Panasonic Resmi Luncurkan Duo Kamera Mirrorless Full-Frame Perdananya, Lumix S1R dan Lumix S1

Setelah sekian lama mendominasi pasar kamera mirrorless full-frame, Sony di tahun 2019 ini bakal menghadapi dengan perlawanan yang cukup sengit dari rival-rival barunya. Salah satunya adalah Panasonic, yang baru saja meresmikan kamera mirrorless full-frame pertamanya, Lumix S1R dan S1, setelah mengungkap teaser-nya pada ajang Photokina 2018 lalu.

Seperti yang sudah kita ketahui sejak pengumuman perdananya, perbedaan antara Lumix S1R dan S1 mirip seperti Sony a7R dan a7. Lumix S1R adalah model yang benar-benar didedikasikan untuk fotografi dengan mengandalkan sensor full-frame 47,3 megapixel. Lumix S1 di sisi lain ‘hanya’ mengemas resolusi 24,2 megapixel pada sensor full-frame miliknya.

Panasonic Lumix S1

Meski demikian, Lumix S1 sebenarnya lebih superior perihal videografi. Kedua kamera memang sama-sama sanggup merekam video 4K 60 fps, akan tetapi Lumix S1R masih mengandalkan metode pixel binning, sementara Lumix S1 benar-benar memanfaatkan seluruh penampang sensornya. Kasusnya ini sama persis seperti di kubu Sony, di mana kalangan videografer lebih banyak yang memilih Sony a7 III ketimbang a7R III.

Perbedaan berikutnya terletak pada mode High Resolution yang ditawarkan kedua kamera: Lumix S1R dapat menghasilkan gambar beresolusi total 187 megapixel, sedangkan Lumix S1 cuma 96 megapixel. Kabar baiknya, perbedaan antara kedua kamera ini terhenti sampai di situ saja.

Panasonic Lumix S1R

Selebihnya, baik Lumix S1R maupun S1 sama-sama merupakan kamera mirrorless full-frame yang sangat kapabel. Performanya pun cukup mumpuni, dengan kemampuan menjepret tanpa henti secepat 9 fps (atau 6 fps dengan continuous AF). Kalau resolusi bukanlah prioritas, pengguna dapat memanfaatkan mode 6K Photo untuk mengekstrak deretan foto beresolusi 18 megapixel dari jepretan dalam kecepatan 30 fps.

Sistem autofocus yang digunakan adalah DFD (Depth From Defocus) generasi terbaru, yang diklaim lebih lihai soal tracking berkat keterlibatan machine learning dalam mengidentifikasi subjek bergerak. Sistem image stabilization 5-axis juga merupakan fitur standar pada kedua kamera ini.

Panasonic Lumix S1R

Terobosan lain yang diterapkan Panasonic datang dalam wujud viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 5,76 juta dot, resolusi tertinggi yang ada saat ini. Refresh rate-nya pun dapat dipilih antara 60 atau 120 fps, lalu di bawahnya masih ada layar sentuh 3 inci beresolusi 2,1 juta dot, yang sayangnya tidak sepenuhnya articulated, melainkan cuma dapat dimiringkan pada tiga poros.

Secara fisik, keduanya sama-sama mengusung sasis magnesium yang siap menerjang cuaca buruk. Dudukan lensa yang digunakan adalah L-Mount bikinan Leica, akan tetapi nantinya juga akan tersedia deretan lensa dari Panasonic sendiri maupun Sigma.

Panasonic Lumix S1R

Lalu kapan Panasonic bakal memasarkannya? Awal April, dengan banderol $3.699 untuk Lumix S1R (body only) dan $2.499 untuk Lumix S1. Bundel bersama lensa baru 24-105mm f/4 juga tersedia seharga $4.599 (S1R) atau $3.399 (S1). Panasonic sepertinya cukup percaya diri dengan debut mereka di ranah full-frame kalau melihat banderol yang lebih tinggi ketimbang duo Sony a7R III dan a7 III.

Sumber: DPReview.

Tidak Tergoda dengan Segmen Full-Frame, Olympus Luncurkan OM-D E-M1X

Panasonic membuat kejutan beberapa bulan lalu dengan mengumumkan kamera mirrorless full-frame perdananya. Mengejutkan karena Panasonic selama ini sangat percaya diri dengan platform Micro Four Thirds yang dikembangkannya bersama Olympus, namun ternyata godaan untuk mencicipi peruntungan di lahan yang didominasi oleh Sony tidak bisa terbendung lagi.

Lalu bagaimana dengan Olympus? Apakah mereka juga bakal menyusul jejak Panasonic ke segmen mirrorless full-frame? Sepertinya tidak dalam waktu dekat, sebab mereka baru saja memperkenalkan kamera Micro Four Thirds baru, yaitu Olympus OM-D E-M1X.

Olympus OM-D E-M1X

OM-D E-M1X bukanlah penerus langsung OM-D E-M1 Mark II, melainkan lebih pantas dianggap sebagai varian yang sedikit lebih advanced. Sensor yang digunakan sama persis dan tetap beresolusi 20,4 megapixel, akan tetapi E-M1X mengemas dua prosesor TruePic VIII sekaligus demi mewujudkan peningkatan performa yang signifikan.

Kehadiran satu prosesor tambahan ini memungkinkan Olympus untuk merealisasikan fitur seperti Intelligent Subject Detection, sehingga E-M1X mampu mendeteksi sekaligus mengikuti pergerakan berbagai macam kendaraan, mulai dari sepeda motor sampai kereta api dan pesawat, di samping sebatas face dan eye detection.

