Misi Besar Nike untuk Memperpanjang Masa Karier Para Atlet di Dunia Esports

Ketika Nike masuk menjadi sponsor eksklusif League of Legends Pro League (LPL) di Tiongkok, banyak pihak yang bertanya-tanya, akan seperti apa perang Nike di dunia esports. Ada yang merasa bahwa Nike hanya mengejar keuntungan, ada juga yang menebak bahwa Nike akan menyediakan perlengkapan seperti jersey atau sepatu tim. Tapi kenyataannya, Nike punya rencana yang lebih besar dari semua itu.

Nike merilis sebuah video dokumenter di bulan September 2019 lalu, dengan judul “Unlock the Legends”. Di sana mereka buka-bukaan terkait kerja sama yang mereka lakukan dengan LPL, dan seperti apa kontribusi yang bisa mereka berikan ketika masuk ke dalamnya. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu, Nike melakukan apa yang pernah mereka lakukan ketika baru didirikan dulu: berbicara dengan para atlet.

Unlock the Legends - Sleeping
Atlet esports sangat rawan terjerumus ke gaya hidup tak sehat | Sumber: Nike

Nike mengidentifikasi satu masalah yang jadi momok utama banyak gamer profesional, yaitu masalah kesehatan. Di Tiongkok, para atlet esports biasa duduk di depan komputer dari bangun tidur hingga akan tidur lagi. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan lebih 10 jam untuk berlatih, dan ini pada akhirnya memunculkan masalah tersendiri.

Mengapa mereka harus berlatih sekeras itu? Manajer Top Esports (TES), Hao Guo, berkata, “Rasio jumlah pro gamer dengan orang-orang yang ingin menjadi pro itu kurang lebih 1:10.000, atau mungkin lebih dramatis lagi, 1:100.000, saya tidak akan kaget.” Persaingan ketat menuntut para atlet bekerja keras, dan ini sangat membebani kondisi fisik maupun mental mereka.

Unlock the Legends - Tired
Meski secara fisik low impact, jam latihan yang panjang tetap melelahkan | Sumber: Nike

Statistik LPL menunjukkan bahwa rata-rata masa karier seorang atlet esports di sana adalah sekitar 2,6 tahun, dengan puncak karier di usia awal 20an. Ini angka yang luar biasa singkat dan sangat mengkhawatirkan. Bayangkan bila atlet olahraga konvensional, seperti Cristiano Ronaldo atau LeBron James, hanya bisa bermain di liga profesional selama 2,6 tahun sepanjang hidupnya. Tak hanya buruk bagi sang atlet, tapi ini juga buruk bagi liga keseluruhan sebab mereka jadi tidak bisa membangun citra superstar di dalamnya. Padahal pemain-pemain bintang itu adalah daya tarik penting untuk membangun ekosistem profesional yang berkelanjutan dan terus diminati banyak orang.

Eric Wei, VP of Category Marketing di Nike Greater China, bercerita, “Saya terkejut sekali. Karena bila kita pikir-pikir, apa yang mereka lakukan adalah aktivitas sangat low impact, dibandingkan dengan olahraga yang biasa kita tonton di TV. Kalau itu bola basket, American football, lari, semua yang mereka lakukan adalah kegiatan olahraga high impact. Dan bahwa para atlet esports ini, umur mereka, karier mereka di olahraga dan aktivitas mereka lebih pendek dari atlet yang lain (olahraga konvensional), itu mengejutkan!”

Nike kemudian mengundang beberapa atlet esports untuk hadir di fasilitas riset olahraga mereka di Amerika Serikat. Di sana mereka melakukan sejumlah tes untuk melihat seperti apa kondisi fisik para atlet ini, serta hal apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaikinya. Hasilnya ditemukan bahwa atlet-atlet ini buruk bahkan di tes-tes fisik dasar, dan itu artinya mereka rawan terkena cidera.

Unlock the Legends - Uzi
Uzi (Zi Hao Jian), pemain RNG yang turut menjalani tes di fasilitas riset Nike | Sumber: Nike

Mayoritas kegiatan para atlet esports dikerjakan sambil duduk, jadi mereka umumnya lemah di tubuh bagian bawah (kaki). Sakit punggung, leher, serta pergelangan tangan juga merupakan keluhan-keluhan yang kerap muncul di kalangan mereka. Tapi ketika mereka menjalani tes reaksi visual, atau koordinasi mata, hasilnya luar biasa bagus.

