Sony A7S III Hadir di Indonesia dan Umumkan Program Eksklusif Alpha Privileged Club

Kamera dambaan videografer Sony A7S III telah resmi datang ke Indonesia, acara peluncurannya dilakukan secara virtual dan disiarkan langsung di channel YouTube Sony Indonesia. Hadirnya A7S melengkapi rangkaian kamera mirrorless full frame unik dari Sony, terutama A7R IV yang menawarkan resolusi tinggi, A9 II kecepatan, dan A7S sensitivitas.

Pengembangan kamera ini memang memakan waktu yang cukup lama, karena kami melakukan berbagai riset untuk menyempurnakan kamera ini. Melalui penantian panjang ini, kami selalu mendengarkan masukan dari konsumen dan melihat perkembangan industri sampai akhirnya A7S III hadir sebagai inovasi yang melampaui ekspektasi mereka,” ujar Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Sony A7S III akan segera tersedia di Indonesia pada bulan November 2020 dengan harga Rp50.999.000. Kita sudah dapat memesannya secara pre-order mulai tanggal 25 September sampai 11 Oktober 2020 di seluruh Sony Authorized Dealer.

Untuk pembelian kamera Sony A7S III pada masa pre-order, konsumen akan mendapatkan paket spesial senilai Rp4.400.000 dalam bentuk CF Express Type A 80GB, baterai NP-FZ100 secara gratis, dan kesempatan menerima potongan harga sebesar Rp1.500.000 untuk lensa G Master PWP (model pilihan: SEL24F14GM, SEL70200GM, SEL2470GM, dan SEL1635GM).

Program Eksklusif ‘Alpha Privileged Club’

~ai-57f34150-4586-4e9f-b4ef-6e945c4f8115_

Bersama A7S III, Sony juga mengumumkan program keanggotaan eksklusif ‘Alpha Privileged Club’ dengan status Platinum yang merupakan persembahan Sony Indonesia untuk para pemilik setia kamera Alpha, khususnya pengguna lini produk full frame high-end Sony. Pendaftaran Alpha Privileged Club dapat dilakukan secara gratis mulai hari ini melalui laman resmi Alpha Privileged Club.

Syarat untuk dapat bergabung menjadi anggota Alpha Privileged Club Anda harus mempunyai setidaknya satu kamera kelas atas Sony dengan garansi Sony Indonesia yaitu Sony Alpha 9, A9 II, A7R IV, A7R III, A7R II, A7S II, dan A7S III. Pengguna merupakan penduduk Indonesia dan memiliki akun atau terdaftar pada microsite My Sony.

Kami memfokuskan program ini pada pengguna lini produk Full-Frame High terlebih dahulu, karena kami melihat peningkatan minat pengguna di Indonesia terhadap deretan lini produk ini. Kami harap dapat terus menghadirkan yang terbaik dan lebih dekat lagi dengan para konsumen kedepannya,” kata Kazuteru Makiyama.

Program ini menawarkan berbagai manfaat, seperti layanan sensor cleaning cuma-cuma di Sony Service Center tertentu, pick up delivery untuk setiap kamera yang membutuhkan perbaikan, hingga voucher berupa potongan khusus yang bisa digunakan dalam pembelian kamera dan lensa. Setiap anggota Alpha Privileged Club juga akan mendapatkan kartu keanggotaan, paket merchandise eksklusif yang dipersonalisasi, serta privilese khusus mengenai informasi produk, promo, maupun aktivitas terbaru yang diselenggarakan oleh Sony Indonesia.

Fitur Utama Sony A7S III

Tampilan Sony Alpha 7S III

Mengingat selisih lima tahun dengan generasi sebelumnya, Sony A7S III pun sepenuhnya dirancang ulang termasuk sensor dan prosesor gambar baru. Sensor gambarnya tetap beresolusi 12,1MP tetapi dengan struktur back-illuminated Exmor R CMOS yang mengurangi rolling shutter hingga tiga kali dan memiliki sensitivitas tinggi.

Sensor gambar terbaru ini mencakup sistem focal plane phase-detection AF untuk pertama kalinya pada kamera seri S. Penggunaan struktur back-illuminated juga meningkatkan kecepatan pembacaan data 2x dan dengan kombinasi prosesor gambar baru Bionz XR yang terdiri dari dua gabungan prosesor, membuat kinerja pemrosesan meningkat hingga 8x lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional.

Tampilan Layar Sentuh dari Kamera Sony Alpha 7S III

Beberapa fitur utama Sony A7S III antara lain kemampuan perekaman video 4K hingga 120p dengan kedalaman 10-bit dan pengambilan sampel warna 4:2:2. Serta, Full HD hingga 240 fps dengan full-pixel readout tanpa pixel binning dan mendukung ISO sampai 409.600.

Dengan S-Log3 yang menawarkan dynamic range 15+ stop dan punya ISO minimum 160 sehingga lebih fleksibel saat pengambilan gambar maupun saat post-production. Juga menawarkan berbagai mode perekaman video, seperti All-Intra dan MPEG-H HEVC/H.265 coding (XAVC HS). Serta, memungkinkan output hingga 4K 60p 16-bit RAW ke perekam eksternal melalui konektor HDMI Tipe-A.

