Soulcops to Develop the “Play-to-Earn” Concept NFT Game

Nowadays, the play-to-earn (P2E) concept NFT game is getting more popular as they have introduced the use of crypto to a completely different sector. Blockchain technology allows players to buy and sell digital assets in the form of games. Soulcops aims to be one of the local startups to work on this segment in Indonesia.

Soulcops is a Jakarta based P2E NFT gaming startup founded last year by eight co-founders. They are Aji Pratomo (CEO), Hasby Ristama (Soulcops IP Creator), Robby Wahyudi (Head of Commercial), Mochtar Sarman (Head of Retail & Merchandising), Chris Lie (Head of Creative), Sunny Gho (Project Manager), Irzan Raditya (Tech Advisor), and Novrizal Pratama (Lead Marketing).

Each Co-founder comes from different backgrounds that support each other, therefore, creating a strong milestone in manifesting Soulcops’ vision and mission. Hasby for example, an active police officer and IP Police maker. Next, there is Sunny Gho who started his career as a colorist at Marvel and DC Comics since 2009 until now. Also, Chris Lie with his work as one of the illustrators and designing comics GI Joe, Spider-Man, Iron Man, and Transformer.

Soulcops embarks the story of the good and bad cops in a universe. The honest police aims to rebel from the domination of the evil police, consisting of criminals and mercenaries, who are creating chaos through a multinational organization called Hexagon Technologies.

“We focused on the universe for police characters. In any part of the world, police force is very underrated, many people despise them. It is only natural, but if we look at the universe in terms of the metaverse context, the concept of bad cop good cop really fits. Moreover, both online and offline, crime still exists today, the police role is necessary,” Novrizal told DailySocial.

The NFT game provides 3,000 digital cards for collectors to purchase before the official Soulcop mobile game is released next year. Collectors can play later with the NFT collections with its own rarety to be used to achieve objectives while playing the game, and upgradeable with other weapons and utilities to create stronger characters. Also, the tokens that can be exchanged for real money as an implementation of P2E.

In the global market, several NFT crypto-money-generating games grant prizes in the form of crypto coins and P2E tokens, including Axie Infinity with AXS tokens, Gods Unchained with ERC tokens (GODS), Alien Worlds with TLM tokens, and The Sandbox with SAND tokens.

“We have released 3,000 digital cards to be sold through OpenSea. The enthusiasm turned out to be good [during the pre-sale], 2,300 NFT had been sold, around 50%-60% were bought by collectors outside Indonesia. We can project Soulcops might be played not only in Indonesia, but also in the global market.”

Through this achievement, he is optimistic that NFT games such as Soulcops can attract gamers from both local and foreign countries. In Indonesia alone, based on Statista, as of October 2021, revenue from the mobile game business is predicted to reach $1.4 million in 2017 and reach $1.96 million in 2025 assuming a CAGR growth of 8.7%. In terms of users, it is predicted to reach 65.6 million in 2025.

Create the whole universe

The Soulcops mobile game application is planned to release an Alpha demo version in the first quarter of 2022, then a Beta version in the second quarter. Currently, digital card minting is hosted through OpenSea. This app is also open to common gamers who are yet to purchase Soulcops NFT.

Novrizal said the company will continue to improve its IP to provide high value for collectors. In the long-term plan, Soulcops plans to produce merchandising, films, animations, comics, and so on from Soulcops characters. “We believe we have a great chance to get the Soulcops universe bigger scoop, to enter the metaverse.”

Regarding education, he said, the right approach will really help grow the ecosystem to be more mature. This will certainly get better, especially with a positive impact on the industry.

The reason, he continued, is that the art world is experiencing a revolution since the rise of NFT. Creators or artists can produce its own works and everyone can appreciated directly without a third intermediary. Also, royalties are transparent as it received directly by creators, as well as when it is sold on the secondary market.

“NFT also legitimizes digital possession, it’s about smart contracts. The NFT image is just a representation, but it contains a smart contract. This concept will change a lot of things. Therefore, we need very proper education, the Soulcops founders are very serious about this,” he said.

In terms of funding, Soulcops is currently bootstrapping. However, management is currently in discussions with investors about the possibility of a seed funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Soulcops Garap Game NFT Berkonsep “Play-to-Earn”

Game NFT yang berkonsep play-to-earn (P2E) belakangan semakin dilirik karena telah memperkenalkan penggunaan kripto pada sektor yang benar-benar berbeda. Teknologi blockchain memungkinkan pemain melakukan jual-beli dan memperdagangkan aset digital dalam bentuk gim. Soulcops ingin menjadi salah satu startup lokal yang ingin menggarap segmen tersebut di Indonesia.

Soulcops adalah startup P2E NFT gaming yang didirikan di Jakarta pada tahun lalu oleh delapan orang co-founder. Mereka adalah Aji Pratomo (CEO), Hasby Ristama (Soulcops IP Creator), Robby Wahyudi (Head of Commercial), Mochtar Sarman (Head of Retail & Merchandising), Chris Lie (Head of Creative), Sunny Gho (Project Manager), Irzan Raditya (Tech Advisor), dan Novrizal Pratama (Lead Marketing).

Masing-masing Co-founder ini berasal dari latar belakang yang saling mendukung satu sama lainnya, sehingga membuat tonggak yang kuat dalam mewujudkan visi misi Soulcops. Hasby misalnya, ia adalah polisi aktif dan pembuat IP Polisi. Kemudian Sunny Gho memulai kariernya sebagai colorist di Marvel dan DC Comics sejak 2009 sampai sekarang. Dan Chris Lie dengan kiprahnya sebagai salah satu ilustrator dan mendesain komik GI Joe, Spider-Man, Iron Man, dan Transformer.

Soulcops mengambil cerita dari sisi polisi baik dan jahat dalam suatu universe. Polisi jujur ingin berontak dari dominasi polisi jahat, yang terdiri dari penjahat dan tentara bayaran, yang menciptakan kekacauan melalui sebuah organisasi multinasional bernama Hexagon Technologies.

“Kami fokus pada universe untuk karakter polisi. Di belahan dunia mana pun polisi sangat underrated, banyak yang enggak suka. Ini wajar, tapi kita lihat dari segi universe dengan konteks metaverse, konsep bad cop good cop ini masuk banget. Apalagi di zaman sekarang, baik online maupun offline, kejahatan itu tetap ada, peran polisi dibutuhkan,” terang Novrizal saat dihubungi DailySocial.id.

Terdapat 3 ribu kartu digital dalam game NFT tersebut yang sudah dapat dibeli oleh kolektor sebelum mobile game Soulcop resmi dirilis pada tahun depan. Kolektor nantinya dapat memainkan koleksi NFT mereka karena masing-masing memiliki rarety yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan saat bermain game, serta dapat di-upgrade dengan senjata dan utilitas lain dalam membuat karakter yang lebih kuat. Hal lainnya adalah mendapat token yang dapat ditukar dengan uang nyata sebagai implementasi dari P2E.

