PVP Esports Championship Hadirkan Kompetisi Tingkat Asia Tenggara Untuk Mahasiswa

Tahun 2018 lalu, PVP Esports Championship menjadi wadah berkompetisi bagi tim-tim profesional Dota 2 dan Arena of Valor. Ketika itu ada BOOM Esports yang menjadi wakil Indonesia bertanding di Singapura melawan tim kelas internasional seperti Team Secret atau Fnatic. Beberapa tahun berlalu, PVP Esports kini berkembang menjadi wadah bagi komunitas juga.

Diluncurkan Jumat lalu, 31 Januari 2020, Singtel mengumumkan akan menghadirkan liga komunitas tingkat regional dalam gelaran Thailand Game Expo di Bangkok. Liga komunitas PVP Singtel akan hadir lewat dua judul, PVP Esports Corporate Championship dan PVP Esports Championship.

Mengacu ke laman resmi PVP Esports, ertandingan untuk dua cabang terpisah tersebut akan hadir selama dua musim, dengan musim pertama hadir dari Mei sampai Juni, dan musim kedua hadir dari Agustus sampai November. Gelaran ini diadakan untuk memberi peluang bagi komunitas gaming dapat berkembang di tahun 2020 baik untuk level lokal ataupun regional. Maka dari itu, PVP Singtel diselenggarakan bekerja sama dengan rekan regional Singtel, yaitu AIS (Australia), Globe (Filipina) dan Telkomsel (Indonesia).

Arthur Lang CEO Singtel International Group mengatakan. “PVP Esports telah terbukti sebagai wadah yang hebat bagi para gamers dan pendukungnya dari segala penjuru Asia Tenggara untuk berkumpul dan bergabung dalam permainan yang kompetitif. Sambutan positif terhadap liga yang kami selenggarakan di tahun 2019 mengindikasikan adanya permintaan untuk turnamen komunitas yang lebih berkualitas di kawasan ini, dan tahun ini, kami sangat antusias untuk memperluas jangkauan liga komunitas kami agar mampu membuka kesempatan yang lebih luas kepada para gamers untuk melakukan hal yang mereka minati.”

“Selanjutnya, fokus dari liga-liga yang kami selenggarakan tahun ini adalah persaingan gaming yang sehat. Maka dari itu kami akan berkolaborasi dengan rekan kami sepanjang tahun, guna memastikan bahwa generasi muda kita akan terus dapat menikmati gaming sebagai bentuk aktivitas yang sehat. Berkolaborasi dengan rekan regional, kami akan terus mendorong pertumbuhan industri gaming dan esports di kawasan ini dan tidak menutup kemungkinan kami bahkan mungkin akan menemukan bibit-bibit talenta esports berbakat selanjutnya!”

Crispin Tristram sebagai Head of Digital Lifestyle Telkomsel juga mengatakan. “Telkomsel bersama Singtel Group memiliki asset yang besar dalam mengembangkan ekosistem gaming. Oleh karenanya kami ingin menghubungkan para komunitas games di Indonesia dengan komunitas yang berada di Asia Pasifik. Selain itu seperti halnya tren di Asia Tenggara, popularitas eSport di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan semakin meningkat, sehingga melalui PvP Esports semua pihak yang terkait dapat melaju bersama menghadirkan wadah eSport dan digital entertainment lifestyle yang lengkap dan berkualitas bagi para penggemar.”

Sumber: Official Release
Sumber: Official Release

Kawasan Asia Tenggara kerap dianggap sebagai kawasan dengan pertumbuhan pasar games tercepat di dunia, dengan jumlah PC dan mobile gamers yang ditargetkan meningkat menjadi 400 juta orang. Pada 2019, dua liga komunitas PVP berhasil menarik minat 2,000 gamers dari berbagai penjuru Asia Tenggara dan 1.4 juta online views. Lebih dari 50,000 orang menghadiri grand final tingkat regional yang diselenggarakan bulan Desember lalu di Singapore Comic Con.

Season 1 PVP Singtel akan mempertandingkan Mobile Legends, Dota 2, dan PUBG Mobile. Sementara game yang dipertandingkan pada Season 2 masih belum diumumkan, namun direncanakan akan mempertandingkan lebih banyak ragam game.

Kualifikasi Indonesia PVP Esports Championship dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama adalah untuk PVP Esports Corporate, dibuka pada tanggal 31 Januari 2020. Sementara untuk gelombang kedua adalah untuk PVP Esports Campus Championship yang dibuka tanggal 17 Februari 2020. Anda bisa mendaftar di laman pvpesports.duniagames.co.id. Informasi lebih lanjut, Anda bisa ke laman pvpesports.gg.

Sumber header: PVP Official Release

Moonton Umumkan Liga Kasta Kedua, Mobile Legends Developmental League

Menyongsong tahun 2020, Moonton mengumumkan akan menyelenggarakan Mobile Legends Developmental League (MDL). Ini merupakan tindak lanjut dari apa yang dikatakan oleh Dylan Chia MPL Indonesia Marketing Director dalam sebuah sesi wawancara bersama awak media saat babak Grand Final MPL ID Season 4 yang berlangsung pada akhir Oktober 2019 lalu.

Dalam sesi membahas seputar MPL Indonesia kini dan nanti, Dylan sudah mengatakan, bahwa Moonton memiliki rencana menggelar developmental league. “Untuk membuat MPL ID Season 5 jadi lebih besar lagi, kami sedang mempersiapkan inisiatif developmental league. Kami ingin memberikan kesempatan kepada tim MLBB kelas dua untuk berkembang sehingga bisa menciptakan talenta-talenta baru” ucap Dylan kepada kami.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dylan Chia, MPL Indonesia Marketing Director. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

MDL merupakan liga kasta kedua, yang akan menjadi salah satu kesempatan para talenta berbakat untuk bisa masuk ke skena kompetitif MLBB kasta pertama, MPL. Liga MDL akan diikuti oleh tim kasta kedua milik 8 organisasi yang tergabung di dalam model franchise MPL.

Namun demikian, bukan berarti tidak ada kesempatan untuk tim lain. Nantinya akan ada kualifikasi yang diselenggarakan secara offline untuk menyeleksi tim selain dari 8 organisasi peserta model franchise MPL. Mereka akan berkompetisi demi mendapat kesempatan bertanding di MDL.

“Kami semangat sekali untuk mengembangkan Mobile Legends Developmental League. Kami percaya kehadiran MDL akan membuka peluang besar bagi pemain untuk menjadi pro player. Sebagaimana yang kita tahu bahwa ekosistem esports berkembang sangat cepat dan kami ingin mengambil andil lebih besar untuk mengembangkan dan mempertahankan ekosistem yang sudah ada. Ini juga sesuai dengan visi kami, yaitu menciptakan wadah kompetisi mulai dari liga amatir hingga liga professional.” ujar Lucas Mao, selaku Commissioner MPL Indonesia.

MPL ID S4. Sumber: Dokumentasi Resmi MPL Indonesia
MPL ID S4. Sumber: Dokumentasi Resmi MPL Indonesia

Liga kasta kedua ini akan dimulai pada bulan Februari 2020 mendatang. Kompetisi akan berjalan kurang lebih selama dua bulan, dengan penyelenggaraan babak Regular Season dan Playoff di Jakarta.

Dengan ini jenjang kompetisi ekosistem MLBB jadi semakin lengkap. Dari sisi amatir ada MLBB Campus Championship, lalu ada MDL sebagai liga kasta kedua, dan MPL sebagai liga kasta pertama. Moonton juga sudah melengkapi ekosistem tingkat internasional dengan kehadiran MSC sebagai pertandingan tingkat regional SEA dan M1 World Championship untuk tingkat dunia.

