Canon EOS M5 Usung Electronic Viewfinder dan Teknologi Dual Pixel AF

Ingat DSLR, ingat Canon. Ingat mirrorless, belum tentu ingat Canon. Pasalnya, Canon selama ini terkesan kurang serius dalam menghadapi persaingan di pasar mirrorless. Di saat kamera mirrorless buatan Fujifilm dan Sony terus mengejar – bahkan menyalip – kemampuan DSLR, Canon hanya bisa menawarkan EOS M3 yang tergolong biasa-biasa saja.

Sampai akhirnya kita tiba pada tanggal 15 September kemarin, dimana Canon mengumumkan kamera mirrorless terbarunya, EOS M5. M5 membawa perubahan yang signifikan dibanding pendahulunya, menunjukkan keseriusan Canon dalam berinovasi di industri fotografi.

Canon EOS M5 ditenagai oleh sensor APS-C 24,2 megapixel dengan sensitivitas ISO 100 – 25600. Menemani sensor tersebut adalah prosesor DIGIC 7 dan teknologi Dual Pixel AF yang dipinjam dari DSLR kelas atasnya, memberikan performa autofocus yang cepat sekaligus akurat.

Canon EOS M5 dibekali teknologi Dual Pixel AF untuk memberikan kinerja tracking autofocus yang cepat sekaligus akurat / Canon
Canon EOS M5 dibekali teknologi Dual Pixel AF untuk memberikan kinerja tracking autofocus yang cepat sekaligus akurat / Canon

Kecepatannya memotret secara konstan berada di angka 7 fps, atau 9 fps dalam posisi AF Lock. Video bisa ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps – sayang masih belum 4K. Sebagai pelengkap, Canon turut menyematkan sistem image stabilization digital 5-axis.

Perdana untuk kamera mirrorless Canon adalah electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot. Tepat di bawahnya bernaung layar sentuh 3,2 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Uniknya, layar ini bisa dipakai untuk menentukan titik fokus meski pengguna sedang memakai EVF, dan ia juga bisa dimiringkan ke atas 85 derajat atau ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie.

LCD milik Canon EOS M5 bisa dimiringkan ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie / Canon
LCD milik Canon EOS M5 bisa dimiringkan ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie / Canon

Wi-Fi dan NFC turut hadir menjembatani koneksi kamera dan smartphone, memberikan kemudahan untuk memindah foto dan gambar serta fitur remote control. Tidak kalah menarik adalah kehadiran Bluetooth LE sehingga kamera bisa terus tersambung ke smartphone tanpa menguras terlalu banyak daya.

Canon EOS M5 rencananya akan dipasarkan mulai bulan November mendatang seharga $980 body only. Bundel bersama lensa EF-M 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM ditawarkan seharga $1.099, sedangkan bundel dengan lensa EF-M 18-150mm f/3.5-6.3 IS STM yang sama-sama gres seharga $1.479.

Sumber: DPReview.

Action Cam Terbaru Sony Tawarkan Sensor 4K dan Optical Image Stabilization

Garmin sudah mencuri start di ranah action camera. Kini giliran Sony yang melakukan hal serupa dengan model terbarunya, yaitu FDR-X3000. Sama halnya seperti milik Garmin, bakat utamanya adalah merekam video 4K, tapi itu baru sebagian dari cerita utuhnya.

Pembaruan yang paling signifikan adalah hadirnya teknologi optical image stabilization dimana lensa dan sensor akan bergerak secara saksama untuk mengompensasikan guncangan. Menurut pengakuan Sony, ini merupakan fitur yang paling banyak di-request oleh konsumennya.

Secara internal, Sony FDR-X3000 mengusung spesifikasi yang cukup serius. Utamanya adalah sensor 1/2,5 inci beresolusi 8,2 megapixel yang bisa dimanfaatkan untuk mengabadikan video 4K 30 fps atau 1080p 120 fps. Sensor turut ditemani oleh lensa wide-angle Zeiss Tessar baru yang diklaim jauh lebih bebas distorsi ketimbang milik model sebelumnya.

