PES Hadir Untuk Konsol Next-Gen Dengan Unreal Engine 5

Beberapa hari lalu, Konami mengumumkan seri PES terbaru untuk konsol generasi terbaru, seraya merayakan ulang tahun Pro-Evolution Soccer (PES) ke-25. Lewat sebuah video pengumuman, Konami memberi teaser seri PES terbaru yang menggunakan Unreal Engine 5, dengan menunjukkan stadion Barcelona dan Lionel Messi. Dalam video tidak disebut, seri PES mana yang akan menggunakan Engine tersebut.

Lebih lanjut, Konami lalu menjelaskan seputar rencana perilisan ini dalam sebuah blog post. Dalam post tersebut, mereka mengatakan bahwa nantinya PES akan memiliki grafis yang lebih detil dengan menggunakan Engine baru ini. “Anda bisa mengharapkan player model dan animasi yang lebih realistik, peningkatan dari segi physics, tampilan visual yang photorealistic, dan lain sebagainya.” tulis Konami dalam blog.

Selain itu, pengembang yang berbasis di kota Tokyo, Jepang ini juga menjelaskan soal rencana pengembangan PES selama beberapa tahun ke depan. Perubahan yang cukup terasa adalah perubahan dalam penyajian PES 2021. Mereka mengatakan, skala pengembangan PES untuk konsol next-gen yang cukup besar, memaksa mereka untuk “memangkas” skala pengembangan untuk area lain.

“Sebagai hasilnya, kami memutuskan untuk meluncurkan PES tahun ini dalam bentuk ‘Season Update’.” Lanjut Konami. Mengutip dari IGN, walau hanya sebagai “Season Update”, namun PES 2021 akan tetap hadir dalam bentuk standalone. Masih dari IGN, Konami mengatakan bahwa eFootball PES 2021 Season Update secara umum sama persis dengan PES 2020, namun dengan update terhadap player data dan roster, serta penambahan konten Euro 2020.

Sumber: Konami
Sumber: Konami

eFootball PES 2021 Season Update dikabarkan hadir 15 September 2020 mendatang dengan harga yang lebih murah, yaitu 24,99 Poundsterling (sekitar 464 ribu Rupiah). Sementara itu terkait Unreal Engine 5, Konami menjelaskan bahwa mereka menargetkan sudah bisa melakukan pengujian terhadap PES untuk konsol next-gen pada pertengahan 2021, dan akan dirilis di tahun yang sama. Melihat tanggalnya, maka kemungkinan besar Unreal Engine 5 akan hadir untuk seri PES 2022.

Sebelumnya PES menggunakan FOX Engine yang dibuat dan dikembangkan oleh Konami sendiri. Seri PES pertama yang menggunakan FOX Engine adalah PES 2014 yang rilis pada tahun 2013. Sejak saat itu, seri PES selanjutnya terus menggunakan FOX Engine sampai tahun 2019 lalu untuk eFootball Pro Evolution Soccer 2020. Selain seri PES, seri Metal Gear Solid juga menjadi game lain yang menggunakan FOX Engine.

Dengan PES berubah haluan menggunakan Unreal Engine, apakah ini artinya 2020 akan menjadi akhir dari pengembangan FOX Engine yang dibesut Konami?

Stadia Punya Game Eksklusif dari Konami dan Harmonix

Pada Maret 2020, Google mulai membuka akses ke Stadia, platform cloud gaming mereka. Sekarang, Stadia Games & Entertainment mengumumkan beberapa game yang akan tersedia secara eksklusif di platform cloud gaming tersebut.

Salah satu game eksklusif Stadia adalah Outcasters dari developer Splash Damage, yang belum lama ini membuat Gears Tactics. Selain itu, Stadia juga berhasil menjalin kerja sama dengan Konami. Melalui kerja sama ini, saat Super Bomberman R Online diluncurkan, game itu akan tersedia di Stadia.

Juru bicara Stadia menjelaskan, game eksklusif Stadia terbagi ke dalam dua kategori, yaitu Only on Stadia dan First on Stadia. Game yang masuk dalam kategori “Only on Stadia”, seperti Outcasters, hanya bisa dimainkan di platform cloud gaming Google. Sementara game yang masuk dalam kategori “First on Stadia”, seperti Super Bomberman R Online, tersedia secara eksklusif di Stadia dalam waktu terbatas. Setelah beberapa waktu, game itu juga akan diluncurkan di platform lain.

Selain Bomberman, game lain yang masuk dalam kategori First on Stadia adalah One Hand Clapping dari Bad Dream Games. Dalam game musical puzzle platformer itu, para pemain harus menyanyi untuk memecahkan puzzle dalam game. One Hand Clapping berhasil memenangkan Audience Choice Award pada IndieCade pada 2018 dan kini telah diluncurkan, meski masih dalam tahap Early Access.