Kondisi fisik atlet yang demikian timpang merupakan tantangan baru bagi Nike. Mereka kini mengembangkan program-program perbaikan kondisi fisik atlet esports yang melibatkan para master trainer di Nike. Masalahnya, di olahraga konvensional, ketika atlet berlatih maka mereka otomatis berolahraga juga. Sementara untuk atlet esports, olahraga harus dilakukan di luar jam latihan dan itu berarti mereka harus mengeluarkan waktu serta tenaga ekstra. Di tengah kegiatan yang begitu padat, tidak semua atlet punya waktu dan tenaga itu.

Melihat kendala tersebut, Nike memasang target yang tidak terlalu muluk: membuat para atlet menguasai tubuhnya sendiri. “Saya rasa yang bisa kita lakukan dalam waktu cepat adalah meningkatkan kesehatan dan kebugaran para atlet secara keseluruhan. Jika mereka lebih selaras dengan tubuh mereka, mereka akan lebih selaras dan bisa bermain di level yang lebih tinggi,” kata Ian Muir, Director of Sport Performance Insights di Nike Sport Research Lab.

Unlock the Legends - Training
Latihan fisik disesuaikan dengan kondisi tubuh serta rutinitas atlet | Sumber: Nike

Para master trainer Nike langsung turun ke markas tim-tim LPL, seperti Royal Never GiveUp (RNG) dan Dominus Esports (DMO), untuk memberikan pelatihan pada atlet-atletnya. Pelatihan ini disesuaikan dengan kondisi tubuh para atlet, serta rutinitas yang biasa mereka lakukan.

Bagi atlet esports yang tak terbiasa berolahraga, latihan-latihan ini sangat berat. Hasilnya pun mungkin tak instan, bisa jadi baru terlihat setelah beberapa bulan atau bahkan setahun kemudian. Tapi bila ingin menjadi profesional yang lebih baik lagi, memang harus ada yang dikorbankan. Tujuan akhirnya, lewat program peningkatan kesehatan seperti ini, Nike berharap para atlet esports bisa berkarier di dunia profesional untuk waktu yang lebih lama.

Sumber: Nike, Adweek

Persaingan Nike dan Li-Ning di Ranah Esports Tiongkok

Bagi fans, atlet olahraga adalah seorang pahlawan. Tidak jarang, para fans ingin menjadi seperti orang yang dia kagumi, misalnya dengan menggunakan produk yang sang atlet kenakan. Karena itulah, perusahaan biasanya rela untuk mengeluarkan uang jutaan hingga miliaran rupiah untuk bisa menjadi sponsor seorang atlet atau tim olahraga. Nike adalah salah satu merek yang sangat agresif dalam mensponsori tim olahraga.

Nike pertama kali masuk ke ranah esports di Tiongkok pada Oktober 2018. Ketika itu, mereka bekerja sama dengna LeBron James untuk mempromosikan film dokumentar Shut Up & Dribble. Dalam kampanye itu, mereka melibatkan Jian “Uzi” Zihao, pemain tim Royal Never Give-Up (RNG) yang berlaga dalam League of Legends Pro League (LPL). Pada Februari 2019, Nike menandatangani perjanjian untuk menjadi sponsor dari LPL, kompetisi League of Legends untuk kawasan Tiongkok. Perjanjian sponsorship yang berlaku selama empat tahun itu bernilai US$29 juta (sekitar Rp400 miliar). Ini adalah kali pertama Nike menjadi sponsor liga esports.

Dengan kontrak sponsorship itu, semua pemain, pelatih, wasit, dan manager tim LPL harus menggunakan pakaian dan sepatu Nike pada hari pertandingan. Mengingat kontrak ini bersifat eksklusif, tidak ada merek sportswear lain yang boleh menjadi sponsor dari LPL atau semua tim yang bermain di liga tersebut. Pada April, Nike memamerkan kaos yang mereka buat bersama dengan LPL, yang mereka namai “Gamer. Sementara pada awal September lalu, perusahaan sportswear itu menunjukkan seragam dari tim LPL, yang menampilkan logo Nike dan LPL, tapi tidak menunjukkan sponsor dari masing-masing tim. Tak berhenti sampai di situ, Nike juga meluncurkan berbagai jenis pakaian bersama LPL, seperti kaos, sepatu, dan jaket hoodie.