Desain Alpha 7S III juga telah dirombak untuk memastikan pembuangan panas yang lebih efektif dan mencegah pemanasan berlebih – bahkan selama sesi perekaman video terus-menerus dengan fitur 4K 60p 10-bit 4:2:2 selama satu jam atau lebih.

Tampilan Sony Alpha 7S III dengan Slot Kartu Dual CFexpress Tipe A

Selain itu, Sony A7S III juga menarkan fitur-fitur seperti mode aktif dengan 5-axis in-body image stabilization, interface layar sentuh, layar LCD vari-angle bukaan samping, viewfinder electronic OLED 9,44 juta-dot, dan merupakan kamera pertama di dunia dengan slot kartu dual CFexpress Tipe A.

Untuk fitur fotografinya, A7S III mengusung sistem Hybrid AF cepat dengan titik 759 phase-detection AF yang mencakup 92% sensor gambar. Kamera ini juga dapat mencapai ketepatan AF tinggi untuk fokus akurat dalam cahaya hingga EV-6, di mana subjek sulit untuk dilihat dengan jelas bahkan dengan mata telanjang.

Kita dapat melakukan pemotretan terus-menerus, lebih dari 1000 gambar RAW yang tidak terkompresi hingga 10fps atau hingga 8fps dalam mode live view, baik secara shutter mekanis atau elektronik. A7S III juga menyertakan HEIF (Format File Gambar dengan Efisiensi Tinggi) yang memungkinkan gradasi 10-bit yang halus dan teknologi kompresi mutakhir untuk menjaga kualitas gambar sekaligus secara signifikan mengurangi ukuran file dan menghemat ruang penyimpanan.

Kata Para Profesional

Dalam acara peluncuran A7S III, Sony juga mengundang Upie Guava selaku Alpha Professional Videographer dan Fajar Bustomi – Indonesian Box Office Film Director untuk menceritakan pengalaman mereka menggunakan A7S III. Bicara filmmaking, menurut Upie Guava di masa depan akan ke arah tidak adanya lagi pembatasan kreativitas, hanya karena support sistem produksi dalam hal ini adalah kamera dan ekosistemnya. Sekat-sekat dalam industri pun akan melebur karena semakin terbukanya platform baru di era internet.

Indie filmmaking atau dengan kata lain limited crew production akan menjadi hal yang mainstream dan akan bersaing di platform yang sama dengan produksi yang dapat dikatakan besar saat ini dan pada masa tersebut ekosistem di sebuah produksi pasti akan berubah sesuai dengan kebutuhannya. Tool atau alat tidak akan lagi menjadi penentu atau pembatas sebuah kreativitas.

Low light sensitivity adalah kunci utamanya, performa kamera ini dalam hal sensitivitas terhadap cahaya membuka banyak peluang untuk mengeksploasi shot-shot yang sebelumnya hanya berakhir di benak kita karena terbentur keterbatasan produksi. Tidak perlu tergantung pada lighting dengan watt yang besar misalnya. Buat Upie Guava, ekosistem LED lighting saat ini dengan Sony A7S III merupakan kombinasi yang sempurna.

Sementara menurut Fajar Bustomi, efek rolling shutter pada A7S III hampir tidak ada dan sudah seperti kamera cinema. Sehingga tidak menutup kemungkinan A7S III bisa digunakan untuk produksi film layar lebar karena bioskop di Indonesia sendiri saat ini rata-rata resolusinya di 2K. Semua yang dibutuhkan untuk produksi film bioskop pun sudah tersedia di A7S III yaitu video 4K 10-bit 4:2:2.

Secara teknologi, menurut mereka Sony A7S III adalah kamera yang cerdas. Tidak hanya bicara spesifikasi yang tinggi tapi fitur-fiturnya juga cerdas dalam artian memenuhi kebutuhan seorang videografer. Misalnya autofocus tidak hanya bicara soal kecepatan tapi juga soal keakuratan dan cara transisi fokusnya natural seperti dikontrol oleh sang videografer.

Alice Adalah Konsep Kamera dengan Sensor MFT dan Menggabungkan Kekuatan AI Smartphone

Fotografi merupakan aspek penting dari sebuah smartphone. Setiap model smartphone baru dirilis, kamera selalu menjadi sorotan utama dan teknologinya terus menerus berkembang.

Kedepannya apakah mungkin kamera smartphone memiliki sistem lensa yang bisa diganti? Atau justru sebaliknya, pabrikan kamera mengadopsi sistem operasi Android dan menghadirkan fungsi smartphone di kamera mirrorless. Sayangnya saat ini belum kesana, tetapi konsep kamera bernama ‘Alice’ mendekatinya.

Alice adalah interchangeable lens camera dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) yang terintegrasi dengan smartphone. Kamera ini memiliki chip AI khusus dengan machine learning untuk mendorong batasan dari apa yang dapat dilakukan oleh sebuah kamera.

Saat ini, kamera Alice masih dalam prototipe konsep dan akan tersedia di platform crowdfunding Indiegogo pada bulan Februari 2021 mendatang. Kamera ini dirancang oleh kolaborasi tim engineer, data scientist, dan content creator di Inggris sejak bulan November 2019 dan pada bulan Juli 2020 desain konsep ketiga Alice telah terbentuk berdasarkan umpan balik customer. Mereka juga telah mewawancari 1.000 fotografer dan videografer untuk mendengar keluh kesahnya dan menjawabnya lewat Alice.

