ShiftCam ProGrip Siap Hadirkan Kenyamanan ala Kamera Tradisional pada Smartphone

Apa kelebihan kamera tradisional yang sampai saat ini masih sulit kita dapatkan dari smartphone? Kualitas gambar tentu sudah terbilang sangat mendekati, sedangkan yang masih berbeda jauh adalah aspek ergonomi alias kenyamanan. Saya yakin sebagian besar dari kita bakal merasa lebih mantap menggenggam grip besar pada kamera mirrorless ketimbang memegang rangka smartphone.

Berhubung fungsi smartphone bukan untuk memotret atau merekam video semata, mustahil pabrikan merilis model yang dilengkapi hand grip layaknya sebuah kamera tradisional. Yang dapat memberikan solusi terkait hal ini adalah produsen aksesori, dan itulah yang ingin ditawarkan oleh startup asal Hong Kong bernama ShiftCam.

ShiftCam ProGrip

Produk terbaru mereka, ShiftCam ProGrip, dirancang untuk mengemulasikan keunggulan kamera mirrorless maupun DSLR dari sisi ergonomi pada smartphone. Seperti yang bisa kita lihat dari gambarnya, produk ini dibekali grip yang cukup gemuk baik di sisi luar maupun dalam, dan ia turut dilengkapi tombol shutter Bluetooth yang mudah dijangkau menggunakan jari telunjuk.

Selain untuk meningkatkan kenyamanan selama memotret maupun merekam video, ProGrip juga bermaksud untuk meningkatkan daya tahan baterai smartphone. Ya, ProGrip pada dasarnya merupakan sebuah battery case berkapasitas 5.200 mAh yang kompatibel dengan banyak smartphone yang mendukung wireless charging.

ShiftCam ProGrip

Juga istimewa dari ProGrip adalah bagaimana ponsel yang terpasang bisa diubah-ubah orientasinya (landscape atau portrait), namun cara pengguna menggenggamnya sama sekali tidak berubah. Selagi ponsel terpasang, bagian kameranya juga sama sekali tidak terganggu, yang berarti pengguna masih bisa memasangkan lensa tambahan jika perlu. Hal ini tidak mengejutkan mengingat ShiftCam sendiri juga menjual beberapa lensa smartphone.

Fitur-fitur pemanis lainnya mencakup dudukan cold shoe yang dapat dipasangi flash maupun mikrofon eksternal, serta dudukan tripod 1/4 inci. Bicara soal tripod, ProGrip sendiri sebenarnya juga bisa merangkap peran sebagai mini tripod, dan mengingat bahannya terbuat dari sejenis karet, ia juga tidak akan mudah tergeser selagi diletakkan di atas meja ataupun permukaan datar lainnya.

ShiftCam ProGrip

Tepat di sebelah dudukan tripod-nya adalah port USB-C yang mendukung input sekaligus output. Itu berarti ia juga bisa dimanfaatkan sebagai power bank darurat buat perangkat seperti true wireless earphone.

ShiftCam ProGrip saat ini sudah ditawarkan lewat Kickstarter dengan harga paling murah $99, atau $50 lebih murah daripada harga retailnya nanti. ProGrip merupakan produk keenam ShiftCam yang dipasarkan melalui platform crowdfunding, jadi calon backer semestinya tidak perlu terlalu meragukan reputasinya.

Sumber: DPReview.

EyeRide Tambahkan HUD dan Kemampuan Pintar di Helm Motor Anda

mDidukung lapangnya sisi interior, produsen mobil mungkin tak terlalu kesulitan dalam merancang interface yang memudahkan pengemudi berinteraksi dengan sistem pintar. Tapi sebaliknya: mengintegrasikan solusi pintar di kendaraan roda dua memang sedikit lebih rumit karena bagian-bagian di sana terpisah. Sejauh ini, solusi terbaik ialah menanamkan sistem cerdas di helm.

Sudah banyak helm motor pintar tersedia di pasar, masing-masing menawarkan fitur andalan dan desain unik. Namun mayoritas dari mereka punya satu aspek negatif: harganya sama sekali tidak murah. Beberapa model mungkin juga kurang sesuai dengan gaya Anda ketika berkendara. Sebagai jalan keluarnya, perusahaan teknologi Perancis bernama Eyelights memperkenalkan EyeRide HUD, yaitu sebuah perangkat yang bisa menyulap helm biasa jadi helm pintar.