Paket penjualan Sony FDR-X3000 mencakup casing anti-air yang tahan hingga kedalaman 60 meter / Sony
Paket penjualan Sony FDR-X3000 mencakup casing anti-air yang tahan hingga kedalaman 60 meter / Sony

Desainnya tidak banyak berubah, masih serupa seperti action cam generasi pertama Sony. Perangkat datang bersama case anti-air yang bisa tahan hingga kedalaman 60 meter. Tidak ada LCD pada bodi X3000R, sebagai gantinya, konsumen bisa membeli bundel yang mencakup aksesori Live-View Remote.

Sony bakal memasarkan FDR-X3000 mulai akhir September ini di Amerika Serikat. Harganya dipatok di angka $400, atau $550 bersama aksesori Live-View Remote tadi.

Sumber: Engadget.

Action Cam Garmin Virb Ultra 30 Andalkan Sensor 4K dan Fitur Perintah Suara

Sebelum GoPro memperkenalkan Hero5 atau nama apapun yang mereka berikan pada action cam selanjutnya, sekarang adalah momen yang tepat bagi pabrikan lain untuk mencuri start. Garmin adalah salah satu yang bergerak cepat dengan mengungkap action cam terbarunya, Virb Ultra 30.

Virb Ultra 30 membawa peningkatan yang sangat pesat dibanding kedua pendahulunya. Namanya mengindikasikan kemampuan utamanya, yakni merekam video Ultra HD alias 4K dalam kecepatan 30 fps, atau bisa juga untuk mengabadikan video slow-motion 240 fps dalam resolusi 720p.

Menemani sensor 12 megapixel tersebut adalah sistem image stabilization 3-axis yang siap menstabilkan dan memuluskan perekaman di bermacam kondisi. Garmin tak lupa menyematkan mikrofon bersentivitas tinggi, yang diyakini bisa menangkap audio berkualitas meski kamera terbungkus oleh casing anti-airnya yang tahan hingga kedalaman 40 meter.

Desain Garmin Virb Ultra 30 sangat mirip dengan GoPro / Garmin
Desain Garmin Virb Ultra 30 sangat mirip dengan GoPro / Garmin

Akan tetapi perubahan terbesar yang dibawa Virb Ultra 30 adalah sistem kontrol berbasis suara, persis seperti yang kita jumpai pada mayoritas smartphone terkini. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengoperasikan kamera tanpa mengandalkan tangannya sama sekali; cukup ucapkan kalimat seperti “OK Garmin, start recording” atau “OK Garmin, remember that” untuk menandai momen tertentu dalam hasil rekaman.

Aplikasi pendamping Virb di smartphone kini juga telah mendukung fitur live streaming ke YouTube. Lewat aplikasi ini pula pengguna bisa menambatkan data-data seperti kecepatan atau tingkat ketinggian pada video yang semuanya dikumpulkan oleh sensor-sensor milik kamera, sebuah fitur yang dipopulerkan oleh Virb X dan Virb XE tahun lalu.

Garmin Virb Ultra 30 bisa dioperasikan dengan perintah suara seperti smartphone / Garmin
Garmin Virb Ultra 30 bisa dioperasikan dengan perintah suara seperti smartphone / Garmin

Secara desain, Virb Ultra 30 tampak semakin mirip dengan GoPro. Sisi belakangnya didominasi oleh layar sentuh, dan layar ini masih tetap bisa beroperasi meski kamera sedang berada dalam casing anti-air. Dimensinya ringkas, hanya 88 gram termasuk unit baterainya. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan selama 1 jam ketika dipakai untuk merekam video 4K.

Garmin Virb Ultra 30 saat ini telah dipasarkan seharga $500. Melihat canggihnya fitur-fitur yang ditawarkan, sepertinya GoPro punya banyak pekerjaan rumah untuk segera diselesaikan.

Sumber: Garmin.

Usung Desain Tanpa Bezel, Nubia Z11 Resmi Meluncur Secara Global

Nubia ialah anak perusahaan ZTE yang difokuskan pada penyediaan smartphone canggih dengan harga lebih bersaing dari device sekelasnya. Dan khususnya di keluarga Z11, produsen memutuskan untuk lebih dulu melepas varian Mini serta Max, dilakukan berbulan-bulan silam. Dan baru di ajang IFA 2016 Nubia melepas secara global model flagship yang kabarnya simpan spesifikasi monster.