Di pasar global, beberapa NFT game penghasil uang kripto memberikan hadiah berupa koin kripto dan token P2E, di antaranya Axie Infinity dengan token AXS, Gods Unchained berupa token ERC (GODS), Alien Worlds dengan token TLM, dan The Sandbox dengan token SAND.

“Kita sudah merilis 3 ribu digital cards yang dijual melalui OpenSea. Ternyata antusiasmenya bagus [saat pre-sale], sudah terjual 2.300 NFT, sekitar 50%-60% dibeli oleh kolektor di luar Indonesia. Kami pun melihat bahwa Soulcops ini berpotensi untuk bisa dimainkan tak hanya di Indonesia, tapi juga di pasar global.”

Dengan pencapaian tersebut, ia optimis game NFT seperti Soulcops mampu menarik perhatian para gamers baik dari lokal maupun mancanegara. Di Indonesia sendiri, mengutip dari Statista per Oktober 2021, revenue dari bisnis mobile game diprediksi mencapai $1,4 juta di tahun dan tembus ke angka $1,96 juta di 2025 dengan asumsi pertumbuhan CAGR sebesar 8,7%. Adapun dari sisi pengguna, diprediksi tembus ke angka 65,6 juta pada 2025.

Bangun universe lebih lengkap

Aplikasi mobile game Soulcops itu sendiri rencananya akan dirilis versi Alpha demo pada kuartal I 2022, kemudian versi Beta pada kuartal kedua. Saat ini, minting kartu digital masih diselenggarakan melalui OpenSea. Aplikasi ini juga terbuka untuk gamer umum yang tidak membeli Soulcops NFT.

Novrizal menuturkan perusahaan akan terus meningkatkan IP-nya agar dapat terus memberikan value yang tinggi para kolektornya. Dalam rencana jangka panjang, Soulcops berencana untuk membuat merchandising, film, animasi, komik, dan lain sebagainya dari karakter-karakter Soulcops. “Kita lihat kita punya chance yang besar untuk meningkatkan universe Soulcops ke scoop yang lebih besar, hingga masuk ke metaverse.”

Terkait strategi edukasi, menurutnya, dengan pendekatan edukasi yang benar, maka akan sangat membantu menumbuhkan ekosistem jadi lebih matang. Hal tersebut tentunya akan semakin baik karena berdampak positif buat industri.

Pasalnya, sambung dia, dunia seni saat ini sedang mengalami revolusi semenjak kehadiran NFT. Yang mana kreator atau seniman dapat membuat karyanya dan secara langsung dapat dinikmati semua orang tanpa perantara ketiga. Pun dari royalti juga begitu transparan karena kreator dapat langsung menerimanya sendiri, begitu pula saat karyanya dijual di pasar sekunder.

“NFT juga melegitimasi digital possesion, ini tentang smart contract. Gambar NFT hanya representasi saja, tapi di dalamnya ada smart contract. Konsep ini akan mengubah banyak hal. Untuk itu perlu edukasi yang sangat proper, para founder Soulcops sangat serius soal ini,” tutup dia.

Untuk status pendanaan Soulcops, saat ini masih bootstrap. Namun manajemen tengah melakukan diskusi dengan investor untuk kemungkinkan putaran pendanaan perdana dapat digelar.

Indonesia Memberdayakan Proyek Blockchain Selain Perdagangan Kripto

Di Indonesia, tercatat sebanyak 7,4 juta orang telah membeli atau menjual cryptocurrency pada Juli 2021, menurut data Kementerian Perdagangan Indonesia. Sementara blockchain sering dikaitkan dengan aset digital dan produk keuangan, banyak proyek blockchain yang tengah dikembangkan untuk sektor-sektor lain termasuk filantropi, pertanian, permainan, dan karya seni digital.

Sebagian besar startup berbasis blockchain masih dalam tahap awal, tetapi para pendiri percaya bahwa teknologi ini dapat merevolusi operasional bisnis di pasar lainnya. Pengusaha blockchain sering menyoroti sifat teknologi blockchain yang terdesentralisasi serta kapasitasnya untuk mencatat transaksi dan meningkatkan akuntabilitas sebagai dua manfaat yang signifikan. Startup yang muncul juga menggunakan platform blockchain yang berbeda untuk menyesuaikan kebutuhan mereka, seperti Ethereum, Near, dan Binance Smart Chain.

Berikut adalah beberapa contoh proyek blockchain selain dalam hal keuangan dan perdagangan kripto di Indonesia.

Transparansi dalam sektor filantropi

BeKind adalah startup yang memanfaatkan teknologi blockchain untuk manajemen amal. Diluncurkan pada bulan Juni, BeKind ingin menjawab “dua tantangan utama dalam sistem donasi global—akuntabilitas dan keberlanjutan bisnis,” ujar CEO BeKind Fajar Jasmin.

“Para donatur yang menyumbang melalui badan amal tidak tahu persis berapa banyak uang mereka yang masuk ke tangan penerima manfaat (beneficiary). Sementara amal dikelola oleh organisasi nirlaba, banyak dari mereka beroperasi tanpa cadangan uang tunai yang cukup. Maka dari itu, tidak berkelanjutan,” sebut Jasmin kepada KrASIA.

Ide di balik BeKind sangat sederhana. Perusahaan membuat token, K1ND, yang dibangun di atas teknologi Binance Smart Chain. Donatur akan memperoleh K1ND di bursa Tokocrypto juga melalui saluran lain seperti transfer peer-to-peer setelah peluncuran resmi token pada bulan Desember. Para donatur kemudian dapat menyetorkan K1ND mereka ke dompet online organisasi amal dan nirlaba yang terdaftar di platform BeKind. Mereka juga bisa menggunakan token mereka untuk staking di platform BeKind Hub, seperti halnya bunga yang diperoleh di rekening tabungan.

Jasmin menyebutkan sistem ini dapat meningkatkan transparansi karena semua transaksi dicatat di blockchain dan dapat dilihat secara online oleh semua pengguna. Sistem ini juga memungkinkan donatur, badan amal, dan organisasi nirlaba untuk mendapatkan bunga dari staking. Token disetorkan ke akun staking dengan tingkat persentase tahunan tertentu atau persentase hasil tahunan, dan bebas untuk ditarik kapan saja. APY dapat mengalami fluktuasi tergantung pada berapa banyak token yang dipertaruhkan, atau dapat berupa APY tetap, tergantung tata cara pengaturannya oleh platform. Jasmin tidak memberikan rincian jelas.

BeKind adalah proyek donasi berbasis blockchain pertama di Indonesia. Perusahaan saat ini menjual tokennya melalui saluran penjualan pribadi seharga USD 0,17 per token, sementara perkiraan harga listingnya akan menjadi USD 0,24, menurut situs web. BeKind akan secara resmi meluncurkan dan mendaftarkan tokennya di bursa Tokocrypto pada bulan Desember.

