Belajar Menjadi Pemimpin Startup dari Tiga CEO Sukses Kelas Dunia

Saat ini makin banyak CEO muda bermunculan menawarkan produk dan layanan berbasis teknologi. Bukan hanya cerdas mengelola startup, para CEO muda ini juga dikenal dengan kreativitas hingga komitmen yang ditunjukkan demi menjalankan bisnis dengan sukses.

Artikel berikut ini akan mengupas kunci keberhasilan dari tiga CEO muda yang telah menelurkan perusahaan kelas dunia seperti Facebook, Google dan Twitter, mereka adalah Mark Zuckerberg, Larry Page dan Jack Dorsey.

Fokus [bukan] kepada pendapatan

Tentunya bagi investor, pegawai hingga media informasi tentang pendapatan adalah suatu hal yang wajib dibagikan dan diketahui. Dalam hal ini ketiga CEO muda tersebut ternyata memiliki pendekatan yang berbeda, yaitu mereka tidak terlalu suka membicarakan tentang revenue atau pendapatan. Fokus utama mereka adalah bagaimana performa dari perusahaan bisa tumbuh dengan cepat, dengan melakukan pengolahan serta pengembangan terhadap produk dan tentunya target pasar.

Meskipun pendapatan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, namun dengan memfokuskan produk dan target pasar, merupakan strategi yang cukup ampuh untuk menjadi pemenang di pasar yang tepat.

Tiga hal yang ternyata dilakukan oleh ketiga CEO tersebut meliputi:

  • Membuat kerangka untuk market share, terutama berapa persen target pelanggan serta riset dan data yang ada terkait dengan penggunaan layanan yang nantinya bakal ditawarkan.
  • Mendorong anggota tim secara internal untuk bisa melihat sejauh mana kebutuhan dari target pengguna, dan tentunya dengan menghadirkan produk yang berbeda dengan kompetitor lainnya agar bisa memberikan pengalaman yang terbaik untuk pengguna.
  • Menargetkan tujuan akhir berdasarkan pengguna, pemasaran atau segmentasi dari pelanggan, dan tidak memfokuskan kepada pendapatan atau berapa jumlah uang yang masuk.

Kesimpulannya adalah, memfokuskan kepada pendapatan sah-sah saja, namun jika tidak dibarengi dengan tujuan, strategi, pelanggan, produk dan pegawai akan sulit mendapatkan pendapatan. Jika sejak awal perusahaan hanya memikirkan tentang pendapatan saja dan melupakan aspek penting lainnya, pendapatan yang sustainable dan menghasilkan produk yang berguna, akan sulit untuk diwujudkan.

Berikut adalah goals atau tujuan akhir dari tiga CEO sukses:

“These ads are terrible and not relevant at all. Make them better.” Larry Page, 2006.

“Our company goal is to get to 1 billion monthly active users.” Mark Zuckerberg, 2011.

“Every seller has two fundamental needs — capital and customers. How can we help them with either of these?” Jack Dorsey, 2013.

Pada akhirnya untuk Anda calon CEO yang sedang membangun bisnis, ada baiknya untuk tidak memfokuskan kepada pendapatan secara publik atau secara internal. Tentunya tidak akan mudah, namun dengan dukungan dari aspek lainnya, bisa dipastikan pendapatan akan datang di saat yang tepat. Akan banyak pihak terkait yang menuntut Anda sebagai CEO untuk lebih memikirkan tentang pendapatan, untuk itu tetaplah konsisten dengan rencana awal dan terus dorong anggota tim Anda untuk bertahan dan menerapkan strategi yang jelas, sekaligus memberikan layanan terbaik untuk pelanggan.

Menciptakan Budaya Belajar di Lingkungan Kerja

Salah satu pertimbangan yang sering diambil seseorang ketika memilih tempat kerja ialah adanya kesempatan untuk mengembangkan karier atau kompetensi yang dimiliki. Terkadang kebijakan atau sistem perusahaan yang ketat membuat proses tersebut menjadi lama, bahkan sering dirasa tidak mungkin. Keadaan ini dapat menjadi sebuah siasat bagi startup yang sedang mengembangkan kultur bisnis, untuk menawarkan dan membuat jalur yang lebih jelas bagi pengembangan kompetensi para pegawainya.

Tidak harus secara blak-blakan, peningkatan kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui proses berkesinambungan. Yang diperlukan manajemen ialah mengembangkan budaya yang pas dalam proses penugasan dalam lingkungan bisnis.