Tanggal 31 Agustus kemarin menandai hadirnya Nubia Z11 secara global. Anda mungkin telah mendengar sejumlah alasan mengapa smartphone ini memperoleh perhatian cukup besar, baik dari sisi hardware hingga desain. Kemudian kemampuan kameranya juga diklaim ‘menembus batas baru di ranah fotografi mobile‘, menjanjikan kemudahan mengambil gambar dengan ‘kualitas setara DSLR’.

Nubia Z11 4

Keunikan Nubia Z11 segera bisa dilihat dari penampilannya. Handset menyajikan layar full-HD seluas 5,5 inci dengan tubuh bezel-less. Desain ini tercapai berkat kombinasi kaca Arc Refractive Conduction 2.0 dan 2.5D Arc Edge Corning Gorilla Glass, sehingga rangka jadi lebih ramping. Z11 mempunyai rasio screen-to-body sebesar 81 persen, merupakan salah satu yang paling tinggi. Tubuhnya terbuat dari logam aluminium seri 6000, mempunyai ketebalan 7,5mm.

Nubia juga membubuhkan fitur FiT 2.0, memungkinkan Anda berinteraksi dan melakukan navigasi konten device lewat ujung layar; contohnya buat men-swipe, membuka aplikasi, sharing gambar, menyesuaikan kecerahan layar, switch ke window lain, sampai mengaktifkan shutter.

Nubia Z11 3

Di ranah fotografi, Nubia Z11 mengandalkan sensor Sony IMX298 16-Mp serta lensa f/2.0 di kamera utama, dan 8-Mp di kamera depan. Agar mampu menangkap gambar-gambar ‘selevel DSLR’, produsen melengkapi smartphone dengan teknologi NeoVision 6.0, dipadu handheld image stabilization dan electronic aperture. Berkatnya, kamera Z11 dapat menyuguhkan mode-mode unik seperti clone, light painting hingga star trail. Anda juga bisa memanfaatkan mode long exposure langsung memakai tangan tanpa khawatir hasilnya jadi blur.

Nubia Z11 2

Nubia Z11 dipersenjatai SoC Qualcomm Snapdragon 820 dengan prosesor dual-core Kryo 2,15GHz plus prosesor dual-core 1,6GHz serta GPU Adreno 530, RAM 4GB (versi standar) atau 6GB (Black Gold), dibekali flash memory 64GB yang bisa ditambah 200GB lagi via microSD, dan tenaganya dipasok oleh baterai non-removable 3.000mAh. Device turut dilengkapi sensor sidik jari serta audio Dolby Atmos, beroperasi di Android 6.0.1 Marshmallow dengan overlay Nubia UI 4.0.

Z11 standar dibanderol di harga a € 500, sedangkan Black Gold dijual seharga € 600. Dari informasi di press release, produk akan tersedia di Amerika, Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, mulai bulan September 2016.

Canon 5D Mark IV Diungkap, Andalkan Sejumlah Teknologi Canggih Milik 1D X Mark II

Mirrorless boleh menjadi anak emas baru industri fotografi belakangan ini, tapi pamor DSLR masih cukup kuat, apalagi kalau Canon yang membuatnya. Pabrikan asal Jepang tersebut baru saja meluncurkan DSLR yang paling dinanti-nanti oleh konsumen loyalnya, yaitu Canon 5D Mark IV.

Sudah bukan rahasia apabila seri 5D merupakan salah satu DSLR terpopuler di kalangan fotografer profesional. 5D Mark IV ingin terus melanjutkan prestasi tersebut dengan sensor full-frame baru beresolusi 30,4 megapixel dan prosesor Digic 6+, plus sensitivitas ISO 50 – 102.400.

Namun yang lebih menarik adalah bagaimana 5D Mark IV meminjam sejumlah fitur milik DSLR tercanggih Canon, yakni 1D X Mark II. Utamanya adalah teknologi Dual Pixel AF yang tidak perlu diragukan lagi kecepatan dan akurasinya dalam mengunci fokus. Untuk pertama kalinya juga, mode Continuous AF bisa diaktifkan saat memotret menggunakan LCD.