Perusahaan juga berencana untuk menerapkan “sistem pelacak dampak” pada blockchain, yang akan memberikan informasi tentang pengembangan proyek yang didanai dengan K1ND. “Ke depannya, kami akan menyediakan dokumentasi dan laporan donasi dampak yang terkait dengan blockchain untuk memastikan transparansi,” ujar Jasmin.

Blockchain di sektor agrikultur

Pengusaha lain melihat kemungkinan digitalisasi sektor konvensional berkat blockchain. Salah satu contohnya adalah Hara, layanan pertukaran data berbasis blockchain untuk sektor pangan dan pertanian.

Hara diluncurkan pada tahun 2015 dengan tujuan untuk menerapkan konsep “pertanian presisi” berkat teknologi seperti sensor jauh. Tujuannya adalah untuk mengelola sektor pertanian agar lebih akurat dan meningkatkan hasil. Namun, startup ini mengalihkan bisnisnya menjadi pengumpulan data pada tahun 2017 setelah mengalami kesulitan dalam mengembangkan model bisnis intinya.

Pendiri Hara, Regi Wahyu dan Imron Zuhri, percaya bahwa data tanaman yang dapat dipertanggungjawabkan akan membantu para pelaku di sektor pertanian. Saat ini, perusahaan mengumpulkan, memverifikasi, dan mencatat data pertanian di atas platform blockchain, termasuk data produksi, proses budidaya, kondisi tanah dan tanaman, serangan hama, dan kepemilikan tanah.

Hara mengumpulkan dan berbagi data tanaman untuk membantu berbagai pelaku di sektor pertanian. Foto oleh Eddie Kopp di Unsplash

“Hara bekerja sama dengan agen yang kami sebut agripreneurs. Mereka memiliki ponsel Android, dan berkat aplikasi kami, mereka dapat bertindak sebagai pengumpul data di komunitas mereka,” ungkap kepala pengembangan bisnis Hara Firnando Sirait kepada KrASIA.

Hara memberi insentif kepada petani, atau “agen lapangan”, untuk menyediakan data dengan menawarkan poin loyalitas yang dapat ditukarkan di platform Hara dengan diskon produk pertanian atau pulsa. Hara kemudian memanfaatkan data tersebut untuk menjalankan beberapa proyek seperti kegiatan crowd planting, dimana petani dapat menggunakan pekarangan atau lahan non produktif untuk bercocok tanam menggunakan polybag. Hara juga memberi para petani prakiraan produksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Petani bisa mendapatkan “berbagai jenis dukungan seperti praktik pertanian terbaik, pinjaman usaha, atau akses ke lebih banyak pembeli,” kata Firnando.

Hara juga menjual data yang dikumpulkan ke perusahaan swasta, lembaga pemerintah, dan lembaga keuangan melalui token utilitas yang disebut HART. Token dibuat di atas Ethereum dan diperdagangkan di bursa Indodax.

Menurut Hara, pembeli memanfaatkan data ini untuk meningkatkan pelayanan mereka di sektor agrikultur. Misalnya, lembaga keuangan dapat melakukan penilaian kredit dan profil risiko untuk memberikan kredit mikro kepada petani. Pada saat yang sama, pemerintah daerah dapat membuat keputusan untuk mengatasi masalah pertanian berdasarkan data rinci yang dikumpulkan oleh petani.

Perusahaan saat ini sedang mengerjakan lebih banyak kasus penggunaan untuk teknologi blockchain-nya. Hara juga sedang membangun platform NFT yang akan diluncurkan pada kuartal pertama tahun depan, namun Firnando tidak mengungkapkan detail tentang proyek tersebut.

NFT dan koleksi digital

Karena semakin banyak orang menggunakan teknologi kripto dan blockchain, platform NFT juga menjadi penting bagi kreator dan kolektor seni. Menurut laporan terbaru oleh DappRadar, orang Indonesia hanya mengikuti dunia AS dalam “ketertarikan yang diungkapkan” terhadap teknologi NFT dan pasar NTF. DappRadar adalah toko aplikasi global terkemuka untuk aplikasi terdesentralisasi (dapps) yang digunakan oleh lebih dari 600.000 pengguna bulanan. Perusahaan melacak lebih dari 3.000 dapps di sepuluh blockchain untuk menyajikan laporan tentang tren terkait blockchain.

Meningkatnya minat pengguna di Indonesia pada token yang tidak dapat dipertukarkan (NFT) telah memotivasi berbagai startup untuk ikut serta dalam gelombang NFT. Salah satu contohnya adalah Tokocrypto, yang meluncurkan marketplace NFT, TokoMall, pada bulan September. Platform ini menampung lebih dari 1.403 pedagang dan 1.391 karya seni hanya satu bulan setelah peluncurannya serta berhasil menjual lebih dari 176 NFT, ungkap salah satu pendiri Tokocrypto, Pang Xue Kai kepada KrASIA dalam sebuah sesi wawancara.

TokoMall sudah memiliki lebih dari 8.000 pengguna. Foto dari Tokocrypto.

Startup lain yang sedang naik daun di ruang blockchain adalah Paras, marketplace NFT untuk koleksi digital, termasuk komik, game, dan item kartu seni digital. Startup ini juga mengelola Paras Comic, sebuah layanan pertukaran di mana pengguna dapat membaca, membeli, dan meminjamkan komik NFT yang dapat dikoleksi.

Perusahaan ini beroperasi di ats blockchain Near. “Semua transaksi menggunakan NEAR, token asli platform, tetapi ke depannya kami akan mendukung cryptocurrency lain,” kata pendiri Paras Rahmat Albariqy kepada KrASIA.

Perusahaan baru-baru ini mengumpulkan pendanaan tahap awal sebesar USD 5 juta dari berbagai investor, termasuk Black Dragon Capital, Digital Renaissance Foundation, dan GFS Ventures. Startup disebut akan menggunakan investasi untuk mengembangkan lebih banyak kekayaan intelektual asli kripto yang berfokus pada game dan komik, sebut Rahmat.

“Kami berharap akan lebih banyak lagi proyek NFT baru dari Indonesia sehingga kami dapat menjadi pemimpin regional dalam tiga hingga lima tahun ke depan,” tambahnya.

Ketidakpastian serta tantangan teknologi blockchain

Terlepas dari meningkatnya popularitas cryptocurrency dan aset berbasis blockchain, banyak konsumen masih memiliki sedikit pemahaman dan ragu tentang blockchain dan nilainya. Pengusaha menyadari hal ini, tetapi mereka percaya bahwa potensi manfaatnya lebih besar daripada risiko dan skeptisisme tentang hal ini.