Cabang Esports SEA Games 2019: Rangkuman Perjuangan Indonesia Sejauh Ini

Cabang esports SEA Games 2019 jadi salah satu helatan yang menarik untuk disaksikan. Selain karena tren esports yang sedang menanjak naik di Indonesia, ditambah juga ini menjadi momen bagi gamers untuk membanggakan Indonesia lewat esports.

Beberapa pertandingan telah selesai digelar. Pada cabang MLBB, Indonesia harus puas mendapatkan perak, meski statusnya sebagai kontingen yang paling dijagokan. Lalu bagaimana dengan cabang-cabang lainnya? Berikut rangkuman hasil cabang esports lain di SEA Games 2019.

Dota 2

Sumber: IESPA - Edit: Akbar Priono
Kontingen Dota 2 Indonesia bersama sang pelatih/manajer tim (pojok kanan) untuk cabang esports SEA Games 2019. Sumber: IESPA – Edit: Akbar Priono

Kontingen Dota 2 Indonesia untuk cabang esports SEA Games 2019 diwakili oleh tim PG.Barracx. Menghadapi SEA Games, tim ini sudah melakukan beberapa persiapan, termasuk bootcamp di Singapura untuk berlatih dengan Evil Geniuses.

Sayang, pada gelaran SEA Games, kontingen Dota 2 belum bisa mendapat hasil yang maksimal. Format pertandingan esports Dota 2 di SEA Games 2019 sendiri terdiri dari dua babak, yaitu fase grup dan fase playoff. Indonesia berada di grup B bersama dengan Filipina, Laos, dan Myanmar.

Bertanding dalam format best-of-2 single round robin, Indonesia harus puas berada di peringkat bontot dengan perolehan berupa satu kali seri dan dua kali kalah. Indonesia berhasil menahan imbang Myanmar, namun kalah melawan Filipina dan Laos, masing-masing dengan skor 0-2. Akhirnya tim Indonesia terpaksa harus pulang lebih awal, di hari ketiga rangkaian pertandingan cabang esports SEA Games 2019, tanggal 7 Desember 2019.

Hearthstone

Jothree (kiri) bersama DouAhou (kanan). Sumber: Unipin Esports
Jothree (kiri) bersama DouAhou (kanan). Sumber: Unipin Esports

Cabang esports Hearthstone Indonesia diwakili oleh Hendry Koenarto Handisurya (Jothree). Menjadi salah satu jawara Hearthstone terkuat dari Indonesia, Jothree mendapat medali perak saat gelaran eksibisi esports di Asian Games 2018 lalu.

Pada SEA Games 2019, permainan Jothree sebenarnya cukup menjanjikan setelah berhasil lolos dari babak grup. Masuk di upper bracket Jothree harus menghadapi Werit Popan (Disdai), pemain asal Thailand. Merupakan lawan berat bagi Jothree, ia terpaksa menerima kekalahan 1-3 dan terpukul ke lower bracket. Takluk dengan skor tipis 2-3, Jothree dipaksa mengakhiri perjalanannya di SEA Games 2019 setelah kalah melawan Nguyen Hoang Long dari Vietnam.

Hari ini (9 Desember 2019), rangkaian pertandingan HearthStone untuk SEA Games 2019 sendiri telah usai dengan Malaysia sebagai peraih medali emas. Wakil Malaysia Yew Weng Kean (Wkyew) keluar menjadi juara setelah mengalahkan Werit Popan di babak final.

StarCraft II

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Cabang yang satu ini memang terbilang susah-susah-gampang bagi Indonesia, mengingat komunitas game ini yang tidak sebegitu besar di Indonesia. Namun demikian, Indonesia tetap mempersiapkan yang terbaik untuk cabang yang satu ini, salah satunya lewat tangan AKG Games yang memberangkatkan kontingen StarCraft II Indonesia ke Korea Selatan untuk berlatih.

Persiapan tersebut ternyata berbuah cukup manis, Emmanuel Enrique (QuanTel) berhasil lolos grup, walau kawannya Bondan Lukman (Deruziel) harus puas dengan perolehan 0-5. Lolos ke babak Playoff, Quantel harus berhadapan dengan wakil Malaysia, Kien Khun Yap (Ranger). Bertarung dengan format best-of-5 Quantel hanya berhasil merebut satu angka saja dari Ranger. Akhirnya cabang esports StarCraft harus pulang dengan tangan hampa setelah semua kontingennya tumbang.

Perebutan medali emas StarCraft II di SEA Games 2019 akan dilakukan esok hari, 10 Desember 2019, mempertemukan Filipina dengan Singapura di babak Grand Final dengan format best-of-7.

Arena of Valor

Sumber: IESPA - Edit: Akbar Priono
Kontingen AOV Indonesia untuk cabang esports SEA Games 2019. bersama sang pelatih (pojok kanan). Sumber: IESPA – Edit: Akbar Priono

Selain MLBB, potensi Indonesia mendapat medali di cabang esports SEA Games 2019 ini sebenarnya adalah lewat cabang Arena of Valor. Salah satu penyebabnya adalah karena cabang ini diwakili oleh EVOS AOV. Menjadi tim terkuat di Indonesia selama tiga kali berturut-turut, reputasi tim ini jadi semakin baik setelah melihat perolehan positif yang mereka dapatkan selama gelaran AIC 2019.

Benar saja, EVOS AOV memberikan hasil yang cukup positif saat berada di fase grup. Berada di grup B bersama dengan Laos, Malaysia, dan Singapore, Indonesia dipaksa melalui babak Tiebreaker setelah perolehan poin Indonesia, Malaysia, dan Laos sama-sama 5 poin.

Setelah berhasil lolos, Indonesia sebenarnya sudah tampil cukup menjanjikan dari babak upper bracket. Satria Adi Wiratama (Wiraww) dan kawan-kawan berhasil maju ke babak Grand Final setelah mengalahkan salah satu regional terkuat di peta dunia kompetitif AOV, Thailand.

Pada babak Grand Final, Indonesia harus mengulang pertemuannya dengan Thailand. Sayangnya, satu yang tidak terulang di sana adalah kemenangan Indonesia. Bertanding dalam format best-of-5, Indonesia ditundukkan oleh Thailand dengan skor sapu bersih 0-3. Dengan ini maka Indonesia harus puas menerima medali perak di cabang esports AOV SEA Games 2019.


Sejauh ini, Indonesia sudah mengumpulkan dua medali perak di cabang esports SEA Games 2019. Masih ada satu cabang lagi yang belum bertanding, yaitu Tekken 7. Mari kita doakan agar Indonesia yang diwakili oleh Muhammad Andriansyah (Meat) bisa mendapatkan hasil yang terbaik.

Timnas Mobile Legends Indonesia untuk SEA Games Raih Medali Perak

Meski jadi kontingen yang paling dijagokan, sayangnya timnas Mobile Legends Indonesia harus tunduk di hadapan timnas Filipina.

Berisikan 4 pemain EVOS Esports di M1 World Championship dan MPL ID S4 (Yurino “Donkey” Putra, Eko “Oura” Julianto, Muhammad “Wann” Ridwan, dan Gustian “Rekt”) dan 2 pemain ONIC Esports (Adrian “Drian” Larsen dan Teguh “Psychoo” Imam Firdaus), timnas Mobile Legends Indonesia sebenarnya mengawali SEA Games 2019 dengan sangat baik.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Timnas kita berhasil memuncaki klasemen Grup B dengan perolehan 7 poin. Pertandingan final antara Indonesia dan Filipina pun sebenarnya diawali dengan hasil yang positif. Meski kehilangan poin di game pertama, Indonesia berhasil mencuri 2 kemenangan di 2 game berikutnya. Skor 2-1 untuk Indonesia. Sayangnya, tim tuan rumah berhasil memutarbalik keadaan dan mengakhiri pertandingan dengan skor akhir 2-3 untuk mereka.

