Delapan Perusahaan Nasional Jalin Kemitraan Strategis Suguhkan Layanan Komputasi Awan

Teknologi komputasi awan semakin marak setelah kemampuan kolaborasinya dengan beberapa teknologi seperti big data menyajikan beberapa manfaat bagi perusahaan. Adopsinya diperkirakan akan semakin tinggi, termasuk di Indonesia. Tampaknya kesempatan ini tak disia-siakan beberapa perusahaan Indonesia. Baru-baru ini delapan perusahaan dikabarkan telah menjalin sinergi untuk menyediakan layanan komputasi awan.

Delapan perusahaan tersebut adalah Multipolar Technology, Sisindokom Lintasbuana, Mastersystem Infotama, Logicalis Metrodata Indonesia, Expert Data Voice Solution, Kayreach System, Sinergy Informasi Pratama, dan Revo Solusindo. Delapan perusahaan tersebut telah sepakat menjalin kemitraan strategis untuk menyediakan solusi layanan komputasi awan secara end to end sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Kerja sama delapan perusahaan tersebut mendapat dukungan dari Cisco System Indonesia dan Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta) selaku penyedia layanan komputasi awan. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan kerja sama di Hotel Pullman, MH Thamrin, Jakarta Kamis (25/2) kemarin.

Sebagai salah satu pihak yang turut dalam kerja sama ini Direktur Utama Sisindokom Lintasbuana Tikno Ongkoadi mengatakan kerja sama strategis ini bisa memberikan dampak positif bagi Sisindokom dalam meningkatkan penetrasi penjualan dengan memberikan penawaran solusi komputasi awan secara end to end kepada pelanggan mereka.

Menurut Tikno, kerja sama ini juga membuka sumber pendapatan baru dan memberikan fokus baru bisnis Sisindokom ke sektor virtualisasi dan pasar komputasi awan.

Salah satu kelebihan layanan komputasi awan adalah fleksibilitas dalam mengatur kebutuhan kapasitas virtual server yang dapat disesuaikan dengan kondisi bisnis perusahaan. Dengan kata lain ketika load bisnis sedang meningkat perusahaan bisa dengan mudah melakukan scale up kapasitas server. Demikan pula ketika kondisi bisnis sedang normal, kapasitas virtual server bisa disesuaikan.

Menyikapi Penggunaan Teknologi Komputasi Awan untuk Jaminan Keamanan

Sama seperti teknologi lainnya, komputasi awan di balik segala kelebihan yang ditawarkan menyimpan potensi ancaman keamanan yang cukup besar. Kehilangan atau kebocoran data yang disimpan dalam infrastruktur komputasi awan bisa menjadi risiko yang dapat berimbas fatal bagi bisnis. Terlebih data bisa bocor dari dalam, bukan dari luar.

Komputasi awan dan semua layanan-layanan yang melengkapinya dewasa ini menjadi perbincangan serius di forum-forum teknologi, termasuk di dalamnya tentang sektor keamanan. Seiring mulai naik daunnya layanan komputasi awan kebutuhan perusahaan atau organisasi terhadap penyedia layanan keamanan terus meningkat.

Perusahaan mulai mengantisipasi kemungkinan serangan-serangan yang mengganggu kinerja sistem atau infrastruktur komputasi awan yang mereka bangun. Namun tak bisa dipungkiri satu yang cukup menjadi ancaman serius adalah ancaman kebocoran data yang justru terjadi dari dalam sistem, dari para pengguna sistem. Tak hanya faktor teknis, tetapi juga non teknis.

Permasalahan teknis pada keamanan komputasi awan tidak terbatas pada apakah layanan yang digunakan itu privat maupun publik. Keduanya menyimpan potensi meski dalam kadar yang berbeda. Inisiatif pengamanan sistem harus terus berkembang mengingat jenis serangan yang juga terus berkembang.

Selain faktor teknis yang sudah pasti menjadi tanggung jawab divisi IT, faktor non-teknis juga menyimpan potensi untuk celah dalam kebocoran data dalam sistem komputasi awan. Hal ini terkait dengan pengalaman pengguna.