Olympus OM-D E-M1X

Sistem autofocus-nya sendiri belum diubah, masih mengandalkan 121 titik phase detection bertipe cross-type, yang dapat dinavigasikan via layar sentuh maupun joystick 8 arahnya. Menggunakan shutter elektronik, E-M1X sanggup menjepret tanpa henti dengan kecepatan 18 fps dalam posisi continuous AF aktif, atau 60 fps dengan AF dan AE terkunci.

Sistem image stabilization 5-axis yang terdapat pada E-M1X diklaim sudah lebih disempurnakan lagi. Mode Pro Capture yang akan mengambil deretan gambar sebelum tombol shutter ditekan penuh, kini semakin ngebut lagi dengan kemampuan mengambil 35 gambar sekaligus.

Olympus OM-D E-M1X

Secara visual, E-M1X tampak identik dengan E-M1 Mark II yang dipasangi aksesori vertical grip. E-M1X sendiri mengemas dua baterai sekaligus, dan keduanya dapat diisi ulang tanpa perlu dilepas dari kamera, melainkan langsung dengan menggunakan charger USB-C. Juga berjumlah dua adalah slot SD card-nya, dan keduanya sama-sama mendukung tipe UHS-II.

Selebihnya, E-M1X tidak jauh berbeda dari E-M1 Mark II. Olympus sejatinya hanya mendongkrak kinerja kamera yang sudah sangat cepat di kelasnya, dan itulah mengapa E-M1 Mark II masih akan dijual sebagai alternatif yang lebih terjangkau dari E-M1X, yang dibanderol $2.999 saat dipasarkan pada akhir Februari nanti.

Sumber: DPReview.

Meike Umumkan Lensa Full Frame Budget 50mm F1.7 untuk Canon EOS R dan Nikon Z Series

Bicara mengenai kamera mirrorless, hampir semua berpusat ke mirrorless full frame“. Sony akhirnya mendapat lawan yang sepadan dari Nikon, Canon, dan Panasonic.

Dengan sensor yang berukuran lebih besar, kelebihan kamera mirrorless full frame ialah mampu menangkap lebih banyak cahaya sehingga aktivitas memotret jauh lebih fleksibel. Performanya lebih baik saat mengunakan ISO tinggi di kondisi cahaya yang gelap dibanding kamera bersensor APS-C dan Micro Four Thirds.

Sayangnya, harga kamera full frame masih sangat mahal. Pilihan lensa yang terjangkau juga tidak banyak. Salah satu solusinya kita bisa melirik lensa buatan pihak ketiga, misalnya dari Meike – pabrikan aksesori fotografi asal Hongkong.

Meike telah meluncurkan lensa fix full frame fokus manual dengan harga terjangkau yakni 50mm F/1.7 untuk kamera Canon EOS R, Nikon Z 6, dan Nikon Z 7.

Meike 50mm F1.7 ini dirancang untuk fotografi portrait, mengusung 6 elemen dalam 5 grup, memiliki jarak pemfokusan minimum 0,5m, dilengkapi nanotechnology multi-layer coating, dan berat 310 gram. Harga lensa ini hanya US$139,99 atau sekitar Rp1,8 jutaan.

Sumber: DPreview

Sony a6400 Usung Peningkatan Performa yang Signifikan dan Ideal untuk Vlogger

Setelah hampir tiga tahun, Sony a6300 akhirnya punya penerus. Sony baru saja memperkenalkan a6400 sebagai model flagship pada lini kamera mirrorless APS-C miliknya. Dilihat dari kulit luarnya, kamera ini seakan tidak membawa pembaruan apa-apa, sebab memang hampir semua yang baru tersembunyi di dalam.

Sensor yang digunakan pun masih sama, APS-C 24,2 megapixel, akan tetapi prosesor yang mendampinginya sudah diganti dengan generasi teranyar. Kamera ini pada dasarnya mewarisi sejumlah keunggulan Sony a9, utamanya perpaduan 425 titik autofocus phase-detection dan contrast-detection yang diklaim sanggup mengunci fokus dalam waktu 0,02 detik saja.

Sony a6400

Lebih lanjut, a6400 turut dibekali Real-time Eye-AF dan Real-time Tracking yang diyakini mampu meningkatkan performa secara signifikan. Kemampuan menjepret tanpa hentinya pun juga impresif: hingga 11 fps dalam posisi AF/AE tracking aktif dan menggunakan shutter mekanis.

Selebihnya, a6400 sebenarnya tidak jauh berbeda dari a6300, yang terbukti sudah sangat mumpuni baik untuk urusan fotografi maupun videografi. Namun masih ada satu lagi pembaruan yang sangat menarik, yaitu layar sentuh yang bisa dilipat 180° hingga menghadap ke depan, sangat ideal untuk para vlogger.

Sony a6400

Selisih tiga tahun untuk pembaruan semacam ini memang terkesan kurang gereget. Namun kabar baiknya, Sony a6400 justru dibanderol lebih murah ketimbang a6300 saat pertama dirilis: $900 body only, atau $1.000 bersama lensa 16-50mm f/3.5-5.6, dan $1.300 bersama lensa 18-135mm f/3.5-5.6.

Kendati demikian, kehadiran a6400 ini berpotensi membuat bingung konsumen, sebab jauh sebelumnya sudah ada Sony a6500 yang dirilis hanya beberapa bulan setelah a6300. Dari pengamatan saya, a6500 unggul dalam satu aspek dibanding a6400: image stabilization 5-axis, tapi harganya dipatok $1.400 ketika pertama diluncurkan.

Sumber: DPReview.

Sigma Merilis Plugin Konversi RAW X3F untuk Adobe Photoshop CC

Memotret dalam format gambar mentah yaitu RAW memang memiliki sejumlah kelebihan dibanding format JPG. Di mana sistem kamera akan merekam setiap informasi gambar secara mandiri, sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi saat mengeditnya.

