Spotify Luncurkan Program Khusus untuk Kreator Podcast

Belum lama ini, Spotify mempersilakan para musisi indie untuk merilis karyanya langsung ke Spotify tanpa perantara. Spotify rupanya juga ingin memberikan perlakuan serupa kepada para podcaster lewat program Spotify for Podcasters, yang saat ini masih berstatus beta.

Dari kacamata sederhana, program ini bertujuan untuk memperbanyak isi katalog podcast Spotify. Caranya dengan mengajak semua kreator podcast tanpa terkecuali untuk memublikasikan karyanya di Spotify. Namun bukan dengan mengunggahnya secara langsung, melainkan via sindikasi RSS feed-nya saja.

Artinya, kreator podcast bebas memilih platform hosting andalannya sendiri, seperti Anchor misalnya. Kemudian berkat sindikasi RSS feed, podcast-nya pun akan muncul di Spotify, dan dapat didengarkan langsung oleh para pelanggan layanan tersebut. Apa yang Spotify lakukan sejatinya tidak berbeda dari Apple maupun Google.

Spotify Podcasts

Lalu apa keuntungannya buat kreator podcast? Well, yang paling utama tentu saja adalah eksposur ke lebih dari 180 juta konsumen Spotify. Kedua, Spotify juga menjanjikan data analytics harian yang cukup lengkap; yang mencakup performa setiap episode, demografi pendengar, engagement dan metrik lainnya.

Industri podcast memang cukup booming belakangan ini. Google merilis aplikasi podcast resminya di Android pada bulan Juni lalu, dan mereka juga baru saja meluncurkan program khusus buat para kreator. Maka dari itu, wajar apabila Spotify akhirnya juga ingin ikut berpartisipasi.

Bagi kreator podcast yang tertarik dengan kesempatan menjaring lebih banyak pendengar dari platform Spotify, silakan langsung kunjungi situs Spotify for Podcasters.

Sumber: Variety dan Spotify.

Spotify Uji Fitur Supaya Konsumen Bisa Skip Ad Berkali-kali

Spotify, seperti yang kita tahu, menawarkan dua macam layanan kepada konsumennya: Free dan Premium. Sudah pasti jumlah konsumen layanan gratisannya lebih banyak daripada yang berbayar; saat ini tercatat ada lebih dari 101 juta pengguna Spotify Free dari total 180 juta pengguna aktif Spotify setiap bulannya.

Kendati demikian, Spotify bukan berarti tidak mendapat apa-apa dari konsumen yang enggan berlangganan. Tidak seperti Apple Music, Spotify bisa mempertahankan layanan gratisannya karena meraup untung dari pengiklan. Total pendapatannya dari iklan saat ini mencapai angka $158 juta, naik 20 persen dibanding tahun lalu.

Iklan ini disajikan setiap beberapa waktu sekali kepada konsumen, dan mereka harus mendengar atau menontonnya sampai habis sebelum bisa kembali menikmati alunan musik. Namun ke depannya skenario ini bisa berubah, sebab Spotify tengah menguji fitur baru bernama Active Media.

Active Media yang sedang diuji di pasar Australia ini memungkinkan konsumen Spotify Free untuk melewatkan iklan (skip ad) kapan saja dan sebanyak apapun mereka mau. Setelah di-skip, mereka bisa langsung lanjut mendengarkan musik kembali. Tidak ada paksaan bagi mereka untuk mendengarkan atau menonton iklan yang disuguhkan seperti kasusnya sekarang.

Spotify Free

Fitur ini jelas berisiko besar buat Spotify, sebab pendapatan iklan mereka pasti akan berkurang. Itu untuk jangka pendek, untuk jangka panjang justru bisa sebaliknya, sebab tujuan dari fitur ini adalah supaya Spotify bisa mempelajari perilaku pengguna, dan pada akhirnya menyajikan iklan yang lebih terpersonalisasi. Ibaratnya seperti fitur Discover Weekly, tapi untuk iklan.

