sekelompok individu yang berbakat dengan komposisi yang pas. Skill atau kemampuan memang wajib diperhatikan tapi kesesuaian melebur dengan tim adalah perkara penting lainnya.

Kudo Rekrut Tokoh Senior untuk Dorong Akselerasi Bisnis

Di lanskap startup Indonesia perekrutan tokoh senior untuk ditempatkan dalam jajaran C-Level perusahaan cukup menjadi tren, terutama untuk startup yang tergolong sudah mapan. Contohnya ada Jim Geovedi di YessBoss Group, ada juga Kudo dengan merekrut Sukan Makmuri dan baru-baru ini Tiket dikabarkan melakukan hal yang sama. Lalu sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan para Founder dari perekrutan tersebut, sehingga dirasa menjadi urgensi dalam alur bisnis yang mereka kerjakan?

Kami berkesempatan berbincang dengan Co-Founder dan CEO Kudo Albert Lucius. Alasan mendasar yang dipaparkan Albert mengapa Kudo merekrut Sukan Makmuri untuk masuk ke jajaran C-Level di bisnisnya karena dibutuhkannya skillset baru untuk mengakselerasi bisnis. Jelas saja, pengalamannya selama 25 tahun di Silicon Valley membuat veteran teknologi tersebut dinilai mampu memberikan sumbangsih besar untuk kemajuan Kudo.

Tak wajib memang untuk melakukan perekrutan tokoh senior seperti ini. Lebih detail Albert mengungkapkan bahwa perekrutan tokoh senior sangat bergantung pada tahapan sebuah startup. Ketika startup masih dalam tahap berkembang, semasa growth masih dipupuk, produk masih berubah-ubah, maka eksekusi cepat diperlukan dengan kendali pribadi Founder dan tim. Namun ketika tim sudah membesar, karyawan sudah banyak, maka figur senior sangat diperlukan untuk mengakomodasi berbagai hal.

Pertama ialah membawa stabilitas dan membagikan pengalamannya kepada startup. Umumnya startup didominasi oleh kalangan muda, sebagian besar. Untuk menjaga bisnis tetap merangkak maju, butuh mengimbanginya dengan senioritas yang ada membawa kestabilan perusahaan. Secara umum tokoh senior yang direkrut juga dinilai harus dapat diikuti dan menjadi inspirasi rekan-rekan pekerja yang masih junior. Maka dari itu pemilihan sosok ini akan menjadi langkah krusial yang perlu dilakukan Founder.

Berbagi tips kepada rekan-rekan startup lain, yang masih di tahap pemula, Albert menyampaikan sarannya. Menurutnya perekrutan dilakukan seperlunya saja, yang penting lakukan dengan proses eksekusi yang cepat, tidak menghambat keputusan lain yang diperlukan untuk proses bisnis. Tim manajemen kada merasa tiba-tiba perlu merekrut seorang senior begitu pertumbuhan sales dan organisasi berkembang. Di sini kuncinya startup harus memiliki hiring path (kandidat) sebelum benar-benar diperlukan.

Membangun hubungan (networking) yang dilakukan oleh seorang Founder startup akan memberikan peran yang besar dalam menentukan kandidat ini. Ketika startup sering terhubung dengan tokoh-tokoh senior yang inline dengan bidang bisnis yang dikerjakan, maka untuk mendapatkan kandidat tersebut tidaklah sulit. Terlebih ketika ada tuntutan untuk melakukan perekrutan seorang tokoh yang bisa memiliki gagasan selaras dengan visi startup.

Pada akhirnya bisnis teknologi dikembalikan kepada tantangan yang paling mendasar, yakni melakukan adaptasi secara cepat untuk bisa tetap berdiri tegak di tengah persaingan dan dinamika bisnis global yang terus melesat. Karena sekat dalam bisnis teknologi tergolong lebih transparan, berbagai tindakan strategis butuh segera ditentukan.

Tips Memilih Fresh Graduate yang Tepat untuk Bekerja di Startup

Mencari calon rekrut yang tepat dari sekian banyak aplikasi lamaran yang ada di meja Anda selaku founder startup merupakan salah satu pekerjaan yang menyita waktu. Sebab biasanya kerap kali muncul rasa dilema, Anda butuh orang yang bisa membantu pekerjaan perusahaan namun bujet yang ada terbatas. Opsi terakhir yang harus ditempuh akhirnya adalah merekrut orang-orang yang baru lulus kuliah.