Jersey tim LPL dari Nike | Sumber: The Esports Obsrever
Jersey tim LPL dari Nike | Sumber: The Esports Obsrever

Nike telah menghabiskan uang yang tidak sedikit sebagai sponsor esports di Tiongkok. Menurut Lanxiong Sports, nilai sponsorship antara Nike dan LPL mencapai 50 juta yuan (sekitar Rp99,3 miliar) per tahun. Sponsorship itu berupa uang dan produk. Nike bukanlah satu-satunya merek sportswear yang rela menghabiskan uang dalam jumlah besar di industri esports Tiongkok. Ialah Li-Ning, merek sportswear Tiongkok yang populer di negara asalnya tersebut.

Menurut laporan The Esports Observer, Li-Ning juga tertarik untuk masuk ke esports Tiongkok. Namun, mereka tak memiliki rencana untuk mengikuti jejak Nike dan menjadi sponsor liga esports. Sekalipun mereka ingin melakukan itu, mereka tidak akan bisa karena perjanjian antara Nike dan LPL bersifat eksklusif. Li-Ning pernah menjadi sponsor dari tim League of Legends Edward Gaming (EDG) pada Oktober 2018. Hanya saja, ketika Nike menandatangnai perjanjian eksklusif dengan LPL, Li-Ning mau tak mau harus menghentikan kontrak dengan tim esports tersebut. Namun, itu bukan berarti Li-Ning tak lagi tertarik dengan esports. Beberapa bulan sejak penghentian kontrak dengan EDG, mereka telah menjadi sponsor dari berbagai tim esports seperti Newbee, QC Happy, Hero, YTG, tim Dota 2 RNG, dan juga Team Griffin dari Korea Selatan.

Secara tak langsung, Li-Ning juga memiliki tim LPL bernama LNG Esports. Pada Januari, Viva China Sports mengakuisisi tim Snake Esports. Kepada Chongqing Evening News, CEO Viva China Sports, Li Qilin mengatakan bahwa mereka menghabiskan “ratusan juta yuan” untuk membeli tim esports tersebut. Tim Snake Esports lalu mengganti namanya menjadi LNG Esports pada Mei. Viva China Sports adalah divisi olahraga di bawah Viva China Holdings, yang sebagian kepemilikannya dipegang oleh Li Ning. Selain itu, Qilin adalah keponakan dari Li Ning serta menjabat sebagai anggota dewan dalam Li-Ning Group. Uang yang Li-Ning keluarkan untuk mengembangkan industri esports Tiongkok juga tidak sedikit. Menurut LoL China White Paper dari Tencent/Riot Games, Li-Ning menghabiskan 30 juta yuan (sekitar Rp60 miliar) untuk membangun markas LNG Esports.

Sumber: The Esports Observer
Pakaian player profesional dari Li-Ning | Sumber: The Esports Observer

Karena kontrak eksklusif Nike dengan LPL, Li-Ning memang tak bisa menjadi sponsor dari tim LPL di Tiongkok. Namun, mereka masih bisa membuat perjanjian langsung dengan para pemainnya. Per Juli lalu, Li-Ning telah mendapatkan perjanjian endorsement dengan 10 pemain dari Edward Gaming (EDG). Strategi ini tidak aneh dan biasa diterapkan di olahraga tradisional, seperti basket. Misalnya, meski Nike adalah sponsor pakaian eksklusif untuk NBA, Adidas tetap dapat membuat perjanjian dengan pemain NBA, James Harden.

Meskipun Nike dan Li-Ning sama-sama merek sportswear yang menjadi sponsor di ranah esports, keduanya memiliki strategi yang berbeda. Jika Nike menargetkan para gamer dengan lini “Gamer”, Li-Ning fokus pada para atlet esports profesional dengan lini 中国选手 (yang berarti Pemain Profesional Tiongkok) yang Li-Ning rilis tak lama setelah Nike memperkenalkan lini Gamer. Di Indonesia, tim esports yang menjalin kerja sama dengan merek pakaian adalah EVOS Esports. Pada Juli, mereka mengumumkan kolaborasi dengan Thanksinsomnia dengan tujuan agar nama mereka tak hanya dikenal sebagai tim esports, tapi juga merek lifestyle. Mereka juga lalu membuka flagship store pada Agustus kemarin.