5f17f3c4d278cc45971ffe32_website-3-gigapixel-scale-2_00x

Kamera ini tidak memiliki layar sendiri, jadi kita bisa memasangkan smartphone untuk mengendalikan pengaturan kamera, termasuk untuk melihat pratinjau dan meninjau foto. Kamera dan smartphone akan berkomunikasi menggunakan koneksi nirkabel 5GHz. Berkat chip AI yang dimilikinya, kamera akan menawarkan kemampuan dan teknik baru untuk autofocus, autoexposure, colour science, dan banyak lagi.

5f17f472a22e253e30dcc51d_iPhone-X-XS-11-Pro-–-8_2x_iphonexspacegrey_portrait-p-1080

Anda tentu setuju bahwa fitur-fitur berbasis AI di kamera smartphone selangkah lebih maju dibanding di kamera digital. Bayangkan semua kelebihan tersebut dikombinasikan dengan sensor sebesar Micro Four Thirds dan dukungan berbagai lensa berkualitas tinggi.

Untuk menjawab kebutuhan selfie dan vlogging, smartphone juga bisa dipasangkan secara terbalik dan kita bisa menggunakan sebagian layar smartphone untuk menyesuaikan komposisi. Penyimpanannya menggunakan Micro SD dan hasilnya bisa segera ditransfer untuk diedit dan dibagian ke media sosial.

5f17f4171e5dbcd12cb80393_transparent-1-gigapixel-scale-2_00x-p-500_copy

Alice dapat merekam video 4K pada 30p atau Full HD pada 60p dan kita bisa memanfaatkan Alice untuk melakukan live streaming. Ukuran piksel besar dan struktur Quad Bayer memberikan performa di kondisi pencahayaan rendah lebih baik dan dynamic range lebih luas.

Harga normal Alice Camera nantinya dibanderol £750 atau sekitar Rp14,3 juta. Namun untuk pengguna awal lewat pemesanan di Indiegogo harga £450 dan £550 dengan deposit sebesar £50, kemudian akan dikirim mulai bulan Maret 2021.

Sumber: DPreview

Sony a7C Usung Sensor Full-Frame dalam Bodi Seukuran Kamera APS-C

Sony a7S III rupanya bukan satu-satunya kamera mirrorless full-frame yang Sony luncurkan di tahun pandemi ini. Mereka juga baru saja mengumumkan a7C, yang mereka klaim sebagai kamera mirrorless terkecil yang mengusung sensor full-frame.

Oke, sebelum membahasnya lebih jauh, klaim tersebut mungkin perlu agak diluruskan. a7C tercatat memiliki dimensi 124 x 71,1 x 59,7 mm, dengan bobot 509 gram. Bandingkan dengan Sigma fp, yang sama-sama merupakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi yang dimensinya cuma 112,6 x 69,9 x 45,3 mm, dan beratnya hanya 422 gram.

Sony bukannya bohong, tapi deskripsi terkecil tadi rupanya kurang lengkap. Yang lebih tepat adalah menyebut Sony a7C sebagai kamera mirrorless terkecil yang dibekali sensor full-frame plus in-body image stabilization (IBIS). Sigma fp memang lebih mungil, tapi kamera tersebut sama sekali tidak dilengkapi sistem penstabil.

Ini tentu juga bukan pertama kalinya Sony menyematkan sensor sebesar ini di bodi sekecil ini. Jauh sebelum ini pernah ada seri kamera Sony RX1, akan tetapi bedanya kamera tersebut punya lensa yang fixed, sedangkan a7C bisa dilepas-pasang lensanya. Desainnya sepintas kelihatan mirip seperti Sony a6600, dan ternyata bobot kedua kamera memang hampir sama meski ukuran sensornya berbeda jauh.

Secara teknis, a7C mengusung spesifikasi yang nyaris identik seperti a7 III, yang mencakup sensor full-frame 24 megapixel, IBIS 5-axis, burst shooting dengan autofocus sekencang 10 fps, perekaman video 4K 30 fps dengan dukungan format S-Log2 maupun S-Log3, sampai baterai NP-FZ100 yang berkapasitas besar. Sebagai bagian dari keluarga besar Sony a7, tracking autofocus berbasis AI juga menjadi salah satu suguhan utama di a7C.

Di bagian belakang, Anda akan menemukan touchscreen 3 inci yang bisa dihadapkan ke depan untuk vlogging. Sayang viewfinder elektroniknya lebih inferior ketimbang milik a7 III. Resolusinya memang sama-sama 2,36 juta dot, akan tetapi tingkat perbesarannya lebih kecil di angka 0,59x.

Sony a7C kabarnya akan mulai dipasarkan pada akhir Oktober. Di Amerika Serikat, ia dihargai $1.800 body-only, atau $2.100 bersama sebuah lensa kit. Lensanya kebetulan juga baru: 28-60mm f/4-5.6 dengan model collapsible yang membuatnya jadi lebih ringkas.

Sumber: DPReview.

5 Peralatan yang Perlu Dipersiapkan Saat Memulai Bisnis Fotografi

Memotret adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Setelah memiliki kamera digital untuk pertama kalinya, saya pun mulai aktif mengikuti berbagai workshop dan komunitas fotografi.