Tetapi menyimpan foto dalam format RAW ini sangat rakus memakan memori, Anda juga harus mengolahnya untuk mendapatkan kualitas maksimal. Selain membutuhkan skill editing, Anda juga membutuhkan software untuk mengedit file RAW.

sigma-merilis-plugin-konversi-raw-x3f-untuk-adobe-photoshop-cc-3

Bagi pengguna kamera mirrorless dengan sensor Foveon yakni DP Merrill series dan dp Quattro series, Sigma telah merilis plugin konversi RAW bernama “Sigma X3F Plug-in for Photoshop“.

Dengan ini, data RAW X3F yang dihasilkan oleh kamera mirrorless Sigma termasuk SD1 / SD1 Merrill – dapat diedit menggunakan software Adobe Photoshop CC yang tentunya lebih familier bagi banyak orang. Sebelumnya, untuk mengolah file RAW X3F harus menggunakan software Sigma Photo Pro.

Tentu saja, Sigma X3F Plug-in for Photoshop ini hanya mendukung format RAW X3F. Format gambar seperti X3I yang dihasilkan oleh kamera Sigma dalam mode multi-shot ‘Super-fine detail’ tidak didukung. Alternatifnya bisa menggunakan software Sigma Photo Pro atau Adobe Camera RAW.

Sumber: Dpreview

Kaleidoskop Industri Kamera Tahun 2018

Pergantian tahun sudah hampir di depan mata. Namun sebelum kita menyambut tahun yang baru lagi, ada baiknya kita meninjau kembali apa saja yang terjadi di industri kamera pada tahun ini.

2018 sejatinya merupakan tahun yang menarik buat industri kamera. Utamanya karena tahun ini resmi tercatat sebagai tahun dimulainya ‘peperangan’ di kancah mirrorless full-frame. Namun tentu saja itu baru sebagian dari cerita utuhnya.

Nikon, Canon, dan Panasonic umumkan kamera mirrorless full-frame

Canon EOS R / Canon
Canon EOS R / Canon

Seperti yang kita tahu, Sony lewat lini a7-nya telah mendominasi segmen mirrorless full-frame sejak tahun 2013. Selang lima tahun dan tiga generasi Sony a7, barulah datang rival yang sepadan dari Nikon, Canon, dan Panasonic.

Adalah Nikon yang memulai semuanya. Setelah gagal dengan Nikon 1 hingga akhirnya lini tersebut dipensiunkan, pada bulan Agustus lalu Nikon resmi menyingkap Nikon Z 7 dan Z 6. Dua-duanya sama-sama mengusung sensor full-frame, dan perbedaan di antaranya kurang lebih mirip seperti Sony a7R dan a7.

Panasonic Lumix S1R / Panasonic
Panasonic Lumix S1R / Panasonic

Tidak lama setelahnya, giliran Canon yang mengungkap Canon EOS R, melanjutkan rivalitas abadi antaranya dan Nikon ke segmen mirrorless full-frame. Debut Canon di ranah ini memang cuma diwakili satu kamera saja, akan tetapi mereka menegaskan bahwa EOS R baru yang pertama.

Akan tetapi berita yang paling mengejutkan datang bersamaan dengan event Photokina di bulan September, yakni pengumuman kamera mirrorless full-frame dari Panasonic: Lumix S1R dan S1. Mengejutkan karena Panasonic adalah pencetus platform Micro Four Thirds, namun ternyata mereka tergiur juga untuk ikut menginvasi lahan kekuasaan Sony.

Kamera mirrorless full-frame pertama Zeiss dan bangkitnya kembali brand Zenit

Zeiss ZX1 / Zeiss
Zeiss ZX1 / Zeiss

Masih seputar Photokina 2018, Zeiss rupanya juga sempat mengumumkan kamera mirrorless full-frame pertamanya: Zeiss ZX1. Keistimewaannya terletak pada integrasi software Adobe Lightroom CC, dimaksudkan agar pengguna bisa langsung menyunting hasil tangkapannya di kamera.

Photokina 2018 juga tercatat sebagai era kebangkitan dedengkot kamera asal Rusia, Zenit. Upaya mereka melahirkan kamera mirrorless full-frame bernama Zenit M, saudara kandung Leica M (Typ 240) yang memang merupakan hasil kolaborasi langsung antara Zenit dan Leica.

Fujifilm umumkan dua kamera mirrorless medium format

Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm
Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm

Tidak seperti tiga brand Jepang di atas, Fujifilm rupanya tidak tertarik mengembangkan kamera mirrorless full-frame – dan ini sudah dikonfirmasi langsung oleh petinggi senior Fujfilm kepada DPReview. Mereka justru memilih untuk mengumumkan dua kamera mirrorless medium format baru: GFX 50R dan GFX 100 yang masih berupa prototipe.

Kamera mirrorless lain yang diluncurkan tahun ini

Fujifilm X-T3 / Fujifilm
Fujifilm X-T3 / Fujifilm

Masih seputar Fujifilm, tahun ini mereka resmi memperkenalkan Fujifilm X-T3, kamera mirrorless flagship terbarunya yang mengusung sensor X-Trans generasi keempat, yang kini mengadopsi desain backside illuminated, serta jauh lebih kapabel untuk urusan mengambil video.

Sebelum itu, Fujifilm sebenarnya sudah sukses membuktikan bahwa mereka tak lagi payah soal videografi lewat Fujifilm X-H1. Untuk kalangan konsumen yang lebih casual, penawaran mereka tahun ini mencakup Fujifilm X-A5 dan Fujifilm X-T100.