Tak hanya dengan Konami dan Splash Damage, Stadia juga mengumumkan, mereka berhasil menjalin kerja sama dengan Harmonix Games, developer Rock Band, dan Supermassive Games, yang membuat Until Dawn dan Man of Medan. Game buatan dari dua developer itu akan diluncurkan secara eksklusif untuk Stadia. Sayangnya, belum diketahui game mana yang dicakup dalam perjanjian tersebut, lapor GamesIndustry.

Selain perjanjian eksklusif, Stadia juga mengungkap belasan game baru yang akan tersedia di platform mereka. Salah satunya adalah Sekiro: Shadows Die Twice dari FromSoftware. Stadia juga akan menyediakan tiga game Hitman buatan IO Interactive, termasuk Hitman 3 yang akan diluncurkan pada 2021, menurut laporan The Verge.

Tak berhenti di situ, Stadia juga akan menambahkan beberapa game olahraga ke platform mereka. PGA Tour 2K21 akan tersedia di Stadia saat ia diluncurkan pada 21 Agustus mendatang. Sementara WWE 2K Battlegrounds akan bisa dimainkan di Stadia pada 18 September 2020 dan NBA 2k21 pada musim gugur tahun ini.

Sumber header: Flickr/Marco Verch

Betulkah Konami Sedang Menggarap 2 Game Silent Hill Baru?

Kolaborasi antara Hideo Kojima, sutradara Guillermo del Toro, Sony dan aktor Norman Reedus demi mengembangkan Death Stranding mungkin mungkin mampu mengobati kekecewaan karena pembatalan proyek Silent Hills. Tapi dengan melihat P.T. (versi demo game, singkatan dari playable teaser) yang begitu brilian, fans kini hanya bisa membayangkan seperti apa istimewanya Silent Hills jika permainan betul-betul digarap.

Meski Konami tak lagi memegang kendali atas Kojima Productions, mereka kabarnya masih punya hasrat untuk ‘menghidupkan kembali’ franchise Silent Hills. Menariknya lagi, perusahaan gaming asal Tokyo itu tak hanya berencana mengerjakan satu game, tetapi dua permainan Silent Hills sekaligus. Informasi ini datang dari pengguna Twitter bernama Aesthetic Gamer serta laporan situs Rely on Horror dari sumber terpisah.

Mungkin pertanyaan yang kini muncul adalah, apakah info dari Aesthetic Gamer ini akurat dan bisa dipercaya? Secara teknis, eksistensi game Silent Hill anyar belum dapat dipastikan hingga ada pengumuman resmi dari pihak Konami. Namun bocoran dari Aesthetic Gamer terkait permainan Capcom berkali-kali terbukti benar – salah satu yang paling baru ialah mengenai remake Resident Evil 3.

Berdasarkan keterangan Aesthetic Gamer, sejak dua tahun silam Konami sudah mulai mendekati sejumlah developer untuk membantu mereka mengerjakan permainan. Satu game dirancang sebagai ‘soft-reboot‘ dari franchise Silent Hill, lalu satu lagi digarap dengan formula episodik ala permainan TellTale Games (The Walking Dead, Minecraft: Story Mode) dan gaya penyajian drama interaktif Until Dawn.

Aesthetic Gamer menyampaikan hanya itu saja informasi yang bisa dibagikan. Ia pribadi memprediksi, ada kemungkinan salah satu game tersebut akan diumumkan tahun ini. Jika benar begitu, boleh jadi permainan akan diluncurkan di dua generasi console, dan ini sangat menarik. Saya juga berharap agar Konami tidak melakukan perjanjian eksklusif dengan pemilik platform tertentu agar game lebih mudah diakses.

Lewat artikel terpisah, Rely on Horror menguatkan laporan Aesthetic Gamer, “Kami berani memverifikasi keabsahan berita ini. Walaupun belum bisa mendiskusikan detailnya, kami telah mendengar informasi serupa dari sejumlah narasumber independen yang menyatakan bahwa game Silent Hill baru tengah dikembangkan. Kami berpendapat, dua informan ini adalah bukti terkuat Silent Hill siap bangkit dari kematian.”

Seandainya game Silent Hill anyar betul-betul disingkap di tahun 2020, kira-kira ajang apa yang Konami pilih untuk mengumumkannya? Apakah E3, Gamescom, TGS, PAX, atau event seperti Sony State of Play?

Via Eurogamer.