Berikut ini beberapa hal yang dapat dipertimbangkan:

Perhatikan perbaikan yang berkesinambungan dalam kinerja

Menjadi hal yang sangat wajar ketika bisnis melibatkan seorang pegawai untuk berpartisipasi dalam pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi atau pencapaian akreditasi tertentu. Ini juga sering kali digunakan sebagai salah satu indikator dalam penilaian kualitas kompetensi seseorang dalam tim. Sebenarnya pencapaian hasil yang diberikan pekerja tersebut untuk bisnis lebih tepat dijadikan acuan. Ini juga akan menciptakan budaya tentang peningkatan prestasi yang perlu dilakukan secara terus menerus dan menjadi sesuatu yang membanggakan.

Memberikan kesempatan belajar secara terus-menerus

Kadang insiatif tersebut harus dikondisikan. Sering seseorang memilih untuk pasif dalam keinginannya mengembangkan kompetensi diri, sejatinya mereka sangat memerlukannya. Penugasan dapat menjadikan strategi yang baik, misalnya meminta pekerja tersebut untuk mengikuti kegiatan workshop atau bahkan terjun langsung ke lapangan untuk mengerjakan sesuatu yang mungkin baru baginya. Dengan menyediakan sumber daya belajar yang tepat juga dapat meningkatkan kapabilitasnya. Sumber daya juga bisa dilakukan dengan strategi internal, bisanya saling bertukar keahlian yang dilakukan secara rutin atau dengan memberikan akses ke berbagai koleksi pembelajaran.

Pemimpin menjadi contoh

Budaya belajar untuk meningkatkan kompetensi kadang juga didorong dari apa yang dicontohkan pemimpinnya. Pemimpin dalam bisnis menjadi role model bagi para pekerjanya. Dengan memberikan contoh yang baik untuk mau selalu belajar dan meningkatkan kompetensi, ketika pemimpin meminta mereka untuk melakukan hal yang serupa, dengan mudah para pekerja tersebut mampu melihat hasil seperti apa yang didapat dengan melihat kompetensi cemerlang yang dimiliki pemimpinnya.

Sikap-sikap yang Perlu Dimiliki Pemimpin yang Baik

Startup membutuhkan tim yang tangguh untuk bisa berkembang dan sukses. Tapi untuk merealisasikannya, hal mendasar yang dibutuhkan adalah pemimpin yang baik, dari segi personal maupun dari segi manajemen. Setiap orang bisa menjadi pemimpin, tapi butuh usaha ekstra untuk menjadi pemimpin yang baik. Ada beberapa sikap yang setidaknya wajib dimiliki seseorang untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Beberapa di antaranya sebagai berikut.

Fokus

Setiap pemimpin yang baik harus bisa mengarahkan seluruh tim untuk melakukan yang terbaik dan mencapai tujuan. Untuk itu pemimpin sangat perlu memiliki fokus yang baik. Baik fokus secara tim maupun fokus secara personal. Harus ada prioritas yang menjadi tujuan bersama agar tim tidak kehilangan arah.

Percaya diri

Untuk sikap percaya diri tampaknya wajib untuk dimiliki setiap orang dalam tim. Tanpa terkecuali. Hanya saja ini menjadi sangat penting bagi seorang pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin bisa mengarahkan tim tanpa memiliki rasa percaya diri ? tidak mungkin bukan

Transparansi atau keterbukaan

Pemimpin ibarat seorang nakhoda bagi sebuah kapal atau pilot untuk pesawat terbang. Keterbukaan menjadi sikap yang penting untuk menyelamatkan tim dalam kondisi genting. Semakin terbuka seorang pemimpin semakin mudah anggota tim untuk menyampaikan opini atau masukkannya. Ini akan menjadi bahan bakar yang bagus untuk tumbuh kembang bisnis.

Komunikasi yang baik dan pemikiran terbuka

Komunikasi yang baik bisa menjadi dasar yang baik untuk tim startup. Sebagai pemimpin, diperlukan skill khusus dalam berkomunikasi. Dilengkapi dengan pemikiran terbuka pemimpin akan menjadi jembatan yang baik yang bisa mengakomodir segala jenis pemikiran dari setiap anggota tim. Kemampuan ini akan membantu pemimpin membangun fondasi tim yang bahagia dan produktif.

CEO Shark Branding Daymond John dalam sebuah artikel menyebutkan bahwa pemimpin harus tetap berpikiran terbuka dan menjadi fleksibel. Menyesuaikan jika diperlukan. Penting untuk memiliki rencana dan tujuan di awal, tetapi tidak harus statis. Ini lah yang membedakan pemimpin yang baik. Adaptasi.