Panasonic Lumix GH5S / Panasonic
Panasonic Lumix GH5S / Panasonic

Bicara soal video, tentunya kita tidak bisa mengesampingkan Panasonic, apalagi mengingat di awal tahun ini mereka sempat mengumumkan Lumix GH5S. Selain itu, Panasonic juga sempat meluncurkan Lumix GX9, suksesor Lumix GX8 yang kini dibekali sensor tanpa low-pass filter dan sistem image stabilization 5-axis.

Beralih ke sepupu Panasonic, yakni Olympus, tahun ini mereka memperkenalkan Olympus PEN E-PL9. Memang bukan model flagship, akan tetapi jeroannya rupanya nyaris identik dengan Olympus OM-D E-M1 Mark III yang merupakan kamera termahalnya, dengan pengecualian pada sistem image stabilization-nya.

Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic
Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic

Kembali mengulas Canon, EOS R bukanlah satu-satunya kamera mirrorless yang mereka rilis tahun ini. Jauh sebelumnya sudah ada EOS M50, yang menurut rekan saya Lukman dideskripsikan sebagai kamera mirrorless basic tapi berfitur komplet.

Di luar brandbrand populer, ada Blackmagic yang memperkenalkan Pocket Cinema Camera 4K. Kamera ini punya spesifikasi yang cukup mirip dengan Panasonic Lumix GH5S, akan tetapi harganya hanya berkisar separuhnya saja, dan ia juga sangat cocok buat konsumen yang terbiasa memotret dengan smartphone berkat layar sentuh masif yang mendominasi panel belakangnya.

Kamera DSLR dan kamera pocket yang layak disorot tahun ini

Pentax K1 Mark II / Pentax
Pentax K1 Mark II / Pentax

DSLR? Ya, DSLR masih belum mati, dan Pentax membuktikannya dengan sebuah kamera yang sanggup memotret dalam kondisi gelap gulita: Pentax K-1 Mark II. Kelebihan utama kamera ini terletak pada sensor full-frame dengan tingkat ISO maksimum 819200, lengkap dengan penyempurnaan sistem image stabilization 5-axis sehingga mode resolusi tingginya bisa dijalankan tanpa tripod.

Untuk kamera pocket, sulit mencari yang lebih menarik dari lini Sony RX100, dan setelah sempat vakum di tahun 2017, tahun ini hadir Sony RX100 VI. Untuk edisi keenamnya, Sony telah membekalinya dengan lensa dengan kemampuan zoom yang jauh, selagi masih mempertahankan kualitas gambarnya melalui sensor berukuran lebih besar dari biasanya.

Sony RX100 VI / Sony
Sony RX100 VI / Sony

Sensor 1 inci RX100 VI masih kurang besar? Alternatifnya tahun ini adalah Panasonic Lumix LX100 II, yang datang membawa sensor Four Thirds dengan resolusi 17 megapixel, lebih tinggi dari pendahulunya yang selisih usianya berjarak hampir empat tahun.

Sensor Four Thirds masih saja kurang besar? Coba Anda lirik Fujifilm XF10, yang mengusung sensor APS-C dalam bodi sekelas kamera saku. Kekurangannya, kamera ini kurang bisa diandalkan untuk pengambilan video, sebab opsi resolusi 4K-nya cuma terbatas di 15 fps saja.

GoPro dan action cam lain yang hadir tahun ini

Lineup GoPro Hero 7 / GoPro
Lineup GoPro Hero 7 / GoPro

Tentu saja kita tidak boleh melewatkan segmen yang satu ini, sebab action cam boleh dianggap sebagai alternatif yang lebih fleksibel dari kamera pocket. Tahun ini, bintangnya tentu saja adalah trio GoPro Hero 7, dan untuk model unggulannya, GoPro telah menyiapkan teknologi image stabilization internal yang luar biasa efektif sampai-sampai bisa menandingi kombinasi action cam plus gimbal.

Bicara soal fleksibilitas, ada Insta360 One X yang merupakan action cam 360 derajat. Seperti GoPro Hero 7 Black, ia juga mampu merekam dengan sangat stabil, tapi malah dalam format 360 derajat dan resolusi 5,7K. Fleksibilitasnya semakin terjamin berkat kemampuan untuk ‘mengekstrak’ hasil rekaman 360 derajat menjadi video 1080p normal.

DJI Osmo Pocket / DJI
DJI Osmo Pocket / DJI

Terakhir ada DJI Osmo Pocket yang bisa dibilang paling unik sendiri. Ia merupakan kamera plus gimbal dalam satu kemasan, akan tetapi ukurannya kurang lebih setara dengan mayoritas smartphone. Meski tidak head-to-head dengan GoPro, ia tetap merupakan alternatif yang sangat menarik buat konsumen.

Prediksi tren kamera tahun depan

Sony a9 / Sony
Sony a9 / Sony

Seperti yang saya bilang tadi, topik bahasan utama mengenai kamera tahun ini adalah full-frame, dan itu semestinya masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. Canon misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa EOS R barulah kamera pertama dari lini mirrorless full-frame-nya.

Saya yakin Sony tidak akan tinggal diam begitu saja menghadapi rival-rival barunya. Di luar lini Sony a7, mereka sebenarnya punya ‘senjata’ lain yang lebih mematikan, yaitu Sony a9 yang memiliki performa melampaui DSLR. Sayang penerusnya tidak hadir tahun ini, sehingga kemungkinan besar Sony bakal menyingkapnya tahun depan.