Esports Jadi Salah Satu Cara Konami untuk Populerkan PES

Saat ini, FIFA masih menjadi game sepak bola yang paling dikenal. Meskipun begitu, bukan berarti Konami berdiam diri. Mereka masih berusaha untuk mempopulerkan seri game sepak bola buatan mereka, Pro Evolution Soccer (PES). European PES Brand Manager, Lennart Bobzien mengatakan, salah satu strategi mereka adalah fokus pada competitive gaming alias esports. Tahun ini, Konami bahkan mengubah nama game sepak bolanya menjadi eFootball Pro Evolution Soccer 2020. Kepada Game Industry, Bobzien mengaku, tidak ada yang menduga bahwa Konami akan melakukan rebranding seri PES sehingga fokus pada esports. Namun, dia percaya, ini adalah cara yang bagus untuk menunjukkan rencana Konami ke depan. Pada pertengahan Juli lalu, Konami sempat mengadakan hands-on dari eFootball PES 2020. Ketika itu, dia juga mengundang Rizky Faidan, atlet esports PES Indonesia yang pernah bertanding di PES World Finals 2019.

Saat ini, ada dua kompetisi PES, yaitu PES League yang ditujukan untuk masyarakat umum dan juga eFootball Pro, yang akan mengadu para pemain bola profesional dalam game. Diharapkan, ketika para pemain bola profesional memainkan PES, ini akan dapat membuat lebih banyak orang tertarik untuk memainkan game buatan Konami tersebut. “Kami ingin membuat kompetisi yang realistik,” kata Bobzien, seperti dikutip dari Games Industry. “Kami ingin agar Manchester United menunjukkan permainan seperti ketika bermain sepak bola sebenarnya.”

Esports kini memang terus berkembang. Bobzien mengakui hal ini. “Ketika Anda melihat Dota, League of Legends, jumlah penonton pertandingan game itu sangat banyak. Jumlah penonton kami juga terus naik, dari tahun ke tahun. Jumlah penonton juga tergantung pada lokasi, apakah di Eropa, Amerika Selatan, atau Asia. Di kawasan tertentu, jumlah penonton esports lebih besar. Bagi kami, sangat penting untuk membuat platform esports yang realistik, yang bisa dimengerti oleh penonton yang tidak terlalu paham dengan esports,” ujarnya. Lebih lanjut, dia berkata, “Keuntungan game sepak bola, atau game olahraga apapun yang memiliki esports, adalah hampir semua orang mengenal sepak bola. Mereka mengerti cara bermain sepak bola. Anda harus mengecoh musuh untuk mencetak gol. Jika Anda adalah gamer kasual dan ingin menonton pertandingan League of Legends atau Dota, jika Anda tidak terlalu paham mekanisme game, Anda akan kesulitan memahami jalan pertandingan.”

Meskipun begitu, Bobzien menegaskan bahwa ini bukan berarti Konami akan fokus seratus persen pada esports. Pada akhirnya, game PES tetaplah game sepak bola. Lisensi tim dan pemain sepak bola profesional tetaplah hal yang sangat penting. Selama ini, FIFA mendominasi lisensi untuk pemain dan tim sepak bola, membuat Konami kesulitan untuk mempopulerkan PES. Saat ini, lisensi Liga Premier juga masih ada di FIFA, sehingga Konami tidak bisa menyertakan liga tersebut dalam PES. Untuk mengisi kekosongan itu, Konami membeli lisensi dari beberapa liga sepak bola lain. Tahun lalu, PES membeli tujuh lisensi liga baru. Beberapa di antaranya adalah Liga Skotlandia, Denmark, Belgia, Swiss, dan Rusia. Memang, liga-liga tersebut masih kalah populer jika dibandingkan dengan Liga Inggris, tapi, keputusan Konami untuk menyediakan lebih banyak liga dalam PES terbukti sukses memenangkan hati para fans.

Tidak hanya itu, Konami juga berhasil mendapatkan kerja sama eksklusif denngan Juventus. Dalam 25 tahun, untuk pertama kalinya tim Cristiano Ronaldo itu tidak akan tersedia di FIFA. Selain tim Liga Italia itu, Konami juga mendapatkan lisensi dari klub Manchester United dan Bayern Munich. Walau hal ini tidak mendadak membuat PES menjadi lebih populer dari FIFA, ini cukup untuk membuat gamer tertarik akan game sepak bola buatan Konami.

Sumber: Konami
Sumber: Konami

“Kami tahu bahwa tiga lisensi itu memiliki dampak besar, tapi pengaruhnya tidak akan langsung terlihat,” kata Bobzien. “Kami ingin menunjukkan pada para pengguna bahwa kami akan terus berusaha mendapatkan lisensi baru. Kami telah mendapatkan lisensi Serie A, yang kami tak miliki selama waktu cukup lama, dan kami juga kembali mendapatkan lisensi Euro 2020,” kata Bobzien. Menurut Bobzien, keberadaan Euro 2020 di eFootball PES 2020 tidak hanya menjadi kompetisi yang menarik untuk dimainkan, tapi juga bukti bahwa Konami memiliki hubungan yang baik dengan UEFA.