Sabar

Sikap sabar yang dimaksud di sini merupakan sabar secara umum, secara menyeluruh. Kondisi naik turun pada sebuah bisnis tentu hal biasa, tetapi tidak semua pemimpin bisa bersikap atau menyikapi hal tersebut dengan baik. Kesabaran diperlukan untuk menjaga pemikiran tetap tenang dan dingin, untuk menjaga kejernihan keputusan yang diambil.

Tiga Faktor Kepemimpinan Bisnis dalam Fase “Scale Up”

Scale up merupakan salah satu tahapan dalam bisnis rintisan. Di tahap ini startup menambahkan “bahan bakar” ke dalam mesin produksi untuk berkembang pesat ke dalam pangsa pasar yang dinamis dan penuh persaingan. Berbeda dengan proses starting up, saat bisnis mengejar product/market-fit, pada proses scale up banyak hal yang harus disesuaikan, salah satu yang paling signifikan adalah seputar kepemimpinan.

HubSpot mengawali debutnya sebagai startup media. Kini usianya telah menginjak 9 tahun. Dari pemaparan Brian Halligan selaku CEO HubSpot, selama 6-7 sejak bisnis berdiri mereka masih dalam mode “startup”, baru setelah itu sampai sekarang Brian menyalakan mode “scale up” mengingat kebutuhan bisnis kian meningkat. Dari situ ada beberapa pembelajaran tentang kepemimpinan yang ia catat, sebagai langkah pemimpin bisnis yang sedang dalam mode “scaling up“.

Faktor kepemimpinan

Selama beberapa tahun HubSpot mengadakan survei ke seluruh karyawannya, merilis dua pertanyaan yang dapat dijawab secara anonim. Dua poin pertanyaan merujuk pada seberapa besar sang karyawan merujuk HubSpot sebagai tempat kerja kepada rekannya dan yang kedua tentang alasan mengapa mereka merekomendasikan atau tidak merekomendasikannya. Cara ini ditempuh untuk mengevaluasi keyakinan karyawan di tiap divisi, pada ujungnya akan dihubungkan pada performa dan gaya kepemimpinan tiap kepada divisi tersebut.

Ketika skor survei turun, strategi khusus digencarkan, dengan mengumpulkan tren data historis dan komentar di survei tersebut dan mendiskusikannya dengan pemimpin divisi untuk menyusun rencana perbaikan. Sebuah strategi gemilang biasanya diluncurkan dan ternyata hasilnya sering kali makin memburuk. Pada akhirnya pola tersebut ditemukan. Strategi baru berjalan dengan hadirnya manajer baru.

Dari sini dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, setelah tim kehilangan kepercayaan pada pemimpinnya, hampir tidak mungkin untuk mendapatkan kepercayaan tersebut kembali. Kedua, pemimpin memiliki “sweet spot“, ada fase berkembang dan tidak berkembang. Manusiawi. Ketika tidak sedang dalam fase gemilang tersebut, mereka tak harus ditempatkan pada pengelolaan tim besar dalam proses scale up. Pengalaman manajemen kadang bisa dihiraukan dalam fase starting up, namun dalam fase scale up mutlak diperlukan.

Faktor penyelesaian masalah

Permasalahan dalam bisnis harus selalu diidentifikasi dari awal dan pemimpin diwajibkan memiliki peran dominan dalam hal ini. Beberapa bisnis dihadapkan pada permasalahan sistematis yang dapat berdampak kepada organisasi secara keseluruhan. Bagaimana strategi penyelesaian menjadi kunci untuk menyelamatkan keutuhan tim dan proses bisnis. Di bisnis digital hal ini akan menjadi tantangan umum, mengingat tuntutan perubahan yang sangat cepat.

Ketika sebuah startup digital menghadirkan fitur baru, hal ini memaksa pelanggan untuk mengadopsi konten dengan user experience yang berbeda. Beberapa pelanggan mudah beradaptasi, beberapa banyak bertanya tentang berbagai hal baru yang disuguhkan, dan banyak lagi mencoba memberikan protes terhadap kenyamanan dengan sistem sebelumnya.

Ketika masalah muncul, tim mencoba melayani semua kebutuhan dan desakan pelanggan. Ketika tuntutan tersebut meningkat, tidak hanya tim customer service yang dicerca pertanyaan, tim pemasaran pun turut menerima pertanyaan dari pelanggan, sehingga mengganggu KPI penjualan.

Belajar dari kesalahan juga menjadi kunci untuk tidak terjerumus pada lubang bencana yang sama. Strategi menghindari kesalahan yang sama dapat dilakukan dalam berbagai hal. Di HubSpot, setiap bulan diadakan pertemuan internal antar manajer. Di dalamnya setiap divisi harus mempresentasikan beberapa hal. Selain metrik kemajuan, dalam slide juga harus selalu dituliskan poin-poin kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya. Sebagai pengingat dan mematangkan kepekaan dalam menghindari isu yang sama tersebut.