Singkat cerita, seiring waktu Spotify bisa menyajikan iklan-iklan yang peluang didengarkan atau ditontonnya lebih besar, dan secara teori mereka pun bisa mematok tarif yang lebih tinggi ke para pengiklan. Namun supaya tidak ada yang dirugikan, pengiklan hanya perlu membayar untuk setiap iklan yang didengarkan atau ditonton sampai habis (yang di-skip tidak masuk hitungan).

Ini jelas merupakan kabar baik bagi konsumen Spotify Free, terutama mereka yang sering dibuat kesal oleh iklan, tapi masih enggan membayar biaya berlangganan. Nantinya mereka bisa mendengarkan atau menonton iklan yang mereka suka saja, tidak sama sekali pun juga tidak apa-apa. Semoga saja semuanya berjalan sesuai rencana, dan Spotify bisa segera meluncurkan fitur ini secara global.

Sumber: Ad Age.

Antstream Adalah Layanan Streaming Game Khusus Game Retro

Dibandingkan layanan streaming musik atau film, layanan streaming game masih tergolong sangat niche. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menjadikannya lebih mainstream, salah satunya seperti yang dilakukan oleh LiquidSky. Namun sebuah startup asal Inggris bernama Antstream berpendapat berbeda.

Mereka menilai ada hikmah yang dapat diambil apabila layanan streaming game tetap berada di jalur niche. Layanan yang mereka tawarkan pun sangat berbeda: ketimbang menawarkan koleksi game kelas AAA, katalog Antstream justru berisikan lebih dari 1.000 game retro yang berlisensi resmi.

Judul-judul seperti Fatal Fury, Joe & Mac dan Speedball adalah sebagian dari konten unggulan Antstream, dan ini semua memang tak bisa lagi kita mainkan kecuali kita punya akses ke cartridge dan console orisinilnya, atau dengan bantuan emulator, yang mungkin masih memicu perdebatan terkait legalitasnya.

Antstream

Kelebihan lain Antstream adalah performa streaming-nya yang secara teori bisa lebih baik dibanding layanan lain. Ini dikarenakan konten yang kita stream adalah game lawas dengan ukuran teramat kecil jika dibandingkan standar sekarang, sehingga semestinya jaringan 4G pun sudah cukup untuk mewujudkan sesi streaming game yang mulus.

4G? Ya, Antstream berencana merilis layanannya di banyak platform. Sejauh ini mereka baru mendukung Windows dan Android, meski anehnya, yang dimaksud Android baru mencakup tablet saja. Sayang hingga sekarang masih belum ada informasi mengenai jadwal peluncuran resmi dan tarif subscription yang bakal dipatok Antstream.

Sumber: SlashGear.

YouTube Luncurkan Dua Layanan Berlangganan Baru: YouTube Premium dan YouTube Music

Masih ingat dengan YouTube Red, layanan berlangganan yang diluncurkan di tahun 2015, yang menawarkan pengalaman menonton tanpa interupsi iklan serta deretan konten orisinil dan eksklusif? Kalau Anda tidak ingat, saya bisa maklum mengingat layanan itu memang masih belum tersedia di tanah air hingga kini.

Kendati demikian, tidak ada salahnya mengikuti perkembangan platform video yang sudah menjadi bagian penting dalam keseharian kita tersebut. Per tanggal 16 Mei 2018 kemarin, YouTube Red resmi berganti nama menjadi YouTube Premium. Apakah cuma namanya saja yang berubah? Tentu tidak.

Semua fiturnya masih dipertahankan: bebas iklan, dukungan pemutaran video di background, serta opsi untuk mengunduh video, akan tetapi di saat yang sama YouTube juga menjanjikan lebih banyak lagi film maupun serial orisinil yang bisa dinikmati oleh para pelanggan YouTube Premium.

Tarif berlangganannya naik dari $10 menjadi $12. Mengapa harus lebih mahal? Karena pelanggan YouTube Premium otomatis juga akan menjadi pelanggan layanan baru bernama YouTube Music. Ya, YouTube sekarang sudah beralih fungsi menjadi layanan streaming musik dengan datangnya YouTube Music.