Hal lain yang kerap dianggap sepele namun berperan krusial adalah dukungan firmware update. Adalah Fujifilm yang memulai tren ini sejak lama, dan tahun ini sepertinya Sony sudah mulai menyusul. Semoga saja tahun depan semakin banyak lagi produsen kamera yang menyadari betapa pentingnya firmware update di mata konsumen.

 

[Review] Panasonic Lumix GF10, Mirrorless MFT Seukuran Kamera Pocket

Sejak me-review kamera mirrorless Panasonic Lumix GH5, saya mengakui bahwa sistem Micro Four Thirds (MFT) punya potensi yang luar biasa. Buat saya, terutama kemampuan perekam video dan fitur-fitur yang ditawarkannya.

Sebelumnya, saya juga telah menulis artikel mengenai tips memilih kamera mirrorless Panasonic dengan sensor MFT. Salah satu yang saya rekomendasikan ialah Lumix GF10, yang akhirnya bisa saya review.

Lumix GF10 ialah mirrorless bersensor Micro Four Thirds dengan form factor kamera pocket. Lensanya dapat dilepas-pasang atau diganti dan dilengkapi fitur yang cukup komplet. Baiklah mending langsung saja, inilah review Panasonic Lumix GF10 selengkapnya.

Desain Panasonic Lumix GF10

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Lumix GF10 mengusung desain rangefinder, bentuknya super ringkas dengan dimensi 107x65x33 mm dan berat 270 gram. Lumix GF10 juga datang bersama lensa Kit 12-32 mm F/3.5-22 yang serba guna dan berukuran tidak kalah ringkas.

Secara garis besar tampilan GF10 masih identik dengan GF9 yang dirilis tahun lalu, dengan mengontraskan komponen metalik dan aksen seperti kulit untuk tampilan yang modis.

Di GF10 Panasonic memberi sedikit sentuhan yakni segaris grip kecil yang membuatnya lebih erat dalam dekapan tangan. Namun selama pemakaian, saya menyarankan Anda untuk tetap mengalungkan tali kamera/strap ke leher untuk mengantisipasi bila terjadi selip.

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Monitor LCD touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04k dot dapat diputar hingga 180 derajat untuk selfie maupun vlog dan dilengkapi dengan berbagai sejumlah mode selfie yang disebut Selfie 4K PHOTO. Touch dan drag di layar untuk mendapatkan fokus yang diinginkan.

Tentu saja, dimensi ringkas ini punya sejumlah batasan. Utamanya, tidak ada ruang bagi Panasonic untuk menanamkan electronic viewfinder, hot shoe, dan input untuk mikrofon eksternal. Pop-up flash masih ada, namun media penyimpanannya mengandalkan microSD.

Bagian atas terdapat tombol shutter yang menyatu dengan sakelar daya untuk menghidupkan dan mematikan daya kamera.  Lalu, ada mode dial untuk berganti mode pengambilan gambar, tombol fisik Fn1 (Function) yang secara default untuk mengakses fitur 4K Photo Mode dan tombol fisik Fn3 untuk fitur Post Focus.

Tombol fisik Fn2 berada di belakang, fungsinya beragam mulai dari membuka quick menu untuk akses cepat ke metering mode dan exposure comp, fungsi kembali, dan juga delete. Lalu, ada tombol disp, tombol playback, dan perekam video.

Kemudian tentu saja, ada control dial untuk menyesuaikan aperture dan shutter speed. Di tengah ada tombol menu, di kelilingi tombol empat arah dengan fungsi berbeda, atas exposure comp, bawah drive mode, kanan white balance, dan kiri AF mode.

Lanjut, ke sisi bagian kiri ada port HDMI dan port microUSB untuk charging. Di bawah ada soket untuk tripod, serta akses baterai dan slot microSD.

Pilihan warnanya ada tiga yaitu black dengan lensa berwarna hitam, serta silver, dan pink dengan lensa berwarna silver. Untuk diketahui, kebanyakan koleksi lensa dari Panasonic berwarna hitam – jadi bila berencana ingin upgrade lensa maka pilihan warna GF10 black adalah yang paling tepat.

Spesifikasi & Fitur Panasonic Lumix GF10

Di dalam Lumix GF10 bernaung sensor Live MOS Digital berukuran Micro Four Thirds (17,3×13 mm) dengan resolusi 16-megapixel (4592×3448 piksel) tanpa Low Pass Filter. Kinerjanya disokong oleh prosesor Venus Engine, dengan rentang sensitivitas ISO 200-25.600 (extends down to 100).

GF10 juga dilengkapi sistem AF Depth from Defocus dan mampu melakukan memotret beruntun 5 fps dengan continuous autofocus. Terdapat pula fitur continuous shooting di mode ‘Self Shot‘ dengan laju 15 fps.

Fitur 4K Photo memungkinkan kamera mengekstrak gambar 8-megapixel dari video 4K yang ditangkap. Fitur lain andalan Panasonic seperti Post Focus dan Focus Stacking turut disematkan, memungkinkan Anda memilih area fokus.

Untuk daya tahan baterainya cuma sebatas di angka 210 jepretan, pastikan jangan melewatkan bonus baterai tambahan bila berencana membeli kamera ini. GF10 sudah dilengkapi konektivitas WiFi, sangat mudah untuk transfer hasil foto ke smartphone atau ingin remote shooting dengan aplikasi bernama Panasonic Image App.

Overall, performa kamera ini tergolong gesit. Dibanding dengan smartphone, GF10 lebih dapat diandalkan untuk mengabadikan aksi-aksi cepat, kondisi low-light, dan mampu merekam video 1080p 60 fps hingga video 4K 30 fps.