Bagi para penggemar fotografi seperti saya, menjadi fotografer profesional merupakan sebuah impian yang menurut saya sangat mungkin untuk dicapai. Sebab, potensi karir dan peluang bisnis dalam fotografi sangatlah luas.

Meski bisnis fotografi juga terpukul akibat pandemi covid-19, namun kita harus optimis bahwa badai pasti berlalu. Saat ini, kita bisa mematangkan persiapan dan giat menyerap ilmu. Ada banyak sekali workshop dan webinar fotografi yang bisa diikuti.

Lalu, peralatan esensial apa saja yang dibutuhkan untuk membuka bisnis fotografi?

1. Dua Kamera

Kamera

Saya mulai dari memilih setidaknya dua kamera, kenapa harus dua? Selain tentunya sebagai backup, kamera kedua bisa digunakan oleh penembak kedua atau menggunakan dua kamera langsung dengan dua lensa yang berbeda.

Untuk kebutuhan foto, kamera dengan sensor full frame memiliki banyak keunggulan dibanding APS-C terutama di kondisi pencahayaan rendah. Namun, kamera APS-C juga mampu menghasilkan foto yang berkualitas.

Skenario rekomendasi dari saya untuk Sony, kita bisa mengandalkan kamera utama dengan Sony A7 III atau A7 II juga masih sangat baik untuk foto meski fitur videonya sangat minim. Lalu, untuk kamera sekunder bisa memilih Sony A6xx series.

Dari Canon, kita juga bisa menggunakan konfigurasi full frame dan APS-C. Misalnya untuk kamera utama bisa mengandalkan Canon EOS R atau EOS RP, kemudian untuk APS-C bisa menggunakan EOS M50 atau EOS M6 Mark II.

Untuk Fujifilm, kita akan sepenuhnya mengandalkan kamera APS-C. Kombinasi yang pas menurut saya ialah Fujifilm X-T4 atau X-T3 sebagai kamera utama, kemudian X-T30/X-T20 sebagai kamera sekunder.

2. Lensa

Lensa

Lensa turut andil besar terhadap kualitas foto yang kita hasilkan, oleh karena itu memilih lensa yang tepat menjadi sangat penting dan pastikan mencakup focal length lebar hingga tele. Saya akan mulai dari tiga opsi lensa, yaitu dua lensa fix/prime dan satu lensa zoom.

Kenapa lensa fix? Karena memiliki aperture besar yang berguna untuk mengambil beauty shoot dan bisa diandalkan di kondisi pencahayaan rendah. Juga harganya lebih terjangkau, hasilnya tajam, dan ukurannya lebih compact.

Kita akan ambil satu lensa fix wide angle yang ekuivalen 35mm atau yang lebih lebar seperti 28mm, 24mm, dan seterusnya. Lalu, satu lensa fix tele menengah seperti 50mm, 85mm, atau 105mm. Pilih sesuai kebutuhan dan yang Anda suka.

Kemudian satu lensa zoom berkualitas dan kalau bisa yang memiliki aperture konstan f2.8. Harus diakui, harganya terbilang mahal bahkan bisa dapat satu bodi kamera lagi. Rentang zoom-nya sesuaikan kebutuhan, apakah butuh yang wide angle seperti 18-35mm atau yang mencakup lebih banyak seperti 24-105mm, hingga tele 70-200mm.

3. Laptop

Laptop

Sebelum lanjut saya ingin bertanya, apakah ada kebutuhan mengedit video dan seberapa tinggi mobilitas Anda? Ada dua model laptop yang bisa kita pilih yaitu antara laptop gaming yang menawarkan performa tinggi atau laptop mainstream premium yang menawarkan portabilitas dengan performa yang cukup saja.

Untuk kenyamanan dan efisiensi kerja jangka panjang, saya merekomendasikan laptop gaming 15,6 inci ditambah investasi monitor eksternal. Pastikan Anda membeli laptop dengan prosesor terbaru, berarti antara 10th Gen Intel Core H-Series dan AMD Ryzen 4000 H-Series. Ditambah penyimpanan berbasis SSD dan RAN 16GB dengan konfigurasi dual-channel.

Namun lain ceritanya kalau Anda mementingkan portabilitas, ada banyak pilihan laptop ultra thin yang menyuguhkan performa cukup tinggi. Namun biasanya, prosesor yang digunakan ialah versi hemat daya atau biasanya U-Series (ultra-low power).

4. Memori

sd-card
Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/sd-card.html?filter=all&sorting=best_sales&qview=186738092)

Saat memilih SD card, kualitas juga harus diutamakan dari kecepatan baca tulisnya, kapasitas, dan juga merek. Karena tugasnya penting, yaitu menyimpan project foto dan video yang sedang berjalan. Untuk project foto, kapasitas 32GB masih cukup ideal tapi bila mengambil video juga maka harus 64GB atau 128GB. Pastikan kecepatannya minimal 95MBps atau bila merekam video 1080p dan 4K sudah mendukung video class 30 (V30).

Pekerjaan Anda, hasil foto dan video merupakan aset yang sangat berharga. Maka dari itu, manajemen dan solusi penyimpanan harus dipikirkan matang-matang untuk backup dan arsip. Strategi backup yang populer salah satunya 3-2-1, artinya saat menangani project yang berjalan kita harus punya tiga salinan. Dua bersifat offline, misalnya di hardisk laptop dan satu di harkdisk eksternal, serta satu di cloud storage.