Dari sekian banyak karyawan di perusahaan tentu tidak semua memiliki kecermatan dan ketelitian yang sama dalam menggunakan perangkat teknologi. Kemungkinan infrastruktur komputasi awan bisa diakses di mana saja membuat kemungkinan mereka yang tidak begitu aware dengan permasalahan keamanan, seenaknya saja meninggalkan hal-hal krusial seperti informasi akun sistem, kata sandi atau hal krusial lainnya di ranah publik. Belum lagi kemungkinan pembajakan informasi ketika mereka berada di jaringan publik.

Untuk kasus seperti ini divisi IT harus bekerja sama dengan seluruh elemen dalam perusahaan untuk merumuskan kebijakan yang bisa mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Misalnya dengan membatasi akses dari jaringan tertentu dan lain sebagainya.

Belum lagi antisipasi akses terhadap para karyawan yang bermasalah. Selain dibatasi dengan hal-hal teknis, harus ada aturan dan kebijakan non-teknis. Misalnya dengan perjanjian yang sah di mata hukum untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan di kemudian hari.

Disclosure : DailySocial bekerja sama dengan Big Data-Madesimple dalam penulisan artikel ini.

Bagaimana Big Data dan Komputasi Awan Mengubah Dunia Medis

Dewasa ini dunia medis didorong untuk melakukan pembaruan di teknologi mereka terutama untuk teknologi big data dan komputasi awan. Kedua teknologi tersebut dirasa mampu menjadi ujung tombak untuk ekspansi layanan medis. Selain jangkauan yang lebih luas dari teknologi komputasi awan, teknologi big data juga diharapkan memberikan solusi yang lebih baik bagi industri medis.

Salah satu yang menjadi pembahasan utamanya adalah big data. Selama ini kita kenal dokter sebagai satu-satunya sumber pengetahuan medis. Namun hal ini bergeser hari demi hari berkat hadirnya teknologi. Menggunakan big data dalam sektor medis dapat membantu kinerja dokter. Teknologi big data mampu menyuguhkan data-data konkret untuk mendukung opini seorang dokter. Para dokter mungkin bisa beropini, berspekulasi bahkan menyimpulkan tentang kondisi pasien, sedang big data berperan memproduksi datanya.

Mungkin banyak yang berpendapat bahwa hal tersebut mulai menggantikan peran dokter dengan mesin, tapi sebetulnya tidak. Repositori big data medis berbasis komputasi awan hanya membantu memudahkan dokter, bukan menggantikannya. Salah satu alasannya adalah dokter setiap harinya menghasilkan banyak data, terutama data-data penting. Teknologi big data mampu membantu mereka mengelola dan memberikan efisiensi data yang mereka kumpulkan. Tentu dengan penghematan waktu yang lebih singkat.

Dalam penerapan big data dalam dunia medis, salah satu hal positifnya adalah prediksi. Big data membantu untuk menemukan diagnosa penyakit dengan cara yang sebelumnya belum ada di industri medis. Dengan teknologi ini dokter juga terbantu dalam menemukan korelasi dalam agregasi data yang biasanya mereka abaikan.

Dokter yang menolak bergerak maju, dengan memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan analisis seperti big data dan layanan komputasi awan, akan tertinggal adopsi teknologi. Padahal sudah seharusnya mereka melakukan pembaruan teknologi untuk memudahkan pencatatan EMR (electronic medical report) dan meningkatkan efisiensi dari praktik medis.

Untuk saat ini, hadirnya perangkat lunak manajemen dalam dunia medis hanya akan berfungsi membantu dokter dalam mengatasi permasalahan digitalisasi dan kemudahan bagi pasien mereka. Di sisi lain, masyarakat, dan mungkin juga termasuk para pasien, sudah menjadi seorang tech-savvy yang sudah sangat akrab dengan teknologi. Sudah saatnya dunia medis semakin mendekat kepada pasien dan terhubung dengan mereka dengan teknologi yang lebih maju.

Teknologi selama ini telah dikenal sebagai sesuatu yang bisa meningkat kinerja dan efisiensi, termasuk dalam dunia medis. Big data dan layanan komputasi awan akan menawarkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi para profesional medis dalam mengurangi beban keseharian mereka.