Perekam Video Panasonic Lumix GF10

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Meski mungil, jangan sepelekan kemampuan perekam videonya. GF10 mampu merekam video 4K UHD pada 30 fps, 25 fps, dan 24 fps dengan bit rate 100 Mbps. Lalu, resolusi 1080p pada 60 fps dan 50 fps dengan bit rate 28 Mbps. Serta, 1080p pada 30 fps dan 25 fps dalam bit rate 20 Mbps.

Sebagai informasi durasi perekam video 4K pada GF10 dibatasi hanya 5 menit, untuk footage harusnya sudah lebih dari cukup. Dalam praktiknya saya mencoba merekam video 4K pada 30 fps dan 25 fps, namun pada durasi sekitar 3 menit 20 detik – sistem kamera sudah mengeluarkan peringatan bahwa suhu panas pada kamera ini meningkat. Sehingga meski belum mencapai durasi 5 menit, sistem akan menonaktifkan kamera secara paksa.

Sementara, untuk perekaman video 1080p tidak ada masalah. Saya sempat menggunakan GF10 untuk syuting cara merakit PC di Dailysocial TV sebagai kamera kedua selama kurang lebih satu jam dan aman-aman saja.

Panasonic-Lumix-DC-GF10

GF10 sebenarnya sangat asyik untuk aktivitas vlogging, lensa Kit 12-32 mm sudah cukup lebar. Pasangkan ke mini tripod dan putar layar menghadap ke depan, Anda bisa berkarya.

Absennya hot shoe dan input untuk mikrofon eksternal, membuat kita tidak bisa memasang dan menggunakan aksesori seperti mikrofon eksternal. Solusinya, Anda bisa menggunakan audio terpisah dengan sound recorder. Meski artinya, Anda harus melakukan video editing.

Fitur favorit saya di GF10 ialah silent mode, di mana saya bisa lebih nyaman memotret saat meliput sebuah acara tanpa mengganggu yang lain. Fitur ini juga berguna bagi yang hobi street photography atau human interest, agar tidak mengundang perhatian sehingga tidak mempengaruhi situasi.

Sejumlah fitur penting di Lumix GF10 tersembunyi di pengaturan, yang mana agak repot bila ingin digunakan secara buru-buru. Stabilizer misalnya, GF10 memang belum punya stabilizer di body tapi tersedia di lensa. Singkatnya ada dua mode stabilizer yang disediakan yakni untuk panning atau gerakan kamera secara horizontal dan tilting secara vertikal.

Jadi, cobalah eksplorasi fitur-fitur yang ditawarkan oleh GF10 dan tetahui fitur penting apa yang sering atau memang Anda butuhkan. Lalu, tarik fitur tersebut sebagai shortcut. Berikut sejumlah foto hasil bidikan GF10:

Verdict 

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Bagi Anda yang gemar memproduksi konten video, fitur 4K di sini sangat berguna untuk mengambil footage tertentu. Tapi, hanya sebagai pelengkap saja dan konten video utama pada resolusi 1080p.

Menurut saya, kamera ini cocok buat Anda yang tidak puas dengan hasil foto kamera smartphone. Desainnya yang stylish juga menunjang sebagai pelengkap gaya hidup. Juga recommended sebagai kamera mirrorless pertama dan tertarik mendalami dunia fotografi.

Untuk produksi konten video asyik, tetapi lebih cocok dijadikan sebagai kamera kedua. Pun demikian bagi para fotografer atau enthusiasts photography, ideal buat yang membutuhkan kamera ringkas tapi bisa diandalkan.

Sparks

  • Mampu merekam video 4K
  • Body seringkas kamera pocket
  • Bersensor MFT dan lensa dapat dicopot pasang atau diganti
  • Punya fitur yang terbilang lengkap, seperti silent mode yang sangat membantu

Slacks

  • Perekam video 4K sebatas 5 menit dan overhat saat merekam video 4K
  • Build quality terasa kurang solid

[Hands-On] Fujifilm GFX 50R, Kamera Mirrorless Medium Format Rp69.999.000

Di industri kamera, mirrorless dengan sensor berukuran full frame tengah menjadi topik terhangat. Pasar mirrorless full frame semakin berkembang, tetapi persaingan sesungguhnya baru saja dimulai.

Sony yang sudah matang dengan A7 series, Leica dengan sistem L-Mount yang juga akan digunakan oleh Panasonic Lumix S series dan didukung oleh Sigma. Kemudian Nikon dengan Z 6 dan Z 7, serta Canon dengan EOS R, keduanya menggunakan dudukan lensa baru.

Fujifilm-GFX-50R

Bagaimana dengan Fujifilm? GFX series adalah jawabannya, alih-alih mengembangkan full frame – Fujifilm memilih langsung lompat lebih tinggi ke medium format.

Tanpa berlama-lama, setelah diumumkan di Photokina 2018 pada bulan September lalu, kamera mirrorless medium format kedua dari Fujifilm yakni GFX 50R pun resmi dihadirkan ke Indonesia dengan harga Rp69.999.000 untuk body only.

Fujifilm-GFX-50R

Fujifilm GFX 50R sendiri menggunakan sensor gambar Fujifilm G, CMOS dengan ukuran medium format (43,8×32,9mm). Dibanding dengan full frame, ukuran medium format 1,7 kali lebih besar.

Resolusi gambarnya mencapai 51,4-megapixel dengan chip X-Processor Pro Image. Lebih tinggi dibanding mirrorless full frame seperti Nikon Z 7 dengan 45,7-megapixel dan Sony Alpha A7R III dengan 42-megapixel.

Fujifilm-GFX-50R

Dari segi spesifikasi, GFX 50R masih identik dengan seri sebelumnya yakni GFX 50S. Body GFX 50R ini masih mempertahankan sasis weather and dust resistant seperti milik kakaknya.

