Welle Dapat Mengubah Permukaan Benda Apapun Jadi Input Kendali Pintar

Teknologi memungkinkan satu perangkat kecil mengerjakan banyak hal, namun sejauh ini, cara manusia berinteraksi dengannya tak banyak berubah. Layar sentuh merupakan sebuah standar device mobile modern, lalu keyboard dan mouse biasa digunakan buat bekerja. Teknik motion tracking sudah lama ada, tapi fungsinya belum diterapkan secara umum.

Bermaksud untuk menyajikan interaksi yang lebih natural antara user dan hardware, tim developer Maxus Tech dari Hong Kong memperkenalkan Welle. Perangkat kecil ini mempunyai kemampuan yang mengagumkan: mengubah permukaan benda apapun menjadi input kendali pintar, memungkinkan kita mengontrol device ataupun aplikasi favorit baik di Android ataupun iOS dengan gesture.

Welle 1

Welle memiliki wujud bak kotak kecil berukuran 75,4x35x16,2-milimeter. Di permukaan tubuhnya, tim desainer memilih kombinasi warna kuning di depan dan hitam di belakang. Device tersambung ke perangkat melalui Bluetooth, selanjutnya ia dapat digunakan untuk mengakses fungsi dari speaker, thermostat, TV, lampu, serta device-device IoT lain. Welle kompatibel dengan Belkin Wemo, LIFX, IFTTT, Honeywell, Philips Hue, Sonos Wireless Speaker, Logitech, SwitchBot, SmartThings dan Nest Thermostat.

Perangkat ini membaca gerakan tangan Anda dengan menggunakan sonar. Saat diaktifkan, Welle memancarkan gelombang dan akan membaca pantulan dari objek di depannya. Gema tersebut selanjutnya ditangkap, diurai dan diolah menjadi instruksi berbeda memanfaatkan algoritma canggih. Welle bisa mengenal tulisan tangan serta selusin gerakan jari (memutar, scroll, U dan lain-lain).

Welle 2

Unik lagi, pengguna dipersilakan menentukan huruf atau angka apapun untuk mengaktifkan/mengontrol fungsi perangkat. Teknologi ultrasound dipilih Maxus Tech karena jarak deteksinya lebih jauh dan akurat (dibanding RF), tidak membutuhkan kondisi cahaya tertentu (inilah kelemahan sensor optik), dan hemat listrik (baterainya bisa bertahan sampai sebulan). Teknologi ini kabarnya diadopsi dari ranah militer.

Welle 1

Buat menggunakannya, Anda hanya perlu menyalakan Welle dan menginstal app companion-nya di perangkat bergerak, kemudian tinggal konfigurasi gesture favorit atau memilih yang telah Maxus Tech sediakan. Selanjutnya, posisikan device pada sebuah permukaan rata, dan Welle siap digunakan. Ia bisa membaca jarak minimal 10-sentimeter di depannya dengan luas kertas A4, diotaki chip ARM Cortex M4 single-core 168MHz dengan RAM 182Kb.

Welle bisa Anda pesan sekarang di situs crowdfunding  Kickstarter, dijajakan seharga mulai dari US$ 70. Target strech-nya sudah terpenuhi, dan rencana produk akan mulai didistribusikan ke backer pada bulan Oktober.

eFishery Siap Ekspansi, Perkuat Kemampuan Produk

Setelah mematangkan debutnya di Indonesia, produk Internet of Things (IoT) untuk penjadwalan pakan ikan eFishery tengah bersiap melakukan percontohan implementasi di Thailand dan Bangladesh. Rencana tersebut digalakkan  Cybreed (startup pengembang produk eFishery) bekerja sama dengan Winrock International, USAID, dan Universitas Kasetsart Thailand.

Dengan algortima yang dikembangkan, eFishery memungkinkan pemilik kolam air tawar untuk memiliki sistem pakan otomatis. Sistem ini memungkinkan penguasa akuakultur untuk meningkatkan efisiensi pakan. Sebagai startup, eFishery pernah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari Aqua-Spark dari Belanda dan Ideosource pada akhir tahun 2015.

Terkait rencana perluasan pangsa pasar ini, CEO eFishery Gibran Huzaifah kepada DailySocial mengatakan:

“Ya, betul [tentang rencana ekspansi]. Ini tahap awal untuk validasi produk kami dengan kebutuhan customer di negara lain sekaligus memulai kerja sama dengan local partner di sana. Sejauh ini baru di dua negara itu (Thailand dan Bangladesh). Tapi sekarang sedang diskusi dengan calon local partner di beberapa negara di Asia Tenggara.”