Dengan analisis data yang lebih baik, dokter akan lebih optimal dalam menegakkan diagnosis pasien. Bagi pasien, ini berarti pencegahan dan pengobatan yang lebih baik. Dengan konektivitas yang disediakan layanan komputasi awan para profesional medis akan lebih dekat dengan para pasien. Terlebih jika sudah menyentuh solusi mobile.


Disclosure: DailySocial bekerja sama dengan Bigdata-madesimple.com untuk penulisan artikel ini

Aplikasi LibreOffice Siap Hadir Dalam Versi Online

Aplikasi LibreOffice mungkin tidak sepopuler aplikasi Microsoft Office, namun aplikasi pengolah dokumen yang dikembangkan oleh The Document Foundation itu telah banyak digunakan sejak dibenamkan pada sejumlah distro Linux, seperti Ubuntu, Linux Mint dan lainnya. Continue reading Aplikasi LibreOffice Siap Hadir Dalam Versi Online

Konsep Cloud Turut Sempurnakan Teknologi Mobile

Implikasi revolusi teknologi mobile di tengah masyarakat mendorong produktivitas menjadi lebih subur setiap tahunnya. Di antara sekian banyak aktivitas sehari-hari yang kini dapat dilakukan secara online, seperti belajar, berbelanja, dan mencari hiburan, banyak pula yang berhasil memaksimalkan kinerja dengan menerapkan konsep kerja Remote Working Continue reading Konsep Cloud Turut Sempurnakan Teknologi Mobile

Folio Hadirkan Layanan Manajemen Usaha Berbasis Cloud Secara Gratis

Mengatur serta mengetahui kemajuan sebuah bisnis berupa ritel atau toko waralaba dapat dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk menggunakan layanan point of sale yang kini sudah mulai merambah teknologi cloud computing. Jika sebelumnya Pawoon hadir dengan layanan manajemen penjualan dengan skema biaya berlangganan untuk layanannya, Folio hadir dengan layanan serupa secara gratis.

Continue reading Folio Hadirkan Layanan Manajemen Usaha Berbasis Cloud Secara Gratis

UKM Seharusnya Memiliki Rencana Disaster Recovery Berbasis Cloud Sejak Dini

Berbeda dengan perusahaan raksasa yang telah sukses, perusahaan kecil hingga menengah membutuhkan perhatian yang lebih besar untuk mengembangkan bisnis mereka. Perhatian-perhatian tersebut mencakup uang, waktu, sumber daya, dan lain sebagainya. Namun banyak dari mereka yang gagal merencanakan dan mempersiapkan dengan baik kondisi perusahaan ketika bencana alam melanda.

Berdasarkan laporan Administrasi Bisnis Mikro (SBA) Amerika Serikat, diperkirakan 25% dari perusahaan kecil yang terkena dampak bencana gagal untuk menyelamatkan nyawa perusahaan mereka. Perusahaan seharusnya mengetahui lantas mempersiapkan backup dari data-data mereka, aplikasi-aplikasi, dan pekerjaan mereka. Langkah ini dilakukan demi meminimalisir kehilangan yang didapatkan kala bencana melanda.

Perusahaan dapat melindungi bisnis mereka dengan terlebih dahulu mengidentifikasi jenis bencana alam atau human error yang kemungkinan akan terjadi, kemudian membuat perincian rencana untuk tindakan yang dapat dilakukan saat bencana terjadi. Tidak perlu menunggu untuk bencana datang terlebih dahulu, perusahaan seharusnya telah mulai kesiapannya sejak dini.

Hal ini menjadikan terbukanya peluang untuk mengembangkan binis berkonsep Disaster Recovery. Disaster Recovery menawarkan keamanan yang jauh lebih baik, mengizinkan klien mereka sebagai perusahaan kecil untuk mengatur titik pembaruan berdasarkan menit atau jam tertentu. Dengan demikian, perusahaan dapat dengan cepat melakukan restart aplikasi ketimbang harus mengembalikannya dari ruang penyimpanan yang berbeda-beda.

Kini, telah banyak perusahaan atau organisasi memanfaatkan cloud untuk membackup data-data mereka, umumnya setiap 24 jam sekali atau lebih. Ketika bencana terjadi, data dari dalam beberapa jam atau beberapa hari dapat hilang kapan saja, namun butuh waktu yang tidak singkat pula untuk mengembalikannya. Meskipun begitu, masih banyak UKM tidak memiliki program Disaster Recovery sama sekali hanya karena implementasinya yang mereka anggap rumit dan berbelit, terlalu mahal, atau keduanya.