Hasil ini memang nyatanya pahit karena tim MLBB bisa jadi adalah satu-satunya kontingen esports yang punya peluang terbesar untuk meraih emas — mengingat hasil M1 dan MSC 2019 yang menyuguhkan pertandingan all-Indonesian final. Tim Filipina yang menempati peringkat 2 Grup B pun harus melangkah dari Lower Bracket. Namun tim tersebut berhasil mengalahkan timnas Vietnam dan Malaysia dengan cukup mulus. Tim Malaysia sendiri turun ke Lower Bracket setelah dikalahkan Indonesia di Final Upper Bracket.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Dengan seluruh pertandingan MLBB untuk SEA Games 2019 kali ini, berikut adalah raihan medali dan anggota timnya:

Filipina – Medali Emas

  • Kenneth Jiane ”Kenji” Villa
  • Karl ”KarlTzy” Nepomuceno
  • Jeniel ”Haze” Bata-anon
  • Angelo Kyle ”Pheww” Arcangel
  • Allan “Lusty” Castromayor Jr
  • Jason Rafael ”Jay” Torculas
  • Carlito ”Ribo” Ribo

Indonesia – Medali Perak 

  • Eko “Oura” Julianto
  • Teguk Imam “Psychoo” Firdaus
  • Muhammad “Wannn” Ridwan
  • Gustian “Rekt”
  • Yurina “Donkey” Putra

Malaysia – Medali Perunggu

  • Ahmad Ali “Leixia” Huzaifi Abdullah
  • Abdul Wandi “Logan” Abdul Kadir
  • Izme Haqeem “Kaizer” Hamsjid
  • Muhammad Hazeem “Scott” Onn
  • Jamil “Zaraki” Nurolla
  • Mohd Faris “Soloz” Zakaria
Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

10 Konten Gaming di YouTube yang Paling Populer di 2019

YouTube Rewind 2019 sudah datang. Anda bisa nyinyir soal ini atau mengambil pelajaran tentang data konten gaming di YouTube yang paling populer.

Data-data ini dirilis di microsite dari YouTube Rewind dan menggunakan data sampai dengan 30 Oktober 2019 (berarti angkanya harusnya lebih besar lagi saat artikel ini ditulis). Tanpa basa-basi lagi, inilah 10 konten gaming terlaris di YouTube.

1. Minecraft

Sumber: Mojang
Sumber: Mojang

Dengan total 100,2 miliar views, Minecraft merajai konten gaming di YouTube. Menariknya, Minecraft kembali naik daun setelah content creator gaming paling populer di YouTube, PewDiePie, kembali mengunggah konten Minecraft di akhir bulan Juni. Sebulan setelah PewDiePie mengunggah video berjudul ‘Minecraft Part 1‘, unggahan video terkait Minecraft mencapai titik tertinggi.

Jumlah pemain Minecraft sendiri juga masih sangat masif yang mencapai 480 juta orang. Minecraft juga jadi salah satu game dengan penjualan terlaris sepanjang masa.

2. Fortnite

Sumber: Epic Games
Sumber: Epic Games

Berada di peringkat dua, ada Fortnite yang telah ditonton selama 60,9 miliar kali. Meski Fortnite bisa dibilang sebagai game paling populer di dunia, ia bukanlah yang paling laris ditonton di Youtube.

Sampai bulan Maret 2019, Fortnite memiliki 250 juta pemain di seluruh dunia. Meski memang game ini ‘hanya’ memiliki 78,3 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU).

3. GTA V

Sumber: Best HQ Wallpapers
Sumber: Best HQ Wallpapers

Selanjutnya ada Grand Theft Auto V besutan Rockstar Games yang telah ditonton sebanyak 36,9 miliar kali di tahun 2019 ini. Menariknya, GTA V adalah satu-satunya game di daftar ini yang kuat dari aspek singleplayer dan kedalaman cerita.

Meski demikian, GTA V memang sungguh istimewa. GTA V merupakan produk media terlaris sepanjang sejarah (highest gross) — yang berarti dibandingkan produk musik dan film sekalipun. GTA V mencatatkan angka penjualan sebesar US$6 miliarBandingkan dengan Avengers: Endgame yang hanya mencetak uang sebesar US$2,7 miliar.

4. Garena Free Fire

Image Credit: Garena
Image Credit: Garena

Konten Free Fire di YouTube berhasil ditonton setidaknya 29,9 miliar kali sepanjang 2019. Free Fire mungkin adalah satu-satunya game yang masuk peringkat 5 besar yang tidak laris di pasar barat, yang memang lebih suka dengan platform PC ataupun console.

Namun demikian, popularitas Free Fire di Brasil dan Asia Tenggara ternyata mampu mengalahkan 6 game lainnya di daftar ini. Game ini juga ternyata memiliki 450 juta gamer di seluruh dunia dengan 50 juta pemain aktif setiap harinya (DAU), menurut data bulan Mei 2019.

5. Roblox

Jujur saja, mungkin inilah satu-satunya game di daftar ini yang paling tidak familiar di kepala saya. Namun, jika sekilas melihat gameplay-nya, Roblox menawarkan konsep yang mirip dengan Minecraft yang memberikan ruang bermain bebas (sandbox) yang memang cocok bagi komunitasnya memamerkan kreasi mereka sendiri lewat YouTube. Konten Roblox di YouTube berhasil ditonton sebanyak 29,6 miliar kali sepanjang tahun 2019.

Menurut data yang dirilis di bulan April 2019, Roblox memiliki 90 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU) di seluruh dunia.

6. PUBG Mobile

Sumber: PUBG Mobile
Sumber: PUBG Mobile

Sayangnya, untuk peringkat 6 dan seterusnya, tidak ada angka yang disuguhkan untuk setiap game. Meski demikian, saya kira tetap menarik dan berguna jika kita melanjutkan daftar ini.

PUBG Mobile memang langsung mencuri perhatian saat ia dirilis pertama kali. PUBG (versi PC-nya) sendiri memang sedang hangat-hangatnya saat versi mobile-nya dirilis. Sayangnya, game ini sepertinya kehilangan momentum dan kalah popularitasnya ketimbang Free Fire – setidaknya dari pengamatan saya di scene esports Indonesia. Mungkin karena memang Free Fire memiliki requirements yang lebih ringan dari sisi perangkat yang digunakan.

Meski begitu, pada bulan Juni 2019, game ini telah mencatatkan total pengguna sebanyak 400 juta dengan 50 juta pemain aktif setiap hari (DAU) di seluruh penjuru dunia.

7. Playerunknown’s Battlegrounds (PUBG)

Sumber: PUBG
Sumber: PUBG

Jika PUBG Mobile kalah dengan Free Fire di platform mobile, PUBG juga sepertinya kalah popularitasnya di platform yang lebih dewasa dibanding Fortnite.

Hal ini juga terlihat dari penurunan pemain aktifnya (concurrent players) di platform PC (Steam) dari titik tertingginya di Januari 2018. Kala itu PUBG mampu menarik 3,2 juta pemain aktif di saat yang sama. Namun menurut data terakhir dari Statista, di bulan November 2019 kemarin, concurrent players-nya menurun hingga di angka 695 ribu.

8. League of Legends

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Meski League of Legends (LoL) jadi game paling populer di Twitch (saat artikel ini ditulis), nampaknya game ini tak begitu populer di YouTube. Namun demikian, tetap saja LoL adalah salah satu game paling laris di dunia sampai hari ini. Menurut data yang diungkap oleh Riot Games selaku publisher-nya di bulan September 2019, ada 8 juta concurrent players setiap harinya.