Jasmin, misalnya, mengakui bahwa sifat spekulatif cryptocurrency dapat berdampak pada BeKind dan tokennya di masa depan. “Kami menyadari bahwa mungkin ada orang yang menggunakan token BeKind untuk berdagang guna mendapatkan keuntungan cepat. Kami tidak mempromosikannya, tetapi kami tidak dapat mengontrol cara orang menggunakan token mereka. Ini memang menimbulkan risiko, tetapi kami percaya blockchain adalah teknologi penting yang dapat meningkatkan kehidupan masyarakat,” ungkap Jasmin.

Peretasan data yang belum lama terjadi memengaruhi platform kripto serta pandangan konsumen terhadap blockchain. Firnando dari Hara percaya bahwa ketika industri blockchain matang, pihak berwenang akan membuat peraturan yang lebih kuat, yang akan memotivasi pemain yang relevan untuk menerapkan “sistem yang lebih aman pada platform mereka untuk meningkatkan kepercayaan publik pada blockchain dan crypto.”

Rahmat dari Paras mengungkapka bahwa bakat lokal akan banyak diperlukan untuk sektor ini dapat berkembang. “Blockchain dan kontrak pintar adalah teknologi baru yang akan selalu berkembang, serta proyek berbasis NFT membutuhkan tim teknis yang kuat,” katanya.

Terlepas dari kesulitan, ketiga pendiri optimis tentang masa depan blockchain di negara ini. “Indonesia terbuka terhadap inovasi dan cepat dalam mengadopsi teknologi baru untuk menjawab tantangan di masyarakat. Kami memperkirakan pasar yang berkelanjutan untuk blockchain di sini,” sebut Jasmin.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Sebuah Aset NFT Super-Langka untuk The Sandbox Berhasil Terjual Seharga $650.000

Seberapa serius respon publik terhadap hype seputar game play-to-earn, NFT, cryptocurrency, metaverse, dan pada dasarnya semua komponen yang terkait dengan teknologi blockchain? Cukup serius untuk mengeluarkan dana ratusan ribu dolar buat sebuah aset digital di dalam game yang masih setengah jadi.

Belum lama ini, beredar kabar bahwa sebuah kapal pesiar digital bernama Metaflower Super Mega Yacht berhasil terjual seharga 149 ETH, atau kurang lebih setara $650.000. Kapal pesiar digital tersebut merupakan aset NFT untuk game/metaverse The Sandbox.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya kita mendengar berita tentang in-game item yang laku dijual dengan harga selangit. Kalau statusnya benar-benar sangat langka, bahkan skin senjata di CS:GO pun bisa dihargai lebih dari $100.000. Namun perlu diingat, CS:GO merupakan game yang sudah eksis selama hampir satu dekade, dengan skena esport berskala global yang amat sukses. The Sandbox di sisi lain masih berstatus closed alpha.

Metaflower Super Mega Yacht merupakan kreasi Republic Realm, sebuah perusahaan yang aktif mengembangkan ekosistem metaverse untuk berbagai game P2E. Salah satu proyek NFT terbesarnya di The Sandbox adalah Fantasy Islands, yang terdiri dari 100 pulau virtual yang masing-masing merupakan aset NFT. Semuanya sudah terjual habis dalam waktu 24 jam, dan harga terendah untuk sebuah pulau saat ini disebut mendekati $300.000.

Kenapa bisa ada orang yang rela menggelontorkan uang sebanyak itu demi sebuah objek digital yang pixelated di dalam game yang belum selesai digarap? Entahlah, tapi toh ini bukan NFT teraneh yang pernah terjual dengan harga luar biasa mahal. Agustus lalu, sempat beredar berita mengenai sebuah gambar batu yang terjual seharga $1,3 juta. Benar-benar sebuah gambar batu dalam format JPEG yang oleh penciptanya sendiri disebut tidak ada fungsinya.

Setidaknya kapal pesiar digital tadi masih punya nilai fungsional sebagai sebuah playable asset.

Sumber: Hypebeast dan Republic Realm.

Apa Sebenarnya yang Dimaksud dengan Game Play-to-Earn?

Belakangan ini, game play-to-earn terus membombardir media dan dunia gaming dengan seluruh hype dan keterkaitannya dengan cryptocurrency. Tentu saja, Anda mungkin bertanya-tanya apa sebenarnya jenis game baru ini dan mengapa ia tiba-tiba menjadi begitu populer.

Kalau mau disederhanakan, play-to-earn tidak lebih dari sebuah model bisnis gaming. Anda mungkin pernah mendengar game free-to-play atau pay-to-play sebelumnya. Nah, play-to-earn hanyalah iterasi lain dari model-model tersebut. Definisi dari model bisnis ini juga terkandung dalam namanya — para pemain memainkan game-nya dengan harapan memperoleh sejumlah uang dalam bentuk cryptocurrency.

Anda mungkin menyadari kalau hampir semua game yang memiliki fitur perdagangan (trading) secara tak langsung mengimplementasikan sejumlah elemen play-to-earn. Di CS:GO, Anda bisa mendapatkan dan menjual skin di Steam Market. Apabila skin-nya luar biasa langka, biasanya Anda juga bisa menjual (menukarnya) dengan mata uang asli. Sejumlah skin bahkan bisa mencapai $100.000 atau lebih dalam beberapa kasus.

Skin “Howl” untuk senjata M4A4 ini berharga lebih dari $100.000 / Sumber: esports.net

Di World of Warcraft, Anda bisa menjual akun dengan uang asli dan menaikkan harganya berdasarkan level dari barang-barang (item) yang dimiliki. DotA dan game-game kompetitif serupa juga dibanjiri kasus pembeli akun, dengan pemain-pemain amatiran yang membeli akun-akun berperingkat tinggi dan bermain di luar jangkauan peringkat Elo mereka. Jadi ya, disengaja atau tidak, hampir semua game sebenarnya memiliki sejumlah elemen play-to-earn.

Kendati demikian, game play-to-earn sepenuhnya mengimplementasikan elemen ini sebagai fitur dan mendorong pemain untuk meningkatkan item atau karakter mereka guna menaikkan daya tarik pasarnya. Semakin banyak waktu yang pemain habiskan di game, semakin besar hadiah yang didapatnya dari karakter atau aset bernilai tinggi; main lebih banyak untuk dapat lebih banyak. Game-nya juga akan menyediakan alat dan ruang yang diperlukan bagi pemain untuk memperdagangkan aset-aset ini. Tentu saja, alat-alat ini tidak ada pada game-game sebelumnya, dan situs pihak ketiga biasanya diperlukan untuk merampungkan transaksi. Seperti yang bisa Anda lihat, game play-to-earn pada dasarnya memanfaatkan NFT untuk menjalankan model bisnis baru ini.

