Plen Cube Adalah Robot Asisten Pribadi Berwujud Mini

Masih ingat dengan Plen2, robot imut yang dapat diprogram dengan beragam fungsi? Pengembangnya yang berasal dari Jepang kini punya persembahan baru. Namanya Plen Cube, dan robot ini diproyeksikan sebagai asisten pribadi yang bisa kita bawa-bawa.

Berwujud kubus dengan dimensi 3 inci, sepintas Plen Cube kelihatan seperti rautan pensil. Di dalamnya telah tertanam chipset buatan Intel yang dirancang secara spesifik untuk bidang IoT (Internet of Things). Kemudian terdapat juga kamera full-HD yang dibekali teknologi computer vision, memungkinkannya untuk mendeteksi wajah seseorang.

Sebagai asisten pribadi, ada banyak yang bisa dilakukan Plen, mulai dari menyajikan informasi ramalan cuaca, notifikasi dan reminder, sampai menjadi juru foto berkat kemampuannya mendeteksi wajah sekaligus gerakan. Pengoperasiannya sendiri bisa mengandalkan perintah suara, gesture atau via aplikasi ponsel.

Plen Cube bersama 'kakaknya', Plen2 / PlenGoer Robotics
Plen Cube bersama ‘kakaknya’, Plen2 / PlenGoer Robotics

Dari aplikasi ponsel ini juga pengguna dapat menghubungkan Plen Cube dengan berbagai layanan internet yang digunakan. Plen Cube sendiri punya beberapa cara untuk menyuguhkan informasi; bisa melalui LCD 2,2 inci di bagian atasnya, bisa juga lewat suara suara, atau malah menggunakan bahasa tubuh seperti menggelengkan ‘kepalanya’ – ia bahkan bisa berjoget ketika Anda sudah menyelesaikan to-do-list untuk hari itu.

Plen Cube bisa dianggap sebagai versi simpel dari Plen2. Kalau dengan Plen2, pengguna benar-benar dibebaskan soal fungsi-fungsi apa saja yang ingin diprogramkan ke robot tersebut. Plen Cube di sisi lain dapat langsung digunakan oleh pengguna awam yang sama sekali tidak paham perihal coding.

Robot asisten pribadi berwujud mini ini sekarang sudah bisa dipesan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harganya bisa dibilang cukup mahal di angka $349 – retail-nya diperkirakan berkisar $449.

Acer Cicipi Ranah Smart Home dengan Perangkat untuk Memonitor Kualitas Udara

Nama Acer mungkin lebih sering dikaitkan dengan komputer atau gaming, terutama berkat lini Predator-nya. Namun siapa yang menyangka kalau pabrikan asal Taiwan tersebut bakal ikut mencicipi segmen smart home lewat sebuah perangkat untuk memonitor kualitas udara di dalam ruangan?

Namanya tidak macam-macam – Acer Air Monitor – demikian pula dengan desainnya. Acer sengaja merancangnya supaya lebih kelihatan seperti bagian dari dekorasi ruangan ketimbang sebuah gadget, membuatnya ideal untuk ditempatkan di kediaman atau di tempat kerja.

Seperti yang saya katakan, perangkat ini berfungsi untuk memonitor kualitas udara secara real-time. Ada enam indikator yang akan diperhatikan: TVOC (Total Volatile Organic Compound), karbon dioksida, PM2.5, PM10, suhu dan kelembapan. Data-data yang dikumpulkan bisa diakses melalui aplikasi pendamping di smartphone, tipikal perangkat smart home atau IoT pada umumnya.

Ketika salah satu indikator melebihi batas aman, perangkat otomatis akan mengirim notifikasi ke ponsel. Fitur otomatisasinya tidak berhenti sampai di situ saja; Acer Air Monitor juga mendukung platform IFTTT, yang berarti air purifier yang kompatibel bisa menyala secara otomatis ketika kualitas udara dinilai kurang ideal.

Acer tidak lupa melengkapi Air Monitor dengan indikator LED supaya pengguna bisa mendapat gambaran terkait kualitas udara di sekitarnya tanpa harus membuka ponselnya terlebih dulu. ‘Skor’ kualitas udara akan diwakilkan oleh warna tertentu sehingga dapat dipantau dengan mudah.