Jika dibandingkan dengan FIFA, ada satu hal yang hanya dimiliki oleh PES, yaitu game mobile. Sejauh ini, versi mobile dari PES telah diunduh sebanyak 250 juta kali. Tidak heran jika game itu populer, mengingat ia bisa dimainkan dengan gratis. Menurut Bobzien, game mobile PES berfungsi untuk mengenalkan masyarakat dengan seri PES. Diharapkan, para pemain PES di mobile akan beralih dan mulai memainkan game tersebut di konsol. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Para pemain konsol malah tertarik untuk memainkan versi mobile dari PES.

“Kombinasi antara konsol dan mobile memiliki pengaruh sangat baik dan ini membantu kami untuk maju di masa depan. Itu juga membantu kami untuk mengajukan lisensi, mengembangkan fitur baru, seperti Match Day untuk membuat Master League menjadi lebih menarik. Tentu saja ada tekanan setiap tahunnya, mengingat persaingan yang sangat ketat, tapi dengan PES, kami ada di posisi yang cukup baik sekarang ini,” ujar Bobzien.

Menyusul PES, Konami Ingin Kembangkan Esports Yu-Gi-Oh! dan Bomberman

Konami merupakan salah satu perusahan developer dan penerbit game asal Jepang yang besar dan sukses hingga saat ini. Citra mereka di mata penggemar memang sempat mengalami penurunan karena berbagai kontroversi. Contohnya masalah antara Konami dengan Hideo Kojima sang kreator seri Metal Gear, Pro Evolution Soccer (PES) versi PC yang sempat dianaktirikan dengan engine lawas, hingga adaptasi berbagai properti intelektual populer menjadi mesin judi (pachinko). Tapi secara finansial, Konami terus berada dalam kondisi sehat, bahkan bertumbuh.

Dalam laporan finansial mereka pada bulan Mei 2019 lalu, Konami mengumumkan bahwa mereka telah mengalami pertumbuhan laba selama lima tahun berturut-turut. Total revenue yang mereka peroleh senilai 262,5 miliar Yen, naik 9,6% dari tahun sebelumnya. Dari seluruh revenue tersebut, departemen hiburan digital (termasuk video game) menyumbang angka terbanyak, yaitu sebesar 141,7 miliar Yen. Apa yang menyebabkan Konami bisa bertahan begitu sukses, bahkan di tengah penurunan citra brand di masyarakat?

Media GamesIndustry.biz beberapa waktu lalu mewawancarai presiden Konami Europe, Masami Saso, untuk mengungkap rahasia di balik kesuksesan ini. Ternyata, kunci utamanya ada pada diversifikasi. Banyak gamer mungkin biasanya mengasosiasikan nama Konami dengan produk game di console atau PC, padahal sebenarnya Konami juga bergerak di platform-platform lain.

“Jenis perangkat untuk bermain game semakin banyak, dan jumlah orang yang berkesempatan memainkan game semakin meningkat. Kami telah bekerja untuk menempatkan IP kami di banyak perangkat, seperti seri PES untuk console dan mobile, serta seri Yu-Gi-Oh! dalam wujud kartu fisik dan mobile game, untuk menjangkau sebanyak mungkin pengguna,” papar Masami Saso.

https://twitter.com/officialpes/status/1136543411509633025

PES merupakan contoh paling sukses dari strategi diversifikasi ini. Sejak tahun 2017, Konami telah meluncurkan PES versi mobile yang hingga kini telah diunduh sebanyak lebih dari 200 juta kali. Seri Yu-Gi-Oh! juga mengalami kesuksesan yang sama di platform mobile. Kesuksesan di berbagai platform artinya Konami tak perlu tergantung pada satu platform saja untuk bertahan hidup. Mereka bisa terus berinovasi di perangkat high-end (console dan PC), kemudian menerapkan hasilnya di perangkat lain.

Menariknya, keberhasilan produk Konami di platform mobile dan console itu saling memperkuat satu sama lain. Saso mengatakan bahwa Konami bisa menciptakan mobile game berkualitas tinggi berkat pengalaman mereka mengembangkan game di console, arcade, dan PC. Sebaliknya, banyak penggemar yang tertarik membeli game di console karena mereka pernah memainkannya di versi mobile. Contoh kasus adalah Yu-Gi-Oh! Legacy of the Duelist: Link Evolution, game eksklusif Switch yang berhasil menjadi game terlaris di seluruh wilayah Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Afrika (EMEAA) pada minggu pertama perilisannya.