9. Brawl Stars

Sumber: Red Bull
Sumber: Red Bull

Di peringkat 9, kita kembali ke platform mobile. Brawl Stars adalah game besutan Supercell yang sebelumnya lebih dikenal dari Clash of Clans dan Clash Royale. Nampaknya, setidaknya di YouTube, Brawl Stars sudah mengalahkan popularitas 2 saudara tuanya itu tadi.

Menariknya, meski diperuntukkan untuk platform mobile, game ini tak terlalu populer di Indonesia. Menurut data bulan Juli 2018, 5 negara dengan pemain Brawl Stars terbanyak adalah Singapura, Finlandia, Macau, Hong Kong, dan Malaysia.

10. Mobile Legends: Bang Bang

Sama seperti Free Fire ataupun PUBG Mobile, saya mungkin tak perlu menjelaskan panjang lebar tentang game ini. Setidaknya, di Indonesia, MLBB adalah salah satu game esports terlaris sampai artikel ini ditulis.

Di Indonesia saja, menurut data dari Moonton selaku publisher-nya, MLBB memiliki 31 juta pengguna aktif setiap bulannya (MAU). Lalu kenapa game ini ‘hanya’ bertengger di peringkat 10 di YouTube? Bisa jadi karena turnamen-turnamen resmi dari Moonton seperti MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) di 4 kawasan (Indonesia, Malaysia-Singapura, Filipina, dan Myanmar) dan MSC (Mobile Legends: Bang Bang Southeast Asia Cup) 2019 hanya tayang eksklusif di Facebook. Hanya M1 World Championship 2019 yang tayang eksklusif di YouTube.

Terakhir, sebagai penutup, uniknya 10 game yang paling populer di YouTube tadi tidak ada yang dirilis di tahun 2019 ini. Daftarnya dipenuhi dengan game-game yang punya komunitas besar tapi rajin mendapatkan update.

Jadwal Esports SEA Games 2019 Dibuka Dengan Pertandingan Cabang MLBB

Cabang Esports SEA Games 2019 sudah akan dimulai. Sebelumnya kita sudah sempat membahas bersama soal potensi timnas esports Indonesia untuk SEA Games 2019. Dari semua yang harus dihadapi, Filipina selaku tuan rumah memang masih jadi salah satu yang terberat.

Tetapi selain dari itu, dari cabang Tekken 7 kita juga bisa melihat bahwa Thailand punya pemain dengan jam terbang yang cukup tinggi. Nopparut “Book” Hempamorn salah satunya, pemain yang sudah malang melintang di dunia Tekken, bahkan sempat mengalahkan jago Tekken Korea Selatan, Knee, di gelaran Thaiger Uppercut 2018.

Kendati demikian, harapan untuk kontingen Indonesia tetaplah agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Beban moral terberat mungkin ada di kontingen MLBB. Setelah tim EVOS Esports menjadi juara dunia lewat gelaran M1, semua mata memandang Donkey dan kawan-kawan yang mewakili Indonesia di esports MLBB SEA Games 2019. “Saya pribadi juga percaya diri akan dapat medali dari MLBB. Tapi saya dan kontingen berusaha untuk tetap fokus pada tujuan, membawa nama baik Indonesia, dan tidak overconfident.” Ucap Jeremy “Tibold” Yulianto pelatih kontingen MLBB tempo hari.

Pertandingan esports SEA Games 2019 akan berlangsung mulai tanggal 5 sampai 10 Desember 2019 mendatang. Berikut jadwal esports SEA Games 2019:

Mobile Legends: Bang Bang akan menjadi gelaran pembuka untuk hari pertama ini, dilanjut dengan StarCraft, dan HearthStone. Selain tiga cabang tersebut, Esports SEA Games 2019 juga mempertandingkan 3 cabang game lainnya, yaitu Dota 2, AOV, dan Tekken 7.

Selain cabang MLBB dan Tekken 7, potensi Indonesia dalam gelaran ini sebenernya terbilang cukup besar. Pada cabang StarCraft II, AKG Games bahkan memberangkatkan kontingennya ke Korea Selatan dengan salah satu jagoan StarCraft II, Jack “NoRegreT” Umpleby. Dari cabang AOV, tren performa EVOS juga sedang terbilang positif belakangan. Walau tidak jadi juara di gelaran AIC, tetapi hasil yang mereka dapatkan terbilang meningkat dari waktu ke waktu.

Dari sisi Dota, timnas Garuda Muda juga dibawa bootcamp selama dua hari di Filipina untuk berlatih dengan tim Evil Geniuses. Lalu dari sisi Hearthstone, Hendry “Jothree’ Handisurya sudah mempersiapkan diri dengan cukup maksimal, bahkan latihan sampai dengan 14 jam sehari. Tak hanya itu, Jothree juga sempat menorehkan hasil berupa medali perak saat mengikuti eksibisi esports ASIAN Games 2018.

Selain ditayangkan secara live-streaming, gelaran esports SEA Games 2019 juga tayang di televisi nasional, GTV. Jangan lupa saksikan dan dukung semua kontingen Indonesia di esports SEA Games 2019.

Melihat Potensi Perkembangan League of Legends Wild Rift di Indonesia?

Memasuki tahun ke-10, Riot Games mulai melakukan ekspansi terhadap dunia Runeterra. Sepuluh tahun belakangan, Riot Games fokus membesarkan satu game saja, yaitu League of Legends. Lewat acara Riot Pls: 10th Anniversary Edition mereka mengumumkan jajaran game terbarunya. Ada beberapa game yang mereka umumkan, ada Teamfight Tactics (auto-battler berisikan Champion League of Legends) versi mobilegame kartu bernama Legends of Runeterra, proyek game fighting League of Legends, dokumenter, sampai serial televisi.

Namun dari semua pengumuman tersebut, satu yang cukup ramai diperbincangkan adalah League of Legends Wild Rift (selanjutnya disebut Wild Rift), versi mobile dari League of Legends yang sudah cukup lama ditunggu-tunggu. Mengingat eksistensi League of Legends tanah air padam sejak tahun tahun 2018 lalu, Wild Rift diprediksi akan menjadi fenomena baru di pasar lokal. Mengapa demikian? Organisasi esports seperti GGWP.ID mengambil langkah berani dan sudah mempersiapkan divisi League of Legends: Wild Rift. BOOM Esports juga menunjukkan gelagat akan membuat divisi League of Legends: Wild Rift.

Melihat hingar-bingar ekosistem tanah air terhadap Wild Rift, pantas rasanya jika kita bertanya-tanya. Apakah Wild Rift benar-benar akan sukses di Indonesia

Sebelum mulai membahasnya, mari kita mundur sedikit dan melihat sepak terjang League of Legends di ekosistem esports Indonesia terlebih dahulu.

Sepak terjang League of Legends di Indonesia

Setelah dirilis secara global pada tanggal 27 Oktober 2009, League of Legends (LoL) hanya butuh tiga tahun untuk menjadi game paling digemari Amerika dan Eropa. Dikutip artikel Forbes rilisan 11 Juli 2012, League of Legends sudah dimainkan selama total 1,3 miliar jam, sejak dari tahun 2009 sampai tahu 2012.

Melihat kesuksesan tersebut, Garena Indonesia memutuskan mengasuh League of Legends dan merilis versi lokal pada 25 Juli 2013. Selain menghadirkan client berbahasa Indonesia dan konektivitas lokal, esports juga jadi strategi lain yang dilakukan Garena Indonesia demi membuat League of Legends mengakar di antara para gamers.