Market di Axie Infinity, salah satu game play-to-earn paling populer saat ini / Sumber: rappler.com

Korelasi NFT dan crypto dengan game P2E

Memahami NFT sangatlah penting ketika Anda ingin memahami semua tentang game play-to-earn. Jika Anda sudah tahu apa itu NFT, Anda bisa langsung lompat ke seksi berikutnya dari artikel ini. Jika belum, NFT, atau non-fungible token, pada dasarnya adalah bentuk modern dari menukar cryptocurrency dan ditunjang oleh teknologi blockchain. NFT biasanya diasosiasikan dengan benda-benda “internet” seperti foto, video, GIF, atau dalam kasus ini, aset dalam game. Tentu saja, tidak butuh banyak untuk membuat salinan dari benda-benda ini di internet, dan itulah kenapa NFT juga menyertakan bukti kepemilikan yang dijamin oleh teknologi blockchain.

Di titik ini, Anda semestinya sudah bisa cukup memahami koneksi antara NFT crypto dengan game play-to-earn. Jadi Anda memainkan game-nya untuk memperoleh barang-barang langka. Barang-barang ini direpresentasikan sebagai NFT, yang memverifikasi kepemilikan Anda atas aset tertentu dalam game. Anda kemudian bisa menjual atau menukarkan barang-barang ini ke pemain lain dengan cryptocurrency. Siklusnya berulang dan pada akhirnya menciptakan ekosistem atau ekonomi crypto-nya sendiri dalam game tersebut.

Gambar header: Freepik. Diterjemahkan oleh: Glenn Kaonang

BRI Ventures to Launch a New Fund “Sembrani Kiqani”, Targeting D2C Sector

After launching the Sembrani Nusantara Venture Fund last year which focuses on early-stage startups funding, BRI Ventures (BVI) is to launch another investment vehicle named “Sembrani Kiqani”.It is still targeting the early-stage startups, but rather focuses on consumer brands targeting the direct-to-consumer (D2C) sector.

BVI’s CEO, Nicko Widjaja, in his opening remarks at the BRI Ventures Networking Day (23/11) mentioned the potential of the D2C sector growth in Indonesia for the fashion, F&B, and beauty segment. He said, this sector is capable to drive the current industry, especially amidst the economic recovery from the Covid-19 pandemic.

Marcel Lukman, owner of one of the well-known retail groups 707company, also one of the Partners at Sembrani Kiqani said that apart from D2C, this managed fund is also targeting the blockchain industry and its derivatives related to cryptocurrencies. BVI alone is planning to strengthen its investment to develop the crypto ecosystem in the country.

Previously, through Sembrani Nusantara, BVI has invested in the beverage brand developer Haus!, which is also its first non fintech portfolio. They disbursed around 30 billion Rupiah in the debut fund for startup. In addition, the local shoe product developer Brodo also received funding through its series A round.

Indonesian D2C industry

Retail is one of the industries that highly contributes to the national economy. However, the Covid-19 pandemic that shaken this industry’s resilience had caused many businesses to change strategies or even give up on the situation. The one strategy being used is currently to directly target the consumers or direct-to-consumer (D2C).

According to data compiled in the “Driving Growth with D2C” report by Ogilvy, Commercetolls, and Verticurl, it is considered a must for brand owners to have a D2C digital strategy to win the market. The main goal is to build a more personal relationship with customers, thereby creating a more effective and engaging brand experience as a value proposition. D2C provides invaluable ownership of customer data.

In Indonesia alone, there are already several startups have adopted the D2C concept, including Brodo and Saturdays (fashion), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), as well as the retail group startup Hypefast which focuses more on being a venture builder. VCs such as East Ventures are also targeting this sector, proven by its two newest portfolios, mohjo and Kasual.

Blockchain invesment

In early 2010, perhaps not many people understood the concept of blockchain and its utility in the technology industry. Today, discussions regarding crypto assets that run on blockchain platforms are heard everywhere both in the real world and on social media. However, the crypto ecosystem in Indonesia is quite premature and still requires in-depth education.

In an effort to develop the crypto ecosystem in Indonesia, BRI Ventures in collaboration with Tokocrypto, is planning a new initiative called the Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). The first blockchain project is targeted to be launched in 2022.

In addition to crypto assets, a product that is currently captured the market, especially among tech enthusiasts, is NFT. As one of the unique digital assets, all types of media can be printed or tokenized and converted into NFT. This product has been available in various industries from digital art, virtual real estate, also collectibles, games, and many more.

The NFT hype encourages people to try this platform as an alternative investment commodity, supported by the presence of secondary markets on various popular marketplace platforms. Nonetheless, NFT is still a very new market, therefore, being prudent is mandatory.

There are several NFT marketplace platforms available in Indonesia, including TokoMall, Kolektibel, and Paras Digital.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Segera Luncurkan Dana Kelolaan “Sembrani Kiqani” untuk Startup D2C

Setelah tahun lalu meluncurkan Dana Ventura Sembrani Nusantara yang fokus mendanai startup tahap awal, BRI Ventures (BVI) kembali akan menghadirkan kendaraan investasi mereka yang diberi nama “Sembrani Kiqani”. Masih dengan misi untuk mendanai startup tahap awal, hanya saja difokuskan untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C).

Dalam kata sambutannya di acara BRI Ventures Networking Day (23/11), CEO BVI Nicko Widjaja juga menyinggung tentang potensi pertumbuhan sektor D2C di Indonesia yang kian meningkat baik di bidang fesyen, F&B, dan kecantikan. Menurutnya, sektor ini mampu menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Marcel Lukman, pemilik salah satu grup ritel ternama 707company, juga salah satu Partner Sembrani Kiqani turut menyampaikan, selain D2C dana kelolaan ini juga ditargetkan untuk menyasar industri blockchain serta turunannya yang terkait dengan cyptocurrency. BVI sendiri tengah berencana memperkuat investasi untuk mengembangkan ekosistem kripto di tanah air.

Sebelumnya, melalui Sembrani Nusantara, BVI telah berinvestasi kepada pengembang brand minuman Haus!, yang juga menjadi portofolio pertama mereka di luar fintech. Dana yang dikucurkan mencapai 30 miliar Rupiah untuk debut ke startup. Selain itu, pengembang produk sepatu lokal Brodo juga mendapat suntikan dana dalam putaran seri A mereka.

Industri D2C di Indonesia

Ritel merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Namun, pandemi Covid-19 yang sempat mengguncang daya tahan industri ini menyebabkan banyak usaha harus mengubah strategi bahkan menyerah dengan situasi. Salah satu strategi yang sedang ramai digunakan adalah dengan langsung menyasar konsumen atau direct-to-consumer (D2C).

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang mengadopsi konsep D2C ini termasuk Brodo dan Saturdays (fesyen), Kopi Kenangan, Fore Coffee, Lemonilo (F&B), Dropezy (grocery), juga startup grup ritel Hypefast yang fokusnya lebih menjadi venture builder. VC seperti East Ventures juga semakin gencar menyasar sektor ini, termasuk dua portfolio terbaru mereka mohjo dan Kasual.