Acer masih bungkam soal banderol harga perangkat ini. Rencananya, mereka akan memasarkan Air Monitor mulai kuartal kedua, namun hanya di beberapa negara terpilih saja.

Sumber: The Verge dan Business Wire.

Gandeng IBM, Indiegogo Janjikan Integrasi Watson Secara Cuma-Cuma Bagi Pengembang

Belum lama ini, kita sudah membahas mengenai strategi Indiegogo yang bertujuan untuk mencegah proyek-proyek crowdfunding yang berpotensi batal terwujudkan. Inisiatifnya tersebut melibatkan kemitraan bersama Arrow Electronics, dan kerja sama ini rupanya makin melebar hingga melibatkan IBM.

IBM, seperti yang kita tahu, merupakan kreator Watson, salah satu artificial intelligence tercanggih yang ada saat ini. Begitu cerdasnya Watson, sistem ini bahkan sudah dimanfaatkan di dunia medis, dan sekarang aksesnya juga terbuka bagi para pengembang yang menawarkan karyanya lewat Indiegogo.

IBM menjanjikan bahwa semua proyek Indiegogo yang memenuhi syarat bakal diberi akses secara cuma-cuma ke platform Watson IoT tanpa batasan waktu. Platform ini mencakup lebih dari 160 layanan seperti Blockchain, analytics sampai cyber security. Semuanya gratis, dan para kreator proyek Indiegogo juga akan menerima bimbingan dari para ahli yang bekerja di IBM.

Ini berarti para pengembang dapat mengintegrasikan kecerdasan Watson pada produk-produknya dengan mudah dan tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Buat konsumen, hal ini bisa diartikan akan ada lebih banyak perangkat-perangkat menarik di Indiegogo yang ditenagai oleh kecerdasan Watson.

Tentunya perk seperti ini juga akan mengangkan popularitas Indiegogo sendiri sebagai sebuah platform crowdfunding. Di situsnya, Indiegogo sebenarnya sudah memaparkan sejumlah keunggulannya dibandingkan Kickstarter, dan saya yakin akses gratis ke platform Watson akan menjadi tambahan yang amat menarik di mata para pengembang.

Sumber: Engadget dan IBM.

Akhirnya Tiga Inovator BlackInnovation 2016 Diumumkan

Ajang kompetisi inovasi terbesar di Indonesia BlackInnovation kini telah mencapai titik puncaknya. Perhelatan untuk tiga inovator terbaik telah dilakukan, setelah melalui proses screening dan voting dari 15 finalis pada akhir tahun lalu.

Tarik mundur beberapa waktu ke belakang, 15 inovator finalis tersebut mengikuti mentoring yang diisi oleh juri-juri yang memiliki ‘jam terbang’ tinggi dalam bidang desain dan Internet of Things, antara lain Asyraaf Ahmadi, Freddy Chrisswantra, dan Mufti Alem untuk mentor dalam produk desain, serta Irsan Suryadi Saputra, Monalisa Arcelia, dan Habibi Mustafa untuk mentor produk Internet of Things.

Proses mentoring berlangsung melalui concept board system, sehingga para peserta bisa berkomunikasi secara langsung dengan para mentor dan juri untuk berdiskusi melalui karyanya. Melalui mentoring online para finalis juga akan diberi masukan dalam proses pembuatan mockup dan prototipe karya mereka masing-masing.

Usai proses mentoring, para finalis mempresentasikan produk inovasinya berupa prototipe produk di depan dewan juri BlackInnovation 2016, di babak BlackInnovation Final Challenge yang digelar di Hotel Santika Jakarta, pada hari Jumat (3/2). Juri-juri tersebut yakni Danny Oei Wirianto (GDP Venture), M. Yukka Harlanda (Bro.do), Achmad Fadillah (Desainer Produk), Aulia Faqih (Dirakit.com), Svasti Manggalia (Svas Living), Surya Darmadi (Qlue), Irsan Suryadi Saputra (IBM Indonesia), dan Budi Suwarna (Jurnalis Senior).

