[Manic Monday] Lisensi Musik Untuk Layanan Digital

Menjalankan bisnis yang melisensikan sesuatu untuk layanan-layanan digital tidaklah mudah. Pertama, karena dasar hukum bisnis lisensi tergantung pada perlindungan hak kekayaan intelektual, yang nyatanya sangat tergantung pada keseriusan pemerintah setempat dalam pelaksanaannya; terlebih lagi adanya perbedaan regulasi di setiap negara, meski berbagai upaya untuk menstandarkannya melalu badan-badan seperti WIPO sudah dilakukan. Bisnis lisensi juga intinya adalah bisnis yang berdasarkan izin, yang bergantung pada kontrol dan kepercayaan – dua hal yang sulit ditegakkan di ranah internet.

(null)

[Manic Monday] Licensing Music For Digital Services

Running a business that licenses something for digital services is not easy. First of all, the legal basis of a licensing business depends on the protection of intellectual property rights, which in reality depends on how serious the local government enforces it, especially due to the differences in regulations between countries, despite efforts of bodies like WIPO. Licensing is essentially a permissions-based business, which depends on control and trust, two things that are seemingly difficult on the internet.
Continue reading [Manic Monday] Licensing Music For Digital Services

[Manic Monday] The Digital World Has Its Roots In The Physical World

In our increasingly digital world, we still cannot separate ourselves from physical objects. We [still] have physical bodies, not in energy or electronic form, and still interact with physical things. The computer/tablet/handphone that you’re holding? That’s your window into the digital world, although this ‘window’ still differs from person to person, and that’s if they have access. Perhaps you haven’t bought a CD for years and choose to look for songs on the Internet (regardless of legality)? You’d still need a set of speakers or headphones to listen to them.

Continue reading [Manic Monday] The Digital World Has Its Roots In The Physical World

[Manic Monday] Chat Apps As Entertainment Platforms

Lately, chat services like KakaoTalk, LINE, WeChat and others are in a battle for attention from customers, with the hopes that they will download and use their apps. Some companies have spent quite a bit of money to appoint celebrities as brand ambassadors and place TV ads during prime time. Various features have been developed and promotions executed – even features like stickers have been imitated by apps that formerly did not even have chat, like Path.
Continue reading [Manic Monday] Chat Apps As Entertainment Platforms

[Manic Monday] Aplikasi Chat Sebagai Platform Hiburan

Belakangan ini, layanan-layanan chat seperti Kakaotalk, LINE, Wechat, dan sebagainya sedang seolah-olah berperang dalam merebut perhatian pelanggan, dengan harapan mereka akan mengunduh dan menggunakan aplikasinya. Beberapa perusahaan sampai mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menunjuk ambasador yang dikenal masyarakat dan memasang iklan pada jam tayang TV prime time. Berbagai fitur dikembangkan dan program promosi dijalankan – bahkan fitur seperti stiker mulai ditiru oleh aplikasi yang sebelumnya tidak memiliki layanan chat, contohnya Path.

(null)

[Manic Monday] Avoiding Digital For The Sake Of Digital

The second Music, Entrepreneurship, And Technology discussion gathering last Saturday featured a few interesting discussions, led by experts in their respective fields. Oon Arifiandi from 7Langit elaborated on developing mobile apps for music, and musician Arian Arifin explained the business potential of music merchandising. Abang Edwin SA, with his years of experience in digital communities, covered the do’s and dont’s of managing a community of fans, and Ricky Andrey shared something interesting: looking at bands as startups from a legal perspective.

Continue reading [Manic Monday] Avoiding Digital For The Sake Of Digital

[Manic Monday] Menghindari Digital Hanya Untuk Digital

Kumpul-kumpul diskusi kelompok Musik, Kewirausahaan dan Teknologi yang kedua sukses terlaksana hari Sabtu lalu, menampilkan beberapa diskusi yang menarik, yang digawangi oleh beberapa pembicara yang piawai di bidangnya. Oon sempat bercerita soal pembuatan aplikasi mobile untuk musik, kemudian Arian menjelaskan potensi bisnis yang datang dari music merchandising. Bangwin, yang sudah belasan tahun berkecimpung di digital communities, menceritakan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dalam mengelola komunitas fans, dan Ricky Andrey membagikan sesuatu yang menarik: melihat band sebagai startup dari sisi legal.
Continue reading [Manic Monday] Menghindari Digital Hanya Untuk Digital

[Manic Monday] Memberdayakan Musik Dengan Data

Beberapa tahun lalu, jaman saya masih kuliah, saya memiliki sebuah USB thumb drive. Saat itu masih sangat baru dan belum banyak orang memilikinya, sampai saya perlu membawa CD installer drivernya ke mana-mana. Thumb drive tersebut sanggup memuat data sebesar 64 MB, lebih besar dari satu kotak disket yang dahulu selalu saya bawa ke mana-mana, dan pastinya tidak rentan terhadap jamur. Dan hari ini, sepertinya thumb drive ukuran tersebut bahkan sudah tidak dijual; muatan memori 1GB saja biasanya sudah jadi hadiah bonus dan tidak dijual.