EyeRide terdiri dari beberapa komponen. Bagian terpentingnya adalah unit audio, tombol remote Bluetooth, serta ‘optical engine‘ yang menyimpan layar kecil. Pertama-tama, Anda perlu memasang mounting magnet sebagai tempat disematkannya unit audio, kemudian masukkan optical engine ke bagian dalam helm dan sesuaikan dengan sudut pandang mata kanan agar Anda bisa melihat HUD. Selanjutnya, catumkan tombol Bluetooth di setang dekat jangkauan jari. Solusi all-in-one ini dijanjikan kompatibel ke hampir seluruh model helm.

Dalam menampilkan peta dan arah, EyeRide ditopang oleh HUD transparan yang cerah. Konten dipastikan tetap terlihat jelas seperti apapun kondisi cahaya ketika Anda berkendara dan didesain agar tidak mengalihkan perhatian pengemudi. Hal ini tercapai berkat pemanfaatan teknologi Sony OLED Nano HD dengan fitur true black dan tingkat kecerahan hingga 3.000-nit – tiga kali lebih terang dari layar iPhone.

IMG_16032020_095852_(1000_x_650_pixel)

Unit audionya sendiri dilengkapi speaker flat dengan driver 55mm yang mampu menghasilkan suara 99dB beserta directional microphone. Spesifikasi ini efektif dalam menyampaikan notifikasi audio serta mampu menghidangkan lagu (dari Spotify serta YouTube Music) secara memuaskan. Keberadaan mic di sana juga memastikan kata-kata Anda terdengar jelas saat menjawab panggilan serta memberi perintah suara.

EyeLights mulai mengembangkan sistem head-up display di tahun 2016, tak lama setelah perusahaan didirikan. Prosesnya dilakukan oleh para mantan insinyur BMW serta Airbus, dan produk pertama mereka dirilis pada tahun 2017. EyeLights sempat memproduksi HUD untuk mobil, dan versi baru sistem navigasi pintar buat motor mulai digarap di bulan Agustus 2019. Varian inilah yang akhirnya diperkenalkan sebagai EyeRide.

IMG_16032020_095917_(1000_x_650_pixel)

EyeRide rencananya akan didistribusikan di bulan Juli 2020. EyeLights mempromosikan perangkat ini via situs Kickstarter dan kampanye crowdfunding-nya berjalan sangat sukses. Produk dapat Anda pesan sekarang seharga mulai dari € 260 (kisaran US$ 288).

Glamos Berikan Kemampuan Deteksi Gerakan di Perangkat Elektronik Biasa

Beragam pilihan produk tersedia untuk memudahkan kita dalam berinteraksi dengan konten digital. Kini periferal input seperti keyboard dan mouse bertambah ringkas, didukung oleh luasnya aspek kompatibilitas sehingga mereka bisa terkoneksi ke beragam jenis perangkat. Namun di beberapa situasi, metode kendali yang lebih praktis – misalnya menggunakan gerakan tangan – memang lebih baik.

Tentu tak semua perangkat diitunjang sistem input berbasis motion ataupun sentuh. Kondisi inilah yang mendorong seorang mantan teknisi Samsung mengembangkan alat unik bernama Glamos. Dengan memanfaatkan teknologi LiDAR (light detection and ranging), Glamos dirancang untuk mengubah segala layar di rumah jadi touchscreen interaktif. Bukan cuma itu saja, pada dasarnya Glamos bisa bekerja layaknya sensor gerakan ala Kinect.

Portabilitas juga menjadi aspek yang diunggulkan oleh Glamos. Teknologi LiDAR di sana dikemas dalam tubuh super-mungil – berdimensi hanya 37x27x34mm dan memiliki bobot 17,7-gram. Wujud mini tersebut memudahkan kita untuk membawa-bawanya serta mencantumkan Glamos di mana pun. Meski berukuran kecil, ia mempunyai jangkauan deteksi yang lebih luas dari produk dengan fungsi serupa, misalnya Leap Motion atau Airbar.