Pasca melewati beberapa proses dan tahapan penjurian, akhirnya tiga inovator terbaik BlackInnovation 2016 diumumkan. Ketiga juara di ajang kompetisi ide dan desain ini ialah dr. Ketut Gede Budhi Riyanta dengan karyanya Fungiplast (plaster untuk mengobati jamur di kulit), lalu ada Ignatius Ario Noegroho dengan inovasinya bertajuk Ranginas (Jemuran Angin Panas, solusi mengeringkan pakaian secara cepat dengan memanfaatkan energi yang terbuang dari AC), serta inovator ketiga yakni Ratu Agnia dan Rogers dengan inovasinya berupa Lemuria Smart Waste Collection (perangkat Internet of Things yang memindai volume sampah di TPS, setelah volumenya didapat dari sensor IoT, data nanti akan dikirim ke cloud server yang telah dibekali dengan artificial intelligence yang akan memberikan rute terbaik pengangkutan sampah).

"The Innovator". Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation
“The Innovator”. Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation

Ketiga “The Innovator” ini masing-masing berhak mendapatkan total hadiah uang tunai Rp 30 juta ditambah Innovation Journey ke Jepang untuk melihat tempat-tempat inovatif yang menarik untuk dipelajari.

Selain tiga besar, dalam acara puncak BlackInnovation 2016 ini juga diumumkan tiga finalis terfavorit hasil voting online pembaca BlackXperience. Ketiga finalis terfavorit tersebut adalah Aulia dan Shah Dehan dengan karyanya Lockey, M. Zainur Rofit dengan produk garapannya Hanging Fruit Catcher, dan Robi Aria Samudra dengan produknya Sekop Baju. Masing-masing berhak mengantongi uang tunai sebesar Rp 10 juta untuk pemenang favorit I, Rp 7,5 juta untuk pemenang favorit II, dan Rp 5 juta untuk pemenang favorit III.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlackInnovation 2016.

Gagal di Ponsel, Mozilla Kini Juga Menutup Divisi Firefox OS untuk Connected Devices

Akhir tahun 2015, Mozilla resmi menyerah dan berhenti berkiprah di ranah sistem operasi mobile. Namun ternyata mereka belum benar-benar menyerah dengan Firefox OS, Mozilla pada saat itu malah memutuskan untuk pivot ke ranah “connected devices” (smart TV dan lain sebagainya).

Baru setahun lebih berselang, rupanya keputusan pivot tersebut juga bukan keputusan yang tepat. Belum lama ini, Mozilla dikabarkan telah menutup divisi connected devices ini dan memecat sekitar 50 anggota timnya. Saya sendiri ikut sedih melihat Firefox OS harus ‘dibunuh’ sampai dua kali.

Kepada CNET, Mozilla menjelaskan bahwa bersamaan dengan penutupan divisi connected devices ini, mereka bisa mengalihkan fokusnya dari peluncuran produk komersial ke riset dan pengembangan. Divisi connected devices dan eksperimen Mozilla dengan segmen IoT akan dilebur, sehingga mereka pada akhirnya bisa lebih berfokus pada teknologi-teknologi baru yang sedang hot.

Cakupannya memang sangat luas, dan yang pasti melibatkan kecerdasan buatan alias AI kalau melihat tren yang ada sekarang. Benar saja, salah satu proyeknya yang bernama Vaani merupakan teknologi voice interface macam Amazon Alexa, tapi yang didesain dengan memprioritaskan aspek privasi.

Balik lagi ke Firefox OS, sepertinya ini merupakan perhentian terakhir tanpa ada peluang reinkarnasi lagi. Sungguh menyedihkan sekali kalau sampai Firefox OS harus mati untuk kali ketiga. Tapi sepertinya tidak, dan Mozilla tampaknya juga sudah mulai bisa menerima kenyataan bahwa Firefox tak lagi sebesar dulu – mereka sudah mulai move on dan melupakan ambisi untuk menyematkan Firefox ke semua perangkat.

Sumber: CNET.

Prediksi Perkembangan Internet of Things dan Drone di Indonesia Tahun 2017

Perkembangan teknologi memasuki level perangkat yang saling terhubung atau akrab di sebut dengan IoT (Internet of Things). Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, perkembangan IoT berkembang pesat baik dari segi perangkat maupun pemanfaatannya. Di Indonesia pun demikian. IoT mulai dilihat banyak orang sebagai bentuk inovasi sebagai generasi selanjutnya perkembangan teknologi. Banyaknya perusahaan telekomunikasi yang berinvestasi dan startup-startup yang hadir bertema IoT menjadi tanda bahwa IoT akan terus tumbuh.