Bedanya adalah ukuran body-nya yang lebih ringkas dan ringan. Datang bergaya rangefinder dengan bentuk persegi panjang dan posisi viewfinder elektroniknya telah beralih ke samping kiri atas kamera.

Fujifilm-GFX-50R

Bentuk EVF-nya lebih kecil dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,77x. Di bawah jendela bidik, terdapat layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot dengan mekanisme tilting – hanya bisa dimiringkan ke atas atau bawah.

Untuk kontrol kamera, Fujifilm menyematkan dial shutter speed dan kompensasi eksposur. Terdapat juga joystick dan sejumlah tombol function yang bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan.

Fujifilm-GFX-50R

Meski diklaim cukup kecil untuk sebuah mirrorless medium format dengan dimensi 161x97x66 mm dan bobot 775 gram. Namun bila dibandingkan dengan mirrorless full frame, dimensi GFX 50R masih cukup besar. Pun demikian dengan ukuran lensa-lensanya. Bagaimana dengan ekosistem lensanya? Saat ini lensa native GFX ada 6, rencananya Fujifilm akan merilis lensa 50mm f/3.5 pada tahun 2019.

Dari pengalaman saya mencoba GFX 50 R, performa autofocus dari kamera ini masih terasa kurang cepat karena masih mengandalkan deteksi kontras (contrast detect AF). Continuous drive juga pelan, hanya 3 foto per detik. Berbeda kalau bicara hasil fotonya, sangat detail dan tajam, dynamic range yang luas.

Hasil foto dari Fujifilm GFX 50R
Hasil foto dari Fujifilm GFX 50R

Untuk mengedit hasil fotonya, GFX 50 R ini telah didukung software Capture One. Ada tiga pilihan, yaitu Capture One Pro, Capture One Pro Fujifilm, dan Capture One Express (gratis).

Selain merilis GFX 50R, Fujifilm juga mengumumkan pengembangan mirrorless medium format GFX 102MP dengan sensor BSI CMOS baru dan X Processor 4. Mengusung teknologi autofocus phase detection Hybrid AF dengan cakupan 100% frame, punya body image stabilization, dan mampu merekam video 4K 30fps.

Untuk harganya, Fujifilm GFX 50R dibanderol Rp69.999.000 untuk body only. Lensa XF8-16mm F2.8 dibanderol Rp26.999.000 dan lensa XF200mm seharga Rp82.999.000.

Tips Memilih Kamera Mirrorless Panasonic Lumix dengan Sensor MFT

Sambil menyelam minum air, saat me-review Panasonic Lumix DC-GH5 – saya juga telah menggali informasi lebih dalam mengenai lini kamera mirrorless Panasonic yang tersedia di Indonesia.

Jujur saja saya agak terkejut, kamera berbasis sensor Micro Four Thirds (MFT) ini ternyata amat menarik dan memiliki sejumlah kelebihan dibanding kamera dengan sensor APS-C.

Panasonic sendiri merupakan pioner yang memulai tren kamera mirrorless. Sejauh ini, kamera-kamera Panasonic telah dikenal memiliki kemampuan perekam video yang handal.

Bayangkan saja, di segmen entry-level kita sudah disuguhkan perekam video 4K. Bahkan, di kelas tengah sudah dibenamkan stabilizer 5 axis di body – dua fitur ini masih tergolong mewah.

Untuk pengelompokannya, kamera mirrorless Panasonic terbagi beberapa lini. Mulai dari Lumix GF, Lumix GX, Lumix G, dan Lumix GH – masing-masing lini punya ciri khas dan kelebihan tertentu. Mari bahas satu per satu.

1. Panasonic Lumix GF9 dan GF10 (Rp5,5 Juta
dan Rp7,5 Juta)

Panasonic-Lumix-GF9
Foto: Panasonic Lumix GF9

Di lini saya merekomendasikan Lumix GF9 dan GF10, keduanya mengusung dimensi yang super ringkas dan mengunggulkan fitur-fitur selfie.

Dengan layar sentuh 3-inci yang bisa diputar 180 derajat menghadap ke depan, mode untuk selfie seperti 4K photo, post focus, dan focus stacking. Serta, konektivitas WiFi untuk mengirim hasil foto secara instan ke smartphone.

Bagian inti dari kamera ini ialah sensor Micro Four Thirds 16-megapixel tanpa low-pass filter, dengan sensitivitas ISO maksimum 25.600, prosesor Venus Engine, dan sistem AF Depth from Defocus.

Panasonic-Lumix-GF10
Foto: Panasonic Lumix GF10

Lalu, apa bedanya Lumix GF9 dan GF10? Dari segi fitur dan spesifikasi keduanya masih identik, perbedaannya ada di desain dan peningkatan performa saja.

Cocok untuk Anda yang mendambakan kamera seukuran kamera pocket, namun dengan fleksibilitas dan kualitas khas kamera mirrorless dengan lensa yang dapat ditukar. Keduanya hadir dengan lensa 12-32mm f/3.5-5.6.

2. Panasonic Lumix GX85 dan GX9 (Rp8 Juta dan Rp12 Juta)

Panasonic-Lumix-GX85
Foto: Panasonic Lumix GX85

Lini ini tetap hadir dalam dimensi yang super ringkas, namun dibekali dengan fitur-fitur yang lebih serius. Misalnya keberadaan hot shoe untuk memasang aksesori dan electronic viewfinder beresolusi 2,7 juta dot yang absen di lini GF.

Namun yang paling mengesankan buat saya ialah hadirnya sistem 5-axis image stabilization yang juga bisa diaktifkan secara bersamaan dengan stabilizer bawaan lensa. Jadi, lebih bisa diandalkan untuk menghasilkan footage yang mulus.