Selain portabilitas tinggi, produsen Glamos juga menjanjikan kemudahan proses pemasangan. Anda hanya perlu menaruh atau menyematkan Glamos dan mencolokkan kabel, setelah itu ia siap digunakan. Alat ini kompatibel dengan berbagai jenis perangkat (dari mulai smartphone, tablet, laptop, PC desktop, televisi pintar hingga kios digital) serta mendukung sistem operasi Windows, Linux, Mac dan Android.

Glamos 2

Sensor LiDAR biasanya dimanfaatkan oleh robotic vacuum cleaner dan kendaraan driverless. Dan dalam bekerja, Glamos bersandar pada tiga buah elemen: modul cermin yang dapat berputar, software pelacak gerakan, serta sensor pengukur jarak. Setiap gerakan nantinya diubah jadi input dan ditransfer via Bluetooth. Glamos mampu membaca gerakan tangan/jari di frekuensi 40Hz di area atas tempatnya ditaruh – seluas 182x91cm 180 derajat.

Glamos 1

Glamos bisa membantu kita di beragam skenario: untuk mempermudah presentasi, navigasi konten smart TV hingga eReader, serta membuat proyeksi di dinding jadi interaktif. Produsen juga bilang bahwa Glamos dapat menyulap ‘segala game mobile jadi permainan ala Wii’, sangat membantu buat membebaskan si kecil dari jeratan perangkat bergerak. Ada banyak judul populer didukungnya: Fruit Ninja, Doodle Jump, Bowling King, Cooking Mama, Perfect Slices, dan lain-lain.

Glamos 4

Kampanye penggalangan dana Glamos berjalan mulus di Kickstarter dan saat ini produsen sudah memperkenankan kita untuk melakukan pemesanan. Selama periode crowdfunding masih berlangsung, Glamos dibanderol seharga mulai dari US$ 120. Pengiriman rencananya akan dilakukan di bulan Juli 2020.

‘Kacamata Audio Pintar’ Mutrics GB-30 Dirancang Khusus Buat Gamer

Selain menikmati hobinya, makin banyak gamer kini gemar mengekspresikan minatnya lewat busana, barang-barang koleksi dan aksesori. Produsen merespons minat tersebut dengan menyediakan berbagai produk, misalnya kaos, action figure, hingga gaming gear berlisensi resmi. Meski demikian, produsen memang jarang bereksperimen di ranah merchandising seperti yang dilakukan tim bernama Mutrics.

Perusahaan spesialis perangkat IoT dan AI tersebut saat ini tengah fokus mengembangkan GB-30, yaitu perangkat wearable yang dideskripsikan sebagai ‘kacamata audio pintar berdesain ultra-ramping untuk gamer‘. GB-30 bukanlah produk pertama Mutrics. Mereka sudah mulai menggarap kacamata audio sejak tahun 2017 dan tak lupa berpartisipasi di ajang CES. Jadi Anda tak perlu cemas dan berpikir bahwa Mutrics GB-30 merupakan proyek coba-coba.

Dengan menganalisis namanya, beberapa dari Anda mungkin bisa menebak sumber inspirasi desain dari GB-30: Nintendo Game Boy. Ada banyak elemen desain di GB-30 yang merepresentasikan console portable klasik tersebut: rangkaian tombol yang menyerupai directional pad dan action button di tangkai, plus penampilan serta kombinasi warna bertema retro. Meski berkiblat pada rancangan klasik, GB-30 bukanlah perangkat bertubuh bulky dan tetap nyaman dikenakan.

Mutrics GB-30 2

Rancangan Mutrics GB-30 berpedoman pada prinsip ergonomis. Bobotnya hanya 33-gram dengan ketebalan bingkai 6-milimeter. Saat dikenakan di waktu lama, kacamata audio pintar ini tidak akan menekan hidung serta menyakiti bagian belakang telinga. Uniknya lagi, GB-30 mempunyai dua bagian lensa. Satu dibekali filter ultraviolet 400 dan satu lagi bisa digonta-ganti. Tersedia lensa penangkal sinar matahari dalam berbagai warna serta lensa anti-sinar biru. Alternatifnya, kita dapat memasangkan lensa resep.

Mutrics GB-30 1

Tentu saja, fitur andalan Mutrics GB-30 ialah kemampuannya menyajikan suara. Perangkat ini memanfaatkan teknologi near-field surround system (NFSS), disuguhkan lewat speaker yang diposisikan di bagian dalam tangkai. Ia mampu mentransfer suara stereo tanpa menutup lubang telinga dengan earbud, itu berarti GB-30 tak akan menyakiti telinga dan tidak mengisolasi kita. Output speaker diarahkan ke telinga pengguna sehingga audio game tidak mengganggu orang-orang di sekitar.