(null)

[Manic Monday] Empowering Music With Data

Several years ago, when I was still in University, I owned a USB thumb drive. It was still relatively new then and not many people owned one, to the point that I had to carry around the installer CD everywhere. That thumb drive was capable of storing a whopping 64 MB, much larger than the box of floppy disks that I carried everywhere, and was most certainly less prone to fungi. Today, a thumb drive with such capacity is probably not for sale anymore; even 1GB drives are usually given away as bonuses.

Continue reading [Manic Monday] Empowering Music With Data

[Manic Monday] Pertemuan Musik, Kewirausahaan dan Teknologi

Hari Sabtu kemarin, tanggal 20 April 2013, saya dan beberapa teman-teman berkesempatan untuk membuat kumpul-kumpul kecil-kecilan untuk berdiskusi soal musik, kewirausahaan, dan teknologi. Pertemuan ini dimulai dari berkumpulnya beberapa orang dalam grup yang berjudul sama di Google+, yang dimoderatori oleh Robin Malau dan Widi Asmoro. Melihat ramainya diskusi di grup ini, dan begitu beragamnya topik yang sudah dibahas dalam umur grup yang masih dalam hitungan beberapa minggu, saya pun menawarkan untuk membuat pertemuan pertama grup ini di kantor Think Web, yang merupakan tempat kantornya Wooz.in juga. Terima kasih pada Ramya Prajna yang sudah menyediakan tempat dan peralatan audiovisual.

Yang hadir tak sampai 20 orang, tapi materi yang dibahas semuanya sangat menarik.

Hang Dimas, dari jadwalnya yang sangat sibuk menyempatkan diri datang dan membahas soalnya pentingnya bisnis penerbit musik, dan bagaimana membuat pola industri musik yang akan memberikan manfaat jangka panjang pada pelaku intinya, yaitu musisi dan pencipta lagu. Adityo Pratomo berargumen tentang betapa teknologi seharusnya memberikan cara baru untuk menikmati musik – misalnya, musik tidak melulu harus berdurasi tetap, atau musik dan visual dapat dijadikan sebuah komposisi yang harmonis dan interaktif. Musik seharusnya bisa dipresentasikan dalam format yang baru.

Yohan Totting bercerita soal pentingnya database lagu seperti Gracenote dan Music Brain, karena kedua layanan music database ini digunakan oleh begitu banyak layanan untuk membantu orang mencari musik. Yohan mengajak semua musisi Indonesia untuk memasukkan data lagunya ke kedua database ini, dan juga menjelaskan caranya; bahkan Yohan mengusulkan bahwa Indonesia membuat sendiri sebuah Digital Music Database. Wiku Baskoro memaparkan soal benturan antara media teknologi dan musik, dan bagaimana benturan tersebut dapat bermanfaat untuk industri musik secara umum. Noor Kamil mengungkapkan bahwa industri musik bukan hanya industri musik rekaman, dan banyak jalur untuk mendulang emas bagi musisi yang ingin bekerja keras. Bergabung atau tidak ke major label? Itu optional saja…

Tentunya pertemuan seperti ini tidak melulu hanya mengenai beberapa orang presentasi. Yang dirasakan sangat menarik buat saya dan beberapa orang yang datang adalah diskusi yang muncul seiring dengan presentasi-presentasi tersebut, yang harapan saya dapat memberikan ide atau inspirasi bagi semua yang datang untuk melakukan sesuatu. Bertahannya industri musik secara berkesinambungan akan bergantung pada munculnya banyak hal kecil baru, bukan “the next big thing“, dan semakin banyak orang yang terlibat dalam eksplorasi dan pembangunan industri musik ke berbagai arah yang baru, semakin baik.

Tentunya ini bukan solusi, karena tetap saja belum tuntas atau #unresolved – tapi dengan semangat itu kita bisa melangkah terus untuk berkarya dengan lebih baik. Rencana bisnis yang baik itu juga bisa disebut karya kan 🙂 Nah, kalian punya ide apa?

Ario adalah co-founder dari Ohd.io, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.

[Gambar oleh Pugar Restu Julian – Komunitas Musik, Wirausahawan, Teknologi]