Panasonic-Lumix-GX9
Foto: Panasonic Lumix GX9

Karena terdapat viewfinder, layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot miliknya hanya bisa dimiringkan ke atas hingga 80 derajat atau ke bawah hingga 45 derajat. Keduanya dipaketkan dengan lensa 12-32mm f/3.5-5.6.

Bedanya Lumix GX85 dan GX9 terletak pada bagian intinya, di mana Lumix GX85 menggunakan sensor Micro Four Thirds dengan resolusi 16-megapixel tanpa low-pass filter. Sementara, GX9 mengusung resolusi lebih tinggi yakni 20,3-megapixel yang juga tanpa low-pass filter.

3. Panasonic Lumix G7 dan G85 (Rp7,5 dan Rp11 Juta)

Panasonic-Lumix-G7
Foto: Panasonic Lumix G7

Bila lini Lumix GF dan GX mengandalkan dimensi yang ringkas, seri G hadir dengan body bongsor. Namun dilengkapi dengan fitur-fitur yang membuat para content creator tersenyum.

Apalagi kalau bukan layar sentuh 3 inci resolusi 1,04 juta dot dengan mekanisme fully articalated yang hampir bisa diputar ke segala arah. Lalu, electronic viewfinder beresolusi 2,36 juta dot, hot shoe, dan yang tak kalah penting port mikrofon.

Bicara mengenai spesifikasi, Lumix G7 mengusung sensor Micro Four Thirds beresolusi 16-megapixel. Pun demikian dengan Lumix G85, tetapi tanpa low-pass filter. Keduanya dipaketkan dengan lensa 14-42mm f/3.5-5.6 Lalu, apa bedanya mereka?

Panasonic-Lumix-G85
Foto: Panasonic Lumix G85

Body Lumix G85 lebih bandel berkat pelat depan berbahan magnesium alloy yang tahan cipratan air dan debu. Satu lagi, Lumix G85 telah dilengkapi sistem peredam getar 5-axis image stabilization dan Dual I.S. 2.

4. Panasonic Lumix GH5 dan GH5S (Rp24 Juta dan Rp33 Juta)

Panasonic-Lumix-Gh5
Foto: Panasonic Lumix GH5

Lumix GH ialah lini flagship dari Panasonic, keduanya merupakan kamera mirrorless bersensor Micro Four Thirds yang video sentris. Namun, Lumix GH5S lebih totalitas lagi dalam hal videografi ketimbang versi standarnya.

Bila Lumix GH5 mengusung resolusi 20,3-megapixel, Lumix GH5S hanya dibekali resolusi 10,2-megapixel. Hal ini membuat GH5S jauh lebih sensitif di kondisi minim cahaya.

Panasonic-Lumix-Gh5s
Foto: Panasonic Lumix GH5S

Selain itu, Lumix GH5S memiliki teknologi Dual Native ISO, mampu merekam dalam format 4K DCI  60 fps, mode slow-motion 1080p hingga 240 fps, dan electronic viewfinder dengan refresh rate 120 fps.

Fitur VLog-L yang harus ditebus dengan biaya oleh pengguna GH5, hadir sebagai fitur standar di GH5S. Namun GH5S sama sekali tak memiliki sistem image stabilization.

Yongnuo YN450 Adalah Kamera Mirrorless dengan Jeroan ala Smartphone dan OS Android

Pernah mendengar tentang Samsung Galaxy NX? Kalau pernah, semestinya Anda sudah tidak asing dengan ide mengenai kamera mirrorless dengan jeroan ala smartphone dan sistem operasi Android. Eksperimen yang dilakukan Samsung lima tahun lalu itu jauh dari kata sukses, tapi bukan berarti pabrikan lain tidak tertarik untuk mengikutinya.

Adalah Yongnuo, produsen aksesori dan lensa kamera asal Tiongkok, yang dikabarkan sedang mengerjakan kamera semacam itu. Untuk sementara dinamai YN450, tampak pada gambar bahwa panel belakangnya didominasi oleh layar sentuh dengan tampilan mirip smartphone – saya bahkan melihat ada kamera selfie yang tertanam.

Tidak seperti Galaxy NX yang mengadopsi desain ala DSLR, Yongnuo YN450 dibuat setipis mungkin, namun di saat yang sama masih ada sedikit tonjolan di sebelah kanan sebagai hand grip. Juga kelihatan pada gambar adalah lensa 14 mm dengan wujud mirip seperti seri lensa Canon EF-L, tapi setelah diamati, tampak ada label “Yongnuo” di atas cincin merahnya.

Hal ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat Yongnuo memang juga memproduksi ‘versi KW’ dari sejumlah lensa Canon dan Nikon. Terlepas dari itu, semestinya kamera ini juga kompatibel dengan lensa asli Canon via bantuan adaptor.

Yongnuo YN450

Berdasarkan informasi yang didapat PhotoRumors, YN450 dapat merekam video 4K 30 fps, tapi tidak ada rincian mengenai sensor yang digunakan beserta resolusinya. Layar sentuhnya berukuran 5 inci dengan resolusi 1080p, sedangkan sistem operasinya mengambil Android 7.1 sebagai basisnya.

Kemiripannya dengan smartphone berlanjut sampai ke konektivitas 4G, RAM 3 GB dan storage internal 32 GB. Kapasitas baterainya cukup besar di angka 4.000 mAh. GPS, dukungan format RAW maupun slot memory card juga tersedia.

Kabarnya perangkat ini bakal diungkap pada CES 2019 di bulan Januari mendatang, bersamaan dengan nama resminya, namun Yongnuo enggan mengonfirmasinya.

Sumber: DPReview.