Tampilan aplikasi terpisah YouTube Music di Android / YouTube
Tampilan aplikasi terpisah YouTube Music di Android / YouTube

Saya yakin hampir semua dari kita pernah menggunakan YouTube hanya untuk mendengarkan musik saja. YouTube Music pada dasarnya bakal memberikan pengalaman yang lebih ideal berkat aplikasi baru yang terpisah dan ribuan playlist untuk menyesuaikan dengan berbagai aktivitas maupun mood pengguna.

Soal katalog lagu, YouTube sejatinya sudah tidak perlu kita ragukan lagi, sebab kita semua tahu bahwa jumlah cover song maupun hasil remix sangatlah melimpah di YouTube, dan ini semua juga bisa kita nikmati lewat YouTube Music. YouTube juga menjanjikan sistem pencarian yang cukup advanced yang bakal membantu pengguna menemukan lagu yang mereka kurang begitu hafal judul maupun artisnya.

Skema tarif berlangganan YouTube Premium dan YouTube Music / YouTube
Skema tarif berlangganan YouTube Premium dan YouTube Music / YouTube

YouTube Music sebenarnya juga bisa dinikmati secara cuma-cuma (dengan selipan iklan tentunya). Tarif versi premiumnya dipatok $10 per bulan, tapi deal yang lebih menarik dan menguntungkan menurut saya adalah YouTube Premium seharga $12 itu tadi, yang berarti tambahan $2 per bulan bakal memberikan kita akses ke video tanpa iklan beserta koleksi konten orisinil YouTube.

Harga ini adalah harga untuk pasar Amerika Serikat, dan saya yakin harganya pasti berbeda saat kedua layanan ini tersedia di Indonesia nantinya. Untuk sekarang, YouTube Premium dan Music baru tersedia di Amerika Serikat, Meksiko, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru, kemudian menyusul dalam waktu ke dekat ke 14 negara di Eropa. Semoga saja kali ini YouTube bisa lebih cepat melakukan ekspansi layanannya ke tanah air.

Sumber: YouTube 1, 2.

Spotify Dikabarkan Sedang Bersiap Meluncurkan Device Perdananya: Pemutar Musik untuk Mobil

Banyak kejutan dari Spotify dalam seminggu terakhir ini. Pada tanggal 3 April 2018, Spotify secara resmi memasuki pasar saham melalui New York Stock Exchange. Menurut data yang didapat Reuters, valuasi perusahaan Spotify kini mencapai angka $26,5 miliar.

Kemudian di tanggal 6 April, Spotify mulai menyebar undangan ke media, mengajak mereka untuk datang event yang bakal mereka helat di New York pada tanggal 24 April nanti. Spotify bilang bahwa mereka akan mengumumkan sesuatu di sana. Apakah yang dimaksud produk baru? Hardware mungkin? Bisa jadi, kalau menurut bocoran terbaru yang beredar.

Rumor mengenai hardware Spotify sebenarnya sudah berhembus di Reddit sejak Februari lalu. Pemicunya adalah notifikasi yang diterima beberapa pelanggan Spotify, yang menawarkan paket baru seharga $13 per bulan, sudah termasuk suatu device. Di atasnya, tampak gambar device ber-display yang menggantung di dashboard mobil.

Notifikasi penawaran yang diterima sejumlah pelanggan di bulan Februari lalu / Reddit
Notifikasi penawaran yang diterima sejumlah pelanggan di bulan Februari lalu / Reddit

Di tempat lain, ada pelanggan yang melaporkan bahwa tarifnya $15 per bulan, dan device tersebut bakal mengemas konektivitas 4G serta integrasi Alexa. Ini semakin memperkuat indikasi bahwa Spotify memang sedang menggarap hardware-nya sendiri, dan hardware tersebut berupa pemutar musik untuk mobil.

Masih perlu bukti lain? Baru beberapa hari yang lalu, Spotify mengumumkan hasil kolaborasinya dengan Cadillac, di mana para pemilik mobil Cadillac yang didukung dapat mengunduh aplikasi Spotify langsung di sistem infotainment bawaannya. Yang absen dari aplikasi itu adalah dukungan perintah suara, dan Spotify rupanya melihat fitur ini sebagai elemen penting, berdasarkan pernyataannya kepada The Verge.