Mutrics GB-30 4

Mutrics sempat pula membahas soal kapabilitas GB-30 menyuguhkan audio ‘virtual 5.1’ demi mempermudah gamer mengidentifikasi sumber bunyi dan membantu mereka mendominasi permainan. GB-30 terkoneksi ke perangkat gaming Anda secara wireless melalui Bluetooth 5.0, yang menjanjikan sambungan rendah latency dan mendukung jarak pemakaian hingga 20-meter. Perangkat juga dapat digunakan buat mengakses Siri maupun Google Assistant.

Mutrics GB-30 bisa dipesan sekarang di Kickstarter. Di masa crowdfunding ini, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 100. Setelah itu, ia akan dibanderol di harga retail US$ 200.

Zanco Perkenalkan Generasi Kedua Ponsel Termungil di Dunia, Tiny t2

Smartphone modern bisa melakukan apa yang dahulu tak pernah terbayangkan. Ia merupakan alat komunikasi, pendukung kerja, pusat hiburan, sekaligus akses ke beragam informasi. Tapi seiring dengan meningkatnya konsumsi konten, desain smartphone cenderung bertambah besar demi mendukung penggunaan layar lebar. Kondisi ini mendorong Zanco buat mengembalikan fungsi ponsel ke akarnya lewat cara yang unik.

Setelah sukses dengan proyek pengembangan telepon seluler terkecil di dunia di tahun 2017 silam, Zanco baru-baru ini memperkenalkan penerusnya yang mereka namai Tiny t2. Perangkat tetap mengusung arahan desain pendahulunya, namun sang produsen tak lupa membubuhkan sejumlah pembaruan. Tiny t2 dijanjikan mampu memenuhi berbagai kebutuhan, dan dapat jadi solusi di situasi-situasi ketika smartphone susah untuk digunakan.

Zanco Tiny t2 mempunyai ukuran sebesar USB/thumb drive, tepatnya berdimensi 61x30x16,5mm. Bobotnya juga sangat ringan, hanya 31-gram. Kombinasi kedua aspek ini memastikannya mudah diselipkan di dalam kantong. Penampilan Tiny t2 sendiri berkiblat pada desain umum feature phone. Di bawah layar TFT seluas 1-incinya, Anda bisa menemukan rangkaian tombol standar, termasuk angka dan huruf. Selain itu, ada modul kamera di sisi belakang.

Zanco Tiny t2 1

Meski belum mengusung kapabilitas pintar dan belum dilengkapi 4G LTE (hanya 3G), Tiny t2 memiliki banyak fitur esensial. Kamera 0,3Mp-nya bisa digunakan buat merekam video, ada fungsi SOS, alarm dan kalender, didukung radio FM, lalu Tiny t2 juga mampu menjalankan file MP3 dan MP4. Untuk ponsel berukuran mini, daya tahan baterai Tiny t2 terbilang memuaskan. Dalam sekali charge, perangkat bisa aktif hingga seminggu dalam keadaan standby serta menyuguhkan waktu bicara selama empat jam.

Ponsel mungil ini turut ditopang oleh konektivitas Bluetooth. Silakan sambungkan Tiny t2 ke headset wireless, dan Anda mendapatkan sebuah MP3 player. Kita bahkan bisa memperluas ruang penyimpanan dengan menambahkan kartu microSD. Dan jika Anda perlu menghabiskan waktu, Zanco membekali Tiny t2 bersama game-game kasual seperti Tetris, Snake serta Doodle Jump.

Tentu saja Tiny t2 tidak dirancang untuk menggantikan smartphone utama Anda. Zanco mencoba memasarkannya sebagai perangkat komunikasi sekunder atau darurat – ketika baterai smartphone habis atau sewaktu Anda menemui kendala lain. Saat ini Zanco tengah melangsungkan kampanye crowdfunding Tiny t2 di Kickstarter. Kabarnya respons konsumen terhadap produk ini sangat positif dan target pendanaan berhasil tercapai dalam waktu kurang dari satu hari.