LCD milik Canon 5D Mark IV merupakan layar sentuh / Canon
LCD milik Canon 5D Mark IV merupakan layar sentuh / Canon

Sistem autofocus-nya ini mengandalkan 61 titik yang terdiri dari 41 titik jenis cross-type. Dipadukan dengan sistem metering baru, kinerja autofocus 5D Mark IV di kondisi minim cahaya meningkat pesat jika dibandingkan dengan 5D Mark III. Hal yang sama juga berlaku untuk kemampuannya mengenali wajah maupun tracking.

Canon juga menerapkan mekanisme shutter baru pada 5D Mark IV, memungkinkan kamera untuk menangkap gambar secara konstan dalam kecepatan 7 fps. Fitur lain yang dipinjam dari 1D X Mark II adalah opsi perekaman video 4K 30 fps.

Kualitas gambar dan performa Canon 5D Mark IV meningkat pesat jika dibandingkan dengan pendahulunya / Canon
Kualitas gambar dan performa Canon 5D Mark IV meningkat pesat jika dibandingkan dengan pendahulunya / Canon

Tapi Canon rupanya masih belum cukup puas, mengingat 5D Mark IV turut mengemas teknologi Dual Pixel RAW dan Digital Lens Optimizer. Sederhananya, teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan perbaikan pada gambar pasca pemotretan, entah itu untuk menggeser letak bokeh atau mengurangi lens flare.

5D Mark IV tidak lupa mengusung konektivitas Wi-Fi dan NFC. Lebih lanjut, kamera ini juga mengemas chip GPS yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan informasi geotagging pada foto. LCD-nya pun juga telah ditanami panel sentuh.

Canon 5D Mark IV rencananya akan mulai dipasarkan pada awal bulan September mendatang seharga $3.500 dalam wujud body only. Tersedia juga opsi dengan lensa EF 24-70mm f/4 L seharga $4.400, atau dengan lensa EF 24-105mm f/4 L IS II USM seharga $4.600.

Sumber: PetaPixel.

DJI Ungkap Osmo+, Suksesor Kamera Handheld-nya yang Dilengkapi Lensa Zoom

DJI baru-baru ini mengungkap Osmo+, suksesor dari kamera handheld perdanananya yang diperkenalkan tahun lalu. Kehadiran Osmo+ ini semakin memperkuat posisi DJI sebagai salah satu pemimpin di bidang videografi dan fotografi, bukan cuma drone saja.

Secara desain Osmo+ sangat mirip seperti pendahulunya. Perangkat masih terdiri dari sebuah handle, gimbal dan kamera. Dimensinya kurang lebih sama, dengan tinggi sekitar 16 cm dan bobot 201 gram. Kemampuannya menstabilkan gambar juga terus dipertahankan, malahan DJI telah mengoptimalkan Osmo+ supaya jauh lebih stabil ketika mengambil foto still.

Video dapat direkam dalam resolusi 4K 30 fps atau 1080p 100 fps, sedangkan foto still dalam resolusi 12 megapixel dan bisa juga dalam format RAW. Lantas apa yang membedakan Osmo+ dari pendahulunya? Jawabannya adalah lensa.

Berbekal optical zoom, DJI Osmo+ bisa menjangkau jarak yang lebih jauh tanpa penurunan kualitas gambar / DJI
Berbekal optical zoom, DJI Osmo+ bisa menjangkau jarak yang lebih jauh tanpa penurunan kualitas gambar / DJI

Tidak seperti Osmo yang memakai lensa fixed, kamera milik Osmo+ didampingi oleh lensa zoom, dengan jangkauan terjauh sebanyak 7x – 3,5x optical dan 2x digital “lossless” (hanya tersedia untuk mode perekaman 1080p saja). Panjang focal-nya sendiri berkisar 22 – 77 mm. Meski sepintas terdengar sangat mirip dengan kamera Zenmuse Z3, DJI menegaskan bahwa keduanya bukan merupakan kamera yang sama.

Fitur lain yang cukup menarik dari Osmo+ adalah kemudahan untuk menciptakan video timelapse bergerak. Tanpa memerlukan peralatan tambahan seperti slider, pengguna hanya perlu menetapkan ke mana arah kamera bergerak dari awal hingga akhir sebelum memulai perekaman.