Nike Teken Kontrak Kerja Sama dengan FURIA, Organisasi Esports asal Brazil

Organisasi esports asal Brazil, FURIA, mengumumkan kerja sama jangka panjang bersama Nike. Seragam baru hasil kerja sama antar keduanya ini dikenakan pada tanggal 2 Juli 2019, pada gelaran esports CS:GO, ESL One Cologne.

Kolaborasi ini sangat menarik karena 2 hal. Pertama, Nike adalah brand pakaian olahraga (sportswear) terbesar di dunia. Kedua, ini kali pertama Nike kerja sama dengan tim esports. Meski begitu, hal ini bukanlah pertama kalinya Nike melirik ke esports.

Mereka sudah memberikan dukungan kepada pemain legendaris League of Legends (LoL) dari Tiongkok, Jian “Uzi” Zihao di 2018. Selain itu, Nike juga sudah menandatangani kesepakatan rekanan selama 4 tahun dengan TJ Sports untuk liga LoL Tiongkok (LPL).

Dalam artikel yang dirilis di situs mereka sendiriJaime Pádua F. Filho, CEO dari FURIA Esports mengatakan, “kontrak dengan Nike ini bisa dibilang sebagai pionir tersendiri dan menambahkan kredibilitas sekaligus kesinambungan dari proyek kami. Dengan dukungan Nike, kami akan melanjutkan pekerjaan kami mewujudkan banyak impian dan membentuk atlet-atlet hebat dengan kerja keras, talenta, dan daya juang. Kami sudah berhasil menjalankan ini di CS:GO dan kami berharap bisa mengaplikasikannya ke aspek lainnya.”

Selain CS:GO, FURIA sendiri memang punya beberapa divisi game sseperti PUBG dan Dota 2. Selain itu, mereka juga punya FURIATV yang diklaim sebagai kanal streaming terbesar di dunia yang dimiliki oleh tim esports.

Sumber: Dexerto
Sumber: Dexerto

FURIA sendiri memang bisa dibilang tim CS:GO yang cukup besar dari Amerika Latin. Namun demikian, tim yang dibentuk pada bulan Agustus 2017 ini belum pernah menorehkan sejarah sebagai juara Major (karena baru Cloud9, tim di luar Eropa, yang pernah menjadi juara Major CS:GO).

Menurut statistik sendiri, pada saat artikel ini ditulis, FURIA berada di peringkat 7 dunia, menurut versi HLTV.

Lalu, kira-kira bagaimana dengan di Indonesia ya? Sampai hari ini, mungkin peluang terbesar kerja sama antara brand industri olahraga dan esports di Indonesia ada di Bali United, tim sepakbola yang punya IOG Esports. Pasalnya, mereka harusnya sudah punya kedekatan dengan brand-brand olahraga besar yang ada di Indonesia.

Nike Adapt BB Adalah Sepatu Basket yang Dapat Mengendur dan Mengencang dengan Sendirinya

Masih ingat dengan Nike HyperAdapt 1.0 sepatu yang dapat mengencangkan talinya sendiri seperti di film Back to the Future? Sudah hampir dua tahun berselang sejak Nike mengungkapnya, dan dalam kurun waktu tersebut Nike rupanya terus mematangkan teknologi self-lacing besutannya, hingga akhirnya lahir sepatu anyar bernama Nike Adapt BB.

Label “BB” di sini merujuk pada “basketball”, yang berarti sepatu ini memang ditujukan buat para atlet olahraga tersebut. Seperti yang bisa Anda lihat, tidak ada tali yang terlihat pada sepatu ini, sebab untuk mengencangkannya, pengguna hanya perlu menekan tombol atau menggunakan aplikasi pendampingnya di ponsel.

Nike Adapt BB

Namun kelebihan utama Adapt BB adalah kemampuannya untuk mengendur dan mengencang dengan sendirinya, menyesuaikan dengan kondisi atlet di sepanjang pertandingan. Tidak tanggung-tanggung, Nike mengklaim tenaga yang dihasilkannya setara dengan daya yang diperlukan untuk menarik tali parasut standar, yang berarti sepatu akan tetap mencengkeram kaki penggunanya.