Industri IoT secara umum membutuhkan persediaan perangkat dan infrastruktur yang memadai, baik dari segi ketersediaan server, cloud, maupun koneksi yang mumpuni untuk mendukung penggunaan secara maksimal. Di level perusahaan, perusahaan telekomunikasi menjadi salah satu yang terlihat gencar berinovasi di segmen IoT ini. Nama-nama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren menjadi nama yang sering diberitakan terkait inovasi mereka di segmen IoT.

Indosat Ooredoo mengembagkan Vessel Monitoring System, sebuah layanan yang dirancang untuk memonitoring pergerakan kapal dan aktivitasnya. Telkomsel juga menguji cobakan jaringan NB-IoT (Narrowband Internet of Things) di jaringan 4G yang dirancang khusus untuk menyambut tren IoT di Indonesia.

Tak jauh beda, Smartfren pun demikian. Melalui wawancara beberapa waktu lalu, Smartfren mulai fokus ke bisnis M2M (machine to machine) meski masih dalam tahap “siap-siap” meluncur di tahun ini.

Prediksi di 2017

Co-Founder IoT.co.id Martin Kurnadi berpendapat bahwa tren IoT di Indonesia di tahun 2017 akan lebih fokus ke arah B2B. Solusi akan dibutuhkan perusahaan dalam membantu memudahkan operasional, alasan lainnya karena dapat memangkas anggaran dan meningkatkan efisiensi kerja. Solusi dari IoT pun diprediksi akan dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti pengolahan data dan kecerdasan buatan.

Martin lebih jauh menjelaskan ada beberapa faktor yang akan berpengaruh pada perkembangan industri IoT di tanah air, yakni faktor teknis dan non teknis. Dari segi teknis, ketersediaan perangkat dan kompetisi dari pemain luar menjadi tantangan berarti. Ketersediaan komponen untuk perangkat masih jarang di Indonesia. Dari segi non teknis, Martin menilai masih ada kesulitan mencari model bisnis.

Salah satu penggiat IoT tanah air Andri Yadi, yang juga merupakan pendiri Dycode X, bercerita ada beberapa hal yang akan mempengaruhi industri IoT tanah air. Andri menyoroti ketersediaan jaringan yang membutuhkan low power sehingga perangkat tidak membutuhkan daya yang besar atau bisa memanfaatkan daya dari batere.

Belum lagi masalah frekuensi. Diharapkan pemerintah bisa mengatur frekuensi-frekuensi yang nantinya digunakan untuk perangkat IoT agar tetap terkendali dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Selain itu ketersediaan perangkat “mentah” masih menjadi masalah bagi para pengembang-pengembang IoT tanah air. Harapannya pemerintah bisa membantu memudahkan import perangkat-perangkat mentah ini untuk membantu inovasi para pengembang.

Untuk permasalahan lainnya, Andri melihat keamanan akan tetap menjadi concern utama. Meski para pengembang sudah sangat memperhatikan keamanan, baik dari segi data, firmware, atau perangkat mereka, keamanan perangkat-perangkat IoT ini masih tetap harus menjadi fokus seiring mulai banyaknya implementasinya.

Sofian Hadiwijaya, seorang profesional yang juga mengamati dunia IoT, menganggap pergerakan industri IoT di tanah air masih belum terlihat signifikan. Hanya saja pendidikan dan inovasi akan semakin luas mengingat semakin banyak maker di Indonesia. Untuk inovasi, Sofian melihat smart home dan smart farming masih menjadi dua sektor yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini.

Seperti dikutip dari laporan Computer Weekly, tren IoT di Asia Tenggara akan menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. Beberapa di antaranya adalah latency dan pengelolaan data.

Global Vertical Strategy and Marketing Equinix Tony Bishop dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa akses ke jaringan, cloud, dan kemampuan bekerja di berbagai lingkungan aplikasi adalah faktor sukses sebuah solusi IoT. Hanya saja semakin banyak perangkat IoT yang terhubung dan mengharuskan koneksi real time mengakibatkan permasalahan latency dan performa. Kaitannya tidak hanya dengan kecepatan akses tapi juga ketahanan.

Infrastruktur adalah salah satu jalan utama bagi inovasi dan terobosan teknologi di era sekarang. Peran pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sangat dibutuhkan di sini. Semakin baik infrastruktur yang dibangun semakin mungkin Indonesia akan mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan teknologi IoT.

