Hasselblad X1D, Kamera Mirrorless Medium Format Pertama di Dunia

Tidak banyak orang mengenal kamera medium format. Kamera jenis ini biasanya punya bodi amat bongsor, performa lamban dan harga selangit. Hal ini pun menyebabkan tidak semua fotografer profesional merasa perlu memilikinya. Mereka yang memilih kamera medium format biasanya hanya terpaku pada satu aspek, yaitu kualitas gambar.

Ukuran sensor medium format sangat masif, bahkan jauh lebih besar ketimbang sensor full-frame yang kerap kita jumpai pada DSLR kelas atas. Umumnya dibarengi oleh resolusi yang sangat tinggi, sensor medium format sanggup menangkap gambar dengan detail yang sangat tajam dan dynamic range yang amat luas.

Di ranah medium format, Hasselblad merupakan nama yang paling dikenal. Brand asal Swedia ini sudah tiga perempat abad memproduksi kamera medium format, dan di pertengahan tahun 2016 ini mereka memutuskan untuk melakukan inovasi besar-besaran. Buah pemikirannya? Kamera mirrorless medium format pertama di dunia.

Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad
Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad

Dijuluki Hasselblad X1D, ia merupakan satu-satunya kamera mirrorless yang mengemas sensor medium format sejauh ini. Sensor ekstra besar tersebut dibungkus dalam kemasan yang lebih kecil dari DSLR, dengan bobot hanya separuh kamera medium format pada umumnya (725 gram).

Elegan dan premium adalah dua kata sifat yang tepat untuk menggambarkan fisik X1D. Hasselblad bahkan tak segan membubuhkan label “Handmade in Sweden” pada bodi X1D yang tahan terhadap cuaca ekstrem tersebut. Kontrolnya pun termasuk lengkap, dengan kenop putar di atas hand grip dan satu lagi di panel belakang.

Sisi belakangnya sendiri didominasi oleh layar sentuh 3 inci beresolusi 920 ribu dot, didampingi oleh electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot. Tepat di atas EVF tersebut, tertanam hotshoe yang kompatibel dengan beragam aksesori untuk kamera besutan Nikon. Di bagian samping, pengguna akan menjumpai slot SD card ganda, port mini HDMI serta port USB-C.

Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad
Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad

Namun tentu saja hal terpenting yang patut disorot dari X1D adalah kinerjanya dalam menciptakan gambar berkualitas. Sensor medium format miliknya punya resolusi 50 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25600 dan dynamic range mencapai 14 stop. Gampangnya, hasil jepretan X1D tak kalah dibanding Hasselblad H6D yang berukuran jauh lebih besar dan berharga tiga kali lipat.

Agar hasil fotonya optimal dan tajam dari ujung ke ujung, Hasselblad telah merancang dua lensa anyar, yakni 45 mm f/3.5 dan 90 mm f/4.5. Keduanya memakai mount yang berbeda dari lini lensa H System bikinan Hasselblad, akan tetapi pengguna tetap bisa memakai lensa-lensa tersebut dengan bantuan adapter.

Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad
Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad

Tujuan Hasselblad menciptakan X1D bukan sekadar untuk pamer semata, tetapi mereka memang merasa tergerak untuk membawa keunggulan kamera medium format ke kalangan konsumen yang lebih luas. Membuat versi mirrorless merupakan langkah yang tepat, namun mereka masih harus menekan harganya semaksimal mungkin.

Untuk itulah mereka berencana memasarkan Hasselblad X1D seharga $8.995 body only, $11.290 bersama lensa 45 mm f/3.5, atau $13.985 dengan kedua lensa barunya sekaligus. Sebagai perbandingan, Sony A7R II yang mengusung sensor full-frame dijajakan seharga $3.200 body only.

Sumber: PetaPixel dan Hasselblad.

Apa Itu Kamera Mirrorless dan Apa Saja Kelebihannya

Dalam beberapa tahun terakhir, industri kamera ‘dihantui’ oleh istilah mirrorless. Tidak sedikit fotografer profesional yang memutuskan untuk memensiunkan kamera DSLR-nya dan beralih ke mirrorless. Sejumlah pabrikan, termasuk Fujifilm yang populer di era kamera analog, kini juga ikut menekuni bidang mirrorless dan meraih sukses.

Namun sebelum kita membahas mengenai kelebihan-kelebihannya, ada baiknya kita memahami lebih dulu apa itu kamera mirrorless. Artikel ini dimaksudkan untuk menjawab rasa ingin tahu Anda terhadap kamera mirrorless.