Masih berkaitan dengan PES, esports juga merupakan salah satu program penting yang saat ini gencar dijalankan oleh Konami. Ini jelas terlihat dari rebranding judul PES mereka tahun ini menjadi eFootball PES 2020. Konami juga dikabarkan tengah membangun sebuah studio esports di markas mereka di Tokyo. Konami percaya bahwa video game kompetitif akan menjadi bagian dari evolusi olahraga secara keseluruhan.

“Olahraga selalu berubah. Dulu berawal dari olahraga fisik seperti berlari, melempar, menendang, hingga olahraga lapangan seperti sepak bola dan bisbol. Seiring revolusi industri muncullah motorsports, dan kini dengan teknologi yang lebih canggih muncullah esports.

Seperti olahraga lainnya, saya percaya tujuan dari esports di industri ini adalah untuk memiliki audiens, jutaan penggemar, dan menjadi sumber hiburan yang besar, bahkan lebih besar dari sekadar video game. Tapi untuk sekarang, sebagai penerbit game, kami memandangnya sebagai lahan baru untuk berinteraksi dan menikmati game. Sebelum kami mengincar tujuan besarnya, kami fokus dulu pada bagaimana cara mengembangkan kesenangan dalam bermain, berpartisipasi, dan menonton esports,” ujar Saso.

Ke depannya Konami ingin menjadi pemimpin industri esports global. Mereka akan terus menciptakan game di berbagai genre, baik yang canggih ataupun kasual, dan terus menggelar acara-acara esports di masa depan. Konami juga akan mendorong pertumbuhan esports di judul-judul selain Pro Evolution Soccer. Dua judul yang disebutkan Saso secara spesifik akan menjadi esports adalah Yu-Gi-Oh! Duel Links (mobile) dan Super Bomberman R (PC dan console). Konami berharap esports dapat meningkatkan basis penggemar untuk judul-judul game tersebut, seperti halnya game versi mobile mendorong kesuksesan IP di console.

Sumber: GamesIndustry.biz

Rayakan Ulang Tahun ke-50, Konami Siap Luncurkan Bundel Game Klasik ke Platform Current-Gen

Di saat Capcom sedang menikmati kesuksesan remake Resident Evil 2 dan Devil May Cry 5, sang rival senegaranya Konami dikabarkan tengah mencurahkan perhatian mereka untuk membangun pusat kegiatan esports di jantung kota Tokyo. Namun ada satu kesamaan esensial antara dua perusahaan asal Jepang itu: mereka ialah pemegang franchise permainan populer yang dicintai jutaan penggemarnya.

Fans Konami tahu, Maret adalah periode istimewa bagi sang publisher. Di bulan inilah perusahaan resmi didirikan, dan tepat di tanggal 21 Maret 2019 besok, ia genap berusia separuh abad. Konami tentu saja sudah menyiapkan kejutan buat memanjakan para gamer-nya. Minggu ini, mereka mengumumkan agenda peluncuran Anniversary Collection Arcade Classics, yakni sebuah seri bundel permainan berisi judul-judul legendaris mereka.

Kata ‘seri’ perlu ditekankan karena Konami berencana untuk melepas lebih dari satu Anniversary Collection. Edisi pertamanya sendiri diisi oleh delapan permainaan dari era 1980-an, disiapkan agar bisa dinikmati lagi di platform current generation. Selain game, Konami turut menyertakan bonus eBook berisi segala macam informasi mengenai delapan permainan tersebut, di antaranya wawancara dengan staf pengembang, pandangan developer soal kreasi mereka, serta desain, sketsa dan sejumlah dokumen yang selama puluhan tahun belum pernah dipublikasikan.

Ini dia delapan game yang ada di Konami Anniversary Collection Arcade Classics:

  • Haunted Castle
  • A-Jax
  • Nemesis (Gradius)
  • Vulcan Venture (Gradius II)
  • Life Force (Salamander)
  • Thunder Cross
  • Scramble
  • TwinBee

Anniversary Collection edisi pertama dijadwalkan untuk meluncur di Windows PC via Steam, PlayStation 4, Xbox One dan Nintendo Switch pada tanggal 18 April 2019. Tidak ada versi fisik. Apapun platform pilihan Anda, bundel permainan didistribusikan secara digital. Paket permainan tersebut bisa Anda beli seharga US$ 20, tetapi saya menduga akan ada penyesuaian harga ke rupiah khusus versi Steam.

Dalam beberapa bulan ke depan, Konami berniat untuk turut melepas Castlevania Anniversary Collection serta Contra Anniversary Collection. Kabarnya, dua bundel itu akan dirilis secara berbarengan di ‘musim panas’ 2019.

Di tiap edisi, ada empat judul yang telah dikonfirmasi, yaitu: Castlevania yang dahulu dilepas di NES, Castlevania II: Belmont’s Revenge, Castlevania III: Dracula’s Curse, and Super Castlevania IV; kemudian ada Contra, Super Contra, Super C, Contra III: The Alien Wars plus satu game lagi yang baru akan diumumkan nanti.