Investasi di industri blockchain

Di awal tahun 2010, mungkin belum banyak orang yang mengerti konsep blockchain serta utilitasnya dalam industri teknologi. Dewasa ini, pembahasan terkait aset kripto yang dijalankan di atas platform blockchain semakin marak terdengar baik di dunia nyata maupun media sosial. Meskipun begitu, ekosistem kripto di Indonesia masih terbilang prematur dan membutuhkan edukasi mendalam.

Dalam upaya mengembangkan ekosistem kripto di Indonesia, BRI Ventures bekerja sama dengan Tokocrypto, sedang merencanakan inisiatif baru yang dinamakan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Proyek blockchain pertama ini ditargetkan untuk bisa segera meluncur di tahun 2022.

Selain aset kripto, produk yang juga tengah digandrungi masyarakat, terutama di kalangan penggiat teknologi, adalah NFT. Sebagai salah satu aset digital yang terbilang unik, semua jenis media dapat dicetak atau diberi token dan diubah menjadi NFT. Produk ini sendiri telah hadir di berbagai industri, mulai dari seni digital, real estate virtual, hingga barang koleksi, game, dan masih banyak lagi.

Hype NFT membuat orang-orang berbondong-bondong menjadikan platform ini sebagai komoditas alternatif investasi, terlebih didukung kehadiran secondary market di berbagai platform marketplace populer. Meskipun demikian, NFT masih merupakan pasar yang sangat baru, sehingga perlu ekstra hati-hati.

Beberapa platform marketplace NFT yang sudah beroperasi di Indonesia termasuk TokoMall, Kolektibel, dan Paras Digital.

Misi Vexanium Perkuat Ekosistem Blockchain di Indonesia

Sempat berkiprah di awal mula perkembangan startup Indonesia melalui Evoucher, Danny Baskara–yang sejak lama memiliki ketertarikan di dunia kripto dan blockchain–pada tahun 2019 meluncurkan Vexanium sebagai sebuah public blockchain lokal.

Membangun infrastruktur blockchain, Vexanium menyediakan beberapa fitur teknologi berbasis blockchain yang bisa dimanfaatkan entitas digital. Mereka juga memiliki token digital sendiri yang bernama Vexanium Coin atau Vex.

Vexanium sebagai public blockchain merupakan organisasi DAO pertama di Indonesia. Berada di bawah entitas Yayasan Vexanium Teknologi Nusantara, tahun 2022 mendatang mereka memiliki beberapa rencana yang ingin dicapai, sesuai dengan semangat desentralisasi komunitas dan bagaimana pengguna bisa tumbuh bersama.

Pasar blockchain Indonesia

Masih rendahnya kepercayaan dan edukasi masyarakat Indonesia tentang kripto dan blockchain di tahun 2017 membuat Danny sempat enggan membangun bisnis berbasis blokchain. Namun, setelah mendapat nasihat dari salah satu mentor untuk mulai membangun infrastruktur kepada komunitas kripto di Indonesia, Danny memutuskan membangun infrastruktur blockchain yang bisa digunakan semua pemain lokal tanpa harus memanfaatkan platform asing.

Untuk mematangkan ide bisnisnya, Danny mempelajari lebih mendalam tentang kripto dan blockchain selama 5-6 bulan di Tiongkok. Akhirnya ia meluncurkan Vexanium dengan semangat membangun infrastruktur blockchain di Indonesia.

“Untuk blockchain sendiri ada dua kategori, yaitu bisnis yang berdasarkan project base dan infrastruktur. Untuk infrastruktur sudah jelas desentralisasi dan tidak ada pihak yang memiliki entitas ini, karena semua bisa menjadi miner dan berpartisipasi,” kata Danny.

Secara khusus terdapat tiga core di blockchain, yaitu Bitcoin, Ethereum dan EOSIO. Untuk memudahkan bisnis menggunakan Vexanium, model turunan teknologi yang digunakan Vexanium adalah EOSIO.

Di blockchain juga dikenal dua jenis model, yaitu Transaction Model dan Resource Model. Untuk Transaction Model, seperti Ethereum atau blockchain pada umumnya, fee setiap transaksi dibebankan kepada pengguna.

Sementara Resource Model adalah bisnis yang menyewa resource untuk memproses data (serupa dengan bisnis model hosting). Model ini lebih cocok ke bisnis yang sentralisasi atau bisnis yang tidak membebankan transaksi kepada pengguna.

“Kita percaya di masa mendatang akan ada dua pilihan di bisnis ini, yaitu pelanggan yang membayar atau bisnis yang membayar. Konsep ini kita yakin bisa dibawa kepada perusahaan yang nondesentralisasi. Ada proyek di bawah Vexanium yang tidak sepenuhnya desentralisasi,” kata Danny.

Ekosistem Vexanium / Vexanium

Ada beberapa fundamental yang bisa didisrupsi dari solusi berbasis blockchain. Yang pertama adalah bisnis yang berhubungan dengan finansial. Yang kedua adalah database yang dulunya bersifat sentralisasi, bisa didisentralisasi dengan menggunakan blockchain. Yang ketiga adalah yang berhubungan dengan sertifikasi, misalnya seperti NFT.

Di Indonesia sendiri saat ini ada tiga kategori jaringan publik yang populer. Mereka adalah Binance Smart Chain (BSC), Ethereum dan Vexanium. Menurut Danny, karena sifatnya lebih fleksibel, BSC menjadi pilihan terbanyak komunitas di Indonesia.

Tercatat saat ini sudah ada 50 entitas bisnis yang menggunakan Vexanium, termasuk tiga startup yang menghadirkan solusi berbasis NFT yang populer tahun ini, yaitu Kolektibel, Baliola dan Rivernity.

Rencana bisnis tahun depan

Berbeda dengan model bisnis pada umumnya yang mengenakan biaya untuk pemanfaatan teknologi dan produk, Vexanium–karena fokus pada basis komunitas–tidak menerapkan strategi monetisasi pada umumnya. Keunikan  ekosistem desentralisasi telah memberikan kesempatan agar monetisasi dibagikan sesuai dengan stakeholder. Pengguna juga bisa menjadi bagian dari komunitas.

“Idealnya pengguna yang memiliki kripto Vexanium bisa menikmati hasil tersebut juga. Dengan cara ini bisa membuat ekosistem lebih baik. Ketika pengguna puas mereka bisa membangun sesuatu di Vexanium. Itulah kelebihan dari desentralisasi,” kata Danny.

Ada beberapa target yang ingin dicapai yayasan di tahun 2022. Setelah sepanjang tahun ini fokus Vexanium adalah mengajak lebih banyak ekosistem berdiri di atas infrastrukturnya, tahun depan mereka berharap bisa menjembatani beberapa solusi blockchain.