Ketika bisnis menginjak masa scaling up, setiap komponen yang ada di dalamnya akan berhubungan erat. Tim pemasaran, tim pengembang, tim konten dan tim operasional harus berada dalam satu visi yang sama dengan performa yang sama-sama kuat. Semua bergerak cepat dan akan membutuhkan dukungan baik di masing-masing aspek.

Faktor penentuan keputusan

Penentuan keputusan perlu dilakukan secara cepat dan tepat, mengingat di fase ini gempuran persaingan bisnis akan sangat terasa. Pemimpin perlu jitu mengambil keputusan. Ketika dihadapkan pada sebuah meeting yang mungkin akan banyak yang mengajukan pendapat, pastikan sebagai pemimpin memilih keputusan berdasarkan pilihan yang tepat, bukan keputusan yang didasarkan pada argumen yang paling populer. Perdebatan akan terjadi, tapi wewenang pemimpin harus kuat dengan mengambil keputusan yang paling logis dan berdasar.

Three Attitudes to Avoid if You Want to Retain Your Employees

As communication expert Matthew Adams once said, “Leadership is humility exercised for your employees, since it is what can make your company grow.”

Leadership is not about telling your workers what they should do. It is instead about putting your employees in the right position so that they can help your company grow.

Below are three things you should avoid if you want to keep your employees from resigning.

You are not transparent enough

In order to maximize your employees’ performance, you need to balanced individual work objectives with company objectives. Unfortunately, many companies are not transparent enough with regards to the “bigger picture”.

According to a survey conducted by American consulting company Gallup, only 41 percent out of more than 3,000 workers from various companies said they understood their companies’ “bigger picture”.

You apply unnecessary bureaucracy

Leadership is not about control.

Unsatisfied employees may suddenly resign if they feel like they do not receive enough opportunities from you to expand the company together.

You distance yourself from your employees

During the beginning of their career, employees like to feel connected to their bosses to gain knowledge and experience. Now, ask yourself: are you approachable? If not, here are three things to help you get closer to your workers.

First, open your office door as a signal that employees can always drop by your office. Second, smile and make eye contact. Lastly, be more proactive by starting conversations with them, especially with more passive employees. During conversation, you can share positive suggestions to develop relationships with them.


Disclosure: The original article is in Indonesian and syndicated in English by The Jakarta Post

Lima Hal yang Perlu Diketahui Pendiri dalam Memimpin Startup

Disiplin yang diterapkan oleh militer ternyata cukup ideal untuk dicoba di sebuah startup, terutama untuk Anda calon penggiat startup yang masih belum memiliki kepercayaan diri memimpin startup sejak awal. Artikel berikut ini merupakan rangkuman metode atau disiplin yang telah diterapkan oleh militer dan memiliki kemiripan yang cukup signifikan untuk dicoba diimplementasikan di sebuah startup berbasis teknologi.

Hindari menjadi pemimpin yang sok tahu

Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki rasa rendah hati dan bijak dalam hal wawasan pengalaman. Meskipun Anda memiliki kemampuan lebih dalam hal pengetahuan, wawasan, hingga pengalaman, jangan menjadi sombong atau sok tahu. Sebarkan pengetahuan yang Anda ketahui kepada rekan kerja dan anggota tim lainnya, yang lebih penting lagi, cobalah untuk menjadi orang yang open minded, selalu ingin tahu dan tidak pernah bosan mencari informasi baru. Intinya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia berbagi informasi.

Tentukan ‘goal’ yang ada

Terkadang apa yang kita inginkan hasilnya bisa jauh berbeda dengan kenyataan. Hal tersebut juga berlaku saat menjalankan bisnis. Upayakan untuk bisa mengatasi kendala yang dihadapi, jangan menghindar atau menyerah. Ketika ide dan produk yang Anda impikan tidak berjalan dengan baik cobalah untuk tidak memaksakan kehendak dan terima kenyataan yang ada bahwa ide tersebut tidak bekerja dengan baik. Temukan ‘goal’ baru yang sesuai dengan kondisi dan resource yang Anda miliki.

Bangunlah struktur atau dasar yang baik

Apapun bisnis yang Anda jalankan, jika sejak awal tidak memiliki dasar atau kerangka yang kuat pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya usaha. Sebelum Anda melangkah lebih jauh, bangunlah dasar dari usaha Anda dengan tepat. Apakah itu visi dan misi, kultur perusahaan, hingga target yang ingin ditentukan. Dengan demikian usaha akan berjalan sesuai dengan program dan tentunya dasar yang baik.