Tentu saja sepatu ini memiliki baterai yang perlu diisi ulang ketika habis dayanya. Namun jangan khawatir, Nike mengklaim baterainya bisa bertahan sampai 14 hari. Charging-nya pun tak perlu menggunakan kabel, melainkan dengan Qi wireless charger selama sekitar tiga jam. Bukan hanya charging-nya yang wireless, Adapt BB juga dapat menerima firmware update secara wireless.

Nike Adapt BB

Nike berencana memasarkan Adapt BB mulai Februari mendatang seharga $350, jauh lebih terjangkau ketimbang harga HyperAdapt 1.0 saat dirilis dua tahun silam. Nike juga berniat menghadirkan sepatu Adapt untuk olahraga lain dalam waktu dekat.

Sumber: Engadget.

Nike Jalin Kerja Sama Endorsement dengan Atlet League of Legends Tiongkok

Perusahaan peralatan olahraga Nike akhirnya menunjukkan minat terhadap dunia esports. Untuk pertama kalinya, mereka menunjuk seorang atlet esports sebagai bagian dari kampanye pemasaran mereka. Atlet yang ditunjuk adalah Uzi (Jian Zihao), bintang League of Legends asal Tiongkok yang kini tergabung dalam tim Royal Never Give Up. Ia juga salah satu atlet anggota tim nasional LoL Tiongkok kala mereka menjuarai Asian Games 2018 lalu.

Kerja sama antara Nike dan Uzi bukan berupa sponsor tim, seperti Red Bull mensporosi tim Cloud9 misalnya. Akan tetapi Uzi memiliki peran sebagai salah satu pendukung promosi film dokumenter berjudul “Shut Up and Dribble”. Dokumenter yang terbagi ke dalam tiga episode ini mengisahkan perjalanan hidup atlet NBA LeBron James, bagaimana ia mendaki kesuksesan dari bawah hingga menjadi megabintang, perlawanannya terhadap stigma atlet kulit hitam, hingga pengaruh atlet-atlet NBA terhadap iklim budaya dan politik Amerika Serikat. Promosi ini pertama kali muncul di halaman Weibo Nike Basketball.

Nike DRIBBLE &
Kampanye Nike “DRIBBLE & _______” | Sumber: Nike Basketball

Menurut pernyataan Nike, dilansir dari SportsPro Media, mereka meluncurkan kampanye “DRIBBLE & _______” untuk menunjukkan pada dunia para individu dari berbagai bidang yang punya karakteristik seperti LeBron James: punya semangat tinggi, dan berhasil menjadi kekuatan dominan di bidangnya masing-masing.

Uzi yang merupakan salah satu atlet LoL terbaik dunia tampil sebagai wakil esports dengan slogan “DRIBBLE & CARRY”. Anda yang gemar tentu tahu apa makna “carry” dalam slogan tersebut. Selain Uzi, Nike juga mengusung aktor muda Tiongkok, Bai Jingting, sebagai salah satu influencer untuk tampil di media-media sosial.

Kaus “DRIBBLE & _______” yang dikenakan Uzi, LeBron James, dan Bai Jingting pada gambar di atas adalah kaus resmi yang dijual bebas di gerai-gerai ritel Nike. Para pembeli dapat memilih sendiri kata untuk mengisi baris kedua secara custom. Tak hanya kaus dan media sosial, Nike juga melakukan promosi serupa dengan poster atau reklame di jalan-jalan besar negara Tiongkok.

LeBron James | Shut Up and Dribble
LeBron James membintangi film Shut Up and Dribble | Sumber: Nike Basketball

Kampanye pemasaran dengan Uzi ini merupakan kali pertama terjadi kerja sama antara Nike dan atlet esports. Hal itu sempat menimbulkan sedikit misinformasi, bahwasanya Uzi menjadi atlet pertama yang berada di bawah sponsor Nike. Namun Nike membantah kabar tersebut, dan menyatakan bahwa wujud kerja sama mereka bukan berwujud sponsorship.