Namun perlu diketahui mencari fresh graduate perlu momen yang pas. Sekitar bulan Mei sampai Juni adalah masa di mana banyak wisuda digelar. Mungkin saat itu, Anda akan menemukan puluhan hingga ratusan aplikasi masuk. Bagaimana cara menyortirnya agar Anda dapat menemukan kandidat yang pas untuk perusahaan startup Anda? Artikel ini akan membantu Anda menyelesaikan permasalahan ini. Berikut rangkumannya:

Persempit ruang pencarian

Anda dapat mempersempit kolom pencarian dengan membuat beberapa kriteria, misalnya mencari talenta yang sudah pernah menjadi intern di salah satu startup atau perusahaan tertentu. Orang-orang yang pernah bekerja di startup artinya mereka sudah familiar dengan kultur kerja dan budaya.

Selain itu, mencari talenta lewat kampus yang menyediakan mata kuliah tentang program kewirausahaan, membentuk koneksi dengan pusat karir di kampus atau berkenalan dengan profesor. Luangkanlah waktu Anda untuk membangun koneksi dengan orang-orang yang dapat membantu Anda dalam mencari talenta berkualitas.

Ikuti siklus pencarian kerja

Jika Anda berencana untuk merekrut lulusan dari perguruan tinggi. Artinya Anda harus familiar dengan siklus pencarian kerja, mulai dari kalender akademik di mana kampus yang Anda sasar biasanya melakukan wisuda. Umumnya perusahaan mulai membuka lowongan kerja di tempatnya pada awal Januari hingga Februari.

Fokus pada kebutuhan

Pandangan Anda akan mudah teralih karena kemampuan calon rekrutan yang mengesankan, namun sayangnya dia tidak memiliki keahlian di programming atau marketing sebagaimana yang Anda butuhkan. Idealnya orang yang Anda rekrut harus memiliki keahlian yang dapat melengkapi anggota tim. Luangkan waktu Anda untuk menentukan apakah calon kandidat percaya kepada visi dan misi perusahaan Anda.

Wawancara mendalam calon kandidat

Setelah Anda menemukan beberapa calon kandidat yang dirasa sudah tepat, sebaiknya Anda perlu lakukan wawancara endalam secara personal untuk mencari tahu apakah mereka benar-benar orang yang tepat untuk perusahaan. Mungkin Anda bisa menanyakan alasan mengapa ingin bergabung ke startup atau bagaimana kontribusi nyata yang bisa mereka lakukan untuk perusahaan.

Kandidat yang sebelumnya melakukan penelitian sebelum sesi wawancara dimulai, mungkin benar-benar tertarik dengan misi startup Anda. Selain itu, Anda coba tanyakan tentang proyek kerja yang sebelumnya mereka lakukan selama di kuliah. Hal ini merupakan cara untuk mencari tahu bagaimana etos kerja mereka dan kemampuan untuk bekerja sebagai tim.

Anda juga bisa menantang mereka saat sesi wawancara, seperti meminta mereka menjelaskan penggunaan data untuk membuat strategi pemasaran. Jawaban yang mereka ucapkan akan menunjukkan seberapa baik mereka berpikir.

Bekerja di perusahaan startup, membuat posisi Anda dapat menawarkan sesuatu apa yang fresh graduate cari yakni jenjang karir. Sebab saat ini kebanyakan lulusan mulai memikirikan jenjang karir bila mereka bekerja di suatu perusahaan. Anda dapat menawarkan kepada mereka, bagaimana antusiasme saat bekerja di startup dan keterampilan apa yang akan bisa didapat.

Koprol Starts Their Hiring Frenzy

It didn’t take too long before Koprol starts their hiring frenzy after the well-publicized acquisition by Yahoo last May. Koprol announced the open vacancy at their blog for developers, community managers and also operational engineers. This hiring, of course, is a breakthrough for Koprol after the development got stalled for a few months before the acquisition.

From the descriptions on the blog, it is clear that Koprol is heavily focusing on their mobile platform for various devices and platforms. They’re recruiting Blackberry, iPhone, Android, other Java-based programmers and even User Interface designers. They also opens up a position for Community Managers for handling their growing number of offline gatherings for their users all over Indonesia and Singapore. In Indonesia, offline event is mandatory for keeping the community alive and growing.

Continue reading Koprol Starts Their Hiring Frenzy