Ciptakanlah tim yang solid

Tim yang baik dan solid akan mempengaruhi kelancaran suatu usaha. Terutama jika bisnis sedang mengalami keadaan yang sulit, koordinasi dan kerja sama antar anggota tim bisa menjadi faktor penentu untuk menemukan solusi dan tentunya keluar dari masalah yang ada. Binalah tim yang Anda miliki dan pastikan satu dan lainnya bisa bekerja dengan baik demi jalannya usaha.

Buat produk yang dibutuhkan orang banyak

Sebagai pemimpin, Anda boleh saja memiliki ide yang paling kreatif, teknologi yang paling canggih, atau strategi marketing yang cerdas. Namun, jika produk yang Anda buat tidak dibutuhkan oleh orang banyak, hal-hal tersebut akan menjadi sia-sia. Pelajari dengan baik ide yang telah dimiliki dan lakukan percobaan kepada produk Anda sebelum dilemparkan kepada publik. Kumpulkan feedback yang ada untuk kemudian mengkoreksi, menambahkan atau mengurangi semua aspek yang terdapat dari produk yang Anda cintai dan tentunya ingin Anda tawarkan kepada orang banyak.

Seperti Apa Rasanya Jadi CEO Startup?

Menjadi orang nomor satu di perusahaan adalah suatu prestise dan prestasi yang mungkin bisa dibanggakan. Namun, semakin besar perusahaan, maka semakin banyak kepala yang harus dihadapi. Hal yang sama berlaku juga di startup. Meski baru seumur jagung, startup dapat menjadi ajang untuk diri sendiri dalam memimpin perusahaan.

Bagaimana mengelola organisasi, emosi, menjaga ritme kerja yang baik, bagaimana menjadi pemimpin yang baik, dan lain sebagainya. Untuk menjelaskan lebih detil, para CEO startup di bawah ini akan membantu Anda menerangkan bagaimana suka dan duka menjadi orang nomor satu di perusahaan. Berikut rangkumannya seperti dikutip dari Quora.

Harus mau meleburkan diri ke pekerjaan selama 24/7

Deena Varshavskaya, Founder dan CEO Wanelo, menerangkan menjadi orang pertama di perusahaan artinya sama saja dengan merelakan diri untuk kerja 24/7, tidak libur meski tanggal merah. Seluruh waktu, pikiran, dan tenaga Anda akan tercurahkan sepenuhnya untuk membangun perusahaan.

Kendati demikian, hal ini justru membuatnya jadi tertantang untuk memecahkan permasalahan, lebih kritis, dan kreatif untuk melakukan suatu pendekatan. Menjadi CEO, menurutnya, memberi dia kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat yang dapat membantunya mewujudkan perusahaan.

Bila diibaratkan, sambungnya, startup adalah wilayah pertumbuhan diri Anda yang tidak kunjung habis, sebab Anda terus menjauhi diri dari zona aman. Anda ditantang terus untuk mengatasi tantangan, hal apa saja yang Anda pelajari tentang diri sendiri, dan bagaimana Anda bisa memberikan kebebasan kepada pekerja.

Kegagalan itu, menurutnya adalah hal yang biasa terjadi dalam menjalani usaha. Namun, hal ini jangan menjadikan posisi founder startup sebagai korban, sebab hidup itu pada dasarnya adalah pilihan hidup masing-masing manusia. Bila Anda tetap ingin tidur dengan pola teratur, berarti ada harga yang harus di bayar sebab waktu Anda untuk kerja jadi berkurang.

Jadi ajang untuk belajar dan memperbaiki diri

Paul DeJoe, CEO Ecquire, menambahkan menjadi CEO startup itu sama halnya dengan menempatkan diri ada di neraka di bawah air. Sebab Anda harus tetap halus dan tenang di hadapan orang lain, meski banyak permasalahan yang selalu Anda hadapi.

Pekerjaan Anda adalah menciptakan visi, budaya yang dapat menjadi aspirasi oleh rekan kerja. Ketika mereka percaya dengan Anda, berarti Anda sudah dapat tim kerja yang ideal. Sebab, mencari orang-orang yang tepat untuk bekerja dengan Anda adalah pekerjaan yang paling sulit sekaligus penting untuk dilakukan.

Kendati, pembelajaran ini akan mempengaruhi hidup Anda secara signifikan, mengubah sifat untuk mempercayakan orang lain untuk mengerjakan tugas yang sebelumnya Anda lakukan mengingat Anda saat ini adalah seorang pemimpin.