Fenomena bernama drone

Wearinasia, startup yang secara khusus menjual perangkat-perangkat wearable dan drone bercerita kepada DailySocial bahwa pertumbuhan transaksi pembelian drone meningkat 100% secara YoY untuk tahun 2015-2016. Prediksinya tahun ini akan terus meningkat.

Harga drone diprediksi akan mulai membumi dengan semakin banyaknya pilihan drone di entry level, drone mini misalnya. Drone mini saat ini paling banyak dicari di Wearinasia.

CMO Wearinasia Andrew Gunawan lebih lanjut memaparkan drone ke depannya tidak hanya digunakan untuk industri hiburan, tetapi juga untuk keperluan lain yang lebih teknis.

“Saat ini penggunaan drone intensitasnya makin tinggi di industri media dan perfilman. Belakangan ada beberapa calon mitra yang menawarkan produk produk drone untuk keperluan industri, misalnya drone instalasi listrik sampai drone yang dilengkapi tear gas,” ujarnya.

Pendatang Baru di Dunia Vacuum Cleaner

Setiap rumah tentu tak luput dari hadirnya debu-debu, yang seringkali disikapi masyarakat urban dengan dua tipe cara. Secara konvensional, kotoran ini seringkali diatasi sementara dengan sapu dan pel. Sedangkan dengan cara yang lebih modern, beberapa orang lebih memilih untuk menggunakan vacuum cleaner untuk menjauhkan mereka dari debu yang bisa saja menempel di organ luar seperti kulit maupun organ dalam seperti paru-paru.

Belakangan, terciptanya teknologi vacuum cleaner ternyata tak lantas secara komprehensif membantu si pemilik rumah dalam kegiatan ‘bersih-bersih’. Dilema yang sering dihadapi adalah, mereka sebenarnya ingin rumah bersih dan sehat, namun membersihkan debu dan kotoran dengan vacuum cleaner dirasa cukup menyita waktu dan tenaga.

Di sisi lain, saat membuka pintu rumah ke luar, masih banyak kegiatan yang menanti di sana. Entah itu pekerjaan kantor atau jalan-jalan bersama keluarga. Alhasil, agenda ‘bersih-bersih’ ini pun jadi tertunda.

Kabar baiknya, sekarang Anda dapat memanfaatkan teknologi smartphone Anda untuk tetap menjaga kebersihan hunian. Di 2017 ini, salah satu tren teknologi yang diprediksi akan meroket adalah teknologi Internet of Thing, yang ternyata kini diterapkan dalam mesin penyedot debu, yakni robotic vacuum cleaner.

Robotic vacuum cleaner (atau yang sering disebut robovac) adalah alat penyedot debu versi ‘lebih cerdas’. Device ini memiliki kemampuan yang mumpuni, baik dalam mengisap serpihan kecil kotoran maupun menerima sinyal untuk fungsi pengendalian melalui smartphone.

Dua kemampuan tersebut baru sebagiannya saja. Masih banyak fitur yang bisa dilakukan robovac. Contohnya bisa Anda lihat pada Samsung VR9300 POWERbot Vacuum.

Tidak masalah apapun permukaan lantai rumah Anda. Dengan fitur Select & Go, Anda dapat mengatur Samsung POWERbot untuk bekerja di dalam rumah, untuk jenis lantai karpet, kayu, maupun keramik. Cukup memetakan daerah rumah Anda di dalam smartphone, robovac ini akan langsung mendeteksi seluruh isi hunian Anda dan akan membersihkan sesuai dengan ruangan yang Anda tunjuk.

Fitur "Select & Go" pada robovac Samsung Vacuum Cleaner POWERbot / Samsung
Fitur “Select & Go” pada robovac Samsung Vacuum Cleaner POWERbot / Samsung

Bahkan, robovac Samsung POWERbot juga mampu mendeteksi seluruh isi ruangan Anda secara otomatis, yaitu melalui fitur Full View dan Visionary Mapping, yang membantu POWERbot untuk bekerja optimal tanpa khawatir membentur furnitur atau benda di dekatnya.

Meski bekerja secara otomatis, bukan berarti robovac bisa ‘seenaknya’ mengisap segala partikel yang ada di dekatnya. Fitur CycloneForce di dalam badan Samsung POWERbot mampu mendorong daya isap robovac tanpa harus khawatir filternya tersangkut oleh benda lain.