Mari kita berkenalan dengan narasumber kami yang pertama, Pratama “Yota” Indraputra. Sempat menjabat sebagai pengembang esports di Garena Indonesia, ia memberikan cerita di balik dapur publisher asal Singapura tersebut.

“League of Legends membuka server Indonesia tahun 2013. Saat itu animo di Indonesia cukup baik, meski tidak bisa dibilang booming. Mayoritas pemain yang menerima inisiatif ini memang mereka yang sudah main League di server luar. Namun karena image Dota lebih melekat, diperparah dengan perkara drama Pendragon, ada juga sedikit reaksi negatif.”

Sumber: Dokumentasi Pribadi Yota
Sumber: Dokumentasi Pribadi Yota

Menyinggung drama Pendragon yang disebut Yota, saya ingin mengajak Anda intermezzo sedikit akan kejadian tahun 2008 silam. Steve “Pendragon” Mescon, adalah founder forum dota-allstars.com. Selama 4 tahun, forum tersebut dipercaya menjadi wadah komunitas berdiskusi seputar strategi, berbagi fan-art, dan ide desain hero. Setelah masa tersebut berlalu, Pendragon pindah ke Riot Games dan menutup forum tersebut. Membawa semua hal dari dota-allstars.com, Pendragon dianggap mencuri ide-ideo hero milik komunitas dan dicap sebagai pengkhianat. Sejak tragedi itu, Riot Games jadi dibenci komunitas Dota.

Yota lalu menceritakan strategi Garena Indonesia dalam mengolah LoL menjadi game esports pilihan di tanah air. Rupanya, kompetisi LoL tingkat profesional, League of Legends Garuda Series, hanyalah satu dari rentetan rencana kerja Garena. “Dulu ada Kennen Cup, Teemo Cup untuk turnamen tingkat grassroots. Lalu juga ada roadshow ke iCafe sampai daerah pelosok. Bahkan sempat ada program Dota2LoL yang memberi benefit kepada pemain Dota 2 yang ingin coba bermain League.” tuturnya.

Ia pun mengungkapkan pendapatnya soal keberhasilan strategi tersebut “Meski berhasil menarik perhatian pemain yang baru bermain MOBA, strategi ini kurang efektif terhadap pemain MOBA berpengalaman. Scene esports Dota 2 sedang panas ketika itu, sehingga kami hanya mampu menarik perhatian mantan pemain Heroes of Newerth (HON) saja.”

Sayangnya 5 tahun usaha tersebut seperti hangus begitu saja. Yota menyebut cost dan effort tidak sebanding dengan pertumbuhan revenue, player base ataupun viewership. Game ini tak lagi menguntungkan secara bisnis, operasional League of Legends Indonesia tumbang pada 15 Mei 2019. Server lokal Indonesia digabung dengan server Singapura. Program esports lokal Indonesia (LGS) terhenti sejak 2018, dan kini diubah menjadi program esports tingkat regional SEA yang diberi nama LoL SEA Tour (LST).

Menghadapi persaingan ketat

Hybrid, mengutip tulisan milik Henri Brouard analis dari NetEase Games, sempat membahas alasan Free Fire sukses di Asia Tenggara. Ia mengatakan setidaknya ada 4 faktor penting, pertama bisa dimainkan pada smartphone low-endkedua punya gameplay super kasual, ketiga monetisasi dengan sedikit elemen RPG, dan keempat merangkul komunitas dengan konten-konten bernuansa lokal.

Sejauh ini, empat faktor kunci tersebut bisa jadi adalah alasan Mobile Legends: Bang-bang (MLBB) sukses di Indonesia. Menurut pengamatan saya, mereka setidaknya memenuhi 3 dari 4 faktor, yaitu: bisa dimainkan pada smartphone low-endgameplay paling kasual dibanding MOBA lainnya, dan merangkul komunitas lokal lewat event, bahkan turut menghadirkan Gatot Kaca sebagai hero bernuansa lokal Indonesia.

Tetapi, apakah lantas 4 faktor itu bisa sekonyong-konyong membuat game sukses di pasar Indonesia? Saya menanyakan hal ini kepada beberapa sosok di industri game Indonesia. Selain Yota, saya juga menjadikan Senior Editor Hybrid, Yabes Elia sebagai narasumber dalam pembahasan ini.

Yabes sebagai sosok yang dianggap “sepuh” mungkin bisa dibilang salah satu yang paling khatam jika bicara soal ekosistem dan industri. Malang melintang di industri game Indonesia selama kurang lebih 10 tahun sebagai seorang jurnalis, sosok yang pernah menjadi Managing Editor majalah PC Gamer Indonesia pada tahun 2009 lalu ini mungkin sudah kenyang makan asam-garam serta pahit-manis industri game di Indonesia. Terkait Wild Rift, ia merasa bahwa faktor sukses game bukan hanya soal 4 hal tersebut saja, tapi ada juga faktor lain, yaitu momentum.

“Kalau bicara League of Legends dulu, telat masuk bisa dibilang jadi alasan kenapa League kurang sukses di Indonesia. Gue sudah main di server NA (Amerika Serikat) selama 2 tahun, baru setelahnya server Indonesia hadir. Karena telat, League of Legends nggak dapat momentum, yang akhirnya diambil oleh Dota 2 terlebih dahulu.” Yabes menjawab.

Dokumentasi Hybrid - Lukman Azis
Yabes Elia saat menjadi moderator dalam acara Hybrid Day. Dokumentasi Hybrid – Lukman Azis

Saya cukup setuju dengan pendapat Yabes. Kenapa? Karena jika kita berkaca pada apa yang diceritakan Yota dan bersandar pada 4 faktor itu saja, League of Legends harusnya sudah sukses di Indonesia bukan?

Secara grafis, League terbilang lebih ringan pada zamannya, gameplay MOBA terpopuler ini juga lebih kasual jika dibanding dengan Dota. Garena juga sudah berusaha sekuat tenaga mendorong perkembangan ekosistem lokal lewat berbagai kegiatan esports. Tapi kenapa League of Legends malah harus mengalami nasib buruk di Indonesia?

Melanjutkan soal ini Yabes mengatakan “Itu sebenarnya baru faktor internal. Jika ingin sukses, Wild Rift juga harus menyadari soal faktor eksternal lewat ekosistem pendukung, seperti tim, event organizerpublisher, dan media.”. Peran ekosistem lokal dalam perkembangan suatu game terbilang cukup penting. Apalagi jika berbagai elemen bergandengan tangan untuk menjaga sebuah game agar tetap hidup di ekosistem lokal. Soal bagaimana ekosistem lokal bisa berperan akan saya bahas lebih lanjut di bagian berikutnya.

Melanjutkan pembahasan potensi Wild Rift di Indonesia, saya juga berbicara dengan Edwin Chia Co-Founder dan CEO Bigetron Esports sebagai narasumber yang bisa melihat dari sudut pandang organisasi esports. Pendapat Edwin kurang lebih senada dengan Yabes, besar-kecil potensi Wild Rift adalah tergantung eksekusi publisher.

Edwin menyoroti soal peran “kearifan lokal” dalam menyukseskan Wild Rift di Indonesia. “Jika mereka (Riot Games dalam mengembangkan Wild Rift) ingin sukses, mereka setidaknya harus punya kantor di Indonesia. Mereka harus mendengarkan masukan komunitas, dan melakukan pemasaran secara agresif ketika peluncuran. Mereka harus bisa bereaksi sesuai dengan respon pasar dan menyesuaikan kembali strategi mereka dari hal tersebut.” tukas Edwin.