Hal apapun yang Anda pikirkan, meski negatif dan belum terjadi sekalipun, sesungguhnya bakal terjadi di kemudian hari. Maka dari itu Anda harus selalu berpikir positif dan optimis.

Menjadi CEO akan membuat Anda jadi lebih menghargai segala proses bisnis, legowo dalam menerima masukan, dan tidak selalu puas dengan pencapaian-pencapaian. Bahkan, Anda akan kecanduan dalam mencari tantangan yang tersulit, karena ada hubungan langsung antara kesulitan dengan euforia ketika Anda berhasil menyelesaikan hal tersulit.

Kemudian, Anda akan bersikap seperti orang tua kepada konsumen tanpa mereka sadari. Sebab Anda sangat mencintai mereka dan mereka adalah dunia bagi Anda. Setiap hari begitu berbeda dan menarik untuk dilakui, meski gagal sekalipun tetap menyenangkan bagi Anda.

100% beban perusahaan akan ditanggung sendiri

Jason M Lemkin, Co-Founder dan CEO EchoSign, menjelaskan CEO startup tidak se-glamour seperti dibayangkan. Menurutnya, jika pendapatan perusahaan belum mencapai lebih dari 10 juta dolar dan belum sampai titik IPO, maka tidak bisa dikatakan bakal hidup dengan tenang.

Uang yang tidak bisa dipakai untuk merekrut orang baru, padahal Anda merasa selalu merasa kekurangan tenaga. Maka dari itu, Anda selalu mengakalinya dengan berbagai macam hal sesuai dengan kemampuan.

Menjadi CEO itu artinya Anda tidak bisa curhat segala hal ke tim karena mereka benar-benar tidak mengerti bagaimana rasanya ketika 100% beban perusahaan Anda tanggung sendiri. Bahkan kepada pasangan sekalipun.

CEO itu, sambungnya, adalah satu-satunya pekerjaan yang harus Anda lakukan, tidak memandang bulu darimana latar belakang pendidikan Anda. Meski Anda belum pernah melakukan skaling, tidak pernah merekrut orang, pada akhirnya itu semua harus Anda lakukan.

Orang lain akan benar-benar peduli pada apa yang Anda pikirkan dengan cara yang belum pernah terpikirkan. Meski Anda adalah CEO dari 10 pekerja saja, konsumen akan peduli dengan Anda meski jumlah mereka berpuluh-puluh kali lipat. Sebab bagi mereka, produk yang diciptakan di bawah kepemimpinan Anda memberi dampak bagi hidup hajat orang banyak.

Kudo Rekrut Tokoh Senior untuk Dorong Akselerasi Bisnis

Di lanskap startup Indonesia perekrutan tokoh senior untuk ditempatkan dalam jajaran C-Level perusahaan cukup menjadi tren, terutama untuk startup yang tergolong sudah mapan. Contohnya ada Jim Geovedi di YessBoss Group, ada juga Kudo dengan merekrut Sukan Makmuri dan baru-baru ini Tiket dikabarkan melakukan hal yang sama. Lalu sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan para Founder dari perekrutan tersebut, sehingga dirasa menjadi urgensi dalam alur bisnis yang mereka kerjakan?

Kami berkesempatan berbincang dengan Co-Founder dan CEO Kudo Albert Lucius. Alasan mendasar yang dipaparkan Albert mengapa Kudo merekrut Sukan Makmuri untuk masuk ke jajaran C-Level di bisnisnya karena dibutuhkannya skillset baru untuk mengakselerasi bisnis. Jelas saja, pengalamannya selama 25 tahun di Silicon Valley membuat veteran teknologi tersebut dinilai mampu memberikan sumbangsih besar untuk kemajuan Kudo.

Tak wajib memang untuk melakukan perekrutan tokoh senior seperti ini. Lebih detail Albert mengungkapkan bahwa perekrutan tokoh senior sangat bergantung pada tahapan sebuah startup. Ketika startup masih dalam tahap berkembang, semasa growth masih dipupuk, produk masih berubah-ubah, maka eksekusi cepat diperlukan dengan kendali pribadi Founder dan tim. Namun ketika tim sudah membesar, karyawan sudah banyak, maka figur senior sangat diperlukan untuk mengakomodasi berbagai hal.

Pertama ialah membawa stabilitas dan membagikan pengalamannya kepada startup. Umumnya startup didominasi oleh kalangan muda, sebagian besar. Untuk menjaga bisnis tetap merangkak maju, butuh mengimbanginya dengan senioritas yang ada membawa kestabilan perusahaan. Secara umum tokoh senior yang direkrut juga dinilai harus dapat diikuti dan menjadi inspirasi rekan-rekan pekerja yang masih junior. Maka dari itu pemilihan sosok ini akan menjadi langkah krusial yang perlu dilakukan Founder.