Apa itu kamera mirrorless

Salah satu kamera mirrorless besutan Olympus dalam posisi lensa dilepas / Wikipedia
Salah satu kamera mirrorless besutan Olympus dalam posisi lensa dilepas / Wikipedia

Secara harfiah, kamera mirrorless berarti kamera tanpa cermin. Namun kalau mengacu pada makna ini, berarti semua kamera non-SLR atau non-DSLR adalah kamera mirrorless, termasuk kamera saku maupun kamera prosumer.

Istilah mirrorless lebih tepatnya mengacu pada mirrorless interchangeable lens camera (MILC), yaitu kamera yang lensanya bisa dilepas-pasang atau diganti, tetapi tidak dilengkapi cermin seperti DSLR. Absennya cermin ini secara langsung berdampak pada ukuran kamera mirrorless yang umumnya jauh lebih ringkas ketimbang DSLR.

Pemahaman ini pun berujung pada istilah lain dari kamera mirrorless, yaitu compact system camera (CSC), yang menggambarkan kelebihan kamera mirrorless: bodi ringkas, tapi merupakan sebuah sistem karena lensanya bisa digonta-ganti.

Karena tidak memiliki cermin, kamera mirrorless pun otomatis tidak mempunyai optical viewfinder seperti DSLR – terkecuali sejumlah model seperti Fujifilm X-Pro2. Komponen ini digantikan oleh electronic viewfinder (EVF) yang semakin tahun semakin matang teknologinya; sanggup menampilkan gambar tanpa lag dan dalam resolusi tinggi.

Kemunculan kategori mirrorless sendiri diawali oleh Epson R-D1 di tahun 2004. Namun sebelum Panasonic Lumix DMC-G1 diperkenalkan di tahun 2008, kategori mirrorless masih belum terlalu populer. Sesudahnya, kita pun sampai ke titik dimana kamera mirrorless bisa dibilang lebih populer ketimbang DSLR seperti sekarang ini.

Kelebihan-kelebihan kamera mirrorless

Sony A6300 merupakan salah satu kamera mirrorless dengan performa autofocus tercepat saat ini / Sony
Sony A6300 merupakan salah satu kamera mirrorless dengan performa autofocus tercepat saat ini / Sony

Seperti yang telah disebutkan, kelebihan utama kamera mirrorless adalah ukurannya ringkas dan bobotnya jauh lebih ringan, akan tetapi lensanya bisa diganti sesuai kebutuhan layaknya DSLR. Lebih lanjut, kualitas gambarnya pun tidak kalah karena umumnya mengemas sensor berukuran cukup besar; sejumlah model, seperti Sony A7R II, bahkan mengusung sensor full-frame yang biasanya hanya bisa kita jumpai pada DSLR seharga puluhan juta.

Performa kamera mirrorless terkini pun sudah sangat mendekati kamera DSLR. Demikian pula dengan kontrol manual yang lengkap. Satu-satunya aspek yang masih bisa dibilang lebih lemah daripada DSLR adalah continuous autofocus. Itulah mengapa fotografer olahraga biasanya masih lebih memilih DSLR dibanding mirrorless.

Secara keseluruhan, kamera mirrorless tidak bisa lagi dipandang enteng dalam industri fotografi dan videografi. Kematangan teknologi beserta kelengkapan ekosistem lensa yang ditawarkan oleh sejumlah merek pada akhirnya mampu merebut hati pengguna, baik kalangan profesional maupun konsumen secara umum.

Gambar header: Fujifilm X-M1 via Pexels.

Sony Luncurkan Kamera Pengawas dengan Kemampuan Merekam Video 4K dalam Kegelapan

Video yang direkam kamera pengawas atau CCTV biasanya beresolusi rendah. Tapi tidak masalah karena fungsi utamanya adalah mengawasi keadaan suatu lokasi, terutama di malam hari dimana jumlah yang menjaga biasanya tidak sebanyak pada saat jam kerja.

Namun anggapan kita terhadap kamera pengawas seperti di atas bakal berubah berkat produk terbaru Sony, yaitu Sony SNC-VB770. Kamera pengawas ini istimewa karena kemampuannya merekam dalam resolusi 4K 30 fps serta dapat ‘melihat’ di kegelapan. Tidak seperti CCTV inframerah yang hanya bisa merekam dalam satu warna di tempat gelap, SNC-VB770 akan mengabadikan semuanya secara berwarna.