Pengembangan terkini produk eFishery

Untuk saat ini, sistem eFishery mengerjakan tugas secara otomatis untuk menjadwalkan pemberian pakan ikan. Menurut Gibran, penggunaan sistem ini mampu memberikan efisiensi sampai 24 persen. Hal ini dinilai akan sangat membantu, karena umumnya bagi pemilik kolam kebutuhan untuk pakan menghabiskan 60-70 persen budget dari total biaya produksi.

“Respon petani bervariasi, ada yang resisten karena ini teknologi baru, tapi banyak juga yang mau mengadopsi. Tapi sejauh ini positif kok. Untuk monetisasi, bisnis model kami ya monetize sejak hari pertama,” imbuh Gibran menjelaskan perkembangan bisnis eFishery sampai saat ini.

Saat ini eFishery masih terus menyempurnakan sistemnya. Salah satunya akan menghadirkan pendeteksi kekenyangan ikan. Deteksi tersebut didasarkan pada riak air di kolam menggunakan akselerometer. Asumsi lapar atau kenyangnya ikan bisa dideteksi melalui perilaku.

Yang juga ingin terus ditekankan ialah soal pemanfaatan data. eFishery berharap dapat memberikan data yang reliable kepada para petani ikan, sehingga bisa diprediksikan berbagai kemungkinan untuk hasil panen yang lebih optimal.

Plen Cube Adalah Robot Asisten Pribadi Berwujud Mini

Masih ingat dengan Plen2, robot imut yang dapat diprogram dengan beragam fungsi? Pengembangnya yang berasal dari Jepang kini punya persembahan baru. Namanya Plen Cube, dan robot ini diproyeksikan sebagai asisten pribadi yang bisa kita bawa-bawa.

Berwujud kubus dengan dimensi 3 inci, sepintas Plen Cube kelihatan seperti rautan pensil. Di dalamnya telah tertanam chipset buatan Intel yang dirancang secara spesifik untuk bidang IoT (Internet of Things). Kemudian terdapat juga kamera full-HD yang dibekali teknologi computer vision, memungkinkannya untuk mendeteksi wajah seseorang.

Sebagai asisten pribadi, ada banyak yang bisa dilakukan Plen, mulai dari menyajikan informasi ramalan cuaca, notifikasi dan reminder, sampai menjadi juru foto berkat kemampuannya mendeteksi wajah sekaligus gerakan. Pengoperasiannya sendiri bisa mengandalkan perintah suara, gesture atau via aplikasi ponsel.

Plen Cube bersama 'kakaknya', Plen2 / PlenGoer Robotics
Plen Cube bersama ‘kakaknya’, Plen2 / PlenGoer Robotics

Dari aplikasi ponsel ini juga pengguna dapat menghubungkan Plen Cube dengan berbagai layanan internet yang digunakan. Plen Cube sendiri punya beberapa cara untuk menyuguhkan informasi; bisa melalui LCD 2,2 inci di bagian atasnya, bisa juga lewat suara suara, atau malah menggunakan bahasa tubuh seperti menggelengkan ‘kepalanya’ – ia bahkan bisa berjoget ketika Anda sudah menyelesaikan to-do-list untuk hari itu.

Plen Cube bisa dianggap sebagai versi simpel dari Plen2. Kalau dengan Plen2, pengguna benar-benar dibebaskan soal fungsi-fungsi apa saja yang ingin diprogramkan ke robot tersebut. Plen Cube di sisi lain dapat langsung digunakan oleh pengguna awam yang sama sekali tidak paham perihal coding.

Robot asisten pribadi berwujud mini ini sekarang sudah bisa dipesan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harganya bisa dibilang cukup mahal di angka $349 – retail-nya diperkirakan berkisar $449.

Raspberry Pi Zero W Hadirkan Konektivitas Wireless Seharga $10 Saja

Pada tanggal 28 Februari kemarin, Raspberry Pi resmi merayakan ulang tahunnya yang kelima. Sebagai bentuk selebrasi, diungkaplah model teranyar dari single board computer (SBC) tersebut, yakni Raspberry Pi Zero W.