“Mereka juga tidak boleh setengah hati jika ingin menumbangkan posisi King of Indonesia MOBA, yaitu MLBB. Orang-orang Indonesia secara historis sangat enggan berpindah game ketika mereka sudah nyaman dengan yang satu. Hal ini sudah terjadi dengan beberapa contoh seperti, alasan orang-orang lebih memilih Point Blank daripada CS:GO ataupun Overwatch, dan alasan orang-orang lebih memilih Dota daripada LoL ataupun HoN.” Edwin melanjutkan penjelasannya.

Apa yang dibilang Edwin ada betulnya, bahwa jika Riot Games ingin menumbangkan MLBB, maka ia harus melakukan pemasaran secara agresif, dan mendengarkan pendapat komunitas lokal. Yabes juga mengatakan, bahwa dahulu MLBB gencar melakukan pemasaran secara digital, sambil tetap menjaga komunitasnya di Indonesia. Tapi kata kunci dari pendapat Edwin adalah soal keinginan.

Ini memunculkan pertanyaan lain di kepala saya. Apakah Riot Games punya keinginan menggeser MLBB di persaingan MOBA Indonesia? Apakah Riot perlu menggeser tahta MLBB sebagai raja MOBA di Indonesia? Apakah pasar Asia Tenggara atau pasar Indonesia penting untuk dimenangkan? Kalau bicara secara rasional, Riot Games sudah menghasilkan US$2,1 juta di tahun 2017 lalu, hanya dengan menjadi jagoan di pasar Asia (bisa dibilang Korea Selatan dan Tiongkok), Eropa, dan Amerika Serikat.

Yabes lalu menyatakan pendapatnya terkait hal ini. “Market SEA terbilang cukup penting, karena belum dioptimalkan namun punya potensi yang besar. Apalagi kalau dibanding EU dengan NA, user acquisition di SEA cenderung lebih murah. Cuma balik lagi dari masing-masing publisher, mau ke market mahal dulu baru ke market murah, atau ke market murah baru ke market mahal.” ujarnya.

Peran ekosistem lokal

Jika anggaplah Wild Rift sudah memenuhi faktor internal, dan punya keinginan memenangkan market esports MOBA di Indonesia, lantas apa yang harus mereka lakukan? Soal mencari momentum bisa jadi hal pertama yang dilakukan.

Sejauh ini antusiasme komunitas dan ekosistem esports Indonesia terhadap Wild Rift memang terbilang cukup baik. Secara global, penerimaan pasar terhadap MOBA di perangkat bergerak juga semakin positif lewat Arena of Valor (yang juga dikembangkan oleh Tencent, investor Riot Games). Untuk konteks lokal, saya sudah sempat mendengar bahwa beberapa pemain profesional pada genre MOBA terdahulu tertarik main Wild Rift, dan punya kemungkinan akan pindah jika Wild Rift punya scene kompetisi yang sehat.

“Benar seperti yang kamu katakan, mantan pemain dari berbagai MOBA terdahulu punya ketertarikan untuk mencoba Wild Rift. Para organisasi esports seharusnya sudah sama-sama tahu siapa pemain-pemain ini, dan mereka (para tim) sudah bisa menakar dengan kasar, pemain mana yang punya kemungkinan untuk sukses di Wild Rift nanti. Sejauh ini antusiasmenya memang tinggi, terutama dari sisi komunitas League terdahulu.” Edwin menceritakan antusiasme pasar terhadap Wild Rift.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Edwin Chia
Edwin Chia, Co-Founder serta CEO tim Bigetron Esports. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Selain GGWP.ID dan BOOM Esports, para organisasi esports juga sudah menyiapkan mata mengawasi perkembangan Wild Rift. “Most of them (organisasi esports) are just in the wait-and-see-the-results stance, begitupun dengan Bigetron. Kami sudah punya daftar pemain yang siap untuk bertanding di Wild Rift ketika Open Beta game tersebut nanti dirilis.” ujar Edwin.

Oke, jadi Wild Rift sudah punya momentum dengan antusiasme positif dari pemain dan ekosistem lokal. Kini sukses tidaknya Wild Rift tinggal tergantung pada eksekusi sang publisher saja, Riot Games. Bagaimana eksekusi terbaik agar Wild Rift bisa sukses di Indonesia?

Kembali meminjam pendapat dari Yabes, jawabannya mungkin ada pada faktor eksternal. Dalam pembahasan potensi ekosistem game Blizzard di Indonesia, Yabes mengatakan bahwa salah satu strategi agar sebuah game berkembang adalah dengan merangkul lebih banyak pihak dan menjadikannya sebagai stakeholders. Dengan cara tersebut, semua bagian ekosistem turut peduli akan hidup-mati dari sebuah game; karena mereka yang sudah kecipratan rezeki dari game tersebut tentu tak mau game-nya mati.

Yabes menjelaskannya lebih lanjut ketika membahas kegagalan League of Legends di pasar game Indonesia. Menurutnya alasan kegagalannya adalah karena publisher menanggung beban pengembangan ekosistem League of Legends seorang diri di Indonesia. “Jadi ya isi ekosistem cuma publisher dan komunitas. Pihak ketiga? EO mungkin lebih baik menggarap turnamen Dota 2, karena bisa dapat untung dari sana. Asalkan Riot tidak mengulang hal seperti itu dalam mengembangkan Wild Rift di Indonesia, maka ia punya kemungkinan untuk sukses.” ucap Yabes.

Yota juga mengatakan pendapatnya soal dampak strategi tersebut kepada kegagalan League of Legends di Indonesia. Karena monopoli publisher, komunitas jadi cenderung pasif. “Karena terlalu terbiasa disuapin, komunitas terbiasa menerima tanpa ingat untuk memberi kembali. Mereka jadi ‘manja’ dan tidak inisiatif untuk, setidaknya mengajak teman terdekatnya untuk main League.” kata Yota kepada saya.

Strategi pengembangan League of Legends di Indonesia kala itu mungkin bisa saja benar. Anggap saja begini, kalau publisher punya kemampuan finansial yang besar dan rela berdarah-darah secara keuangan untuk terus “menyuapi” komunitas, strategi ini mungkin boleh-boleh saja dilakukan.

Namun demikian, dengan strategi tersebut, fondasi ekosistem game tersebut juga jadi lebih rentan karena hanya mengandalkan satu ujung tombak saja. Kalau publisher menyerah atau kehabisan dana, tamat sudah riwayat game tersebut. Elemen-elemen ekosistem mungkin tidak terlalu peduli game tersebut mati, karena tetap hidup pun game tersebut tidak memberi keuntungan kepada ekosistem.

League of Legends Wild Rift
Wild Rift

Melibatkan banyak pihak dalam ekosistem suatu game akan membangun fondasi yang lebih kuat. Banyak pihak jadi peduli dengan hajat hidup game tersebut. Kalau game tersebut tumbang, ekosistem juga yang dirugikan, karena kehilangan salah satu sumber pendapatan. Mungkin ini juga alasan kenapa MLBB mengubah sistem liga di MPL Indonesia menjadi franchise model, agar lebih banyak pihak jadi peduli dengan keberlangsungan MLBB di ekosistem industri game Indonesia.


Akhir kata, Wild Rift sebenarnya sudah punya momentum. Kemungkinan besar, gamers di Indonesia juga dapat menerima gameplay League of Legends, karena sudah terbiasa dengan MLBB ataupun Arena of Valor. Maka dari itu penetunya tinggal dari Riot Games sebagai publisher. Saya rasa, jika Riot Games secara aktif menggandeng komunitas dan ekosistem, maka Wild Rift bisa jadi penantang besar MLBB di Indonesia.

 

Berapa Banyak Pengunjung dan Penonton M1 World Championship 2019?

Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, menjadi lokasi pengukuhan EVOS Esports jadi tim MLBB (Mobile Legends: Bang Bang) terbaik di dunia musim ini berkat kemenangan mereka di M1 World Championship 2019 (11-17 November 2019).

Selain drama pertandingan 7 game yang fantastis antara EVOS melawan rival beratnya, RRQ, M1 juga ternyata menjadi turnamen dengan penonton terbanyak sepanjang sejarah esports MLBB — setidaknya menurut data dari Esports Charts.

Menurut data yang dihimpun oleh Esports Charts tadi, sebuah layanan analisa data yang mengikuti perkembangan esports, penonton M1 World Championship 2019 yang menyaksikan lewat live streaming mencapai angka peak viewers sebesar 648.069Peak viewers ini maksudnya adalah jumlah penonton yang menonton di saat yang sama (biasanya juga disebut concurrent viewers).

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Selain angka tadi, ada 2 hal menarik yang bisa kami temukan dari kumpulan data mereka.

Pertama, pertandingan El Classico di Negeri Jiran yang terjadi 2x (Grand Final dan Upper Bracket Final) menjadi 2 pertandingan dengan peak viewers terbesar. Pertandingan Grand Final di hari terakhir yang berakhir dramatis menyumbang angka peak viewers tertinggi sepanjang pertandingan (648.069 ribu). Sedangkan pertandingan Upper Bracket Final antara EVOS dan RRQ jadi pertandingan dengan peak viewers tertinggi kedua dengan 558.985 penonton.

Selain itu, karena memang kejuaraan dunia, Moonton pun menyediakan streaming-nya dalam berbagai bahasa. Namun demikian, nampaknya Indonesia memang menjadi pasar terbesar MLBB di dunia.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Dari data di atas, penonton dari stream berbahasa Indonesia bahkan nyaris 5x lipat jumlahnya dibandingkan dengan penonton berbahasa Malay ataupun Inggris.

Itu tadi jika kita berbicara soal online viewers. Bagaimana dengan jumlah orang yang hadir? Angka ini kami terima sendiri dari pihak Moonton, sebagai yang punya acara, yang langsung kami wawancarai di lokasi. Inilah angkanya yang dibagi per hari acara:

  • Hari pertama (Jumat, 15 November 2019): 3.000 orang
  • Hari kedua (Sabtu, 16 November 2019): 5.000 orang
  • Hari ketiga (Minggu, 17 November 2019): 10.000 orang

Jumlah tadi mungkin memang kelihatannya besar namun, berhubung Axiata Arena punya kapasitas sampai 16.000 orang, venue acara jadi tetap tak terlihat penuh. Bahkan dengan 10ribu pengunjung, jumlah tersebut hanyalah 2/3 dari total kapasitas gedung.

Akhirnya, Moonton berencana menggelar M2 di 2020 di Indonesia. Apakah angka pengunjung dan penontonnya akan lebih besar lagi di tahun depan?

Hari Pertama Babak Playoff MPL ID Season 4: Si Landak Kuning yang Gagal Bangkit

26 Oktober 2019 adalah hari pertama babak Playoff Mobile Legends Professional League Indonesia Season 4 (MPL ID Season 4). Tennis Indoor Senayan penuh sesak oleh para fans yang ingin menyaksikan penampilan salah satu dari The Big Six yang bertanding untuk memperebutkan titel MLBB paling bergengsi se-Indonesia.

Pertarungan sengit babak Playoff dibuka dengan pertemuan antara AURA Esports melawan ONIC Esports. Di atas kertas, AURA Esports yang berada di peringkat 5 pada akhir Regular Season, seharusnya lebih unggul jika dibanding ONIC yang berada di peringkat 6. Namun ONIC sepertinya hanya menyembunyikan permainan sejatinya saja selama Regular Season. Si Landak Kuning pun mengamuk, membuat AURA Esports luluh lantah.

Pada game pertama, AURA sebenarnya punya kesempatan menang yang besar. Tetapi ONIC menggila setelah melewati fase pertengahan, membuat Phoenix dan kawan-kawan jadi kewalahan. Kekalahan di game pertama sepertinya menyisakan beban mental yang cukup kentara bagi AURA Esports. Walhasil, ONIC segera menyabet kesempatan tersebut tanpa ragu lagi, memenangkan pertandingan dengan skor 2-0, dan melaju ke Semi Final upper bracket.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Pertandingan berikutnya adalah Bigetron Esports melawan Alter Ego, matchup yang mungkin kurang terasa rivalitasnya. Kendati demikian, pertarungan ini berjalan dengan sengit. Alter Ego yang disebut sebagai The Dark Horse oleh Wibi “8Ken” Irbawanto, sempat terpeleset di game kedua. Masuk game ketiga, Maungzy, Celiboy dan kawan-kawan mendapatkan yang membuat penonton histeris bla-bla. Akhirnya tim

Memasuki babak upper bracket semi-finals Playoff MPL ID Season 4, rivalitas antar tim jadi semakin ketat. Apalagi ketika ONIC dan EVOS bertemu, sang juara bertahan MPL ID S3 melawan tim favorit juara MPL ID S4. EVOS memang sedang begitu solid dan konsisten di MPL ID Season 4. Apalagi dengan kehadiran Rekt yang disebut-sebut melengkapi the missing puzzle yang selama ini dicari-cari oleh si Harimau Putih.

“Roster sekarang jadi lebih kuat mungkin karena kami punya visi, usaha, serta impian sama, sehingga lebih mudah untuk menyatukan chemistry.” ujar Oura pada sesi konfrensi pers. Ini jadi memunculkan pertanyaan, jangan-jangan EVOS jadi gagal meraih juara karena pemain terdahulu punya visinya menjadi lebih terkenal bukan jadi juara?

Kembali membahas permainan, pertadingan dibuka dengan EVOS yang bermain dengan galak. Tetapi ONIC tak gentar, Drian dengan Grock bahkan dengan santainya mencuri Turtle pertama yang sedang diambil EVOS kala itu. EVOS terus mendesak, kill demi kill didapatkan, tapi ONIC dengan rotasi yang lihai tetap mempertahankan keunggulan net-worth sampai menit 8.

Lord pertama menjadi momentum terbaik bagi ONIC menuai kemenangan dari keunggulan net-wroth yang sudah diamankan. Tapi pergerakan lihai Selena dari Luminaire berhasil merebut sang Lord. Tapi hal tersebut tak terlalu berarti. Setelahnya EVOS malah harus kehilangan 4 pemainnya, terculik satu per satu oleh ONIC yang terus bergerang secara berbarengan. Momentum ini akhirnya digunakan ONIC untuk mengamankan game pertama.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

EVOS mengulang permainan galak mereka di game kedua, tapi bedanya, eksekusi mereka kali ini lebih rapih. Sebegitu rapihnya, bahkan EVOS kali ini tak memerlukan Lord untuk memenangkan permainan. ONIC yang bersiaga di area Lord malah tertangkap basah oleh EVOS yang sedang melakukan patroli. ONIC terkena Wipe-Out, EVOS pun segera menghancurkan markas dari tengah tanpa ragu lagi.

Meski ini adalah kesempatan terakhir bagi ONIC untuk bertahan di upper bracket, namun kekalahan di game kedua sepertinya sangat memukul mental Anti-Mage dan kawan-kawan. Pada game ketiga, walau ONIC lagi-lagi kelabakan menghadapi permainan agresif dari EVOS, namun mereka tetap bertahan sekuat tenaga di game ini.