Kamera ini dibekali oleh sensor full-frame 12,2 megapixel – sepertinya sama persis dengan yang tertanam di Sony A7S II. Sensor ini sangat sensitif terhadap cahaya. Begitu sensitifnya, ia bisa ‘melihat’ meski tingkat kecerahan hanya sebatas 0,004 lux. Sebagai pembanding, 0,002 lux adalah tingkat kecerahan saat bulan sedang ‘malu-malu’ bersinar di langit.

Fitur crop 4x pada Sony SNC-VB770

Resolusi 4K juga memungkinkan pengguna kamera ini untuk meng-crop empat bagian spesifik dalam video, lalu menampilkannya sebagai empat video terpisah dalam resolusi VGA (640 x 480 pixel) guna memudahkan pengawasan. Kamera ini dapat dikendalikan menggunakan smartphone via sambungan Wi-Fi, sedangkan foto maupun video yang diambilnya bisa dikirim lewat koneksi LAN.

SNC-VB770 menganut sistem mirrorless dimana lensanya bisa dilepas-pasang. Ia kompatibel dengan seluruh lensa yang termasuk dalam lini E-mount buatan Sony maupun pabrikan lain macam Carl-Zeiss.

Soal harga, sepertinya ini merupakan salah satu kamera pengawas termahal yang pernah ada. Sony mematoknya seharga 850 ribu yen, atau sekitar Rp 98 juta, tanpa lensa. Belum ada informasi apakah Sony bakal memasarkannya di luar Jepang.

Sumber: Engadget.

Sigma Luncurkan Duo Kamera Mirrorless Perdananya, sd Quattro dan sd Quattro H

Nama Sigma selama ini dikenal oleh para fotografer sebagai salah satu produsen lensa terlengkap untuk berbagai merek. Namun dalam beberapa tahun terakhir, Sigma juga terus bereksperimen dengan kamera buatannya sendiri, utamanya adalah lini Sigma DP Quattro, kamera compact dengan wujud dan jenis sensor tidak umum.

Kini Sigma terus menggenjot inovasi mereka di bidang fotografi lewat duo kamera mirrorless perdananya, sd Quattro dan sd Quattro H. Keduanya sama-sama memakai sensor Foveon yang cukup unik. Unik karena sensor ini pada dasarnya terdiri dari sejumlah lapisan, memungkinkan kamera untuk menangkap gambar dengan warna yang lebih kaya dan resolusi lebih tinggi dibanding teknologi sensor gambar pada umumnya.

Sigma sd Quattro dan sd Quattro H

Sigma sd Quattro dan sd Quattro H punya fisik yang sama persis. Letak perbedaannya hanya pada ukuran sensor yang dipakai: sd Quattro mengemas sensor berukuran APS-C, sedangkan sd Quattro H punya sensor APS-H yang ukurannya sekitar 30 persen lebih besar.

Sensor milik sd Quattro punya resolusi 19,6 megapixel, sedangkan sd Quattro H 25,5 megapixel, masing-masing dengan sistem autofocus hybrid. Namun mengingat teknologi yang dipakai sensor Foveon ini berbeda, masing-masing sensor punya resolusi setara 39 megapixel dan 51 megapixel pada sensor bertipe Bayer yang dipakai oleh hampir semua kamera digital saat ini.

Sigma sd Quattro

Selain penggunaan teknologi sensor yang tidak umum, desain duo sd Quattro ini juga bisa dibilang sedikit aneh. Hand grip-nya lebih pendek ketimbang bagian bodi yang mengemas sensor. Hal ini disebabkan Sigma sengaja merancang keduanya agar kompatibel dengan seluruh lini lensa yang mereka produksi, termasuk halnya lensa untuk kamera DSLR. Alhasil, ‘rumah’ lensanya pun harus dibuat lebih besar.

Di belakang, pengguna akan berjumpa dengan electronic viewfinder beresolusi 2,3 juta dot, dengan sudut pandang mendekati 100 persen, menurut klaim Sigma. Di bawahnya, ada LCD 3 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Uniknya, LCD ini sebenarnya terdiri dari dua layar; layar kecil yang ada di sebelah kanan akan menampilkan pengaturan kamera secara konstan. Semua ini dikemas dalam bodi berbahan magnesium yang tahan air dan debu.