5. Aksesori Lainnya

Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/tripod.html?sorting=best_sales&qview=9364565)
Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/tripod.html?sorting=best_sales&qview=9364565)

Aksesori pendukung lainnya berikut bisa disesuiakan dengan kebutuhan, seperti tripod yang juga banyak jenisnya. Misalnya tripod travel tentu berbeda dengan tripod video, juga yang harus diperhatikan ialah bahannya yaitu aluminium atau carbon fiber.

Selanjutnya flash eksternal atau Speedlight dengan flash trigger bila perlu. Terkait pemeliharaan dan keamanan kamera, tentunya kita harus menyimpan di tempat yang aman yaitu drybox, cleaning kit, strap, dan juga tas kamera.

Verdict

Kalau ditotal semuanya, modal untuk peralatan fotografi ini memang cukup besar. Namun kita tidak harus membeli semuanya dalam satu waktu, kita bisa mulai dengan sepasang kamera dan lensa. Kemudian sambil membangun portofolio, kita melengkapi alat-alat yang dibutuhkan.

Panasonic Lumix S5 Diungkap, Lebih Kecil dari GH5 tapi dengan Sensor Full-Frame

Panasonic sejauh ini sudah punya tiga kamera full-frame: Lumix S1, Lumix S1R, dan Lumix S1H yang lebih difokuskan untuk videografi. Hari ini, anggota keluarga Lumix full-frame sudah resmi bertambah satu lagi, yaitu Lumix S5.

Panasonic memosisikan S5 sebagai kamera hybrid yang bisa diandalkan untuk fotografi maupun videografi. Ia mengemas sensor full-frame 24 megapixel yang sama seperti milik S1 dan S1H, dengan sensitivitas ISO 100 – 51200 serta dukungan teknologi Dual Native ISO. Juga masih dipertahankan adalah sistem image stabilization internal 5-axis yang bisa ditandemkan dengan stabilization bawaan lensa.

Satu bagian yang sudah Panasonic benahi adalah autofocus, yang diklaim dapat bekerja lebih cepat dan responsif di S5. Fitur head tracking juga semakin menyempurnakan kinerja sistem autofocus-nya, dan ini bisa digunakan juga selagi merekam video.

Buat penggemar fotografi landscape, S5 juga dilengkapi mode High Resolution untuk menciptakan gambar sebesar 96 megapixel. Lalu untuk kalangan videografer, S5 mendukung perekaman dalam format V-Log atau HLG sehingga mereka bisa lebih leluasa melakukan color grading dalam proses editing.

Resolusi video maksimum yang dapat S5 hasilkan adalah 4K 30 fps, atau 4K 60 fps dengan crop factor setara kamera APS-C. Dari kacamata sederhana, kemampuan merekam video S5 cukup mirip dengan S1H, hanya saja resolusinya mentok di 4K ketimbang 6K. Komponen penting seperti dukungan video 10-bit dengan chroma sub-sampling 4:2:2 tetap tersedia pada S5.

Semua itu dikemas dalam bodi magnesium yang lebih kecil ketimbang trio S1. S5 bahkan sedikit lebih ringkas daripada Lumix GH5, padahal kita tahu ukuran sensor keduanya berbeda jauh (GH5 cuma Micro Four Thirds). Terlepas dari itu, Panasonic memastikan S5 masih dilengkapi sejumlah komponen weather sealing.

Berhubung lebih kecil, baterai S5 tidak seawet milik trio S1, dengan klaim daya tahan hingga 440 kali jepretan. Viewfinder elektroniknya juga tidak setajam milik S1, dengan resolusi standar 2,36 juta dot saja. Dimensi layar sentuhnya juga lebih kecil di angka 3 inci dengan resolusi 1,84 juta dot, akan tetapi engselnya bisa memutar ke segala arah sehingga sangat ideal dipakai untuk merekam video.

Juga tidak kalah penting dari layar yang fully-articulated seperti ini adalah kehadiran jack headphone sekaligus mikrofon (bisa juga via sambungan XLR dengan bantuan adaptor), serta dua slot SD card sekaligus. Sayang cuma satu slot saja yang mendukung tipe UHS-II, dan port HDMI-nya juga bukan yang full-size seperti di lini S1.

Panasonic Lumix S5 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan September di Amerika Serikat. Harganya dipatok $2.000 untuk bodinya saja, atau $2.300 jika dibundel bersama lensa 20-60mm f/3.5-5.6.

Sumber: DPReview.

Venus Optics Umumkan Lensa Laowa Ultra Wide Angle 11mm F4.5 untuk Kamera Mirrorless Full Frame

Venus Optics kembali merilis lensa Laowa terbarunya, sebuah lensa fix ultra wide angle dengan focal length 11mm yang dapat menangkap pemandangan yang luas. Imbuhan ‘FF’ dan ‘RL’ pada namanya menekankan bahwa lensa ini dirancang untuk kamera mirrorless dengan sensor full frame.

Laowa 11mm F4.5 FF RL merupakan lensa manual yang dibuat dari 14 elemen dalam 10 grup. Termasuk dua elemen aspherical dan tiga elemen extra-low dispersion. Serta, memiliki diafragma aperture lima bilah dengan rentang f4.5 sampai f22.