Sempat kehilangan 3 pemain dan markasnya dalam satu kali pertarungan, ONIC terus mencoba bangkit melawan EVOS. Terutama Masha dari Anti-Mage, yang berkali kali bikin EVOS jadi sakit kepala. Tapi semua usaha tersebut dari ONIC ternyata tidak cukup, setelah Masha akhirnya terhentikan di menit 21. EVOS langsung saja mendesak lewat tengah, dan menghancurkan markas di menit 21. EVOS mengalahkan ONIC 2-1 dan melaju ke upper-final.

“Permainan ONIC memang berubah saat babak Playoff, sangat kuat melebihi Regular Season.” Oura sempat berpendapat pada sese konfrensi pers. “Tetapi kami sendiri memang merasa di pertandingan tadi masih kurang maksimal, masih banyak hal yang harus diperbaiki, terutama jika ingin menjadi juara.” Donkey melanjutkan.

Pertarungan selanjutnya adalah pertemuan antara RRQ melawan Alter Ego, the old star, Lemon, melawan the rising star, Celiboy. Tak hanya dari segi dua pemain kuncinya saja, secara tim sendiri RRQ memang adalah jagoan lama di MPL, terutama di Season 1 dan 2. Sementara Alter Ego adalah pendatang baru yang permainannya sedang sangat prima di musim ini.

Pertarungan pertama, Alter Ego mendapat momentum sejak dari awal-awal permainan. RRQ sempat beberapa kali mencoba untuk merebut momen tersebut, sayangnya usaha R7 dan kawan-kawan masih belum cukup. Sementara itu pada game kedua, Alter Ego mencoba mengulang kesuksesannya, sayang, kini RRQ telah menemukan cara untuk melawan keganasan Haritz dari Celiboy. Setelah tak mampu lagi membendung Masha dari RRQ.R7 yang sangat liar, mau tak mau Alter Ego harus kembali mempersiapkan diri untuk game 3.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sebagai penentuan untuk menuju ke babak final upper bracket, Alter Ego mencurahkan segala daya usahanya demi memukul the old king turun ke lower bracket. Sayangnya Alter Ego yang memilih Valir untuk LeoMurphy ternyata membuat mereka kesulitan sendiri.

Berkali-kali ia terculik, membuat usaha Alter Ego untuk mengalahkan RRQ di dalam pertarungan jadi lebih berat. Tapi RRQ sendiri ketika itu kerap terlalu memaksa menjebol lewat tengah, ketika masih ada Turret di lane bawah. Pertarungan RRQ melawan Alter Ego akhirnya jadi saling tarik-ulur, sampai spawn Lord keenam di menit 30. Alter Ego akhirnya tak mampu lagi menahan serbuan RRQ yang bertubi, sang raja akhirnya berhasil membuktikan posisinya sebagai tim yang lebih senior dari Alter Ego. RRQ melaju ke upper final dengan skor 2-1.

Penutup di hari pertama, Alter Ego harus bermain lagi di lower bracket, melawan ONIC yang sebelumnya kalah oleh EVOS di upper bracket semi-final. Haritz untuk Celiboy kembali digunakan sebagai ujung tombak tim Alter Ego. Sementara ONIC mencoba menggunakan Lunox dari Udil sebagai ujung tombak untuk game pertama.

Kontes adu kemampuan kedua tim berlangsung dengan cukup cepat, ONIC pun tak mampu menahan Alter Ego yang masih panas-panasnya setelah pertandingan sebelumnya. Setelah satu kali Lord, ONIC langsung tumbang di game pertama. Hal ini pun seakan terulang di game kedua. Terlepas dari penggunaan Grock untuk Sasa, namun permainan ONIC memang terlihat kurang maksimal dalam pertandingan ini. Alter Ego berhasil menjajah teritori ONIC sepanjang early game. Masuk menit 10, Lord yang berhasil didapatkan Maungzy dan Caesius segera mengamankan kemenangan bagi Alter Ego di game kedua.

MPL ID Season 4 akan melanjutkan pertandingan hari keduanya pada Minggu 27 Oktober 2019 ini. Laga pertarungan langsung dibuka dengan pertemuan RRQ melawan EVOS, pertandingan el classico. Akankah MPL ID Season 4 memunculkan juara baru? Atau malah RRQ bisa mengulang masa kejayaannya seperti di MPL ID Season 2?

Anda dapat menonton langsung di Tennis Indoor Senayan, atau menyaksikannya lewat livestreaming yang ditayangkan pada MLBB Indonesia Official Facebook Page.

WATONG MLBB Competition, Ketika Gaming Jadi Bagian Gaya Hidup

Seiring dengan perkembangan esports mobile games, membuat video game secara tidak langsung juga menjadi bagian dari gaya hidup. Maka dari itu tak heran jika berbagai brand non-endemik yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti makanan, minuman, ataupun fashion jadi semakin percaya diri untuk terjun ke ekosistem esports.

Tak ayal, perkembangan itu pun semakin terasa di ekosistem esports Indonesia. Hybrid sudah sempat membahas hal tersebut, beberapa di antaranya seperti GoPay yang mensponsori RRQKaesang Pangarep lewat brand Ternakopi yang mensposori Aerowolf Genflix, ataupun EVOS yang melebarkan sayap bisnisnya ke bidang fashion dan merchandising lewat brand EVOS GOODS.

Ki-ka: Presiden Direktur Aerowolf, Iwan Iman, Kaesang, Anshari Kadir, dan Hutama Pastika. | Sumber: Instagram Aerowolf
Kini, kerjasama antara brand gaya hidup seperti Ternakopi dengan esports jadi seperti tak aneh lagi, Ki-ka: Presiden Direktur Aerowolf, Iwan Iman, Kaesang, Anshari Kadir, dan Hutama Pastika. | Sumber: Instagram Aerowolf

Seakan tak mau ketinggalan, brand lokal pun juga turut serta terjun ke dalam ekosistem. Ingin menarik perhatian kalangan muda, Warung Tongkrongan atau WATONG menyelenggarakan sebuah kompetisi Mobile Legends: Bang-Bang yang bertajuk WATONG MLBB Competition.

Menggandeng INDOESPORTS, kompetisi ini diadakan di WATONG yang berada di kota Semarang dan Salatiga. Kompetisi ini diadakan dalam rangka peresmian cabang baru Warung Tongkrongan, sembari mencari bakat-bakat Mobile Legends di tingkat lokal.

Hal ini juga mengingat Mobile Legends yang bisa dibilang sebagai salah satu game yang paling diterima oleh khalayak umum dan punya banyak peminat di berbagai daerah di Indonesia. Untuk pendaftarannya sendiri sudah dibuka sejak 10-19 September 2019 kemarin.

Pertandingan akan dilanjutkan dengan fase qualifier yang diadakan pada tanggal 20-22 September 2019 mendatang. Setelah itu, pertandingan akan dilanjutkan dengan babak Grand Final yang diselenggarakan pada 23 September 2019.

Sumber: Rilis Resmi INDOESPORTS
Sumber: Rilis Resmi INDOESPORTS

Babak Grand Final akan menghadirkan Wawa Mania dan Amanda Go sebagai shoutcaster dan tim WAW Esports. Nantinya Anda dapat menguji kemampuan bermain MLBB dengan menantang langsung tim WAW Esports di dalam sebuah pertandingan fun exhibition.

Kerja sama antara bisnis gerai makanan dengan esports ini memang cukup unik. Secara internasional, hal ini juga sempat terjadi, salah satunya saat KFC menyelenggarakan sebuah kompetisi Dota 2 di Rusia sana.

Bagi Anda yang berdomisili di sekitar Semarang dan Salatiga, Anda dapat datang langsung dan menyaksikan ke WATONG MLBB Competition. Tetapi, jika Anda penasaran, Anda juga dapat menyaksikan tayangan langsung pertandingan ini via channel Youtube INDOESPORTS.