Jadi yang masih tanda tanya besar sekarang adalah jadwal perilisan dari hardware Spotify itu. Maka dari itu, wajar apabila banyak yang beranggapan bahwa device tersebut bakal diumumkan pada tanggal 24 April mendatang. Namun tetap saja tidak ada yang berani menjamin kepastiannya.

Sumber: The Verge.

Netflix Akan Luncurkan Fitur Video Preview Berformat Vertikal pada Smartphone-nya

Snapchat patut berbangga. Kalau mereka tidak memperkenalkan fitur Stories, mungkin sampai sekarang tidak akan ada Instagram Stories, dan format video vertikal pun mungkin juga tidak akan sepopuler sekarang.

Begitu populernya format ini, Netflix yang selalu diasosiasikan dengan industri perfilman (yang hampir pasti menggunakan format video horizontal) akhirnya juga latah dan mencoba memanfaatkannya. Pada bulan April nanti, aplikasi smartphone Netflix bakal dilengkapi fitur preview, dan video-video cuplikan tersebut bakal disajikan dalam format vertikal.

Fitur preview sebelumnya sudah bisa dinikmati jika membuka Netflix dari TV, namun akhirnya fitur ini datang juga ke ranah mobile. Pada awal peluncurannya, akan ada sekitar 75 judul yang memiliki preview, akan tetapi Netflix berencana menambah jumlahnya sampai ratusan, termasuk untuk film dan serial yang mereka produksi sendiri.

Sumber gambar: Variety
Sumber gambar: Variety

Pada aplikasi Netflix, preview akan tersaji lewat deretan icon bulat yang mewakili masing-masing judul. Kelihatan jelas Netflix mengambil inspirasi dari Instagram, dan sepertinya kita sudah tiba di titik di mana icon bulat pada aplikasi penyedia konten dapat diasosiasikan dengan video-video berdurasi pendek.

Setiap preview akan diputar selama 30 detik, sebelum berlanjut ke judul lainnya, atau bisa juga dilakukan secara manual dengan menggeser layar. Namun yang paling unik adalah tampilan preview-nya yang vertikal dan memenuhi layar.

Ini menarik sebab Netflix rela menugaskan tim video editornya untuk meng-crop koleksi film dan serial mereka agar preview-nya bisa tampil optimal di layar smartphone, tanpa mengharuskan pengguna memiringkan ponselnya.

Komitmen Netflix terhadap platform mobile ini didasari oleh statistik berikut: sekitar 20% dari semua aktivitas streaming Netflix berasal dari smartphone, dan lebih dari 50% pelanggan Netflix rutin mengakses layanan tersebut dari smartphone setiap bulannya.

Netflix pun sebenarnya sempat bereksperimen dengan fitur sosial dan mencoba mengintegrasikannya ke dalam aplikasi mobile-nya. Sayang hasil uji coba mereka mendapat respon buruk, di mana penguji yang aktif berpartisipasi hanya 2% saja.

Sumber: Variety.

Fitur Parental Control Netflix Kini Semakin Lengkap

Dengan katalog yang tergolong sangat lengkap, fitur parental control merupakan satu elemen yang tidak boleh dikesampingkan oleh Netflix, apalagi mengingat layanan streaming tersebut juga cukup serius membidik anak-anak sebagai target pasarnya lewat sebuah kategori khusus dan kumpulan konten interaktif.

Selama ini Netflix memang sudah menawarkan fitur tersebut, di mana orang tua dapat menetapkan PIN 4 digit untuk semua konten yang masuk dalam rating tertentu, semisal “Adults”. Dengan begitu, ketika anak-anak dengan sengaja atau tidak hendak memutar film yang masuk dalam kategori tersebut, mereka harus lebih dulu menginput PIN 4 digit itu tadi.

Akan tetapi masalah pun muncul ketika ada konten seperti “13 Reasons Why” yang mengangkat tema seputar kasus pelecehan seksual dan bunuh diri. Di satu sisi, banyak orang tua yang merasa film serial seperti ini bisa membantu mereka mengajari anak-anaknya yang sudah menginjak usia remaja. Namun di sisi lain, banyak juga yang khawatir karena film tersebut juga memperkenalkan konsep bunuh diri.

