Alpha Glass Suguhkan Konten Augmented Reality dalam Wujud Kacamata Biasa

Di titik ini, dunia semestinya sudah move on dari Google Glass. Meski sempat beredar kabar bahwa versi keduanya sedang dikerjakan, hype-nya tidak bisa seheboh dulu sebab versi keduanya ini cuma ditujukan buat kalangan enterprise. Dari situ pabrikan lain mencoba mengisi kekosongan dengan perangkat yang lebih menyerupai sebuah kacamata biasa, seperti Vuzix salah satunya.

Sekarang giliran sebuah startup asal Korea Selatan, Alpha Labs, yang mencoba mempersembahkan kacamata AR besutannya. Dijuluki Alpha Glass, wujudnya lebih mirip kacamata biasa ketimbang Google Glass, meski tangkainya agak lebih tebal dari biasanya karena harus menjadi rumah untuk hampir semua komponen elektroniknya.

Alpha Glass

Tidak seperti Google Glass yang memanfaatkan prisma untuk menyajikan konten AR, pada Alpha Glass semua kontennya akan langsung ditampilkan di lensa kacamata. Rahasianya terletak pada sebuah display micro OLED yang tertanam di bagian tangkai. Layar ini diposisikan menghadap ke lensa kolimator di bagian penopang hidung, yang bertugas memantulkan gambar ke lensa sehingga konten bisa langsung tampak di depan mata.

Kontennya sendiri bisa berupa panduan navigasi, informasi cuaca, notifikasi dan masih banyak lagi. Alpha Glass ditenagai oleh OS Android 5.1 yang telah dimodifikasi, dan ia turut dilengkapi integrasi asisten virtual yang dapat diajak berinteraksi via perintah suara macam Siri maupun Google Assistant.

Alpha Glass

Untuk bisa melakukan semua ini, Alpha Glass mengemas chipset dengan prosesor quad-core dan RAM 2 GB, plus kapasitas penyimpanan sebesar 16 GB. Konektivitas seperti Wi-Fi dan Bluetooth tidak dilupakan, demikian pula dengan speaker bone conduction, dan tentu saja, kamera 5 megapixel di ujung frame sebelah kiri.

Untuk mengoperasikan kameranya, pengguna hanya perlu menyentuh tangkai sebelah kiri, yang ternyata juga sudah dilengkapi dengan panel sentuh. Di sisi lain, tangkai kanannya didominasi oleh baterai yang diyakini sanggup bertahan selama 6 jam sebelum perlu di-charge kembali dengan kabel micro USB.

Alpha Glass

Alpha Glass sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2014, dan kini pengembangnya sudah siap memasarkannya ke kalangan developer agar ekosistem kontennya bisa siap ketika perangkat dirilis ke publik. Di Kickstarter, Alpha Glass Developer Kit ini bisa dipesan dengan harga paling murah $720, sedangkan harga retail untuk konsumen nanti diperkirakan berkisar $1.000.

Sumber: Wareable.

Spectacles, Kacamata Pintar Besutan Snapchat, Kini Bisa Dibeli Secara Online

Diumumkan pada bulan September 2016, kacamata pintar besutan Snapchat yang bernama Spectacles tidak langsung tersedia untuk publik secara luas. Selama tiga bulan terakhir, Snapchat yang kini telah berganti identitas menjadi Snap Inc. hanya menjualnya lewat vending machine yang ditempatkan di sejumlah lokasi acak di AS serta sebuah pop-up store di kota New York.

Bukannya ragu akan produknya sendiri, CEO Snap, Evan Spiegel berdalih bahwa mereka ingin lebih dulu menyurvei respon dari konsumen, yang pada akhirnya diketahui cukup positif. Apa yang dilakukan Snap juga sedikit berbeda dari pabrikan lain, dimana Spectacles ditawarkan langsung ke pengguna tanpa ada jatah khusus terlebih dulu untuk kaum developer.

Melihat respon yang positif ini, Snap pun memutuskan untuk memulai penjualan Spectacles secara massal. Kacamata berkamera ini sekarang sudah bisa dipesan langsung lewat spectacles.com, sayangnya untuk sementara baru konsumen di Amerika Serikat dulu yang bisa membelinya. Harganya pun tidak berubah, masih $130.

Konsep yang dibawa Spectacles sejatinya cukup menarik. Ketimbang mencoba menjadi pelengkap smartphone seperti Google Glass, Spectacles cuma ingin memberi kemudahan para pengguna Snapchat dalam mengabadikan momen dan membagikannya. Lebih penting lagi, momen ini diabadikan dari sudut pandang orang pertama.