Leica_L

Meski didesain untuk kamera full frame, dimensinya masih terbilang ringkas. Panjangnya hanya 63,5mm dengan lebar 58mm, dan berbobot 254 gram. Dilengkapi dengan filter berulir berukuran 62mm yang dapat disekrup ke lensa secara langsung dan punya jarak fokus minimum 19cm.

Dengan sudut pandang 126 derajat, Laowa 11mm F4.5 FF RL bisa menjadi andalah para fotografer landscape, travel, dan interior. Kelebiha lensa ini antara lain kita bisa memasukkan area yang luas dalam satu bidang foto dan juga untuk menangkap objek yang luas dalam jarak dekat atau ruang yang kecil.

Laowa 11mm F4.5 FF RL tersedia untuk sejumlah sistem kamera, yaitu Leica M, Leica L, Sony FE, dan Nikon Z. Khusus untuk Laowa 11mm F4.5 FF RL versi Leica M dibanderol seharga US$799 atau sekitar Rp11,6 jutaan. Sementar, versi lainnya sedikit lebih murah yakni US$699 atau Rp10,1 jutaan.

Sumber: Dpreview

Cara Menjadikan Kamera Mirrorless Sony Sebagai Webcam

Hampir semua merek kamera, terutama untuk beberapa model terbaru, kini bisa dijadikan sebagai webcam. Sejak pandemi covid-19 dan sekarang menuju era new normal, kebutuhan webcam untuk aktivitas video conference, webinar, dan komunikasi berbasis video lainnya terbilang tinggi.

Canon menjadi produsen kamera pertama yang memungkinkan mengubah beberapa kamera DSLR dan mirrorless tertentu menjadi webcam. Kemudian disusul Fujifilm, Panasonic, Olympus, dan sekarang Sony.

cara-menjadikan-kamera-mirrorless-sony-sebagai-webcam-1

Meski agak terlambat dibandingkan para kompetitornya tapi dalam peluncuran perdananya, daftar kamera yang didukung mencapai 35 model. Untuk kamera mirrorless full frame Sony di antaranya A9 II, A9, A7R IV, A7R III, A7R II, A7S III, A7S II, A7S, A7 III, dan A7 II.

Sementara untuk pengguna Sony APS-C ada A5100, A6100, A6300, A6400, A6500, dan A6600. Lalu untuk kamera compact, ada RX100 VII, RX100 VI, RX100 V, RX100 IV, RX10 IV, RX0 II, RX0, ZV-1 dan lainnya.

Hal yang cukup menarik ialah kamera entry-level A5100 masih masuk dalam daftar. Sayangnya, A6000 yang menurut saya lebih populer dibanding A5100 justru malah tidak didukung oleh Sony. Semoga saja, kedepannya Sony menambahkan A6000 agar bisa digunakan sebagai webcam.

Imaging Edge Webcam

Aplikasi desktop yang Sony luncurkan bernama Imaging Edge Webcam yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan live streaming, video conference, dan lainnya dengan satu langkah mudah. Sambil memanfaatkan kecanggihan teknologi gambar dari kamera Sony, seperti autofocus dan kualitas gambar yang tinggi.

Kami akan terus beradaptasi dan berevolusi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pendapat mereka sangatlah penting untuk semua hal yang kami kembangkan di industri ini. Mengingat semakin bertambahnya permintaan untuk live streaming dan komunikasi video, kami pun amat senang dapat membagikan aplikasi terbaru kami,” ujar Kazuteru Makiyama, Presiden Direktur Sony Indonesia.

Dengan demikian, akan ada banyak pelanggan loyal Sony yang dapat dengan cepat dan mudah mengubah kamera mereka menjadi sebuah webcam berefektivitas tinggi untuk live streaming, video call, dan banyak lagi,” tambahnya.

Lalu, bagaimana caranya untuk memungkinkan mengubah kamera digital Sony menjadi webcam? Langkah pertama download aplikasi desktop Imaging Edge Webcam di tautan ini dan pilih tipe kamera yang Anda punya. Kemudian install ke desktop PC atau laptop berbasis Windows 10 Anda.

Dalam tutorial kali ini, saya menggunakan Sony ZV-1 dan sebelum kita menghubungkan kamera ke laptop, kita harus menonaktifkan fitur Ctrl w/ Smartphone dan mengaktifkan Remote PC Function. Caranya tekan tombol ‘menu’ pada kamera untuk menuju pengaturan, lalu geser ke tab network, pilih Ctrl w/ Smartphone dan atur menjadi off.

cara-menjadikan-kamera-mirrorless-sony-sebagai-webcam-2 cara-menjadikan-kamera-mirrorless-sony-sebagai-webcam-3

Selanjutnya, masih pada tab network pilih PC Remote Function dan atur menjadi on. Sekarang sambungkan kamera ke laptop lewat koneksi USB, bisa menggunakan kabel data microUSB bawaan menggunakan port multi pada kamera.

Untuk memastikannya bekerja, misalnya saya membuka aplikasi Zoom versi desktop. Lalu, pergi ke pengaturan, pilih video, dan ubah kamera menjadi Sony Camera (Imaging Edge).