Hal tersebut, menurut Danny, menjadi kelebihan solusi berbasis blockchain, yaitu bisa melakukan komunikasi antara yang satu dan yang lainnya. Ke depannya diprediksi tidak ada lagi batasan antara satu solusi blockchain dengan lainnya.

“Tahun 2022 kita juga ingin mengajak lebih banyak pengguna yang membangun smart contract di atas Ethereum dan BSC dengan basis Ethereum Virtual Machine (EVM) agar kemudian published di [infrastruktur] blockchain Vexanium. Secara teknis hal tersebut bisa dilakukan,” kata Danny.

Para Seniman Digital di Asia Tenggara Membangun Komunitas Online untuk Mendorong Adopsi NFT

Ruanth Chrisley Thyssen terus mengikuti berita setelah mengetahui bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 Angkatan Laut Indonesia ditemukan hilang pada pagi hari tanggal 22 April. Perancang suara nominasi Oscar dan BAFTA yang berbasis di Bali ini, yang anggota keluarganya melayani di angkatan laut, kemudian mengetahui bahwa kapal selam itu ditemukan tenggelam dan hancur berkeping-keping membawa 53 awaknya yang dipastikan tewas.

“Saya berempati terhadap seluruh anggota kru,” ucap Thyssen. “Ketika beritanya menyebar di berbagai platform media sosial, saya melihat video di mana seorang anak laki-laki mengamuk untuk mencegah ayah pelautnya berangkat kerja. Video itu sangat menyentuh,” tambahnya.

Insiden itu memotivasi Thyssen untuk membuat karya seni bernilai NFT untuk mengumpulkan dana guna mendukung keluarga yang terkena dampak tragedi itu. Bersama istrinya, Cindy Thyssen, keduanya menciptakan sebuah karya seni bernama 53 Never Forgotten, sebuah loop animasi 53 detik dari kapal selam yang mengambang di antara gelombang animasi, diisi dengan 53 lapisan suara.

Penggalangan dana yang dimulai pada akhir Mei itu terjadi ketika NFT sedang naik daun karena Beeple dengan karyanya Everydays: The First 5,000 Days yang terjual seharga USD 69 juta pada bulan Maret. Karya lainnya, seperti Stay Free, karya aktivis Edward Snowden, terjual seharga USD 5,4 juta pada April. Replikator, karya seniman Mad Dog Jones, terjual seharga USD 4,1 juta di bulan yang sama.

Proyek penggalangan dana NFT Thyssen, bagaimanapun, hanya mengumpulkan sekitar USD 2.000 pada 8 November, jauh dari target minimum USD 3.000. “Penjualan tidak terlalu bagus. Sebagian besar pembeli dan kolektor di ruang NFT berasal dari Barat. Kebanyakan donatur di Asia atau bahkan Indonesia belum masuk ke ruang NFT, dan mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk berkontribusi,” ujar Thyssen.

Meskipun volume perdagangan NFT di seluruh dunia meroket menjadi USD 10,7 miliar pada Q3 tahun ini, menanjak 704% dari kuartal sebelumnya di Asia Tenggara, menurut Thyssen, hambatan bahasa, biaya transaksi yang mahal, serta kurangnya komunitas NFT lokal telah memperlambat adopsi.

Terlepas dari tantangan-tantangannya, seniman lokal melihat NFT sebagai sumber pendapatan baru yang potensial. Beberapa dari mereka, seperti Thyssen, bahkan membuat komunitas online seperti MetaRupa untuk mendorong pendidikan tentang ruang NFT. Diluncurkan pada bulan Juni, platform ini juga berfungsi sebagai ruang pameran NFT. Sejak ditayangkan, ia telah mengumpulkan lebih dari 400 anggota di saluran Discord-nya.

“Masalah terbesar yang dihadapi seniman Asia Tenggara adalah mereka tidak tahu harus memulai dari mana. Sebagian besar informasi dan sumber daya orientasi tidak tersedia dalam bahasa lokal, dan tidak semua orang fasih berbahasa Inggris,” katanya. Anggota MetaRupa membantu orang lain dengan menerjemahkan informasi yang relevan ke dalam bahasa Indonesia, tambah Thyssen.

Karya seni 53 Never Forgotten memberi penghormatan kepada 53 keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dokumentasi Ruanth Thyssen

Mendobrak hambatan

Seniman Malaysia, Munira Hamzah, selalu bersemangat dalam menciptakan seni piksel (pixel art). Dia juga penggemar berat band rock Linkin Park. Pada bulan Februari, Munira terjun ke dunia NFT dengan kreasi bernama Mike Doge Twerke, yang menggambarkan vokalis utama Linkin Park, Mike Shinoda, dan istrinya Anna, menari dengan kostum binatang. Seni ini terinspirasi oleh adegan dari Twitch tentang rekaman kolaboratif Shinoda, “Dropped Frames.” Dia terkejut mengetahui bahwa Shinoda yang sama adalah pembeli pertama karya seninya seharga MYR 7.400 (USD 1.780) segera setelah dirilis.

Saat ia mulai membuat lebih banyak karya berbasis NFT, Munira menyadari bahwa hanya beberapa seniman Malaysia yang hadir di ruang tersebut. “Sebagian besar seniman Malaysia terisolasi. Mereka tidak saling kenal sama sekali,” kata Munira, yang juga dikenal secara online dengan nama Mumu The Stan, kepada KrASIA.

Navigasi pembayaran crypto menjadi salah satu kesulitan signifikan bagi artis baru, belum lagi “gas fee” untuk mencetak NFT, atau pembayaran yang diperlukan sebagai kompensasi energi komputasi untuk membuat blok informasi baru atau kontrak pada blockchain, seperti Ethereum atau Tezos. OpenSea, salah satu pasar NFT paling populer, membebankan gas fee dari artis saat mereka membuat akun baru, ditambah biaya pencetakan atau minting fee yang ditanggung artis atau pembeli, tergantung pada transaksi saat NFT dijual. Biaya pencetakan pada blockchain Ethereum berfluktuasi sesuai dengan penawaran dan permintaan untuk kekuatan pemrosesan, mulai dari USD 10 hingga USD 100. Platform ini juga membebankan 2,5% dari transaksi akhir sebagai biaya layanan.

Untuk mendorong lebih banyak artis terjun ke ruang NFT, pada bulan Maret, Munira mendirikan Malaysia NFT, sebuah komunitas digital yang menghubungkan pembuat konten lokal di media sosial dan Discord. Platform ini membantu seniman lokal dengan menutupi biaya pencetakan NFT pertama mereka di blockchain Tezos, sementara itu juga menjadi tuan rumah “pesta mentor” untuk menghubungkan dan mendidik orang-orang yang ingin membuat karya berbasis NFT pertama mereka. Pembuatan karya seni baru di Tezos Blockchain saat ini berharga sekitar 0,08 tez (XTZ), atau USD 0,50 dengan nilai tukar saat ini. NFT Malaysia mampu menutupi biaya tersebut berkat sumbangan, penggalangan dana, dan penjualan NFT asli, sebut Munira.