Dilihat dari sudut pandang lain, kesuksesan Spectacles pada dasarnya merupakan salah satu modal Snap dalam memikat investor menjelang masuknya mereka ke pasar saham, yang diperkirakan akan berlangsung pada awal Maret mendatang.

Sumber: TechCrunch.

Lensa Kacamata Pintar Ini Bisa Beradaptasi Dengan Kondisi Mata Anda

Saat membahas kacamata pintar, hal pertama yang muncul di benak kita adalah kapabilitas augmented reality didukung fitur layaknya komputer wearable. Sayangnya, sejauh ini smart glasses belum memberi banyak terobosan di sisi peningkatan kemampuan melihat. Tapi hal itu akan segera berubah karena berkat kreasi peneliti Utah ini kita tak perlu mengganti kacamata selamanya.

Para ilmuwan University of Utah kabarnya tengah mengembangkan ‘kacamata pintar’ dengan lensa berbasis cairan yang bisa menyesuaikan fokus secara otomatis sehingga para penggunanya tidak usah lagi menggonta-ganti lensa atau lepas-pasang kacamata saat beraktivitas. Metode ini merupakan alternatif lebih baik dari penggunaan kacamata resep biasa, karena pada dasarnya aksesori tersebut tidak memperbaiki masalah daya akomodasi mata.

Lensa dari kacamata pintar ini terbuat dari perpaduan glycerin, cairan kental transparan, serta bagian membran fleksibel. Membran tersebut secara mekanik bisa bergerak maju dan mundur, mengubah kelengkungan dari lensa gliserol. Lensa itu sendiri diposisikan di bingkai, berisi sensor inframerah yang berfungsi untuk mengukur jarak wajah ke objek terdekat. Komponen ini akan mengirimkan sinyal buat memicu transformasi lensa.

Kacamata pintar kreasi tim University of Utah 1

Hebatnya lagi, proses ini berlangsung sangat cepat, hanya 14-milidetik. Dan seperti perangkat wearable pada umumnya, kacamata pintar juga dibekali aplikasi mobile, di mana pengguna bisa memasukkan data mengenai mata mereka setelah dicek oleh dokter. Tersambung via Bluetooth, device segera melakukan proses kalibrasi dengan sendirinya, dapat diterapkan setiap kali Anda mendapatkan resep baru.

“Keunggulan terbesar dari kacamata pintar kami adalah saat seseorang mengenakannya, objek dihadapannya akan selalu terlihat jelas, seberapa pun jaraknya,” tutur Profesor Carlos Mastrangelo selaku pemimpin proyek ini via Smithsonian.com. “Keunikannya lainnya ialah lensa bisa beradaptasi seandainya daya akomodasi lensa mata sang pengguna kembali berubah.”

Saat mencapai umur 45 tahun, mayoritas orang mau tak mau harus mengenakan kacamata agar bisa membaca karena daya akomodasi lensa terus berkurang. Lensa mata anak-anak dan remaja dapat berubah bentuk tanpa kesulitan. Namun seiring bertambahnya usia, lensa menjadi lebih kaku, mengakibatkan benda dekat jadi tampak kabur – memaksa Anda memakai kacamata plus.

Meski belum diuji secara formal, Mastrangelo dan timnya sudah mencoba kecanggihan kacamata pintar tersebut. Langkah selanjutnya yang akan mereka lakukan ialah memperkecil ukuran dan meminimalisir bobotnya. Para ilmuwan memperkirakan, smart glasses unik ini siap dipasarkan dalam waktu dua atau tiga tahun lagi.

Vuzix Blade 3000, Seperti Kacamata Biasa tapi Sepintar Google Glass

Konsep kacamata pintar yang diperkenalkan Google Glass beberapa tahun lalu adalah proyeksi augmented reality langsung di hadapan mata. Namun ternyata Glass gagal mendapat tempat di hati konsumen. Salah satu alasannya adalah, orang-orang enggan dianggap aneh oleh sekitarnya hanya karena ada sebuah gadget di wajahnya.

Memang, ketika membicarakan mengenai sesuatu yang kita pakai di wajah, desain selalu menjadi prioritas. Itulah mengapa penting bagi sebuah kacamata pintar untuk tampil low profile – sebisa mungkin lebih kelihatan seperti kacamata biasa, dan tidak terdeteksi sebagai gadget oleh orang-orang di sekitar.