Berbagi tips kepada rekan-rekan startup lain, yang masih di tahap pemula, Albert menyampaikan sarannya. Menurutnya perekrutan dilakukan seperlunya saja, yang penting lakukan dengan proses eksekusi yang cepat, tidak menghambat keputusan lain yang diperlukan untuk proses bisnis. Tim manajemen kada merasa tiba-tiba perlu merekrut seorang senior begitu pertumbuhan sales dan organisasi berkembang. Di sini kuncinya startup harus memiliki hiring path (kandidat) sebelum benar-benar diperlukan.

Membangun hubungan (networking) yang dilakukan oleh seorang Founder startup akan memberikan peran yang besar dalam menentukan kandidat ini. Ketika startup sering terhubung dengan tokoh-tokoh senior yang inline dengan bidang bisnis yang dikerjakan, maka untuk mendapatkan kandidat tersebut tidaklah sulit. Terlebih ketika ada tuntutan untuk melakukan perekrutan seorang tokoh yang bisa memiliki gagasan selaras dengan visi startup.

Pada akhirnya bisnis teknologi dikembalikan kepada tantangan yang paling mendasar, yakni melakukan adaptasi secara cepat untuk bisa tetap berdiri tegak di tengah persaingan dan dinamika bisnis global yang terus melesat. Karena sekat dalam bisnis teknologi tergolong lebih transparan, berbagai tindakan strategis butuh segera ditentukan.

Empat Tips Sederhana Mengelola Tim Kecil Startup

Pada kenyataannya hampir semua perusahaan startup tidak bisa memperkerjakan banyak karyawan sesuka hatinya karena bujet yang ketat. Namun ada keuntungan dari Anda yang hanya memiliki karyawan berjumlah sedikit, yang pasti selain mengurangi beban pengeluaran, Anda juga lebih mudah ketika memutuskan untuk pivot. Paige Brown selaku Co-Founder dan CEO Dashbell, startup booking hotel independen, menyebut ada empat cara yang cerdas untuk founder dalam mengelola tim kecilnya. Berikut rangkumannya:

Merekrut dengan cerdas

Pekerja Anda harus mampu melakukan banyak tugas secara mandiri, bahkan tak memerlukan arahan dari Anda sepanjang waktu. Maka dari itu, Anda perlu mencari sosok yang fleksibel dan cakap. Mungkin ada baiknya, bila Anda mencari sosok itu lewat lulusan program pendidikan yang spesifik membahas segmentasi pekerjaan yang dilakoni dan mengetahui konsep pekerjaan di startup. Orang-orang yang lulusan pendidikan seperti itu lebih siap dalam menjalani realitas startup, tidak mengharapkan mereka hanya melakukan pekerjaan yang monoton dan pulang tepat waktu pukul 05.00 sore.

Kemudian saat proses wawancara sebaiknya Anda mencari sosok yang bisa memasarkan produk yang dia jual. Dalam kaitannya dengan hal ini, Brown meminta calon rekrut menyelesaikan proyek kecil sebelum mereka diperkerjakan. Dia lebih cenderung ingin melihat bagaimana mereka menyelesaikan proyek tersebut daripada menanyakan seberapa ingin bekerja di perusahaan startup.

Memastikan tetap terorganisir

Saat Anda ingin menyerahkan segudang tugas ke tim yang hanya berjumlah beberapa orang saja, penting untuk menyortirnya sesuai urgensi tugas untuk diselesaikan. Kemudian salah satu aturan yang tidak boleh diabaikan adalah membatalkan meeting. Satu kali menunda meeting, akan sangat mudah membuat pekerjaan tim Anda jadi berantakan.

Untuk membantu tim tetap terorganisir, gunakan aplikasi chat grup dan pengingat untuk membantu Anda saat tetap update pekerjaan tanpa harus kehilangan item penting lainnya.

Memberikan ruang relaksasi

Tidak bisa dipungkiri membangun startup dari awal merupakan pekerjaan yang tiada habisnya dan sulit untuk dihentikan. Namun ada kalanya tim butuh rehat dengan berlibur ke suatu tempat. Produktivitas kerja suatu orang akan lebih baik apabila satu kali dalam seminggunya beristirahat.

Maka dari itu, Anda perlu buat aturan yang bisa membuat karyawan merasa rileks, misalnya mereka harus pulang ke rumah setelah jam kerja tertentu, memberikan kelonggaran mereka untuk mengambil liburan atau mengajak vakansi bersama satu kantor (atau sering disebut outing).