Pada Sony ZV-1 ini kita bebas mengatur mode kamera, baik itu manual atau pun mode auto. Fitur andalan Sony ZV-1 seperti Background Defocus dan Product Showcase juga bisa digunakan yang sangat berguna saat Anda presentasi atau menjadi pembicara webinar.

Adapun salah satu keuntungan menggunakan kamera digital dibanding webcam bawaan atau eksternal ialah kualitas gambarnya pasti lebih bagus, terutama di dalam ruangan dengan pencahayaan sekedar lampu. Namun pastikan lensa yang digunakan cukup lebar, setidaknya setara 28mm di full frame, 24mm, 20mm, atau yang lebih lebar dan rekomendasi saya lensa fix karena memiliki aperture yang besar.

Zhiyun Umumkan Gimbal Crane 2S, Lebih Cepat dan Presisi

Penggunaan gimbal sangat membantu dalam produksi video, baik bagi filmmaker, videografer, maupun video content creator. Harga perangkat gimbal makin terjangkau dan juga semakin mudah digunakan, Zhiyun salah satu nama yang tak diragukan lagi kualitasnya.

Baru-baru ini Zhiyun telah mengumumkan handheld gimbal terbarunya, Crane 2S. Bila dibandingkan dengan pendahulunya (Crane 2), Crane 2S membawa banyak peningkatan termasuk motor gimbal yang lebih kuat dan kapasitas beban lebih banyak. Alhasil, Crane 2S dapat menangani setup kamera video lengkap dengan rig-nya seperti Black Magic BMPCC 6K, Panasonic S1H, Sony A9, Nikon D850, dan Canon EOS 1DX Mark II.

Untuk memberikan kinerja gimbal yang lebih cepat dan mulus, versi terbaru Algoritma Instune pada Crane 2S telah ditingkatkan. Zhiyun juga melengkapi Crane 2S dengan sistem FlexMount baru yang menyederhanakan proses setup sekaligus memastikan bahwa perlengkapan yang digunakan aman.

Sistem FlexMount ini menggabungkan mekanisme keamanan ganda dan memiliki kunci pengaman yang dapat disesuaikan oleh penggunanya. Bila ingin merekam video secara vertikal untuk kebutuhan media sosial, Crane 2S dilengkapi dengan quick release mount vertikal dan kenop pengamanan tambahan.

BMPCC-2x

Fitur lain dari desain gimbal termasuk mekanisme penguncian sumbu yang turut ditingkatkan, disebut Axis Locking Mechanism 2.0 yang juga memberi kemudahan dalam penyimpanan. Untuk menjaga agar bodi Crane 2S tetap ringan tapi kuat, pengangannya kini terbuat dari carbon fiber.

Terdapat enam mode gimbal pada Crane 2S, mencakup Pan Following, Locking, Following, Full-Range POV, Vortex, dan Go mode. Zhiyun juga menyertakan sejumlah fitur untuk membantu pembuatan video panorama, timelapse, motionlapse, dan long exposure timelapse. Crane 2S mendukung kontrol fokus digital dan manual melalui roda fokus bawaan pada gimbal itu sendiri, kecepatan dan presisinya juga telah ditingkatkan. Daftar lengkap kamera dan lensa yang kompatibel dapat dilihat di tautan ini.

Selain itu Crane 2S memiliki layar OLED 0,96 inci baru yang menampilkan pengaturan penting dan navigasi menu yang sederhana. Bila ingin menggunakan layar yang lebih besar, Crane 2S menyertakan slot khusus untuk memasang image transmitter. Juga ada Zhiyun TransMount Image Transmission System yang memungkinkan memasang monitor untuk live monitoring dan penggunaan berbagai aksesori seperti quick setup kits, monopod, servo zoom, focus motor, dan lainnya. Crane 2S menggunakan 3 baterai Li-ion (2600 mAh) yang dapat dilepas dan menyuguhkan waktu pengoperasion hingga 12 jam. Harganya untuk paket standar dibanderol US$599 atau sekitar Rp8,8 juta.

Sumber: DPreview

[Tips] Eksplorasi Kamera Fujifilm dengan Custom Setting

Daya tarik utama kamera Fujifilm adalah sensor X-Trans dan film simulation-nya. Kombinasinya sanggup menghasilkan foto yang sangat unik dengan nada warna yang ‘kuat’.

Bicara soal warna, itu relatif karena selera orang berbeda-beda alias cocok-cocokkan dan saya termasuk yang sangat menikmati suguhan warna Fujifilm. Namun kesukaan saya terhadap film simulation tidak terjadi secara instan, sebelumnya saya mengulas Fujifilm X-T30, X-A7, dan X-Pro3.

Saya belajar banyak hal saat review X-Pro3 dan akhirnya memutuskan meminang X100F di awal tahun 2020. Kenapa memilih X100F? Saya pikir kamera ini paling mendekati pengalaman seri X-Pro, saya butuh yang ringkas, dan tidak memikirkan gonta-ganti lensa. Saya dapat X100F second yang masih bergaransi, harganya sangat anjlok dari harga barunya.

Membuat Custom Setting

2e2e705b4dd306cdcca90f3b945fe279_PSX_20200129_182755

Awal tahun 2020 saya makin rajin street hunting bersama Fujifilm X100F dan mencoba berbagai mode film simulation-nya. Hasil foto format JPEG-nya luar biasa, tapi saya selalu menyimpan dalam JPEG dan Raw untuk jaga-jaga bila perlu diedit lebih serius.