Tidak ada perlakuan khusus antara Uzi dan influencer lainnya dalam kampanye ini, dan Nike tidak memberikan kontrak atlet kepada Uzi. Royal Never Give Up sendiri sudah sering melakukan kerja sama dengan berbagai brand non-esports, termasuk di antaranya kontrak sponsor dengan KFC dan Mercedes-Benz.

Seri dokumenter Shut Up and Dribble akan tayang di saluran televisi Showtime, setiap Sabtu mulai 3 November 2018. Anda dapat menyaksikan video trailer acara tersebut di bawah.

Sumber: SportsPro Media, Esports Observer, The News & Observer

Sony dan Nike Umumkan Sepatu Basket Resmi PlayStation

Masuknya kita ke era digital ternyata tidak mengurangi permintaan konsumen terhadap mainan. Hal ini mendorong sejumlah perusahaan gaming untuk mencoba menggabungkan elemen mainan fisik ke video game. Inkarnasi yang mungkin masih hangat di ingatan kita adalah Disney Infinity dan figurine Amiibo buat sejumlah console Nintendo.

Langkah serupa tampaknya juga diikuti oleh Sony Interactive Entertainment. Belum lama, Sony memperkenalkan figure ala Amiibo yang diaopsi dari game-game eksklusif PlayStation seperti LittleBigPlanet, WipEout, Crash Bandicoot, Tekken 7, Bloodborne, God of War, dan Parappa The Rapper buatan Totaku Collection. Namun mainan-mainan ini sebetulnya tidak bisa memengaruhi gameplay karena memang tidak didukung NFC.

Kali ini Sony mencoba menciptakan satu item collectible yang ‘sedikit lebih terkoneksi’ ke console current-gen mereka, tetapi tak lagi menggunakan pendekatan mainan. Mereka menggandeng perusahaan produk olahraga terbesar di dunia Nike dan atlet NBA All-Star Paul George untuk menciptakan sepatu resmi console PlaStation. Sepatu unik ini dinamai PG2 ‘PlayStation’ Colorway.

PG2 ‘PlayStation’ Colorway mengusung desain ala sepatu signature pebasket Paul George yang didesain oleh Tony Hardman. Dan kebetulan, George juga merupakan seorang penggemar berat console Sony, jatuh cinta sejak ayahnya memberikan PlayStation 2 sebagai kado Natal. Rancangan PG2 kabarnya lebih tradisional dibanding PG1, dengan penambahan area sayap di sisi luar agar lebih stabil serta pemanfaatan bantalan udara Nike Zoom.

Tentu saja ada banyak sentuhan istimewa bertema PlayStation di sana. PG2 ‘PlayStation’ Colorway mempunyai tubuh berwarna gelap plus bumbu biru khas PlayStation, lalu area kulit memiliki pola lingkaran-kotak-segita-X yang digunakan di tombol DualShock. Sony membubuhkan tema Galaxy di bagian midsole, juga menggunakan warna PlayStation klasik pada lubang tali/eyelet – yaitu hijau, ungu, merah dan biru.

Nike PG2 'PlayStation' Colorway 1

Tentu saja elemen paling menonjol di sana ialah kehadiran sistem pencahayaan LED pada dua logo di bagian tongue. Sepatu kanan mengusung logo PG, sedangkan kiri meng-highlight logo PlayStation. Lampu tersebut bisa dinyalakan dengan menekan tombol di sisi belakang tongue. Lampu LED tersebut ditenagai oleh baterai lithium ion internal, menyajikan tiga mode pencahayaan.

Baik Sony maupun Nike belum memberi tahu berapa harga dari PG2 ‘PlayStation’ Colorway. Rencananya, produk akan mulai dipasarkan secara global pada tanggal 10 Februari nanti.

Seperti action figure Totaku, PG2 ‘PlayStation’ Colorway juga tidak dibekali NFC. Namun Anda bisa menemukan kode voucher PlayStation Network di bagian belakangnya. Belum diketahui apa yang akan dibuka olehnya. Apakah kode tersebut bisa membuka karakter/kostum khusus di NBA Live 18 atau NBA 2K18?

Sumber: Nike.

