IDPRO Sayangkan Adanya Indikasi Tekanan Luar untuk Revisi PP 82/2012

Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) kembali menyampaikan keberatannya terkait dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kali ini protes yang dilayangkan dengan dalih pemerintah mendapatkan tekanan dari pihak luar, dalam hal ini Amerika Serikat.

Pernyataan IDPRO tersebut didasarkan pada kalimat yang disampaikan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, bahwa revisi PP 82/2012 salah satunya dikarenakan adanya hasil evaluasi AS mengenai kelayakan Indonesia sebagai penerima Generalized System of Preference (GSP). GSP sendiri adalah kebijakan unilateral AS untuk membantu perekonomian dalam wujud pemotongan bea impor.

Menurut ketua umum IDPRO, Kalamullah Ramli seperti dikutip dalam Indotelko, hal tersebut harusnya menggugah rasa kebangsaan. Cara pemerintah tidak menginspirasi dan tidak menampakkan kepercayaan diri. Data adalah komoditas penting yang harus dilindungi dengan kebijakan. Ramli juga menyinggung harusnya regulasi di Indonesia dapat berdiri tegak layaknya berbagai aturan yang ada di negara lain, seperti di India misalnya.

Mengenai hal ini, kami mencoba meminta konfirmasi humas Kemenkominfo, mereka mengungkapkan bahwa revisi PP 82/2018 tidak ada hubungannya dengan GSP. Pasalnya rencana revisi ini sudah diinisiasi sejak tahun 2016 lalu. Dalam kesempatan lain Menkominfo Rudiantara juga sudah menegaskan, bahwa revisi tersebut murni dilakukan untuk membantu bisnis digital berkembang, tidak ada urusannya dengan negosiasi pihak luar — misalnya rencana AWS ke Indonesia dengan investasi besar.

Sebelumnya kami juga telah meninjau terkait revisi PP 82/2012 ini. Dalam tinjauan tersebut, kami juga menganalisis penggunaan sistem server startup ternama di Indonesia. Sebagian besar memang memanfaatkan layanan dari penyedia asing. Kendati juga ada yang menggunakan layanan lokal.

Kineria Tawarkan Layanan Streaming Film-Film Indonesia

Keputusan Netflix untuk memperluas operasional ke negara-negara di Asia telah berhasil menimbulkan reaksi yang beragam, termasuk di Indonesia. Keputusan Telkom untuk memblokir Netflix tak lama setelah ia mengudara pun berhasil membuat keriuhan dan membuat masyarakat mulai mencoba mencari alternatif. Salah satu layanan yang naik ke permukaan adalah Kineria.

Dalam halaman FAQ mereka, Kineria mendeskripsikan dirinya sebagai platform film hiburan online yang mendistribusikan film-film Indonesia, baik itu yang berdurasi panjang maupun pendek. Janjinya, tak ada pemotongan durasi atas film-film yang tersedia di platform mereka. Aliran film yang ditawarkan Kineria pun beragam, mulai dari komedi, animasi, aksi, kejahatan, horor, drama, hingga thriller.

Dikutip dari ArenaLTE, Direktur Perangkat Pos dan Informatika Kominfo Kalamullah Ramli menyampaikan, “Kineria itu perusahaan lokal, dia itu sama [dengan] perushaaan penyewaan film. Pak Mentri [Rudiantara] sudah pernah mencoba, katanya dapat voucher Rp 15.000 [dan] dapat nonton film, kalau tidak salah [hingga] tiga film.”

Sebagai penyedia layanan streaming film, Kineria juga menjanjikan bahwa layanan mereka dapat diakses dari berbagai perangkat, mulai dari desktop hingga mobile. Sedangkan untuk urusan berlangganan, Kineria menyediakan dua paket dengan harga yang cukup terjangkau.

Paket pertama adalah paket 11. Dalam paket berlangganan ini pengguna Kineria diwajibkan  membayar Rp 11.000 [sudah termasuk PPn 10 persen] untuk menikmati masa berlangganan selama 5 hari. Dalam paket ini, variasi film yang tersedia adalah 2 film pendek atau satu film panjang.

Paket kedua adalah paket 55 yang lebih fleksibel untuk pemilihan film. Paket ini dikenakan biaya Rp 55.000 untuk masa berlangganan selama 30 hari. Variasi film yang ditawarakan ada lima, yaitu 10 film panjang dan variasi antara film panjang dan pendek. Mulai dari 1 film panjang dan 8 film pendek hingga 4 film panjang dan 2 film pendek.

Sebagai informasi, Kineria bukanlah pemain yang baru meluncur sebagai penyedia layanan streaming film. Kineria sudah beroperasi sejak tahun 2013 dan saat ini berada di bawah payung PT Asia Quattro Net untuk operasionalnya.

Layanan 4G/LTE Telkomsel Hadir di Makassar

Makassar kini bisa menikmati layanan 4G LTE Telkomsel / Telkomsel

Telkomsel ikut meresmikan layanan komersial 4G/LTE di frekuensi 1800 MHz. Kota pertama yang mendapat layanan ini adalah Makassar. Selain ingin memberikan pengalaman kualitas mobile broadband yang baik bagi pelanggannya, pemilihan Makassar sebagai kota pertama yang menikmati komersialisasi 4G LTE di frekuensi 1800 MHz ini juga merupakan bentuk dukungan Telkomsel terhadap program Pitalebar yang dicanangkan pemerintah dan program “Makassar Sombere dan Smart City”.

Continue reading Layanan 4G/LTE Telkomsel Hadir di Makassar

Kemenkominfo Lakukan Inisiatif, Buka Mata Hakim MA Soal Perselisihan Industri IT

Berkaca dari polemik hukum yang menimpa mantan pimpinan IM2 yang kini masuk bui, regulasi yang jelas dan kuat bagi penyelenggara jasa telekomunikasi dan internet di Indonesia merupakan suatu keharusan demi kemajuan bersama. Menyikapi hal tersebut, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki inisiatif untuk mendorong perselisihan bisnis telekomunikasi yang bisa diselesaikan melalui regulator dan tidak diperkarakan dalam proses pidana namun perdata. Continue reading Kemenkominfo Lakukan Inisiatif, Buka Mata Hakim MA Soal Perselisihan Industri IT