$650 adalah banderol harga resmi untuk DJI Osmo+. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama sekitar 100 menit perekaman, dan ia juga kompatibel dengan aplikasi DJI GO di smartphone dan tablet.

Sumber: DJI.

Andalkan Fitur Selfie, Fujifilm X-A3 Dibekali Layar Sentuh dan Sensor 24 Megapixel

Di tahun 2016 ini, Fujifilm bisa dibilang sebagai salah satu pemain paling berpengaruh di kancah mirrorless. Lewat X-Pro2 dan X-T2, Fujifilm membuktikan bahwa kamera mirrorless sangat ideal digunakan dalam kegiatan fotografi profesional. Kendati demikian, mereka juga tidak lupa dengan segmen amatir lewat model terbarunya, X-A3.

Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai lini terbawah dari deretan kamera mirrorless Fujifilm, X-A3 menawarkan keseimbangan antara fitur dan harga. Meski tidak dibekali sensor X-Trans seperti kakak-kakaknya yang lebih mahal, X-A3 masih mengusung sensor APS-C baru beresolusi 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25.600.

Mode Film Simulation yang sangat dicintai oleh kalangan pengguna Fujifilm turut hadir, begitu pula dengan fitur Panorama dan Time Lapse. Fujifilm tidak lupa menyematkan kemampuan memotret dalam format RAW, sementara video bisa direkam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps.

Performanya tergolong lumayan, dengan shutter speed 1/4000 detik dan continuous shooting 6 fps. Sistem autofocus-nya hanya mengandalkan contrast-detection saja, dengan total 49 titik dalam mode Single AF atau 77 titik dalam mode lainnya.

Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm
Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm

Sama seperti pendahulunya, X-A3 juga mengedepankan fitur selfie. LCD 3 inci di belakangnya bisa diputar hingga menghadap ke depan, dan dalam posisi ini, fitur Eye Detection akan otomatis aktif. Layar ini juga bisa dioperasikan dengan sentuhan, membantu pengguna menentukan titik fokus dengan lebih cepat ketimbang harus memakai tombol di panel belakang.

Perihal desain, aura retro masih terasa sangat kental. Pelat depan, pelat atas dan sejumlah kenopnya terbuat dari aluminium, sedangkan lapisan kulit pada grip-nya mempunyai tekstur yang lebih baik untuk memantapkan genggaman. X-A3 turut dibekali Wi-Fi, memungkinkan pengguna untuk memindah foto dengan mudah maupun mengontrol kamera memakai smartphone.

Fujifilm X-A3 rencananya bakal dilepas mulai bulan Oktober bersama lensa kit XC 16-50mm f/3.5-5.6 OIS II seharga $600. Pilihan warna yang tersedia adalah silver, coklat dan pink.

Sumber: DPReview.

DSLR Kelas Entry Terbaru Nikon Dilengkapi Konektivitas Bluetooth dan Baterai Besar

Di saat mata kita tertuju pada kamera mirrorless, pasar DSLR masih belum mati begitu saja. Pada kenyataannya, DSLR tetap mempunyai keunggulan yang sejauh ini belum bisa ditawarkan mirrorless, salah satunya adalah baterai berkapasitas besar.

Tidak percaya? Lihat saja DSLR kelas entry terbaru Nikon, D3400. Dibandingkan pendahulunya, D3400 punya bodi yang lebih ringan, tepatnya 395 gram sudah termasuk unit baterai. Pun begitu, satu kali charge hingga penuh bisa menghasilkan sekitar 1.200 jepretan.

Spesifikasi utamanya sebenarnya tidak banyak berubah. Nikon D3400 mengusung sensor APS-C CMOS 24 megapixel tanpa low-pass filter yang ditemani oleh prosesor EXPEED 4. Video bisa ia rekam dalam resolusi 1080p 60 fps, tapi sayangnya ia tak lagi dilengkapi jack mikrofon seperti pendahulunya.