Nike Luncurkan Edisi Terbatas Apple Watch Series 3 Berpenampilan Stealthy

Selain Hermes, Nike adalah brand fashion kepercayaan Apple dalam menyuguhkan varian khusus smartwatch-nya. Kerja sama keduanya dimulai saat Apple Watch 2 diluncurkan, di mana tersedia pula varian Apple Watch Nike+ yang dikhususkan buat para pelari, dengan penampilan yang lebih sporty berkat strap model lubang-lubang.

Kemitraan Apple dan Nike terus berlanjut sampai Apple Watch Series 3 yang dirilis pada bulan September kemarin. Peran Apple Watch sebagai smartwatch pilihan para pelari semakin maksimal berkat kehadiran konektivitas 4G LTE pada Series 3, sehingga pada akhirnya sangat masuk akal apabila Apple memutuskan untuk melanjutkan kolaborasinya dengan Nike.

Saya akui, tidak semua orang suka dengan strap silikon model lubang-lubang yang ditawarkan Apple Watch Nike+ Series 3, tapi di saat yang sama, deretan watch face eksklusif yang tersedia untuk varian khusus Nike ini sangatlah menarik. Untuk itu, Nike telah menyiapkan edisi terbatas yang tampak menawan.

Didapuk Midnight Fog, varian ini mengemas strap berbahan nilon dengan warna abu-abu gelap dan aksen warna yang akan terlihat berbeda dari sudut-sudut tertentu. Nike bilang bahwa desainnya sengaja dibuat agar senada dengan sepatu Nike Air VaporMax, yang jika dipadukan bakal memberikan penampilan stealthy pada penggunanya.

Nike bakal memasarkan edisi terbatas ini mulai 24 November mendatang seharga $399. Bertepatan dengan itu, Nike juga akan menjual sepatu Air VaporMax versi Midnight Fog, namun harganya masih belum diketahui.

Sumber: Nike.

Jersey NBA Terbaru Besutan Nike Dilengkapi Chip NFC

Mulai musim 2017-2018 ini, seragam tim NBA tidak lagi dibuat oleh Adidas, melainkan Nike. Sepintas berita ini terkesan sepele, namun Nike sebenarnya punya persembahan khusus bagi para penggemar jersey NBA lewat sebuah integrasi teknologi digital yang apik.

Inovasi mereka tersebut dijuluki Nike NBA Connected Jersey. Kuncinya ada pada kata “Connected”, dimana di setiap jersey resmi yang dijual bakal dilengkapi chip NFC yang tersembunyi di balik label di bagian bawahnya. Dengan menempelkan smartphone ke label tersebut, pengguna dapat mengakses deretan konten eksklusif.

Yang paling umum adalah konten video real-time macam video kedatangan tim pra-pertandingan, video highlight pertandingan sampai playlist musik favorit pemain yang namanya terpampang pada jersey yang dikenakan oleh pengguna. Semuanya disajikan melalui aplikasi NikeConnect di smartphone, baik Android maupun iOS.

NikeConnect

Ke depannya Nike dan NBA berjanji untuk memberikan sejumlah penawaran eksklusif lewat kombinasi Connected Jersey dan NikeConnect ini. Dari sisi sang atlet basket sendiri, mereka juga dapat mengirimkan berbagai pesan khusus kepada para fans yang membeli jersey resmi mereka.

Nike rencananya bakal memasarkan jersey istimewa ini secara online mulai 29 September mendatang seharga $110. Mengingat Nike juga merupakan sponsor sejumlah tim olahraga populer macam Barcelona dan Paris Saint-Germain, bukan tidak mungkin ke depannya connected jersey semacam ini juga akan merambah fans sepak bola.

Sumber: Wareable dan NBA.

Di Lintasan Punya Nike Ini, Pelari Bisa Balapan Melawan Versi Digital Diri Mereka

Dalam permainan video ber-genre balapan, satu fitur gameplay yang cukup sering ditemukan ialah kemampuan game mengadu pemain dengan ‘hantu’ atau rekaman pertandingan dari sesi sebelumnya – boleh jadi merupakan bayangan digital Anda sendiri atau orang lain. Konsep ini ternyata bisa ditemukan di dunia nyata lewat terobosan yang diperkenalkan oleh Nike.