Film simulation ini baru awal kesenangan, karena pada kamera Fujifilm kita bisa berbuat lebih jauh dengan membuat pengaturan khusus atau custom setting. Caranya klik tombol menu, pada image quality setting pilih opsi edit/save custom setting.

Pada Fujifilm X100F tersedia 7 slot custom setting yang bisa disesuaikan sesuai preferensi. Pengaturan ini akan berpengaruh pada foto JPEG saja, mulai dari dynamic range, film simulation, grain effect, white balance, highlight tone, shadow tone, color, sharpness, dan noise reduction. Resepnya sudah banyak bertebaran di internet dan favorit saya untuk street photography pengaturannya sebagai berikut:

  • Classic Chrome
  • Dynamic range DR200
  • Grain effect strong
  • White Balance R:2 B:-5
  • Highlight tone -2
  • Shadow tone +2
  • Color -2
  • Sharpness +1
  • Noise reduction -4

Classic Chrome merupakan salah satu film simulation paling populer dan banyak digunakan untuk street photography atau dokumentary guna memperoleh shadow yang lebih kontras dan warna vintage yang nostalgia. Untuk mempertahankan detail pada area shadow dan highlight saya menggunakan dynamic range DR200 yang mana ISO dasar yang dibutuhkan ialah 400. Hasil fotonya sebagai berikut.

Resep lain yang sedang saya coba ialah Acros + R dari Fujixweekly, selama pandemi dan memotret di sekitar lingkungan rumah. Dalam percobaan pengaturannya sudah saya sesuaikan lagi, khusus yang satu ini saya selalu menggunakan jendela bidik dan manual fokus.

Mengambil komposisi lewat layar dan autofocus membuat pemotretan terasa sangat cepat. Penggunaan jendela bidik dan manual fokus adalah cara saya agar bisa menikmati proses pengambilan karya foto, saya pikir kenapa harus selalu tergesa-gesa. Contohnya sebagai berikut:

  • Acros + R
  • Dynamic Range: DR200
  • Highlight: +4
  • Shadow: +3
  • B&W Toning: 0
  • Noise Reduction: -4
  • Sharpening: -4
  • Clarity: +5
  • Grain Effect: Strong, Large
  • Color Chrome Effect: Off
  • Color Chrome Effect Blue: Off
  • White Balance: 2750K, -5 Red & +9 Blue
  • ISO: Auto, hingga ISO 6400

Project berikutnya, saya sedang mencoba resep berikut. Dari Fujixweekly juga untuk mendatangkan film Kodak Ektar 100. Untuk mendapatkan foto dengan warna yang cerah, kontras tinggi, dan grain yang halus.

  • Astia
  • Dynamic Range: DR-Auto
  • Highlight: +1
  • Shadow: +3
  • Color: +4
  • Noise Reduction: -3
  • Sharpening: +1
  • Grain Effect: Off
  • White Balance: Auto, +3 Red & -2 Blue
  • ISO: Auto up to ISO 6400
  • Exposure Compensation: 0 to +1/3

Masih banyak lagi resep custom setting yang ingin saya coba, biasanya saya akan fokus mencoba satu per satu sampai mendapatkan cukup banyak stok sambil otak-atik lagi pengaturannya. Tujuan resep ini ialah untuk mendapatkan foto JPEG yang mengesankan, hanya butuh sedikit sentuhan editing kecil tapi sebaiknya tetap menyimpan format Raw juga.

Olympus Juga Umumkan Kehadiran Lensa Zoom Super Telephoto M.Zuiko Digital ED 100-400mm F5.0-6.3 IS

Selain memperkenalkan kamera mirrorless OM-D terbarunya, E-M10 Mark IV. Olympus juga mengumumkan kehadiran lensa zoom super telephoto M.Zuiko Digital ED 100-400mm F5.0-6.3 IS.

Mengingat crop factor sensor Micro Four Thirds dengan full frame sebanyak 2x, maka 100-400mm ekuivalen dengan 200-800mm. Lensa ini juga kompatibel dengan teleconventer MC-14 1.4x dan MC-20 2.0x sehingga bisa zoom lebih jauh lagi, ideal untuk memotret subjek yang sulit didekati seperti burung dan satwa liar.

Misalnya bila menggunakan teleconventer MC-20 2x, artinya 100-400mm menjadi 200-800mm yang setara dengan 400-1.600mm. Bila menggunakan bodi kamera Olympus terbaru, lensa ini mendukung focus stacking dan punya image stabilization bawaan hingga tiga stop.

Lensa M.Zuiko Digital ED 100-400mm F5.0-6.3 IS ini tahan debu dan cipratan air dengan berat 1.120 gram. Jarak fokus minimum adalah 1,3 meter di seluruh rentang zoom dan memiliki filter berdiameter 72mm menggunakan lapisan ZERO (Zuiko Extra-low Reflection Optical) untuk mengurangi flare dan ghosting.

Untuk ketersediaannya, Olympus M.Zuiko Digital ED 100-400mm F5.0-6.3 IS dijadwalnya akan dikirim pada 8 September 2020. Harganya dijual US$1.500 atau sekitar Rp21,8 jutaan.

Sumber: DPreview