Anda tentunya masih ingat dengan Pi Zero yang diperkenalkan pada bulan November 2015. Pi Zero memang tidak seperkasa Pi 3 yang ditenagai oleh prosesor 64-bit, akan tetapi ukurannya yang sangat kecil beserta banderol harganya yang begitu murah terbukti berhasil menjadi daya tarik sendiri di mata komunitas DIY.

Tentunya barang seharga $5 mempunyai sejumlah batasan. Namun yang paling utama yang dirasakan oleh para pengguna Pi Zero adalah absennya konektivitas nirkabel. Untuk mengatasinya, mereka harus mengandalkan dongle yang kerap kali tidak cuma berharga lebih mahal dari Pi Zero itu sendiri, tetapi juga menghuni satu-satunya port USB yang dimiliki Pi Zero.

Pi Zero W hadir sebagai solusi dari masalah tersebut. Spesifikasinya sama persis seperti Pi Zero, mencakup di antaranya prosesor 1 GHz, RAM 512 MB, port mini HDMI, micro USB dan slot microSD. Yang membedakan di sini adalah hadirnya modul Wi-Fi N dan Bluetooth 4.0, persis seperti yang ditanamkan ke Pi 3 Model B.

Meski penambahan konektivitas wireless terdengar sepele, sejatinya ada banyak keuntungan yang bisa dinikmati. Salah satu contoh, pengguna dapat lebih mudah bereksperimen dengan perangkat IoT, skateboard elektrik yang dapat dikendalikan dengan remote control misalnya. Contoh lain yang lebih sederhana, pengguna bisa menyambungkan keyboard atau mouse via Bluetooth tanpa perlu mengandalkan USB hub.

Bagian terbaiknya, Pi Zero W tidak jauh lebih mahal dari Pi Zero. Setiap unitnya dijajakan seharga $10 saja, dan Raspberry Pi juga menawarkan tiga jenis casing opsional yang bisa disesuaikan dengan keperluan.

Sumber: Raspberry Pi.

Acer Cicipi Ranah Smart Home dengan Perangkat untuk Memonitor Kualitas Udara

Nama Acer mungkin lebih sering dikaitkan dengan komputer atau gaming, terutama berkat lini Predator-nya. Namun siapa yang menyangka kalau pabrikan asal Taiwan tersebut bakal ikut mencicipi segmen smart home lewat sebuah perangkat untuk memonitor kualitas udara di dalam ruangan?

Namanya tidak macam-macam – Acer Air Monitor – demikian pula dengan desainnya. Acer sengaja merancangnya supaya lebih kelihatan seperti bagian dari dekorasi ruangan ketimbang sebuah gadget, membuatnya ideal untuk ditempatkan di kediaman atau di tempat kerja.

Seperti yang saya katakan, perangkat ini berfungsi untuk memonitor kualitas udara secara real-time. Ada enam indikator yang akan diperhatikan: TVOC (Total Volatile Organic Compound), karbon dioksida, PM2.5, PM10, suhu dan kelembapan. Data-data yang dikumpulkan bisa diakses melalui aplikasi pendamping di smartphone, tipikal perangkat smart home atau IoT pada umumnya.

Ketika salah satu indikator melebihi batas aman, perangkat otomatis akan mengirim notifikasi ke ponsel. Fitur otomatisasinya tidak berhenti sampai di situ saja; Acer Air Monitor juga mendukung platform IFTTT, yang berarti air purifier yang kompatibel bisa menyala secara otomatis ketika kualitas udara dinilai kurang ideal.

Acer tidak lupa melengkapi Air Monitor dengan indikator LED supaya pengguna bisa mendapat gambaran terkait kualitas udara di sekitarnya tanpa harus membuka ponselnya terlebih dulu. ‘Skor’ kualitas udara akan diwakilkan oleh warna tertentu sehingga dapat dipantau dengan mudah.

Acer masih bungkam soal banderol harga perangkat ini. Rencananya, mereka akan memasarkan Air Monitor mulai kuartal kedua, namun hanya di beberapa negara terpilih saja.

Sumber: The Verge dan Business Wire.

Gandeng IBM, Indiegogo Janjikan Integrasi Watson Secara Cuma-Cuma Bagi Pengembang

Belum lama ini, kita sudah membahas mengenai strategi Indiegogo yang bertujuan untuk mencegah proyek-proyek crowdfunding yang berpotensi batal terwujudkan. Inisiatifnya tersebut melibatkan kemitraan bersama Arrow Electronics, dan kerja sama ini rupanya makin melebar hingga melibatkan IBM.