Membuat prioritas dalam pekerjaan

Kemungkinan pekerjaan banyak yang tidak kelar karena tim Anda tidak membuat daftar prioritas pekerjaan. Cari tahu tugas mana yang paling penting diselesaikan dan memberikan dampak terbesar bagi perkembangan bisnis. Jika Anda memiliki goal yang jelas, Anda dapat mendorong tim untuk menyelesaikan pekerjaan berdasarkan urutan prioritas.

Tim kecil memang memiliki tantangan sendiri dalam pengelolaannya, tetapi ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari hal ini. Salah satunya, hubungan antar orang dalam tim bisa jadi lebih intim, karena adanya kesamaan visi dan misi saat membangun startup yang baru berdiri. Lewat taktik manajemen strategis seperti ini, bahkan tim kecil pun bisa menaklukkan dunia.

Tiga Cara Tepat Perlakukan Engineer Perempuan di Startup

Isu tentang gender equality atau kesetaraan gender saat ini makin ramai diperdebatkan khususnya di industri startup dan perusahaan teknologi. Sudah banyak perusahaan besar yang dituntut untuk memberikan kesempatan lebih banyak kepada perempuan untuk bisa berkontribusi di dunia teknologi. Salah satu profesi yang menjadi sorotan adalah engineer, meliputi programmer, developer dan lainnya. Faktanya saat ini masih hanya segelintir perempuan saja yang bisa menduduki posisi sebagai seorang engineer di startup dan perusahaan teknologi, dikalahkan dengan besarnya jumlah engineer dari kaum pria.

Tentunya menjadi hal yang cukup unik dan sedikit sensitif untuk diterapkan terkait dengan memperlakukan dan menilai kinerja seorang engineer perempuan. Agar tidak terkesan pilih kasih atau diskriminasi, pimpinan (yang biasanya pria) idealnya harus bisa melihat potensi, memberikan penugasan serta menempatkan engineer perempuan di posisi yang nyaman dan menyenangkan untuk bekerja. Artikel berikut ini akan mengupas tiga hal penting yang bisa diterapkan terkait dengan menangani pekerja enginner perempuan di startup Anda.

Beri kesempatan yang sama dan adil

Pada dasarnya para engineer perempuan sangat menyadari posisinya sebagai minoritas di tempat kerja. Untuk bisa meningkatkan semangat dan kepercayaan diri mereka, idealnya perlakukan mereka secara adil. Baik dari pemberian tugas hingga tanggung jawab. Buktikan kemampuan mereka dalam hal menyelesaikan masalah, membuat inovasi terbaru dalam produk dan lainnya, ketika mereka membuat kesalahan, jangan salahkan para engineer perempuan terlalu berlebihan, ingatkan dan tunjukkan  kesalahan yang ada, dan pastinya berikan kesempatan lagi kepada mereka.

Kebanyakan para pimpinan, dalam hal ini CTO atau Product Manager, cenderung merasa lebih nyaman memberikan tanggung jawab kepada engineer pria. Dengan memberikan equal opportunity, artinya Anda sebagai pimpinan memiliki toleransi yang tinggi dan tentunya adil kepada engineer perempuan di perusahaan.

Diskusikan permasalahan yang ada

Jangan pernah takut atau ragu untuk berbicara langsung dengan engineer perempuan Anda. Jika perlu tawarkan bantuan atau kesempatan untuk mendengarkan keluh kesah dari para engineer perempuan Anda terkait dengan lingkungan kerja atau tugas yang diberikan. Bersikaplah layaknya seorang mentor yang dipercaya dan tentunya dihormati bukan hanya oleh para engineer pria namun juga engineer perempuan.

Sikap sederhana seperti ini terbukti mampu memberikan peluang bagi para engineer perempuan Anda untuk menyampaikan saran atau masukan yang bisa membantu lingkungan kerja lebih positif dan pastinya lebih produktif.

Undang mereka di kegiatan bersama tim

Hal ini tentunya banyak terjadi di kalangan engineer pria di sebuah kantor startup atau perusahaan teknologi, yaitu menghabiskan waktu bermain game atau berkumpul bersama hanya sesama rekan kerja pria saja. Hal ini tentunya bisa menimbulkan diskriminasi dan membuat para engineer perempuan Anda (dalam jumlah kecil) menjadi merasa terasingkan.

Untuk bisa mengenal lebih jauh pribadi dari para engineer perempuan, ajaklah mereka dalam kegiatan bersama tim dengan agenda yang lebih umum, dengan demikian engineer perempuan dakan merasa lebih dihargai dan tentunya diperhatikan dengan bergabungnya mereka kedalam tim yang notabene adalah “boys club” dalam sebuah startup atau perusahaan teknologi.