Di periode crowdfunding ini, Tiny t2 bisa dibeli seharga mulai dari US$ 60. Produk rencananya akan dibanderol di harga retail US$ 130.

Via DigitalTrends.

Diveroid Ubah Ponsel Anda Menjadi Sebuah Dive Computer Sekaligus Kamera Bawah Air

Fotografi bawah air merupakan hobi yang cukup mahal. Beberapa komponen esensial yang dibutuhkan mencakup kameranya itu sendiri, housing khusus untuk memproteksinya di bawah air, serta sebuah dive computer untuk memantau informasi-informasi penting seperti tingkat kedalaman maupun durasi.

Alternatif murahnya adalah produk bernama Diveroid berikut ini. Pengembangnya mendeskripsikan Diveroid sebagai solusi all-in-one untuk fotografi bawah air, dan seperti yang sudah bisa Anda tebak dari gambarnya, yang dijadikan kamera di sini adalah smartphone.

Diveroid pada dasarnya merupakan sebuah underwater housing untuk smartphone, lengkap dengan sebuah modul dive computer terintegrasi. Ia siap membawa ponsel Anda menyelam hingga kedalaman 60 meter, dan selagi menyelam, aplikasi pendampingnya di ponsel akan menampilkan data menyelam yang diterima dari modul dive computer secara real-time.

Diveroid

Untuk mengoperasikannya, Diveroid mengemas tiga tombol fisik yang menempel langsung ke layar sentuh smartphone, dan tentu saja tampilan aplikasinya sudah dioptimalkan untuk ini. Daftar ponsel yang kompatibel pun cukup lengkap. Beberapa model yang populer mencakup iPhone 11, Samsung Galaxy Note 10, Galaxy S10 dan Google Pixel 4.

Fitur pemotretan yang ditawarkan aplikasi Diveroid pun cukup melimpah. Selain dapat memilih sejumlah focal length, pengguna pun juga dapat mengaktifkan kamera depannya. Juga menarik adalah fitur real-time color correction, yang pada dasarnya merupakan filter warna merah untuk ‘menetralkan’ gambar yang didominasi warna hijau atau biru selagi pengguna terus menyelam lebih dalam.

Diveroid

Terakhir, aplikasi Diveroid turut mengemas fitur logbook. Foto maupun video yang pengguna ambil selama menyelam telah disinkronisasikan secara otomatis dengan data-data yang relevan, sehingga pengguna bisa memantau di kedalaman berapa saja mereka berhasil mengabadikan lanskap laut yang indah.

Buat yang tertarik, saat ini Diveroid sedang ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter. Harga paling murah yang bisa didapat selama masa kampanyenya saat ini adalah $249, sekitar 40% lebih terjangkau dibanding estimasi harga ritelnya.

Sumber: DPReview.

PhoneBook Bisa Ubah Segala Macam Smartphone Jadi Laptop

Beberapa dekade lalu, mungkin kita akan sulit menjelaskan bahwa di masa depan akan ada perangkat kecil serbaguna yang mampu mengakses informasi dari mana saja, kapan pun kita menginginkannya. Saat ini, alat bernama smartphone tersebut sulit dilepaskan dari kehidupan sehari-hari manusia modern. Kita menggunakannya buat bekerja, berkomunikasi, serta menghibur diri.

Dahulu, banyak orang memprediksi bahwa smartphone dan tablet akan menggantikan peran PC tradisional. Nyatanya, mereka malah saling melengkapi. Saat ini laptop masih jadi perangkat penunjang kegiatan produktif utama, namun di situasi-situasi darurat, banyak pula pengguna yang tak keberatan untuk bekerja dengan smartphone. Dan pengalaman bekerja lewat smartphone bisa jadi lebih praktis berkat bantuan aksesori bernama PhoneBook.

PhoneBook adalah perangkat plug-and-play unik yang mampu mengubah smartphone menjadi notebook berlayar 15,6-inci. PhoneBook berperan sebagai ‘cangkang’ berwujud PC laptop. Untuk menggunakannya, kita hanya perlu menyambungkan ponsel pintar via kabel ke PhoneBook. Segala macam proses pengolahan data dilakukan sepenuhnya oleh CPU di smartphone, jadi performanya bergantung dari jenis ponsel yang Anda miliki.