Vuzix, perusahaan yang sudah cukup berpengalaman di bidang VR dan AR, sangat memperhatikan aspek ini ketika merancang kacamata pintar terbarunya. Sempat dipamerkan di ajang CES 2017 lalu, perangkat bernama Blade 3000 ini sepintas memang kelihatan seperti kacamata biasa.

Satu-satunya bagian yang cukup aneh hanyalah tangkai yang sedikit lebih tebal dari biasanya. Hal ini dikarenakan semua komponen elektronik Blade 3000 tersimpan di sana, termasuk yang pada dasarnya merupakan proyektor DLP berukuran sangat kecil yang akan memproyeksikan konten langsung ke lensa kacamata.

Vuzix Blade 3000 saat didemonstrasikan di ajang CES 2017 bulan Januari kemarin / Vuzix (Facebook)
Vuzix Blade 3000 saat didemonstrasikan di ajang CES 2017 bulan Januari kemarin / Vuzix (Facebook)

Vuzix mengklaim Blade 3000 hanya memiliki bobot sekitar 80 gram. Mereka cukup percaya diri kalau konsumen tidak akan merasa malu untuk mengenakannya, dan mereka juga bakal tetap merasa nyaman dalam durasi yang cukup lama.

Kinerja Blade 3000 ditopang oleh prosesor quad-core besutan Marvell Technology dan sistem operasi Android 5.0. Memory sebesar 32 GB turut melengkapi, begitu juga dengan sederet sensor ambient dan mikrofon. Vuzix juga telah mengintegrasikan Google Assistant supaya pengguna dapat memakai perintah suara.

Vuzix Blade 3000 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan tahun ini. Harganya belum ditentukan, tapi dipastikan masih berada di bawah $1.000 – tahun depan, Vuzix mengira malah harganya bisa diturunkan lagi hingga menjadi $500.

Sumber: VentureBeat dan Vuzix.

Kai Sulap Kacamata Biasa Menjadi Kacamata Pintar Bertenaga AI

Di saat tren kacamata berkamera terus menjamur berkat Spectacles serta alternatif lain yang modular seperti PogoCam dan Blincam, sebuah startup bernama Glimpse Wearables lebih tertarik untuk menjadikan kacamata sebagai extension dari smartphone. Buah pemikiran mereka? Kai, sebuah modul kecil yang dapat mengubah kacamata biasa menjadi kacamata pintar.

Namun jangan bayangkan kacamata pintar yang dimaksud memiliki display dan kamera macam Google Glass. Dari depan, Kai bahkan sama sekali tidak kelihatan; ia menancap pada ujung tangkai kacamata, lalu duduk manis di belakang telinga Anda tanpa mengundang perhatian dan lirikan tajam dari orang-orang di sekitar penggunanya.

Tanpa layar dan kamera, Kai berfokus pada satu fitur saja, yakni asisten virtual berbasis artificial intelligence. Jadi tanpa perlu mengakses smartphone, Anda sudah bisa berinteraksi dengan asisten virtual yang responsif sekaligus cerdas, yang ditenagai oleh platform AI Houndify besutan SoundHound.

Kai dirancang agar tidak mengganggu penglihatan dan bisa nyaman dipakai dalam durasi yang lama / Glimpse Wearables
Kai dirancang agar tidak mengganggu penglihatan dan bisa nyaman dipakai dalam durasi yang lama / Glimpse Wearables

Dengan Kai dan Houndify, pengguna dapat mengakses beragam informasi menggunakan perintah suara. Mereka bahkan bisa memesan Uber kalau perlu, atau mengontrol perangkat smart home yang kompatibel hanya dengan beberapa frasa saja. Panduan navigasi juga tersedia, begitu pula dengan notifikasi event kalender dan reminder.

Kai mengandalkan teknologi bone conduction untuk mengirimkan suara ke telinga tanpa perlu berada di dalam kanal telinga Anda. Hal ini juga berarti Anda bisa mendengar suara di sekitar tanpa gangguan sedikit pun. Material silikon yang digunakan memastikan agar kulit di belakang telinga tidak iritasi.

Saat ini Kai sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter seharga $130 – lebih murah $70 dari estimasi harga retail-nya. Paket penjualannya sudah mencakup sebuah kacamata opsional dengan lensa jernih.