IBM, seperti yang kita tahu, merupakan kreator Watson, salah satu artificial intelligence tercanggih yang ada saat ini. Begitu cerdasnya Watson, sistem ini bahkan sudah dimanfaatkan di dunia medis, dan sekarang aksesnya juga terbuka bagi para pengembang yang menawarkan karyanya lewat Indiegogo.

IBM menjanjikan bahwa semua proyek Indiegogo yang memenuhi syarat bakal diberi akses secara cuma-cuma ke platform Watson IoT tanpa batasan waktu. Platform ini mencakup lebih dari 160 layanan seperti Blockchain, analytics sampai cyber security. Semuanya gratis, dan para kreator proyek Indiegogo juga akan menerima bimbingan dari para ahli yang bekerja di IBM.

Ini berarti para pengembang dapat mengintegrasikan kecerdasan Watson pada produk-produknya dengan mudah dan tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Buat konsumen, hal ini bisa diartikan akan ada lebih banyak perangkat-perangkat menarik di Indiegogo yang ditenagai oleh kecerdasan Watson.

Tentunya perk seperti ini juga akan mengangkan popularitas Indiegogo sendiri sebagai sebuah platform crowdfunding. Di situsnya, Indiegogo sebenarnya sudah memaparkan sejumlah keunggulannya dibandingkan Kickstarter, dan saya yakin akses gratis ke platform Watson akan menjadi tambahan yang amat menarik di mata para pengembang.

Sumber: Engadget dan IBM.

Habibi Garden Hadirkan Solusi Perawatan Tanaman Berbasis IoT

Potensi Internet of Things (IoT) sebagai salah satu solusi untuk berbagai permasalahan sebenarnya sudah terlihat sejak tren ini pertama kali mendunia. IoT disinyalir mampu memberikan pengguna kontrol terhadap perangkat dengan data real-time. Salah satu pemanfaatan IoT ini tengah coba dikembangkan dan digali di berbagai negara, sesuai dengan permasalahan masing-masing. Di Indonesia sendiri sudah ada banyak solusi IoT yang diperkenalkan. Salah satu yang cukup unik adalah Habibi Garden. Sebuah perusahaan digital yang berusaha memberikan solusi untuk para petani berkomunikasi dengan tanaman mereka.

Istilah berkomunikasi dengan tanaman mungkin agak aneh, namun itu lah yang coba diupayakan oleh tim Habibi Garden. Lebih tepatnya untuk membantu para petani atau pemilik tanaman mengetahui kondisi tanaman, seperti nutrisi dan kebutuhan-kebutuhan lain. Komunikasi tersebut bisa terwujud berkat adanya alat dan juga aplikasi yang terhubung dan didesain dengan berbagai macam sensor seperti sensor suhu, kelembaban, nutrisi media tanaman, intensitas cahaya dan lainnya. Dengan demikian para pemilik tanaman bisa mengetahui kebutuhan tanaman berdasarkan data yang didapatkan dari aplikasi.

CTO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial bercerita, perusahaan yang mulai beroperasi pertengahan tahun lalu ini dirintis bersama rekannya Dian Prayogi Susanto yang bertindak sebaai CEO yang bertanggung jawab untuk bisnis. Selain itu Habibi Garden juga bekerja sama dengan beberapa mitra di bidang pertanian untuk lebih mudah mengenali dan dekat dengan tanaman.

“Sejak pertengahan tahun 2016 di bulan Juni dan kantor kami ada di kota Bekasi. Sekarang kami sedang berfokus pada kebun binaan baru kami berlokasi di Cianjur desa Pasir Cina. Di sana kami sedangkan mencoba teknologi Habibi Garden pada tumbuhan Cabai,” terang Irsan.

Diawali dari hobi dan keresahan

CEO Habibi Garden Dian Prayogi disebut sebagai salah satu inisiator untuk ide solusi yang ditawarkan oleh Habibi Garden. Dian yang memiliki hobi berkebun di pekarangan rumahnya ini sering lalai memberikan nutrisi dan melakukan penyiraman, hasilnya tak jarang tanamannya terkena wabah jamur. Masalah ini yang coba diselesaikan oleh Habibi Garden, terlebih jika masalah yang terjadi menghampiri lahan yang lebih luas lagi. Pemberian pupuk dan air, pendeteksian wabah penyakit dari awal menjadi target kunci yang bisa ditangani oleh alat Habibi Garden saat ini.