Berkat fitur SnapBridge, foto bisa dipindah ke ponsel selagi pemotretan berlangsung / Nikon
Berkat fitur SnapBridge, foto bisa dipindah ke ponsel selagi pemotretan berlangsung / Nikon

Performanya cukup lumayan untuk ukuran DSLR kelas entry, dengan rentang ISO 100 – 25600 dan shutter speed maksimum 1/4000 detik. Sistem autofocus 11 titik siap membantu mengambil gambar yang tajam dalam berbagai kondisi, tidak ketinggalan juga performa continuous shooting di angka 5 fps.

Akan tetapi hal lain yang baru dari D3400 dikenal dengan istilah SnapBridge. Fitur ini pada dasarnya merupakan konektivitas Bluetooth Low Energy, dimana kamera bisa tersambung ke ponsel Android atau iPhone via Bluetooth. Dengan demikian, proses transfer gambar bisa berlangsung secara otomatis sesaat setelah tombol shutter ditekan.

Nikon D3400 dibekali optical viewfinder dan LCD 3 inci beresolusi 921 ribu dot / Nikon
Nikon D3400 dibekali optical viewfinder dan LCD 3 inci beresolusi 921 ribu dot / Nikon

Absennya Wi-Fi berarti kamera ini tak bisa Anda kendalikan lewat smartphone, tapi toh optical viewfinder bersama LCD 3 incinya sudah bisa dibilang sangat cukup. Lagipula, selama ini yang dipentingkan konsumen adalah kemudahan memindah hasil foto dari kamera ke smartphone, dan SnapBridge merupakan solusi baru yang cukup menarik.

Nikon D3400 akan meluncur ke pasaran mulai bulan September dengan harga $650, termasuk lensa kit 18-55mm f/3.5-5.6. Kombo dua lensa sekaligus – kit plus 70-300mm f/4.5-6.3 juga tersedia seharga $1.000.

Sumber: DPReview.

Blincam Ubah Kacamata Biasa Jadi Kamera, Dioperasikan via Kedipan Mata

Meski kian canggih, kamera smartphone pada dasarnya belum menyajikan fungsi fotografi yang ringkas karena penggunaannya masih sama seperti metode standar: Anda harus mengeluarkannya dari penyimpanan, mengaktifkan kamera, mengarahkannya ke objek dan melihat live preview, kemudian menekan tombol shutter. Seorang desainer Jepang mencoba memangkas beberapa langkah tersebut dalam kreasi barunya.

Shota Takase punya berita gembira bagi para fotografer dadakan. Ia memperkenalkan device unik bernama Blincam yang mampu menyulap kacamata biasa menjadi kamera ringkas sehingga Anda tidak melewatkan momen-momen berharga. Konsepnya begitu atraktif sehingga kampanye crowdfunding sang inventor berjalan sangat sukses, mengumpulkan dana lebih dari 10 kali lipat target awal.

Menariknya lagi, Blincam sebetulnya memanfaatkan teknik yang sudah ada sebelumnya, yaitu mengaktifkan tombol shutter melalui kedipan mata – digunakan di sejumlah kamera selfie hingga Google Glass. Blincam mampu mengetahui mana kedipan yang disengaja dan kedipan alami dengan keakuratan 90 persen berbekal sensor khusus. Tersambung lewat Bluetooth, hasil-hasil jepretan akan segera disalurkan ke smartphone Anda.

Blincam 1

Blincam hadir dalam bentuk kotak mungil panjang mirip flash drive yang dapat Anda sematkan di sisi samping kacamata, memiliki ukuran 85x17x10mm dan berbobot hanya 25 gram. Device tersebut mempunyai satu buah tombol fisik dengan modul lensa mengarah ke depan. Blincam kompatibel ke handset Android dan iOS, juga menyimpan baterai build-in, menjaganya tetap aktif hingga empat jam (atau standby sampai delapan jam).

Berdasarkan penjelasan tim penciptanya, Blincam tidak dirancang buat menggantikan fungsi kamera sesungguhnya, melainkan sebuah alat untuk mengabadikan saat-saat penting yang berlangsung singkat. Bayangkan, ketika Anda sedang mengendarai sepeda dan ingin mendokumentasikan sesuatu di perjalanan, Anda tidak perlu mengeluarkan smartphone dari tas, cukup arahkan kacamata ke target dan berkedip.