Tantangan justru hadir bagi pelayan jasa Disaster Recovery, mereka dituntut untuk menghadirkan backup dengan tidak hanya cepat tetapi juga melalui proses yang simpel. Namun, dalam berbagai kasus mereka sama sekali tidak dapat mempermudah, mereka hanya mengirim kerumitan kepada tim khusus yang secara manual mengelola Disaster Recovery atas nama pelanggan. Hasilnya, layanan ini tetap terhitung mahal karena kerumitan masih saja ada, dan pelanggan terus membayar biaya jasa dan infrastruktur.

Industri Disaster Recovery masih memiliki ruang besar untuk digarap agar lebih cepat, lebih murah, dan lebih sederhana demi melayani pelanggan dengan menerapkan prinsip-prinsip skala besar, standar komputasi awan hybrid untuk masalah ini. Seperti yang dikutip dari VMware, bahwa cloud mengubah cara organisasi TI beroperasi, dan Disaster Recovery seharusnya bukan pengecualian.

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Michael Erlangga. 

Nexian Cloud Bisa Jadi Inspirasi Pengembangan Bisnis Penyimpanan Online

Nexian yang sempat tenggelam kini berusaha kembali relevan dengan mengeluarkan sejumlah jajaran smartphone barunya. Hal yang menarik bagi kami adalah bundling-nya dengan layanan cloud. Jika selama ini berbagai vendor ternama menggandeng Dropbox atau Google Drive sebagai added value produk smartphone-nya, Nexian berusaha mandiri dengan memberikan paket tersendiri melalui Nexian Cloud.

Nexian Cloud merupakan layanan yang diberikan kepada pengguna produk Nexian berupa akses gratis sebesar 2 GB yang berlaku seumur hidup. Menggunakan Nexian Cloud, pengguna Nexian bisa mensinkronisasikan berbagai berkas yang dimilikinya antara smartphone dan komputer. Tersedia aplikasi Android khusus untuk Nexian Cloud.

Nexian Cloud bekerja sama dengan Kepplr yang berasal dari India sebagai penyedia layanan. Patut diketahui bahwa Nexian diakuisisi oleh Spice i2i di tahun 2011 yang memiliki afiliasi kuat dengan konglomerasi India. Skema harga yang ditampilkan oleh Kepplr adalah $12 per tahun untuk 8 GB, artinya setidaknya secara value per tahunnya Nexian mensubsidi $3 per konsumen. Tidak mahal bukan?

Mengingat berbagai vendor smartphone global sudah mengusung solusi semacam ini, apa yang dilakukan oleh Nexian dengan Nexian Cloud-nya merupakan langkah menarik dari perusahaan lokal. Ketimbang membayar mahal dengan layanan asing, kenapa vendor smartphone  lokal tidak mencoba langkah serupa sebagai pemanis paket smartphone yang ditawarkannya?

Lebih jauh kenapa tidak ada penyedia layanan cloud di Indonesia yang berani menawarkan skema seperti ini? Bayangkan jika Indowebster mulai serius dan terjun ke bisnis ini. Kolaborasi antara dua perusahaan lokal dalam penyediakan penyimpanan cloud bakal meningkatkan sinerginya dalam melayani dan memberikan nilai tambah kepada pelanggan.

Layanan penyimpanan cloud malah bisa menjadi lini baru monetisasi. Nexian Cloud untuk urusan kapasitas hanya memberikan kapasitas tetap 2GB tanpa adanya opsi penambahan. Meskipun belum ada survei yang membuktikan bahwa pengguna di Indonesia berminat membayar untuk produk seperti ini, sebaiknya mereka tidak menutup peluang untuk penambahan kapasita di masa datang.

Siapa tahu pengguna penyimpanan di cloud yang sudah merasakan nyamannya melakukan backup dan sinkronisasi secara online, tanpa perlu lagi menyambungkan kabel ataupun membeli kartu penyimpanan microSD, mau menambah biaya yang dikeluarkan untuk kapasitas penyimpanan yang lebih besar. Bukankah solusi ini lebih baik untuk perkembangan perusahaan lokal ketimbang melepaskannya ke layanan global?