Tim pengembang menjelaskan bahwa smartphone merupakan perangkat portable yang bertenaga. Dengannya, kita dapat melakukan banyak hal: chatting, browsing hingga bermain game. Meski begitu, jarang sekali orang memanfaatkannya buat mengetik berlembar-lembar laporan atau menonton film berdurasi dua jam lebih. Produktivitas dan pengalaman penggunaan smartphone umumnya dibatasi oleh kecilnya layar dan kurang efisiennya keyboard berbasis touchscreen.

PhoneBook dirancang untuk menampilkan konten di smartphone ke layar yang lebih lebar. Panel berjenis IPS di sana menyuguhkan resolusi full-HD dan bisa membaca sentuhan jari. Dan layaknya laptop, PhoneBook menyuguhkan keyboard full-size lengkap dengan numpad serta touchpad. Perangkat juga memiliki speaker, menyimpan baterai internal (berdaya tahan hingga delapan jam) yang akan men-charge smartphone ketika terkoneksi, serta dibekali port-port fisik penting seperti USB, audio, HDMI, USB type-C – memperkenankan kita menyambungkan mouse.

Tim Anyware menjelaskan bahwa PhoneBook mempunyai banyak keunggulan dibandingkan solusi yang ditawarkan kompetitor, terutama dari sisi kompatibilitas. Contohnya: Samsung DeX hanya mendukung beberapa smartphone saja, sedangkan PhoneBook siap merangkul hampir seluruh perangkat Android dan iOS (termasuk model baru semisal iPhone 11). Perlu dicatat bahwa PhoneBook belum dapat bekerja dengan smartphone ber-SOC MediaTek.

Lewat kampanye crowdfunding di situs Kickstarter, sang produsen asal Shenzhen berhasil mengumpulkan modal berkali-kali lipat dari target awal mereka. PhoneBook rencananya bakal didistribusikan di bulan Desember 2019, diprioritaskan ke para backer. Produk bisa dipesan sekarang seharga mulai dari US$ 170.

Kacamata AR Tilt Five Ingin Kawinkan Board Game dengan Video Game

Sekitar enam tahun yang lalu, sebuah proyek bernama CastAR muncul dan menuai sukses di Kickstarter. Sangat disayangkan perangkat augmented reality tersebut tidak jadi terwujud. Di tahun 2017, perusahaan yang mengembangkannya bangkrut setelah gagal menerima pendanaan seri B dari investor.

Beruntung sosok di baliknya tidak menyerah. Ia adalah Jeri Ellsworth, mantan engineer Valve pertama yang ditugaskan membentuk divisi hardware, dan yang berkontribusi terhadap pengembangan HTC Vive, Steam Box maupun Steam Controller. CastAR memang sudah bangkrut, akan tetapi Jeri bersama tim kecilnya tetap berjuang untuk membeli balik aset-aset mereka yang sempat terlikuidasi.

Tilt Five

Dari situ terbentuklah perusahaan baru bernama Tilt Five, dan bersamanya datang versi yang lebih sempurna dari CastAR. Prinsip dasarnya masih sama: Tilt Five merupakan kacamata dengan kapabilitas augmented reality, hanya saja sekarang fokusnya dikhususkan untuk tabletop gaming (board game).

Kreatornya mengibaratkan Tilt Five sebagai hasil perkawinan antara video game dan board game. Seperti halnya board game, pemain akan berinteraksi dengan objek-objek fisik seperti kartu, dadu, figurine dan lain sebagainya, akan tetapi pengalamannya disempurnakan lewat visualisasi 3D ala video game, yang diproyeksikan langsung ke alas bermain di atas meja.

Tilt Five

Tilt Five terdiri dari tiga komponen esensial: kacamata berkamera dan berproyektor HD yang tersambung via kabel USB ke PC atau smartphone, controller dengan wujud ala tongkat sihir, dan alas bermain dengan permukaan retroreflektif untuk menampilkan visualisasi 3D-nya.

Total ada dua kamera yang tertanam pada kacamata Tilt Five, satu yang berteknologi head tracking, dan satu lagi kamera computer vision untuk mendeteksi objek-objek di atas meja seperti kartu dan dadu, tidak ketinggalan juga kedua tangan masing-masing pemain. Tracking-nya sendiri berlangsung secara pasif berkat alas retroreflektif itu tadi, dan kacamatanya menawarkan field of view seluas 110°.