Netflix parental control

Solusinya, menurut Netflix, adalah dengan memberikan kontrol yang lebih mendalam lagi bagi orang tua. Sekarang, PIN 4 digit juga bisa diaktifkan untuk judul-judul yang spesifik, tidak peduli rating-nya bagaimana. Andaikata ada film kartun yang ternyata banyak menampilkan adegan berkelahi dan orang tua tidak mau anaknya menonton film tersebut, manfaatkan saja fitur ini.

Lebih lanjut, Netflix kini juga akan menampilkan rating suatu film begitu pengguna memutarnya. Rating ini akan muncul di pojok kiri atas, lengkap dengan penjelasan singkat terkait alasannya mendapat rating tersebut (sejumlah humor kasar, adegan dewasa, dan lain sebagainya).

Di sisi lain, penambahan fitur seputar rating dan parental control ini bisa dilihat sebagai upaya Netflix dalam mempersiapkan diri menghadapi layanan streaming kepunyaan Disney, yang dijadwalkan meluncur tahun depan dan dipastikan tidak memiliki konten berbau dewasa.

Sumber: TechCrunch dan Netflix.

Spotify Luncurkan Paket Berlangganan Tahunan dengan Potongan Harga

Tren streaming secara perlahan berhasil mengubah kebiasaan kita mengonsumsi konten multimedia. Kapasitas penyimpanan ekstra yang diwakili oleh kartu microSD kini telah digantikan perannya oleh kuota internet ekstra untuk streaming film maupun musik, bahkan sejumlah operator pun menyediakan paket khusus untuk streaming.

Bagi yang belum berlangganan layanan streaming musik, Spotify punya kejutan akhir tahun buat Anda. Layanan streaming musik asal Swedia itu baru saja meluncurkan paket berlangganan tahunan seharga Rp 499.000.

Sepintas kedengarannya mahal kalau harus membayar biaya sebesar ini di muka. Namun sebenarnya tarif ini lebih murah ketimbang kalau Anda berlangganan paket bulanan seharga Rp 49.990. Jadi hitungannya Anda cuma perlu membayar biaya berlangganan selama 10 bulan untuk mendapatkan akses Spotify Premium selama 12 bulan.

Paket berlangganan tahunan Spotify Premium

Langkah yang diambil Spotify ini jelas dimaksudkan untuk mengantisipasi laju Apple Music. Layanan streaming besutan Apple itu juga menawarkan paket berlangganan tahunan, tapi sejauh ini masih belum tersedia di Indonesia – harga yang dipatok sama persis dengan Spotify di pasar Amerika Serikat, yakni $99.

Ada dua catatan penting terkait paket tahunan Spotify ini. Yang pertama, paket ini tidak berlaku untuk yang sudah berlangganan Spotify Family. Kedua, Anda tak bisa membatalkan langganan kalau sudah lewat 14 hari sejak aktivasi paket tahunan ini. Jadi kalau Anda mau dana Anda kembali, pastikan Anda membatalkan langganan sebelum tenggang waktu tersebut.

Kalau Anda selama ini mengharapkan adanya diskon untuk Spotify Premium, silakan langsung mendaftar paket tahunan ini di situs resminya. Penawaran ini hanya berlaku sampai 31 Desember 2017, jadi seperti yang saya bilang, ini memang kado akhir tahun dari Spotify.

Via: SlashGear.

Netflix Luncurkan Konten Interaktif, Ajak Penonton untuk Menentukan Jalan Cerita Film

Ada yang baru dari Netfllix. Layanan streaming film tersebut baru saja meluncurkan jenis konten baru yang bersifat interaktif. Interaktif? Video game maksudnya? Bukan, konten ini masih berupa film, akan tetapi yang bisa Anda dikte jalan ceritanya.

Film interaktif pertama yang telah disiapkan adalah “Puss in Book: Trapped in an Epic Tale” garapan DreamWorks, yang mengisahkan Puss, karakter kucing dari serial Shrek yang tengah terjebak di dalam buku dongeng. Untuk membebaskan diri, dia harus melewati sejumlah tantangan, dan tantangannya ini penonton yang menentukan.