Via GameSpot.

Konami Bangun Pusat Esports di Jantung Kota Tokyo, Persiapan Olimpiade 2020?

Ketika publisher Jepang seperti Bandai Namco dan Capcom tengah sibuk dengan game-game blockbuster-nya, arahan berbeda diambil Konami dalam merawat franchise serta komunitas pemain. Mereka sekarang tampak sedang fokus pada esports. Di bulan ini, Konami meresmikan kolaborasinya bersama Liga Sepak Bola Jepang untuk meluncurkan turnamen Winning Eleven, setelah sebelumnya melepas versi gratis Pro Evolution Soccer 2019 demi merangkul lebih banyak pemain.

Dan demi memegang komitmen mereka terhadap ranah gaming kelas profesional, perusahaan asal Tokyo itu membangun pusat esports di ibu kota. Saat ini status esports center milik Konami masih berada dalam tahap pembangunan, dan rencananya akan rampung pada bulan November 2019. Jika semuanya berjalan lancar, fasilitas tersebut akan siap digunakan ketika Olimpiade Tokyo dilaksanakan di tahun 2020 nanti.

Pusat esports Konami sengaja dirancang agar lebih lengkap dan megah dibanding fasilitas sejenis yang pernah didirikan. Bangunan didesain untuk berdiri setinggi 12 lantai serta dilengkapi area bawah tanah, berlokasi di distrik Ginza. Di dalamnya akan ada arena turnamen berskala raksasa, gerai penjualan hardware, serta ruang-ruang khusus pendidikan esports. Sesi pelatihan akan dipandu oleh staf ahli, dimaksudkan buat menyaring talenta esports sedini mungkin.

Proyek tersebut diharapkan bisa mendorong pengembangan ranah esports di Jepang. Proses pembangunan gedung mulai dilakukan beberapa bulan sesudah pembentukan Japan Esports Union (JESU) pada akhir tahun lalu. Badan ini rencananya akan memiliki kantor cabang di 11 prefektur di Jepang, disiapkan sebagai sarana latihan dan dilangsungkannya kompetisi. Di esports center, kegiatan itu dapat dilakukan secara lebih masif.

Dalam acara seremoni peletakan batu pertama, presiden Konami Kimihiko Higashio berharap bahwa di masa depan nanti, mereka yang berpartisipasi di esports akan berdiri berdampingan dengan para atlet olahraga ‘sesungguhnya’ atau bahkan melampaui pencapaian mereka. Meski demikian, Higashio juga mengakui, Jepang masih tertinggal jauh di belakang wilayah-wilayah pionir esports seperti Amerika dan Eropa. Tapi melihat dari sudut pandang ini, menurutnya Jepang masih memiliki potensi besar untuk berkembang.

“Saya ingin menunjukkan pada dunia bahwa dari Ginza ini, daya tarik esports tidak akan kalah dari olahraga fisik,” tutur Higashio.

Sejauh ini, belum diketahui apakah pengunjung diperkenankan untuk melakukan tur di dalam esports center Konami setelah pengerjaannya rampung dan gedung mulai beroperasi nanti. Selain itu, belum dikonfirmasi pula status esports di perhelatan olahraga terbesar di dunia tersebut…

Via GamesIndustry. Tambahan: Variety.

Konami Luncurkan PES 2019 Versi Gratis di PC dan Console

Terlepas dari janji Konami untuk memperkaya konten Pro Evolution Soccer 2019, beralihnya lisensi Liga Champions, Liga Eropa, dan UEFA Super League yang mereka pegang selama 10 tahun ke FIFA 19 membuat penggemar setianya kecewa serta menyebabkan merosotnya penjualan sebanyak 42 persen di minggu pertama perilisan dibanding PES 2018. Dalam upaya menggaet lebih banyak pemain, sang publisher menerapkan sebuah strategi menarik.

Terhitung di tanggal 13 Desember 2018 kemarin, Konami resmi melepas versi free-to-play dari PES 2019 di PC via Steam, PlayStation 4 dan Xbox One. Lewat ‘Pro Evolution Soccer 2019 Lite’, Anda diperkenankan berpartisipasi dalam kompetisi online, menikmati mode multiplayer kooperatif, bermain secara offline, hingga menciptakan tim impian. Untuk game gratis, penawaran Konami ini terbilang sangat dermawan.

Setelah mengunduhnya, Anda bisa segera mengakses mode pertandingan offline dan pelatihan. Terbuka pula gerbang untuk mengikuti PES League, sebuah medium untuk menguji kemampuan Anda melawan para pemain di seluruh dunia. PES League terbagi lagi dalam beberapa mode dan kejuaraan, misalnya kompetisi satu lawan satu, pertandingan kooperatif tiga versus tiga, serta turnamen-turnamen time limited.