PogoCam Ialah Kamera Kecil yang Bisa Ditambatkan ke Kacamata

Lewat Spectacles, Snapchat – yang kini telah berganti nama menjadi Snap Inc. – berhasil menghidupkan kembali tren kacamata berkamera meski Google Glass sudah turun gunung. Alhasil, perlahan-lahan muncul pihak lain yang ingin mencicipi peruntungan di ranah ini. Salah satunya adalah perusahaan kecil bernama PogoTec.

Mereka memperkenalkan PogoCam, sebuah aksesori kecil yang dapat ditambatkan ke frame kacamata, seketika itu juga memberinya kemampuan untuk mengambil foto atau video. Ya, perangkat ini bisa saja Anda anggap Spectacles versi modular, mengingat ia bisa dilepas dan dipasang kapan saja pengguna mau.

Konsep seperti ini menjadikan PogoCam lebih fleksibel dibanding Spectacles. Saat Anda sedang berkunjung ke acara yang sifatnya tertutup misalnya, Anda tinggal melepas PogoCam dan tak perlu khawatir jadi pusat lirikan tajam orang-orang di sekitar.

Bodi PogoCam tergolong ringkas / PogoTec
Bodi PogoCam tergolong ringkas / PogoTec

Secara fisik PogoCam termasuk ringkas, tidak lebih besar dari sebuah lipstick. Jangan mengharapkan kualitas gambar yang fenomenal di sini, sebab PogoCam hanya mengemas sensor 5 megapixel saja. Baterainya pun hanya bisa bertahan hingga 100 kali jepret, atau 12 kali merekam video 720p yang masing-masing berdurasi 10 detik.

Satu lagi yang hilang dari Spectacles adalah kemampuan mengirim foto atau video secara nirkabel. Dengan PogoCam, pengguna harus menempuh jalan tradisional, yakni dengan menancapkan perangkat yang sudah terbungkus casing khusus ke port USB milik komputer. Pun begitu, PogoTec sudah punya rencana unttuk menggarap casing yang mempunyai konektivitas Bluetooth.

PogoCam saat dipasangkan pada model kacamata lain / PogoTec
PogoCam saat dipasangkan pada model kacamata lain / PogoTec

Lalu apakah PogoCam kompatibel dengan semua kacamata di pasaran? Sayangnya tidak, tapi pilihannya dipastikan cukup beragam mengingat PogoTec sudah mengajak sejumlah brand untuk bekerja sama. Sederhananya, mereka memodifikasi frame kacamata agar PogoCam bisa menancap secara magnetik.

Metode ini mereka sebut dengan istilah PogoTrack. Menariknya, ini membuka peluang untuk aksesori selain kamera. Entah apa, tapi yang pasti mekanisme pemasangannya sama seperti PogoCam. Tebakan saya, kemungkinan nantinya akan ada PogoFit atau apalah namanya, dengan fungsi untuk memonitor aktivitas fisik.

Balik ke PogoCam, perangkat ini rencananya akan dipasarkan seharga $129. Tidak tahu kapan, tapi PogoTec berjanji untuk memamerkan prototipe fungsionalnya di ajang CES 2017 bulan Januari mendatang.

Sumber: The Verge dan PogoTec.

Persis Kacamata Biasa, Vue Sebenarnya Juga Merupakan Fitness Tracker dan Bluetooth Headset

Karena selalu teringat pada Google Glass, kita selalu beranggapan kalau kacamata pintar itu harus dibekali layar, kamera dan lain sebagainya. Padahal, bisa saja yang kita butuhkan hanyalah fitur fitness tracking dan headset terintegrasi. Alhasil, wujud perangkat bisa menyerupai kacamata biasa dan orang-orang di sekitar tidak perlu mencurigai Anda.

Ide ini dieksekusi dengan baik oleh sebuah startup asal San Fransisco bernama Vue. Produknya yang juga dijuluki Vue sama sekali tidak kelihatan seperti smart glasses macam Google Glass ataupun Epson Moverio, tapi di saat yang sama masih menawarkan sejumlah fitur pintar yang membuatnya pantas dikategorikan sebagai teknologi wearable.

Vue tidak dilengkapi layar, heads-up display dan lain sebagainya. Fungsi utamanya adalah sebagai alat bantu penglihatan. Pun demikian, kehadiran accelerometer 6-axis dan gyroscope memungkinkannya untuk memonitor aktivitas fisik pengguna; mulai dari jumlah langkah kaki, kalori maupun jarak tempuh.