Untuk pengguna, saat ini Habibi Garden tengah mencoba menyasar para petani yang sudah memiliki infrastruktur Green House. Karena petani seperti itu cenderung lebih dekat dengan teknologi di bidang pertanian.

Melihat perangkat Habibi Garden bekerja

Selalu menarik melihat perangkat IoT bekerja. Seperti kita ketahui IoT tidak hanya bekerja dan dikontrol oleh manusia, ada mekanisme untuk menghubungkan mesin dengan mesin untuk bisa saling terhubung, berkomunikasi, dan bertukar data, atau yang sering dikenal dengan Machine to Machine (M2M). Teknologi inilah yang diterapkan oleh Habibie Garden. Dengan memasang sensor pada alat yang diletakkan di dekat tanaman dan terhubung dengan aplikasi pengguna bisa memantau data-data tanaman. Selain monitoring solusi yang disuguhkan Habibi Garden juga meliputi penyiraman dan pemupukan secara otomatis.

“Teknologi kami menggabungkan aplikasi mobile dan hardware yang bertujuan untuk melakukan fungsi monitoring kebun dari manapun dan kapanpun. Dengan hal tersebut petani dan kita sebagai orang awam dapat mengetahui kondisi tanaman/kebun kita. Tidak hanya monitoring tanaman, dengan teknologi Habibi Garden kebun kita juga dapat melakukan penyiraman dan pemupukan secara otomatis. Ini yang sering disebut M2M artinya alat kami dapat berkomunikasi sendiri antara sensor dengan controller sehingga fungsi petani bisa lebih fokus pada fungsi pengawasan melalui aplikasi, perawatan tanaman (pemotongan dahan daun), pembukaan lahan baru dan pemanenan,” lanjut Irsan menjelaskan.

Untuk tahun ini Habibi Garden tengah berfokus untuk melakukan riset yang lebih mendalam tentang cabai setelah kemarin berhasil menerapkan teknologi mereka di perkebunan tomat. Alasannya harga cabai yang tiap tahunnya melambung tinggi dan bahkan bisa setara dengan harga 1 kg daging sapi. Kini Irsan dan tim Habibi Garden tengah aktif melakukan kerja sama dengan banyak petani cabai dengan mengikuti forum-forum petani cabai yang ada.

Gagal di Ponsel, Mozilla Kini Juga Menutup Divisi Firefox OS untuk Connected Devices

Akhir tahun 2015, Mozilla resmi menyerah dan berhenti berkiprah di ranah sistem operasi mobile. Namun ternyata mereka belum benar-benar menyerah dengan Firefox OS, Mozilla pada saat itu malah memutuskan untuk pivot ke ranah “connected devices” (smart TV dan lain sebagainya).

Baru setahun lebih berselang, rupanya keputusan pivot tersebut juga bukan keputusan yang tepat. Belum lama ini, Mozilla dikabarkan telah menutup divisi connected devices ini dan memecat sekitar 50 anggota timnya. Saya sendiri ikut sedih melihat Firefox OS harus ‘dibunuh’ sampai dua kali.

Kepada CNET, Mozilla menjelaskan bahwa bersamaan dengan penutupan divisi connected devices ini, mereka bisa mengalihkan fokusnya dari peluncuran produk komersial ke riset dan pengembangan. Divisi connected devices dan eksperimen Mozilla dengan segmen IoT akan dilebur, sehingga mereka pada akhirnya bisa lebih berfokus pada teknologi-teknologi baru yang sedang hot.

Cakupannya memang sangat luas, dan yang pasti melibatkan kecerdasan buatan alias AI kalau melihat tren yang ada sekarang. Benar saja, salah satu proyeknya yang bernama Vaani merupakan teknologi voice interface macam Amazon Alexa, tapi yang didesain dengan memprioritaskan aspek privasi.

Balik lagi ke Firefox OS, sepertinya ini merupakan perhentian terakhir tanpa ada peluang reinkarnasi lagi. Sungguh menyedihkan sekali kalau sampai Firefox OS harus mati untuk kali ketiga. Tapi sepertinya tidak, dan Mozilla tampaknya juga sudah mulai bisa menerima kenyataan bahwa Firefox tak lagi sebesar dulu – mereka sudah mulai move on dan melupakan ambisi untuk menyematkan Firefox ke semua perangkat.

Sumber: CNET.