Tilt Five

Menariknya, fisik Tilt Five tidak jauh lebih besar dari kacamata biasa. Bobotnya pun hanya sekitar 85 gram, dan ia bisa dipakai tanpa melibatkan satu pun strap yang ribet, jauh berbeda dari yang ditawarkan CastAR sebelumnya. Pengguna berkacamata pun tetap bisa memakai Tilt Five dengan mengganti penyangga hidungnya terlebih dulu.

Elemen video game yang dipinjam bukan cuma grafik 3D saja, tapi juga fitur save game dan multiplayer. Dalam mode multiplayer, apa yang Anda lihat di atas meja bakal sama persis dengan yang dilihat oleh pemain-pemain lain di kediamannya masing-masing.

Tilt Five

Seperti halnya CastAR, Tilt Five saat ini juga sedang ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter, dan sejauh ini proyeknya sudah mendulang lebih dari $1 juta meski deadline-nya masih cukup panjang. Yang membuatnya berbeda dari CastAR, Tilt Five sudah sempat diproduksi dalam jumlah kecil untuk dipakai sejumlah developer yang berminat mengembangkan konten buatnya.

Juga berbeda adalah status Jeri Ellsworth yang kini menjabat sebagai CEO di Tilt Five, yang berarti ia bisa lebih leluasa mengatur arah visi perusahaannya. Singkat cerita, prospek Tilt Five jauh lebih cerah ketimbang CastAR enam tahun silam, dan di saat yang sama potensinya juga lebih luas berkat sederet penyempurnaan dari sisi teknis.

Buat yang tertarik, paket penjualan termurahnya dihargai $299 di Kickstarter, dan ini sudah mencakup kacamata, controller, alas bermain, serta sejumlah bonus game perkenalan. Estimasi pengiriman barangnya dijadwalkan pada Juni 2020.

Sumber: Engadget.

Genki Covert Dock Memungkinkan Nintendo Switch Dinikmati Secara Portable di Depan TV

Tak lama setelah Switch meluncur, Nintendo mengungkap fakta menarik terkait console hybrid mereka itu. Ternyata sebagian besar gamer lebih suka menggunakan perangkat di mode handheld ketimbang di depan TV. Hal ini menunjukkan bagaimana portabilitas menjadi faktor pertimbangan utama konsumen saat membeli Switch, tentu saja selain adanya game-game eksklusif Nintendo.

Namun ada kompensasi dari bermain Switch secara handheld. Tanpa dukungan docking dan layar televisi, kualitas visual konten jadi berkurang. Namun sepertinya konsumen sama sekali tak keberatan dengan hal tersebut, bahkan kondisi ini malah menyemangati Nintendo untuk menggarap varian Lite. Namun khusus Anda yang sudah mempunyai versi standar, tim Human Things telah menyiapkan aksesori unik bernama Genki untuk membuat pengalaman bermain Switch jadi lebih leluasa.

Human Things menyadari bahwa faktor portabilitas jadi hilang ketika Switch ditambatkan pada unit docking atau saat baterainya sedang diisi ulang. Genki Covert Dock sejatinya adalah versi portable dari dock standar. Aksesori ini memungkinkan kita menikmati game-game Nintendo secara ringkas, sempurna jika Anda dan kawan-kawan ingin bermain bersama tanpa dibatasi kendala mungilnya layar Switch.

Genki 2

Pengoperasian Genki sangat mudah. Pertama-tama, Anda perlu mencolokkan aksesori ini ke sumber listrik. Selanjutnya sambungkan Switch via kabel, dan jangan lupa pula pasang kabel HDMI dari televisi ke Genki Covert Dock. Genki menyimpan segala konektivitas fisik dan fitur esensial yang kita butuhkan. Di sana ada slot USB type-C, port USB 3.1, HDMI, lalu bagian colokan listriknya pun bisa dilipat.

Genki 4

Genki Covert Dock mempunyai dimensi 60x44x33-milimeter dan berbobot hanya 69-gram. Wujud mungil dan berat yang minimal ini memastikannya mudah untuk dibawa-bawa. Dengan menggunakannya, Switch mampu menghidangkan konten secara maksimal di resolusi full-HD, bukan 720p seperti ketika dimainkan di mode handheld. Port USB 3.1 di sana juga menyimpan kemampuan pass-through sehingga kita bisa menyambungkan aksesori lain ke Switch – misalnya controller berkabel atau adapter Ethernet.