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Amir Karimuddin. 

Mengandalkan Cloud Sepenuhnya Dapat Menjadi Bumerang

Di tengah hiruk-pikuk konsep komputasi awan yang digadang akan menggantikan sistem penyimpanan lokal, kecemasan para pengguna dan penyedia jasa cloud kembali hadir dengan masalah yang menimpa Adobe beberapa hari yang lalu. Lalu, apakah komputasi awan benar dapat diandalkan sehingga mampu meninggalkan ruang penyimpanan lokal sepenuhnya?

Adalah Adobe Creative Cloud, sebuah platofrm layanan berlangganan dari Adobe yang menyediakan aplikasi kreatif dan penyebaran konten media digital seperti foto, web, aplikasi mobile, video, dan lain-lain. Aplikasi Adobe sebelumnya yang dikenal sebagai CS (Creative Suite) kini dikembangkan untuk mendukung komputasi awan yang dirilis dengan nama CC (Creative Cloud).

Pada tanggal 15 Mei 2014 kemarin, 2 juta pengguna tidak dapat mengakses aplikasi-aplikasi Adobe yang bekerja menggunakan platform Creative Cloud, aplikasi andalan mereka seperti Photoshop, dan Acrobat menjadi salah satunya. Kelumpuhan sistem ini berlangsung lebih dari 24 jam, mengakibatkan banyak pihak mengalami kerugian. Semua aktivitas yang menggunakan Adobe ID gagal tereksekusi, para pengguna gagal melakukan login, melakukan update, ataupun pembelian produk Adobe.

Ini tentu saja meningkatkan keraguan dari keamanan dan kemampuan komputasi awan, segala informasi, aplikasi, dan platform yang terintegrasi dengan suatu pelayanan komputasi awan turut terseret, menghadirkan efek berantai secara tidak langsung. Contohnya saat tahun lalu Adobe diretas, beberapa akun Facebook terpaksa dinon-aktifkan terkait hilangnya jutaan password yang memiliki akses login yang serupa dengan Adobe.

Jika kita menyimpan seluruh data pribadi di cloud, terlepas dari masih buruknya koneksi internet di Indonesia, kesalahan bisa datang dari berbagai pihak termasuk penyedia layanan cloud. Data dan aplikasi berbasis cloud membutuhkan stabilitas koneksi internet yang baik untuk menikmati layanan dengan maksimal, apalagi ada harga yang harus dibayar untuk mengakses cloud kapan dan di mana saja. Lantas ketika sistem lumpuh, semua pengguna akan meragukan alasan mereka membayar layanan tanpa kepastian sistem akan bangkit kembali.

Dilansir dari Infoworld, kejadian yang dialami Adobe meyakinkan dunia bahwa tidak ada infrastruktur cloud yang sempurna, entah sebesar atau secanggih apapun perusahaan tersebut, kegagalan sistem tetap mengancam. Pasalnya tak hanya Adobe Creative Cloud, Dropbox pun pernah lumpuh selama 16 jam pada Januari 2013, Google Drive mengalami kejadian serupa pada Maret 2013, dan segala kelumpuhan infrastruktur cloud sejak tahun 2007 diduga mencapai angka USD 71 juta.

Ini juga menjadi peringatan bagi pengguna layanan cloud dari penyedia lain seperti Google Apps, Office365 dari Microsoft, atau iWork for iCloud dari Apple, untuk memperhatikan kemungkinan kelumpuhan sistem yang akan terjadi jika mereka terlalu mengandalkan cloud.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Michael Erlangga.

Biznet Kembangkan Layanan Cloud Computing Bagi Industri UKM

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terlihat sedang menanjak di Indonesia beberapa waktu belakangan ini. Industri yang berpotensi tinggi untuk pemicu roda ekonomi Indonesia ini membuat banyak pihak melihatnya sebagai lahan yang memiliki daya bisnis tinggi. Salah satunya adalah Biznet, operator penyedia jasa komunikasi dan cloud services yang baru saja meluncurkan layanan Cloud Computing yang dikhususkan untuk segmen UKM. Seperti apa layanan terbaru Biznet ini? Continue reading Biznet Kembangkan Layanan Cloud Computing Bagi Industri UKM