Blincam 2

Walaupun ide di belakang Blincam terdengar menjanjikan, gagasan ‘kamera dengan kedipan’ sejauh ini masih sulit dituangkan jadi produk mainstream. Seperti inkarnasi sebelumnya, Blincam belum memberikan solusi bagaimana cara pengguna mengetahui arah jepretan secara presisi. Lalu dengan beredarnya produk ini ke khalayak umum, akan timbul masalah privasi seperti Google Glass.

Saat ini produk masih berada di tahap mengembangan, tetapi developer telah menyingkap rencana untuk meluncurkan Blincam di awal tahun 2017. Mereka menawarkannya dengan harga retail di US$ 185.

Via CNET. Sumber: Makuake.

DJI Luncurkan Kamera Spesialis Zoom Zenmuse Z3 Untuk Drone Mereka

Canggih dan dibanderol di harga terjangkau merupakan alasan mengapa banyak orang beralih ke DJI saat mereka sedang mencari drone spesialis foto serta videography. Menariknya, kemunculan bermacammacam kamera kreasi DJI menunjukkan ambisi sang perusahaan Tiongkok untuk berkiprah di ranah yang lebih luas, tanpa melupakan asal-usulnya.

Setelah menyingkap hasil kolaborasi bersama Hasselblad, DJI belum lama mengumumkan Zenmuse Z3, yaitu kamera dengan fitur optical zoom build-in untuk drone pertama kreasi sang produsen. Zoom ialah spesialisasi utama Z3, dan produk ini sengaja dioptimalkan buat fotografi. Menurut DJI, kemampuan zoom di udara akan memberikan terobosan dalam penggunaan UAV di bidang komersial dan industri – dari mulai inspeksi kabel listrik sampai penyelamatan.

DJI Zenmuse Z3 3

Zenmuse Z3 mempunyai tubuh bulat, tersambung dengan dua engsel ke gimbal. Kamera ini menyimpan kemampuan buat mengatasi masalah stabilitas: umumnya saat kamera di-zoom, gerakan kecil dapat memberikan dampak besar. Solusi DJI pada Zenmuse Z3 adalah menambahkan satu lagi lapisan stabilizer di reaction wheel, di mana ia mampu bekerja serasi bersama motor di poros yaw.

Kamera menyuguhkan zoom sebesar tujuh kali, terdiri atas 3,5x optical zoom dan 2x digital zoomlossless‘, memiliki panjang focal setara 22- sampai 77-milimeter. Z3 mengusung sensor 1/2,3-inci milik Sony yang juga ditemukan dalam DJI Inspire 1 2.0 dan Phantom 4. Jepretan still diabadikan di resolusi 12-megapixel, kemudian dukungan Adobe DNG RAW dihadirkan untuk membantu proses editing. Buat video, Z3 bisa merekam di resolusi 4K 30fps.

DJI Zenmuse Z3 1

Zenmuse Z3 bisa Anda pasangkan di Inspire 1, Matrice 100 atau Matrice 600. Setelah tersambung, kamera akan secara otomatis terintegrasi ke Lightbridge dan Lightbridge 2, memungkinkannya bekerja optimal hingga jarak lima-kilometer. Fungsinya juga dapat dikustomisasi lebih jauh (seperti menambahkan protokol otomatis agar beroperasi lebih efisien) melalui SDK.

Waktu pemakaian Z3 tergantung dari drone yang dipakai. Dengan menambatkannya di Inspire 1, ia bisa aktif selama 19 menit. Fitur dual-battery di Matrice 600 dan 100 sendiri memastikan kamera menyala sampai 39 menit. Sistem kontrol Zenmuse Z3 disuguhkan lewat aplikasi DJI Go – didukung live feed sampai mode Intelligent Flight. Fungsi zoom juga dapat anda kendalikan dari remote dedicated.

DJI Zenmuse Z3 4

Zenmuse Z3 sudah bisa dipesan sekarang di DJI Store, dijajakan di harga US$ 900. Sekedar mengingatkan karena wujudnya hampir sama, jangan sampai tertukar dengan Zenmuse X3.

Sumber: DJI.com.