Genki 3

Rahasia tak kasat mata dari Genki ialah pemanfaatan metode charging Gallium Nitride (disingkat GaN). Teknologi ini jauh lebih superior dari charger berbasis silikon. GaN bekerja secara lebih efisien, serta lebih ringan dan hemat tempat.

Genki Covert Dock dapat Anda pesan sekarang di situs crowdfunding Kickstarter seharga mulai dari US$ 60. Untuk melengkapi kemampuan aksesori ini, Human Things tak lupa menyediakan adapter/converter opsionalke colokan listrik berbeda sehingga Switch siap dibawa berlibur. Proses distribusi rencananya akan dilakukan mulai bulan Desember 2019, diutamakan bagi para backer.

Norm Glasses Ialah Headset AR yang Menyamar Jadi Kacamata ‘Normal’

Sama-sama sempat mencengangkan publik, pengembangan augmented dan virtual reality akhirnya pergi ke arah berbeda. VR saat ini banyak dipakai untuk menghidangkan konten hiburan ‘immersive‘ secara personal, sedangkan AR lebih dimanfaatkan sebagai penunjang fungsi profesional – dari mulai kreasi sampai diagnosis. Headset AR/VR terus mengalami evolusi, kini jadi kian ringkas dan mudah digunakan, namun mayoritas dari mereka tetap punya wujud yang eksentrik.

Kondisi ini mendorong startup bernama Human Capable untuk memampatkan teknologi augmented reality ke produk berdesain minimalis. Setelah proses pengembangan selama lebih dari empat tahun, tim resmi mengumumkan Norm Glasses. Dengannya, developer menawarkan segala macam kecanggihan head-mounted display AR serta deretan fitur penunjang dalam perangkat berpenampilan ‘normal’.

Sekilas, Norm Glasses terlihat seperti kaca mata biasa. Lensanya berukuran cukup lebar, lalu tidak ada bagian aneh atau modul yang menonjol canggung. Human Capable menyiapkan perangkat dalam tiga opsi warna serta ukuran – dibedakan dari panjang lensa, jarak antar bingkai, dan panjang tangkai. Jenis lensa juga bisa dipersonalisasi: bening, berwarna, polarized, atau bisa berubah warna – dan semuanya dapat disesuaikan dengan ukuran mata.

Norm 3

Namun meski simpel, sejatinya Norm Glasses ialah sebuah komputer berukuran mini. Ia dibekali CPU, unit penyimpanan, baterai, microphone, speaker, kamera serta sistem head-up display. Developer juga menyiapkan banyak cara buat berinteraksi dengan fitur dan fungsnya: lewat perintah suara, gerakan kepala, sentuhan di sisi luar tangkai, atau via aplikasi pendamping di smartphone.

Berbeda dari Magic Leap One dan Google Glass Enterprise Edition, Norm Glasses dirancang untuk penggunaan sehari-hari. Headset AR berwujud kacamata itu mempersilakan Anda buat mengambil foto, merekam video atau menyiarkan live peristiwa yang tengah Anda saksikan, memindai barcode atau QR code, semuanya dapat dilakukan tanpa bantuan tangan.

Norm

Bukan itu saja. Berkat kehadiran speaker, Norm Glass juga memperkenankan kita mendengarkan musik, podcast atau audio book secara nyaman. Bahkan sebelum telepon diangkat, pengguna bisa melihat siapa yang melakukan panggilan pada display/HUD.

Sejak eksistensinya diinformasikan ke publik dan media, Norm Glasses mendapatkan banyak tanggapan positif, bahkan memperoleh gelar Honoree CES Innovation Awards 2019. Tapi seperti Google Glass, semua kapabilitas Norm Glasses lagi-lagi berpeluang besar memunculkan kekhawatiran soal privasi dan keamanan saat perangkat tersedia nanti.

Norm 2

Norm Glasses bisa Anda pesan sekarang di situs crowdfunding  Kickstarter seharga mulai dari US$ 340. Proses distribusi (diprioritaskan buat backer) rencananya akan dilakukan pada bulan Maret 2020.