Tangkai kanan Vue merupakan panel sentuh untuk mengontrol musik dan menerima panggilan telepon / Vue
Tangkai kanan Vue merupakan panel sentuh untuk mengontrol musik dan menerima panggilan telepon / Vue

Vue juga merupakan sebuah headset Bluetooth berteknologi bone conduction, yang berarti Anda bisa mendengarkan musik ataupun menerima panggilan telepon. Namun karena tidak ada bagian yang menutupi telinga sama sekali, Anda masih bisa mendengarkan semua suara di sekitar tanpa masalah.

Pengoperasiannya mengandalkan panel sentuh yang tertanam di tangkai sebelah kanan. Untuk menerima panggilan telepon, cukup sentuh satu kali; sedangkan untuk mengontrol musik, pengguna bisa mengusapnya ke arah depan atau belakang. Gesture ini bisa dikustomisasi untuk fungsi lain melalui aplikasi pendampingnya di smartphone.

Vue ditawarkan dalam dua pilihan frame: Classic atau Trendy, dua-duanya sama-sama hipster / Vue
Vue ditawarkan dalam dua pilihan frame: Classic atau Trendy, dua-duanya sama-sama hipster / Vue

Vue bisa beroperasi selama 2 – 3 hari dalam satu kali charge. Ia datang bersama sebuah case yang berfungsi sebagai wireless charger. Demi memaksimalkan daya tahan baterai, Vue dilengkapi proximity sensor sehingga ia hanya akan aktif ketika dipakai, lalu masuk ke mode low power saat dilepas.

Saat ini Vue ditawarkan melalui Kickstarter seharga $159. Tersedia dua pilihan frame: Classic atau Trendy, dan konsumen yang tertarik juga bisa memilih antara lensa standar, progresif atau yang berwarna. Harga retail-nya diperkirakan berkisar $269.

Sumber: Wareable.

Oakley Radar Pace Adalah Kacamata Pintar dengan Dukungan Teknologi Intel Real Speech

Nama Oakley pastinya sudah tidak asing lagi di telinga para penggemar olahraga. Kacamata buatannya telah menghiasi wajah seabrek atlet, baik amatir maupun profesional, meski tidak mengemas fitur fitness tracking atau semacamnya. Namun sebentar lagi, Oakley sudah siap merilis kacamata pintar perdananya.

Dijuluki Oakley Radar Pace, prototipe perangkat ini sebenarnya sempat dipamerkan oleh Intel selaku mitra pengembangnya di ajang CES di bulan Januari kemarin. Ia pada dasarnya merupakan lini kacamata Oakley Radar, tapi dengan sentuhan fitur-fitur pintar di berbagai aspek.

Sebelum terlambat, jangan berpikir kalau perangkat ini bisa menggantikan peran fitness tracker atau smartwatch Anda. Ia bisa dianggap sebagai jembatan antara Anda dan smartwatch, mengakomodasi komunikasi via suara ketimbang mengharuskan Anda untuk memandang layar smartwatch di tengah-tengah sesi berlari yang intensif.

Di dalamnya bernaung tiga buah mikrofon yang didukung oleh teknologi Intel Real Speech, yang pada dasarnya merupakan sistem pengolah bahasa alami yang dapat memahami konteks. Contohnya, saat Anda baru hendak naik ke treadmill, Anda bisa bertanya berapa laju jantung Anda pada saat itu. Lalu setelah mulai berlari selama beberapa menit, Anda tinggal menanyakan “sekarang bagaimana?”, dan Radar Pace mengerti kalau yang Anda maksud adalah laju jantung.

Oakley Radar Pace dibekali sepasang earphone yang bisa ditekuk atau dilepas seandainya sedang tidak digunakan / Oakley
Oakley Radar Pace dibekali sepasang earphone yang bisa ditekuk atau dilepas seandainya sedang tidak digunakan / Oakley

Data laju jantung ini berasal dari fitness tracker atau smartwatch yang sedang Anda kenakan. Oakley mengklaim Radar Pace kompatibel dengan tracker atau smartwatch yang memiliki konektivitas Bluetooth, tapi berdasarkan pengamatan Mashable, Apple Watch ternyata tidak termasuk.

Jangan samakan juga Radar Pace dengan Google Glass, sebab fungsinya sangat jauh berbeda. Radar Pace tidak memiliki display sama sekali, bahkan chip GPS pun tidak ada. Yang ada hanyalah sepasang earphone yang bisa ditekuk atau dilepas sekalian jika sedang tidak dipakai. Dengan demikian, bobotnya pun masih bisa terasa ringan di angka 56 gram.