Robovac Samsung POWERbot dengan fitur CycloneForce-nya / Samsung
Robovac Samsung POWERbot dengan fitur CycloneForce-nya / Samsung

Jadi, di samping menjaga kesehatan diri dengan berolahraga, fitur-fitur canggih dari robovac Samsung POWERbot di atas adalah sebagian cara lain untuk membuat hunian Anda tetap sehat dan Anda tetap dapat melakukan aktivitas lain secara efektif dan efisien. Sebab, kesehatan dan produktivitas masih menjadi salah satu poin di dalam resolusi 2017 Anda, bukan?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Samsung.

Setelah Compute Stick, Intel Punya Komputer Sebesar Kartu Kredit

Diperkenalkan di CES 2015, Intel Compute Stick merupakan terobosan besar di ranah PC. Ia menciptakan cara baru dalam penyajian komputer personal dan menunjukkan bagaimana perangkat ini terus berevolusi, bahkan idenya segera memicu produsen lain menciptakan produk serupa. Tapi bagi Microsoft, Compute Stick bukanlah penjelmaan akhir dari device komputasi.

Tepat dua tahun setelah penyingkapan perdana Compute Stick, Intel mengumumkan pewarisnya di CES 2017, yaitu sebuah perangkat bernama Compute Card. Konsepnya tidak sulit ditebak, Compute Card ialah PC modular sebesar kartu kredit, dengan penggunaan yang sedikit lebih kompleks dari sang pendahu. Ketika Compute Stick hanya memerlukan layar dan periferal buat bekerja, Compute Card membutuhkan unit ‘case‘.

Cara kerja Compute Card seperti ini: device mungil berukuran 95x55x5mm itu menyimpan komponen-komponen layaknya PC sejati, ada sytem-on-chip (sudah termasuk CPU dan GPU), memori, storage, serta konektivitas wireless. Namun agar bisa beroperasi, Compute Card perlu dimasukkan ke slot di perangkat lain, contohnya laptop, PC all-in-one, smart TV, kulkas interaktif, kios pintar, kamera keamanan, atau gateway internet of things.

Compute Card 1

Gagasan ini tentu saja akan kembali mentransformasi PC, di mana kapabilitas mengolah data serta konektivitas dapat dibubuhkan di hampir semua perangkat elektronik. Tapi untuk bisa tiba di sana, Intel harus bekerja keras menggandeng banyak produsen hardware buat berpartisipasi dalam prakarsa tersebut. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan itu diminta menyediakan slot dan memilih tipe Compute Card yang cocok dengan konsumen target mereka.

Compute Card 2

Menurut Intel, kehadiran Compute Card dapat menyederhanakan serta menghemat ongkos produksi sebuah perangkat pintar, dan memudahkan proses perbaikan. Gagasan ini telah memperoleh dukungan dari sejumlah raksasa elektronik dunia, beberapa di antaranya adalah Dell, HP, Lenovo, Sharp, serta beberapa partner regional seperti Seneca Data, InFocus, Contec DTx, TabletKiosk dan Pasuntech.

NexDock juga telah mengumumkan dukungan terhadap Compute Card. Mereka telah mendesain unit notebook 2-in-1 dengan slot PC seukuran kartu itu di sisi belakang lid. Perangkat tersebut memiliki layar HD dan dilengkapi berbagai konektivitas fisik, termasuk port USB type-C. Rencananya, NexDock akan memperkenalkannya melalui platform crowdfunding di waktu yang berdekatan dengan pelepasan Compute Card.

Compute Stick sendiri rencananya akan diluncurkan di pertengahan tahun 2017, dijajakan dalam bermacam-macam pilihan prosesor, termasuk Intel Core generasi ke-7.

Sumber: Intel.

Memasuki Babak Final, BlackInnovation 2016 Membuka Voting untuk Finalis

Setelah melewati rangkaian program dan proses screening, proses pencarian ide inovasi terbaik BlackInnovation 2016 yang semakin mendekati puncaknya. Tujuh orang juri yang terdiri dari Budi Suwarna dari Kompas Muda, Yuka Herlanda dari Brodo, Surya Darmadi dari Qlue, Svasti Manggalia dari Svas Living, Aulia Faqih dari Dirakit, Achmad Fadillah dari Palewai Studio, dan Irsan Suryadi Saputra dari IBM, melakukan penyaringan peserta BlackInnovation 2016 dan menghasilkan 30 semifinalis.