Prediksi Perkembangan Internet of Things dan Drone di Indonesia Tahun 2017

Perkembangan teknologi memasuki level perangkat yang saling terhubung atau akrab di sebut dengan IoT (Internet of Things). Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, perkembangan IoT berkembang pesat baik dari segi perangkat maupun pemanfaatannya. Di Indonesia pun demikian. IoT mulai dilihat banyak orang sebagai bentuk inovasi sebagai generasi selanjutnya perkembangan teknologi. Banyaknya perusahaan telekomunikasi yang berinvestasi dan startup-startup yang hadir bertema IoT menjadi tanda bahwa IoT akan terus tumbuh.

Industri IoT secara umum membutuhkan persediaan perangkat dan infrastruktur yang memadai, baik dari segi ketersediaan server, cloud, maupun koneksi yang mumpuni untuk mendukung penggunaan secara maksimal. Di level perusahaan, perusahaan telekomunikasi menjadi salah satu yang terlihat gencar berinovasi di segmen IoT ini. Nama-nama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren menjadi nama yang sering diberitakan terkait inovasi mereka di segmen IoT.

Indosat Ooredoo mengembagkan Vessel Monitoring System, sebuah layanan yang dirancang untuk memonitoring pergerakan kapal dan aktivitasnya. Telkomsel juga menguji cobakan jaringan NB-IoT (Narrowband Internet of Things) di jaringan 4G yang dirancang khusus untuk menyambut tren IoT di Indonesia.

Tak jauh beda, Smartfren pun demikian. Melalui wawancara beberapa waktu lalu, Smartfren mulai fokus ke bisnis M2M (machine to machine) meski masih dalam tahap “siap-siap” meluncur di tahun ini.

Prediksi di 2017

Co-Founder IoT.co.id Martin Kurnadi berpendapat bahwa tren IoT di Indonesia di tahun 2017 akan lebih fokus ke arah B2B. Solusi akan dibutuhkan perusahaan dalam membantu memudahkan operasional, alasan lainnya karena dapat memangkas anggaran dan meningkatkan efisiensi kerja. Solusi dari IoT pun diprediksi akan dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti pengolahan data dan kecerdasan buatan.

Martin lebih jauh menjelaskan ada beberapa faktor yang akan berpengaruh pada perkembangan industri IoT di tanah air, yakni faktor teknis dan non teknis. Dari segi teknis, ketersediaan perangkat dan kompetisi dari pemain luar menjadi tantangan berarti. Ketersediaan komponen untuk perangkat masih jarang di Indonesia. Dari segi non teknis, Martin menilai masih ada kesulitan mencari model bisnis.

Salah satu penggiat IoT tanah air Andri Yadi, yang juga merupakan pendiri Dycode X, bercerita ada beberapa hal yang akan mempengaruhi industri IoT tanah air. Andri menyoroti ketersediaan jaringan yang membutuhkan low power sehingga perangkat tidak membutuhkan daya yang besar atau bisa memanfaatkan daya dari batere.

Belum lagi masalah frekuensi. Diharapkan pemerintah bisa mengatur frekuensi-frekuensi yang nantinya digunakan untuk perangkat IoT agar tetap terkendali dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Selain itu ketersediaan perangkat “mentah” masih menjadi masalah bagi para pengembang-pengembang IoT tanah air. Harapannya pemerintah bisa membantu memudahkan import perangkat-perangkat mentah ini untuk membantu inovasi para pengembang.

Untuk permasalahan lainnya, Andri melihat keamanan akan tetap menjadi concern utama. Meski para pengembang sudah sangat memperhatikan keamanan, baik dari segi data, firmware, atau perangkat mereka, keamanan perangkat-perangkat IoT ini masih tetap harus menjadi fokus seiring mulai banyaknya implementasinya.

Sofian Hadiwijaya, seorang profesional yang juga mengamati dunia IoT, menganggap pergerakan industri IoT di tanah air masih belum terlihat signifikan. Hanya saja pendidikan dan inovasi akan semakin luas mengingat semakin banyak maker di Indonesia. Untuk inovasi, Sofian melihat smart home dan smart farming masih menjadi dua sektor yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini.

Seperti dikutip dari laporan Computer Weekly, tren IoT di Asia Tenggara akan menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. Beberapa di antaranya adalah latency dan pengelolaan data.