Sigma sd Quattro

Sejauh ini belum ada informasi mengenai harga dan ketersediaannya. Sigma sedang memamerkan keduanya di hadapan pengunjung event CP+ 2016 yang digelar di Yokohama, Jepang.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-Pro2 Dirilis, Usung Sensor Baru, Hybrid Viewfinder dan Performa di Atas Rata-Rata

Setelah dinanti-nanti selama beberapa tahun, Fujifilm akhirnya merilis suksesor dari kamera mirrorless pertamanya. Bernama Fujifilm X-Pro2, kamera ini masih mempertahankan segala kebaikan pendahulunya selagi membawa peningkatan yang begitu signifikan.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor APS-C CMOS X-Trans III yang benar-benar gres. Secara garis besar, sensor ini sama jagonya dengan varian X-Trans terdahulu. Hanya saja, resolusinya kini meningkat drastis menjadi 24,3 megapixel, dan sensitivitas ISO-nya ikut naik menjadi 12.800.

Keandalan sensor gambar ini turut didukung oleh sebuah prosesor baru yang diklaim empat kali lipat lebih gesit daripada sebelumnya. Alhasil, Fujifilm tak segan menyebut X-Pro2 sebagai kamera mirrorless-nya yang paling responsif saat ini.

Fujifilm X-Pro2

Segesit apa memang? Hanya 0,4 detik sejak dinyalakan, ia sudah bisa dipakai untuk mengambil gambar. Interval pengambilan gambar tentu juga bertambah cepat, tepatnya di angka 0,25 detik. Dan yang pasti, performa autofocus-nya kini juga semakin kencang, dapat mengunci fokus dalam waktu 0,06 detik saja.

Kinerja autofocus yang dimiliki X-Pro2 semakin sempurna dengan bertambah banyaknya titik fokus yang bisa dijangkau. Total ada 273 titik fokus yang bisa dipilih, 77 di antaranya mengadopsi teknologi phase-detection agar pengguna dapat mengunci fokus pada objek bergerak.

Kinerja autofocus yang cepat dan akurat ini bahkan masih bisa diandalkan ketika memotret dalam mode continuous dengan kecepatan 8 fps. Semuanya akan kian lengkap berkat kemampuan shutter mekanik X-Pro2 yang kini bisa mencapai angka 1/8.000 detik, sangat cocok untuk ‘membekukan’ aksi-aksi dalam kecepatan tinggi.

Fujifilm X-Pro2

Sensor baru, prosesor baru, X-Pro2 juga mengemas viewfinder yang sangat canggih. Viewfinder ini mengadopsi sistem hybrid, yang artinya pengguna bisa berganti antara viewfinder optik atau elektronik beresolusi 2,36 juta dot dengan cepat. Terdapat pula mode khusus dimana pengguna bisa menggunakan keduanya secara bersamaan; optik, tapi di ujung bawah kanan ada tampilan viewfinder elektronik untuk mengecek fokus maupun pengaturan exposure.

Dari segi fisik, di sinilah X-Pro2 banyak mempertahankan elemen-elemen positif yang diusung pendahulunya. Desainnya masih sangat retro, tapi juga terasa premium berkat rangka magnesium dan sederet kenop yang terbuat dari aluminium. Tapi yang lebih penting, bodi X-Pro2 tahan terhadap cuaca ekstrem; bisa dipakai saat hujan deras atau ketika berada di lokasi dengan suhu -10 derajat Celsius.

Fujifilm X-Pro2

Di belakang, Anda akan disambut oleh LCD 3 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Sayangnya, LCD ini bukan layar sentuh dan tidak bisa dimiringkan. Untuk menutupi kekurangan ini, Fujifilm menyematkan sebuah joystick kecil di sisi kanan atas layar, yang bisa dimanfaatkan untuk mengatur letak titik fokus dengan mudah dan cepat.

Secara keseluruhan, X-Pro2 bisa dipastikan semakin oke dalam hal pengoperasian, apalagi mengingat handgrip-nya sedikit lebih gemuk ketimbang sebelumnya. Keunikan lain X-Pro2 ada pada sisi kanannya, dimana untuk pertama kalinya buat kamera Fujifilm, terdapat slot SD card ganda.

Penggemar kamera mirrorless maupun para fotografer profesional tentunya sudah tidak sabar menanti kehadiran Fujfilm X-Pro2. Pemasarannya akan dimulai bulan Februari mendatang, dengan banderol harga $1.700 untuk bodinya saja. Namanya saja “Pro”, jelas harganya juga ikut pro.