Berbekal earphone, tentu saja Radar Pace bisa Anda pakai untuk mendengarkan musik yang berasal dari smartphone via Bluetooth. Ia bahkan bisa dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan Siri atau Google Assistant dengan bantuan panel sentuh pada tangkai sebelah kiri. Soal baterai, Radar Pace bisa beroperasi selama 6 jam nonstop dalam satu kali charge, atau 4 jam ketika disambi mendengarkan musik.

Oakley berencana memasarkan Radar Pace mulai tanggal 1 Oktober mendatang seharga $449.

Sumber: Mashable dan Engadget.

Snapchat Luncurkan Kacamata Pintar dengan Kamera dan Lensa Wide-Angle Terintegrasi

Snapchat, aplikasi pesan instan yang populer di kalangan muda-mudi itu, kini resmi menjadi produsen hardware. Apa yang dirumorkan jauh sebelumnya tidak meleset, Snapchat selama ini ternyata tengah sibuk mengembangkan sebuah perangkat wearable dalam wujud kacamata pintar.

Diumumkan pada tanggal 24 September kemarin, perangkat yang dijuluki Spectacles ini pada dasarnya merupakan kacamata hitam yang dibekali kamera dengan sudut pandang seluas 115 derajat. Ya, sepintas saya memang teringat dengan Google Glass, akan tetapi fungsi Spectacles adalah murni untuk mengabadikan momen.

Video yang telah direkam oleh Spectacles akan diunggah secara otomatis ke Snapchat / Snap Inc.
Video yang telah direkam oleh Spectacles akan diunggah secara otomatis ke Snapchat / Snap Inc.

Yang menarik dari Spectacles adalah bagaimana ia terintegrasi dengan layanan milik Snapchat sendiri. Berbekal koneksi Bluetooth atau Wi-Fi, semua video yang direkam menggunakan Spectacles akan diunggah secara otomatis ke bagian Memories. Lucunya, video ini mempunyai format membulat, yang menurut Snapchat bisa ditonton secara full-screen di perangkat apapun dan dalam orientasi apapun.

Soal daya tahan baterai, Snapchat hanya menyebutkan kalau Spectacles sanggup menemani pengguna mengabadikan berbagai momen selama seharian sebelum perlu di-charge kembali. Perangkat ini nantinya akan dipasarkan seharga $130, dan pilihan warna yang tersedia ada tiga macam.

Tiga pilihan warna Spectacles yang ditawarkan / Snap Inc.
Tiga pilihan warna Spectacles yang ditawarkan / Snap Inc.

Dalam kesempatan yang sama, Snapchat juga mengumumkan bahwa mereka telah mengganti nama perusahaan menjadi Snap Inc. Langkah ini sangat masuk akal mengingat mereka tak lagi mempunyai satu produk saja, dan nama Snap Inc. sengaja dipilih supaya tidak terdengar asing di telinga mayoritas konsumen.

Sumber: TheNextWeb dan Snap Inc..

Drone DJI Bakal Dapat Dikendalikan dengan Kacamata AR Buatan Epson

DJI baru-baru ini mengumumkan kerja sama yang cukup menarik dengan Epson. Bukan, buah kemitraan ini bukannya kemampuan Phantom 4 untuk mengirim hasil foto ke printer Epson secara wireless, melainkan kemampuannya dikendalikan dengan kacamata AR Epson Moverio BT-300 yang akan dipasarkan tidak lama lagi.

DJI pada dasarnya akan mengoptimalkan aplikasi DJI GO agar bisa digunakan pada Moverio BT-300. Perpaduan keduanya memungkinkan pengguna untuk melihat hasil rekaman drone secara real-time dalam sudut pandang pertama sekaligus memperhatikan keberadaan drone itu sendiri di depan matanya.

Kolaborasi ini didasari oleh keputusan FAA (Federal Aviation Administration) yang mengharuskan drone untuk tetap berada dalam jarak pandang pengguna selagi mengudara. Di sisi lain, ini juga bisa menjadi bukti lain terkait pengaplikasian perangkat kacamata AR dalam praktek sehari-hari.

DJI nantinya juga akan memperbarui SDK-nya supaya developer bisa ikut berpartisipasi dalam mengembangkan aplikasi yang relevan untuk Moverio BT-300. Kacamata AR ini sendiri nantinya akan dipasarkan sebagai aksesori yang kompatibel dengan drone milik DJI, dan aplikasi DJI GO akan tersedia pada Moverio Apps Market.

Sumber: PR Newswire.