Sementara komunitas lokal seperti NFT Malaysia dan MetaRupa telah membantu mendobrak hambatan, membangun komunitas yang solid dan aktif bukanlah proses yang mudah. Clara Che Wei Peh, pendiri NFT Asia, salah satu komunitas terbesar dari jenisnya di wilayah tersebut, mengatakan kepada KrASIA bahwa kelompok tersebut menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan anggota dan mengembangkan budaya komunitas.

“Pada awalnya, sangat sulit untuk mencari artis NFT yang berbeda di Asia dan terhubung dengan mereka. Pada bulan Februari, saya merasa bahwa ruang itu sebagian besar terfokus pada Barat,” katanya. “Ketika saya berbicara dengan beberapa seniman, terutama yang berbasis di Singapura, kami menyadari bahwa orang mencari ruang untuk menumbuhkan rasa memiliki. Sebuah komunitas untuk berbagi sumber daya dan pembelajaran, dan untuk tetap berhubungan dengan semua hal yang terjadi. Kami kemudian membuat komunitas itu di Discord.”

NFT Asia telah mengumpulkan lebih dari 2.700 anggota. “Kami selalu mendorong anggota kami untuk menjadikan proyek mereka, menghadiri dan menyelenggarakan berbagai acara, dan terhubung dengan pemain lain. Setiap hari Senin, kami akan menyelenggarakan game night yang tidak harus terkait dengan NFT. Ini hanya untuk menumbuhkan rasa kebersamaan,” ujar Peh yang juga seorang peneliti seni dan kurator.

Perkembangan adopsi NFT di Asia Tenggara

Meskipun pasar NFT masih belum matang di Asia Tenggara, kawasan ini tengah menjadi pusat kripto. Vietnam, Filipina, dan Thailand masing-masing berada di peringkat kedua, ketiga, dan kelima dalam hal adopsi crypto di 55 negara pada tahun 2020, menurut data dari Statista.

Thyssen percaya bahwa adopsi crypto akan membantu mendorong pasar NFT “segera.” Dia juga menyebutkan bagaimana pesatnya pertumbuhan game play-to-earn seperti Axie Infinity di wilayah tersebut juga dapat memengaruhi lebih banyak orang untuk bergabung di ruang NFT.

Serangkaian acara seni kripto juga telah muncul di seluruh Asia Tenggara dalam kemitraan dengan komunitas NFT lokal, termasuk Art Moments Jakarta, Art Fair Philippines, dan CryptoArt Week Asia (CAWA). Malaysia NFT bermitra dengan CAWA pada bulan Juli untuk meluncurkan galeri seni kripto pertama di Malaysia, sementara 53 Never Forgotten menjadi karya seni NFT pertama yang ditampilkan di Art Moments Jakarta 2020.

“Gaya artistik yang berasal dari komunitas kreatif Asia Tenggara sangat berbeda dari apa yang kita lihat di Barat. Sejauh ini, kita telah melihat karya seni yang sangat spesifik, minimalis, dan abstrak. Tetapi ketika menemukan beberapa karya seniman lokal, Anda dapat langsung mengetahui bahwa itu adalah karya seniman Asia Tenggara,” kata Thyssen.

“Pengaruh budaya yang unik” dari seniman Asia Tenggara akan membawa lebih banyak warna ke ruang NFT, yang sejauh ini sebagian besar berfokus pada Barat, tambah Munira.

“Semakin banyak seniman Asia membawa pengaruh dan perspektif budaya mereka ke ruang NFT, akan ada lebih banyak keragaman, tidak hanya di [latar belakang] seniman tetapi dalam konten seni itu sendiri,” tambahnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

[Tekno] Browser Brave Hadirkan Crypto Wallet Terintegrasi, Lebih Aman daripada yang Berbentuk Extension

Brave, browser yang dikenal akan prioritasnya terhadap aspek privasi, mengumumkan ketersediaan integrasi fitur cryptocurrency wallet. Dinamai Brave Wallet, ia agak berbeda dari crypto wallet pada umumnya, sebab ia dapat digunakan tanpa perlu mengandalkan browser extension sama sekali.

Menurut tim pengembang Brave, integrasi bersifat native ini bakal berpengaruh langsung pada aspek keamanan, sebab pengguna jadi bisa dijauhkan dari phishing scam yang menyamar sebagai extension palsu. Di samping itu, resource CPU dan memori yang dikonsumsi juga tidak sebesar wallet yang berbentuk extension, sehingga performa perangkat tidak akan terdampak.

Brave Wallet merupakan sebuah self-custody wallet, dan itu berarti pengguna bisa menghubungkannya ke wallet lain yang sudah mereka pakai sebelumnya, macam MetaMask misalnya, atau ke hardware wallet seperti besutan Trezor maupun Ledger.

Brave Wallet dapat dipakai untuk menyimpan dan bertransaksi menggunakan hampir semua aset crypto (tergantung jenis blockchain yang digunakan). Yang didukung sejauh ini baru Ethereum dan blockchain lain yang berbasis Ethereum, akan tetapi Brave sudah berencana untuk menambah dukungan terhadap lebih banyak jenis blockchain ke depannya, seperti Solana misalnya.

Selain mata uang crypto, Brave Wallet juga bisa difungsikan untuk menyimpan dan bertukar aset NFT, serta dihubungkan ke berbagai Web3 dapp (decentralized app). Sebagai pemanis, pengguna Brave Wallet juga dapat memantau fluktuasi pasar crypto secara real-time via data dari CoinGecko.

Brave Wallet saat ini sudah tersedia di versi terbaru browser Brave (versi 1.32). Fitur ini dapat digunakan sepenuhnya secara cuma-cuma, akan tetapi pengguna tetap perlu membayar gas fee setiap melakukan transaksi. Tarif gas fee-nya sendiri dipastikan setara dengan yang diberlakukan oleh sebagian besar crypto wallet lain.

Untuk sekarang Brave Wallet baru tersedia di Brave versi desktop, akan tetapi tim pengembangnya berharap bisa segera menghadirkan integrasi fitur ini ke Brave versi Android dan iOS dalam waktu dekat.

Dengan adanya integrasi Brave Wallet, browser Brave sekarang punya satu daya tarik ekstra untuk memikat lebih banyak konsumen di luar 42 juta pengguna loyalnya. Selain dapat diandalkan oleh tipe konsumen yang sangat peduli terhadap privasinya masing-masing, Brave kini juga bisa menjadi pertimbangan bagi yang getol menggeluti dunia crypto.

Sumber: The Verge dan Brave.