Tentukan plot film dengan memilih satu dari dua opsi yang diberikan / Netflix
Tentukan plot film dengan memilih satu dari dua opsi yang diberikan / Netflix

Dalam beberapa kesempatan selama menonton film, penonton akan diminta untuk memilih di antara dua opsi menggunakan remote control TV atau dengan langsung menyentuh layar tablet. Pilihan penonton ini akan langsung berpengaruh pada plot film, bahkan ending-nya pun bisa jadi berbeda.

Menurut pengakuan Carla Engelbrecht Fisher selaku Director of Product Innovation di Netflix, salah satu yang menjadi inspirasi adalah putrinya sendiri yang masih berusia enam tahun. Putrinya tersebut senang menonton acara TV seperti “Dora the Explorer” atau “Blue’s Clues”, dan selagi menonton, dia kerap mengajak karakternya berbicara.

Acara-acara TV semacam itu memang cukup sering mendorong penontonnya untuk melontarkan jawaban. Namun tentu saja ini bukan interaksi dua arah yang sebenarnya, sebab semuanya akan lanjut berjalan sesuai naskah yang sudah disiapkan tanpa ada naskah alternatif.

Jalan cerita yang bercabang untuk Puss in Book yang berujung pada dua ending yang berbeda / Netflix
Jalan cerita yang bercabang untuk Puss in Book yang berujung pada dua ending yang berbeda / Netflix

Lain halnya dengan konten interaktif yang Netflix luncurkan ini. Sejumlah naskah alternatif telah disiapkan untuk Puss in Book demi menyesuaikan dengan opsi yang dipilih oleh penonton, dan seperti yang sudah saya singgung, ending-nya pun ada dua.

Selain Puss in Book, film interaktif lain yang akan hadir mulai 14 Juli mendatang adalah “Buddy Thunderstruck: The Maybe Pile” yang memiliki empat ending, kemudian disusul oleh “Stretch Armstrong: The Breakout” tahun depan. Setidaknya untuk sekarang, film-film interaktif ini memang ditujukan buat kalangan anak-anak.

Untuk Buddy Thunderstruck, ending-nya malah ada empat / Netflix
Untuk Buddy Thunderstruck, ending-nya malah ada empat / Netflix

Konten interaktif ini untuk sekarang baru bisa dinikmati di sejumlah smart TV, set-top-box dan perangkat iOS; sedangkan kompatibilitas dengan perangkat Android, Chromecast, Apple TV maupun versi web akan menyusul ke depannya. Di samping itu, Netflix juga sudah punya rencana untuk bereksperimen dengan elemen interaktif yang lebih kompleks.

Sumber: 1, 2, 3.

Netflix Hadirkan Dukungan Video HDR pada Aplikasi Android-nya

High Dynamic Range, atau yang biasa kita kenal dengan istilah HDR, merupakan tren terbaru dalam perkembangan teknologi video. YouTube sebagai layanan video terbesar sudah mendukung format HDR sejak November lalu, dan kini giliran Netflix yang tidak mau ketinggalan, dimana mereka telah menambahkan dukungan video HDR untuk aplikasi Android-nya.

Sayang sekali untuk sekarang hanya ada satu ponsel saja yang dapat menikmati koleksi video HDR persembahan Netflix, yakni LG G6. Hal ini dikarenakan Netflix hanya mendukung standar Dolby Vision HDR atau HDR10, dan sejauh ini baru LG G6 saja yang sanggup memutar video dalam format besutan Dolby itu.

Ponsel lain dengan dukungan video HDR memang ada, apalagi kalau bukan Samsung Galaxy S8. Pun begitu, Samsung menggunakan standar baru bernama Mobile HDR Premium yang hingga kini masih di luar jangkauan Netflix.

Jadi, beruntunglah Anda yang pada akhirnya jatuh hati dengan LG G6 ketimbang Galaxy S8, sebab ponsel Anda itu bisa digunakan untuk memutar video dalam kualitas tertinggi yang Netflix tawarkan. Satu catatan tambahan, Anda wajib berlangganan paket termahal Netflix yang mencakup streaming dalam resolusi 4K untuk bisa menikmati video HDR ini.

Sumber: The Verge.