Global Vertical Strategy and Marketing Equinix Tony Bishop dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa akses ke jaringan, cloud, dan kemampuan bekerja di berbagai lingkungan aplikasi adalah faktor sukses sebuah solusi IoT. Hanya saja semakin banyak perangkat IoT yang terhubung dan mengharuskan koneksi real time mengakibatkan permasalahan latency dan performa. Kaitannya tidak hanya dengan kecepatan akses tapi juga ketahanan.

Infrastruktur adalah salah satu jalan utama bagi inovasi dan terobosan teknologi di era sekarang. Peran pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sangat dibutuhkan di sini. Semakin baik infrastruktur yang dibangun semakin mungkin Indonesia akan mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan teknologi IoT.

Fenomena bernama drone

Wearinasia, startup yang secara khusus menjual perangkat-perangkat wearable dan drone bercerita kepada DailySocial bahwa pertumbuhan transaksi pembelian drone meningkat 100% secara YoY untuk tahun 2015-2016. Prediksinya tahun ini akan terus meningkat.

Harga drone diprediksi akan mulai membumi dengan semakin banyaknya pilihan drone di entry level, drone mini misalnya. Drone mini saat ini paling banyak dicari di Wearinasia.

CMO Wearinasia Andrew Gunawan lebih lanjut memaparkan drone ke depannya tidak hanya digunakan untuk industri hiburan, tetapi juga untuk keperluan lain yang lebih teknis.

“Saat ini penggunaan drone intensitasnya makin tinggi di industri media dan perfilman. Belakangan ada beberapa calon mitra yang menawarkan produk produk drone untuk keperluan industri, misalnya drone instalasi listrik sampai drone yang dilengkapi tear gas,” ujarnya.

Memasuki Babak Final, BlackInnovation 2016 Membuka Voting untuk Finalis

Setelah melewati rangkaian program dan proses screening, proses pencarian ide inovasi terbaik BlackInnovation 2016 yang semakin mendekati puncaknya. Tujuh orang juri yang terdiri dari Budi Suwarna dari Kompas Muda, Yuka Herlanda dari Brodo, Surya Darmadi dari Qlue, Svasti Manggalia dari Svas Living, Aulia Faqih dari Dirakit, Achmad Fadillah dari Palewai Studio, dan Irsan Suryadi Saputra dari IBM, melakukan penyaringan peserta BlackInnovation 2016 dan menghasilkan 30 semifinalis.

Pada hari Jumat (25/11) hingga Sabtu (26/11), para semifinalis BlackInnovation 2016 yang terdiri dari 11 peserta kategori produk Internet of Things (IoT) dan 19 peserta kategori produk desain diberikan waktu 7 menit untuk presentasi produknya dan 8 menit untuk sesi tanya jawab dengan juri.

Para semifinalis BlackInnovation 2016 berfoto bersama / BlackInnovation
Para semifinalis BlackInnovation 2016 berfoto bersama / BlackInnovation

Proses penjurian dibabak final ini kemudian menghasilkan 15 finalis yang melaju ke babak terakhir BlackInnovation 2016. Para finalis yang terpilih berkesempatan mendapatkan mentoring online mengenai karya yang dibuat oleh mentor-mentor teknis dan juri-juri yang berpengalaman dalam bidang desain produk dan IoT.

Selain mentoring online, para finalis juga akan dibantu dalam proses pembuatan mock up dan prototype karya mereka masing-masing. Sesi mentoring ini akan berlangsung kurang lebih sebulan mulai sejak tanggal 12 Desember 2016 hingga 27 Januari 2017.

Demonstrasi produk Internet of Things dari salah satu semifinalis / BlackInnovation
Demonstrasi produk Internet of Things dari salah satu semifinalis / BlackInnovation

Usai proses mentoring, para finalis diminta untuk mempresentasikan hasil karyanya di hadapan juri-juri BlackInnovation dengan didukung prototype/mockup produk yang sudah jadi. Nantinya para juri akan memilih tiga inovator terbaik BlackInnovation 2016, yang masing-masing berhak mendapatkan hadiah uang tunai 30 juta rupiah ditambah Innovation Journey ke luar negeri untuk melihat tempat-tempat inovatif yang menarik untuk dipelajari.

Sementara itu, karya-karya favorit pembaca yang terpilih melalui online voting berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar 10 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Pertama, 7,5 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Kedua, dan 5 juta Rupiah untuk Pemenang Favorit Ketiga.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh BlackInnovation 2016.