Satu elemen krusial yang turut disuguhkan oleh PES 2019 Lite adalah myClub. Fitur ini mempersilakan kita membuat dan menyusun para pemain legendaris yang ada di sepanjang sejarah sepak bola, misalnya menyandingkan Beckham dengan Maradona, Roladhino, Recoba, Cambiasso, Djorkaeff atau Adriano. Konami berencana untuk menambah lagi sosok-sosok ikonis ini melalui update. myClub ialah jawaban developer atas fitur Ultimate Team di seri FIFA.

PES 2019 Lite 2

PES 2019 Lite mengusung engine serta segala macam teknologi yang ada di versi full-nya. Keunikan masing-masing pesepak bola ditentukan oleh 11 karakteristik, misalnya kelincahan manuver, mengoper tanpa melihat, hingga kemampuan dipping shot. Dari sisi teknis, kedua edisi tidak mempunyai perbedaan aspek visual. Berdasarkan daftar kebutuhan sistem PC yang ada di Steam, baik PES 2019 maupun Lite tetap membutuhkan ruang penyimpanan sebesar 30GB dan komposisi hardware serupa.

PES 2019 Lite 3

Seperti judul-judul free-to-play lain, Pro Evolution Soccer 2019 Lite mengusung sistem in-app purchase. Namun karena Konami belum menjelaskan bagaimana mereka menyajikannya di rilis pers dan saya belum sempat menjajalnya, saya belum mengetahui pasti penerapan microtransaction di sana.

Jika kita berkenan memaklumi tidak diperpanjangnya kesepakatan antara Konami dengan UEFA, PES 2019 tetap merupakan permainan berkualitas. Lihat saja acara-acara gaming yang dilangsungkan di tahun ini seperti Game Critics Awards, Gamescom, Golden Joystick Awards, dan The Game Awards; Pro Evolution Soccer 2019 berhasil masuk ke dalam daftar nominasinya.

Konami Boyong Dua Judul Castlevania Klasik ke PS4 dalam Castlevania Requiem

Konami baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan merilis dua judul klasik dari seri Castlevania untuk PS4. Dua judul itu adalah Castlevania: Symphony of the Night yang dulu muncul di PS1 pada tahun 1997, dan prekuelnya, Castlevania: Rondo of Blood yang dulu terbit pada tahun 1993 di PC Engine. Dua game ini dirilis secara digital dengan harga US19,99 dalam bundel berjudul Castlevania Requiem: Symphony of the Night & Rondo of Blood.

Dilansir dari Destructoid, Konami bekerja sama dengan Sony Worldwide Studios dalam pengembangan versi PS4 ini. Jadi wajar bila Castlevania Requiem tidak dirilis di console lain atau PC, meskipun bisa saja eksklusivitas yang mereka sepakati hanya bersifat sementara. Ketika dirilis, Castlevania Requiem akan memiliki dukungan Trophy, resolusi 1080p dan 4K, pilihan filter visual, serta efek suara menarik untuk DualShock 4.

Castlevania Requiem | Screenshot 1
Castlevania: Rondo of Blood versi PS4 | Sumber: Sony

Perilisan Castlevania Requiem juga sekaligus menandai terbitnya season kedua dari film animasi serial Castlevania di Netflix. Bahkan, keduanya akan meluncur pada hari yang sama, tepatnya di tanggal 26 Oktober 2018. Sangat pas untuk menemani suasana Halloween.

Karakter Alucard yang merupakan tokoh utama Castlevania: Symphony of the Night muncul dalam serial animasi tersebut, namun sebenarnya cerita keduanya tidak berhubungan. Bisa dibilang, Castlevania versi animasi adalah versi alternatif dari gabungan kisah Castlevania: Symphony of the Night dan Castlevania III: Dracula’s Curse.

Castlevania Requiem | Screenshot 2
Castlevania: Symphony of the Night versi PS4 | Sumber: Sony

Satu hal yang menurut saya cukup disayangkan adalah bahwa bundel ini tidak mengandung Castlevania: Rondo of Blood versi remake seperti yang dulu muncul di PSP. Padahal remake tersebut, yang memiliki judul Castlevania: Dracula X Chronicles, benar-benar berhasil menyajikan pengalaman serupa versi aslinya namun dengan tampilan visual jauh lebih menarik.

Meski demikian, itu tidak mengubah kenyataan bahwa Castlevania: Rondo of Blood dan Castlevania: Symphony of the Night adalah dua judul legendaris yang berkualitas tinggi. Tanpa remake pun, keduanya masih seru dimainkan hingga sekarang, dan bila Anda belum pernah mencobanya maka bundel ini wajib untuk Anda beli.