Sumber: Fujifilm.

Panasonic Hadirkan Fitur Post Focus Pada Lini Kameranya

Memindah fokus pasca pemotretan ibarat mantra sihir yang sulit dipercaya. Beberapa smartphone memang sudah menawarkan fitur ini – meski hasilnya masih terkesan terlalu artificial – tapi kamera mirrorless maupun DSLR malah belum, kecuali Lytro yang memanfaatkan teknologi light field.

Tapi Anda tak perlu khawatir karena fitur ini bisa dipastikan akan menghampiri kamera mirrorless maupun DSLR, diawali oleh Panasonic. Produsen lini kamera Lumix tersebut baru saja memperkenalkan fitur bernama Post Focus. Fungsinya? Apa lagi kalau bukan membebaskan pengguna mengatur fokus setelah pengambilan gambar.

Cara kerjanya cukup sederhana: aktifkan mode Post Focus, lalu kamera akan mengambil beberapa gambar sekaligus, masing-masing dengan titik fokus yang berbeda. Selanjutnya, memanfaatkan layar sentuh, Anda bisa menetapkan titik fokus yang diinginkan, lalu kamera akan menyimpan file-nya dalam resolusi 8 megapixel – atau kalau menurut istilah Panasonic, 4K Photo.

Panasonic menegaskan bahwa fitur Post Focus ini akan sangat efektif ketika digunakan untuk memotret objek diam, seperti misalnya foto portrait atau landscape. Lebih lanjut, fitur ini juga bisa bermanfaat dalam kegiatan fotografi makro berkat “focus stacking”, dimana kamera akan menggabungkan beberapa foto menjadi satu gambar yang area fokusnya lebih besar.

Fitur Post Focus ini akan hadir lewat sebuah firmware update yang bisa diunduh secara cuma-cuma melalui laman support resmi Panasonic pada tanggal 25 November mendatang. Kamera yang didukung adalah Lumix GX8, Lumix G7 dan Lumix FZ300 – entah mengapa Lumix GH4 tidak tercantum, padahal ia juga dilengkapi mode 4K Photo.

Sumber: PR Newswire via Digital Trends.

Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Sepertinya kita sudah sampai pada titik dimana DSLR tak lagi bisa dianggap lebih superior dari kamera mirrorless. Lihat saja brandbrand seperti Sony atau Panasonic yang tak segan menarget kalangan profesional lewat kamera mirrorless-nya. Dan anggapan ini akan semakin diperkuat berkat keikutsertaan dari salah satu nama paling legendaris di industri fotografi, Leica. Continue reading Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Canon Rilis Kamera Mirrorless untuk “Generasi Media Sosial”

Nama Canon mungkin tidak seharum Fujifilm atau Panasonic di kancah mirrorless. Sampai saat ini pabrikan DSLR paling populer itu terkesan malas-malasan menggarap kamera mirrorless. Pun demikian, hal itu bukan berarti Canon memang emoh bersaing di pasar mirrorless; mereka baru saja menelurkan kamera baru bernama Canon EOS M10. Continue reading Canon Rilis Kamera Mirrorless untuk “Generasi Media Sosial”

Kamera Kecil Tiny1 Bisa Temani Anda ‘Jelajahi’ Langit

Astrophotography ialah upaya mengambil gambar objek-objek luar angkasa, entah dengan kamera biasa atau teleskop Hubble. Prosesnya tidak sesederhana deskripsinya, ada aspek spesifikasi wajib yang harus dipenuhi dalam kamera. Tapi naiknya kepopularitasan astro-photography di kalangan fotografer mendorong produsen untuk terus meramu produk terjangkau. Continue reading Kamera Kecil Tiny1 Bisa Temani Anda ‘Jelajahi’ Langit

DJI Zenmuse X5 Adalah Kamera Mirrorless Khusus untuk Drone Inspire 1

Tidak perlu diragukan, DJI Inspire 1 adalah drone yang ditujukan buat kalangan videografer profesional berkat segala keunggulannya. Kendati demikian, sensor CMOS berukuran 1/2,3 inci milik kameranya tampaknya kurang bisa memenuhi permintaan para sineas film, terlebih jika digunakan dalam kondisi minim cahaya. Continue reading DJI Zenmuse X5 Adalah Kamera Mirrorless Khusus untuk Drone Inspire 1