Pada hari Jumat (25/11) hingga Sabtu (26/11), para semifinalis BlackInnovation 2016 yang terdiri dari 11 peserta kategori produk Internet of Things (IoT) dan 19 peserta kategori produk desain diberikan waktu 7 menit untuk presentasi produknya dan 8 menit untuk sesi tanya jawab dengan juri.

Para semifinalis BlackInnovation 2016 berfoto bersama / BlackInnovation
Para semifinalis BlackInnovation 2016 berfoto bersama / BlackInnovation

Proses penjurian dibabak final ini kemudian menghasilkan 15 finalis yang melaju ke babak terakhir BlackInnovation 2016. Para finalis yang terpilih berkesempatan mendapatkan mentoring online mengenai karya yang dibuat oleh mentor-mentor teknis dan juri-juri yang berpengalaman dalam bidang desain produk dan IoT.

Selain mentoring online, para finalis juga akan dibantu dalam proses pembuatan mock up dan prototype karya mereka masing-masing. Sesi mentoring ini akan berlangsung kurang lebih sebulan mulai sejak tanggal 12 Desember 2016 hingga 27 Januari 2017.

Demonstrasi produk Internet of Things dari salah satu semifinalis / BlackInnovation
Demonstrasi produk Internet of Things dari salah satu semifinalis / BlackInnovation

Usai proses mentoring, para finalis diminta untuk mempresentasikan hasil karyanya di hadapan juri-juri BlackInnovation dengan didukung prototype/mockup produk yang sudah jadi. Nantinya para juri akan memilih tiga inovator terbaik BlackInnovation 2016, yang masing-masing berhak mendapatkan hadiah uang tunai 30 juta rupiah ditambah Innovation Journey ke luar negeri untuk melihat tempat-tempat inovatif yang menarik untuk dipelajari.

Sementara itu, karya-karya favorit pembaca yang terpilih melalui online voting berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar 10 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Pertama, 7,5 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Kedua, dan 5 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Ketiga.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh BlackInnovation 2016.

Botol Minum Ini Ukur dan Catat Setiap Tegukan untuk Pastikan Anda Cukup Minum Air

Sehari-harinya, saya kerap berjumpa dengan banyak orang yang seakan lupa mengenai betapa pentingnya peran air bagi tubuh manusia. Padahal kalau kita berkonsultasi ke ahli nutrisi, salah satu saran yang pertama diberikan adalah banyak-banyak minum air.

Tentunya bapak atau ibu ahli nutrisi tersebut tidak bisa mengingatkan Anda setiap hari. Tugas tersebut bisa Anda serahkan ke teknologi, dalam wujud sebuah botol minum yang dapat memonitor dan mengukur volume air yang dikonsumsi serta mengalkulasikan kadar hidrasi masing-masing konsumen berdasarkan data pribadi.

Botol yang saya maksud bernama Thermos Connected Hydration Bottle, dikembangkan oleh perusahaan yang sudah tidak asing lagi namanya, bahkan yang sudah kita jadikan sebagai istilah generik untuk wadah penyimpan air panas. Botol ini memiliki kapasitas 700 ml, dan kompatibel dengan perangkat iOS maupun Fitbit.

Komponen elektroniknya semua tersimpan dalam bagian tutupnya / Thermos
Komponen elektroniknya semua tersimpan dalam bagian tutupnya / Thermos

Sinkronisasi data akan berjalan secara otomatis via sambungan Bluetooth. Botol akan terus memonitor progress Anda hingga akhirnya target harian bisa tercapai. Evaluasi harian, mingguan dan bulanan juga akan diberikan, sehingga Anda dapat memantau perkembangan positif seperti apa yang dirasakan.

Botol ini menggunakan baterai rechargeable, dan dapat diisi ulang menggunakan kabel micro USB standar. Namun Anda tak perlu terlalu khawatir akan direpotkan olehnya, sebab baterainya bisa bertahan selama 12 hari sebelum harus di-charge kembali. Buat yang tertarik, Thermos Connected Hydration Bottle saat ini bisa didapat melalui Amazon seharga $60, dengan dua pilihan warna.

Sumber: Thermos.