Sumber: All Games Delta, Konami, Destructoid.

Cygames Ingin Kembangkan Sekuel Baru Zone of the Enders Walau Tanpa Hideo Kojima

Konami baru saja merilis Zone of the Enders: The 2nd Runner MARS, versi remaster dari Zone of the Enders: The 2nd Runner yang dulu muncul di PS2. Game ini, selain menyajikan grafis lebih indah yang mendukung resolusi 4K, juga menawarkan fitur virtual reality yang tidak ada di versi aslinya.

Konami bekerja sama dengan Cygames dalam pengembangan Zone of the Enders: The 2nd Runner MARS, dan tampaknya mereka tidak puas bila membuat satu game saja. Dalam wawancara antara antara kru Cygames dengan Dengeki Online, mereka menyatakan keinginan untuk menciptakan sekuel baru Zone of the Enders.

Dorongan itu muncul salah satunya karena di dalam Cygames sendiri ternyata banyak penggemar seri Zone of the Enders. Tapi tentu saja keputusan akhir tetap di tangan Konami sebagai pemilik properti intelektual. “Kami membicarakan kemungkinan sekuel dengan Konami bila game ini (Zone of the Enders: The 2nd Runner MARS) laku terjual, jadi saya harap semua orang membelinya,” demikian ujar project manager Cygames, Kenichi Kondo.

Zone of the Enders: The 2nd Runner | Jehuty
Jehuty, robot yang berperan sentral dalam kisah Zone of the Enders

Anda yang tak familier dengan seri ini mungkin bertanya-tanya, apa yang membuat Zone of the Enders begitu spesial? Jawabannya ada banyak. Pertama, Zone of the Enders lahir dari tangan dingin dua dedengkot Konami, yaitu Hideo Kojima (produser) dan Yoji Shinkawa (desainer robot). Mereka adalah sosok yang juga berada di balik seri Metal Gear Solid.

Kedua, seri ini menggembar-gemborkan slogan berbunyi “High Speed Robot Action”, dan slogan itu benar-benar disajikan dengan ciamik. Tidak seperti game bertema robot kebanyakan yang memiliki gerakan lambat dan berat, Zone of the Enders menempatkanmu dalam aksi robot super cepat, baik di darat maupun udara, jarak jauh maupun jarak dekat, di bumi maupun di luar angkasa.

Dalam cerita Zone of the Enders, robot yang kamu kendarai memang dapat bergerak jauh lebih gesit daripada robot-robot konvensional karena menggunakan teknologi material alien yang disebut Metatron. Gameplay asik, dibalut cerita fiksi ilmiah yang epik, serta dibalut soundtrack megah bernuansa etnik, menghasilkan pengalaman unik yang hingga hari ini masih sulit dicari bandingannya.

Game berkualitas biasanya akan mendapat banyak sekuel, tapi tidak dengan Zone of the Enders. Zone of the Enders: The 2nd Runner adalah game terakhir dalam seri ini, dan game tersebut dirilis tahun 2003. Selama 15 tahun lamanya para penggemar menunggu sekuel tapi tak kunjung muncul. Hideo Kojima sempat dikabarkan mengerjakan Zone of the Enders 3, tapi proyek itu akhirnya ditinggalkan karena berbagai masalah.

Zone of the Enders: The 2nd Runner | Characters
Karakter-karakter seri Zone of the Enders

Apabila Cygames jadi menciptakan sekuel baru Zone of the Enders, mungkin perasaan para penggemar akan campur aduk. Di satu sisi ini kabar yang menyenangkan, tapi Hideo Kojima dan Yoji Shinkawa kini sudah keluar dari Konami untuk membentuk perusahaan baru. Tanpa dua orang itu, apakah nuansa yang disuguhkan bisa tetap sama?

Kenichi Kondo sendiri mengaku belum punya gambaran akan seperti apa sekuel yang dimaksud. Ia berkata, “Tentu saya belum tahu apakah sekuel itu adalah Zone of the Enders 3, atau Zone of the Enders: The 2nd Runner 2, atau sesuatu yang sama sekali berbeda. Tapi saya ingin menciptakan entri berikutnya bila memungkinkan.”

Saat ini Zone of the Enders: The 2nd Runner MARS sudah tersedia di pasaran untuk platform PS4 dan PC. Tapi saya tak yakin game tersebut bisa menarik banyak audiens, mengingat di PS3 dan Xbox 360 sudah pernah ada versi remaster juga, yaitu Zone of the Enders HD Collection yang berisi dua game. Daripada membeli remaster ulang dari game berusia 15 tahun, mungkin kebanyakan gamer akan lebih memilih game baru yang tak kalah keren.

Sumber: Gematsu.