Dibantu perusahaan periklanan Bartle Bogle Hegarty, ide tersebut Nike implementasikan pada ranah olahraga. Belum lama ini, raksasa asal Oregon itu memperkenalkan instalasi Nike Unlimited Stadium di kota Manila, Filipina. Seperti dalam video game, di sana para pelari bisa adu cepat melawan versi digital dari diri mereka. Ide di belakang inovasi unik ini sebetulnya cukup sederhana, yaitu buat mendorong kita mencetak rekor baru.

Nike Unlimited Stadium 1

Untuk berkompetisi dengan ‘hantu’ tersebut, pelari perlu menempatkan sensor identifikasi frekuensi radio di sepatu sneaker. Lalu, Anda diminta berlari di lintasan agar sistem bisa melakukan perekaman sekaligus menentukan waktu putaran tercepat. Di sesi selanjutnya, Nike Unlimited Stadium siap menampilkan avatar atau versi digital diri di rangkaian layar LED yang diposisikan di sekitar arena.

Nike Unlimited Stadium 3

Nike Unlimited Stadium menyajikan lintasan sepanjang 200-meter yang didirikan di satu blok kota Manila. Bangunan ini merupakan kreasi dari divisi Singapura Bartle Bogle Hegarty, sengaja didesain agar menyerupai bentuk sol sepatu lari Nike Lunar Epic. Selain layar LED, lintasan juga dihias oleh warna-warni lampu. Karena sistem yang kompleks, Nike Unlimited Stadium hanya menunjang maksimal 30 orang pelari di satu sesi balapan.

Nike Unlimited Stadium 2

Stadion ini bukanlah karya unik pertama Bartle Bogle Hegarty di ranah olahraga lari. Perusahaan ini cukup sering membangun instalasi-instalasi canggih untuk Nike. Satu contohnya saat Nike melangsungkan event  balap lari di Jakarta pada tahun 2015. Waktu itu, BBH ‘meretas’ bangunan untuk menampilkan data real-time pelari (misalnya kecepatan) dan memposisikannya di sisi terluar gedung.

Lalu buat membantu promosi sepatu Nike Hypervenom, Bartle Bogle Hegarty Asia Pasifik memberikan kesempatan bagi penduduk Bangkok berpartisipasi dalam pertandingan sepak bola virtual, di mana mereka ditantang untuk mengindari pemain bertahan digital – mendorong mereka mengeluarkan seluruh kemampuan menggocek dan menendang dengan akurat.

Belum ada informasi sampai kapan Nike Unlimited Stadium Manila ini berdiri dan apakah instalasi serupa juga akan dibangun di kota-kota lain.

Nike – Unlimited Stadium from ZAM on Vimeo.

Via Digital Trends. Sumber: Bartle Bogle Hegarty.

Sepatu Nike Zoom Vaporfly Elite Punya Rahasia yang Membuat Penggunanya Berlari Lebih Cepat

Mengembangkan sepatu berteknologi sci-fi bukanlah hal baru untuk Nike. Tahun lalu, kita sudah menyaksikan realisasi dari ide sepatu dengan sistem ‘power lace (mampu mengikat talinya sendiri) yang bisa dimiliki konsumen. Selain fokus pada kemudahan, Nike juga terus mencoba menciptakan produk yang secara nyata dapat meningkatkan performa fisik penggunanya.

Di bulan Maret ini, Nike memperkenalkan Zoom Vaporfly Elite. Dirancang untuk pelari jarak jauh, sepatu tersebut kabarnya memiliki bobot ultra-ringan dan sangat responsif, membuat penggunanya melesat lebih cepat. Zoom Vaporfly Elite merupakan upaya sang perusahaan asal Oregon memecahkan rekor lari maraton di bawah dua jam. Dan klaim itu bukan sekedar janji manis. Kapabilitasnya sudah dibuktikan, bahkan memicu kontroversi.

Nike Zoom Vaporfly Elite 3

Nike Zoom Vaporfly Elite memiliki penampilan simpel, dipadu sedikit kesan futuristis. Tubuhnya tajam dan aerodinamis dengan bagian sol depan mengarah ke atas layaknya sepatu lari. Nike memastikan agar masing-masing sepatu memiliki berat tidak lebih dari 185-gram. Upaya meminimalisir bobot sudah biasa dilakukan oleh produsen sepatu, namun rahasia dari kemampuan Zoom Vaporfly Elite tersimpan di dalam.

Nike Zoom Vaporfly Elite 2

Sepatu ini memanfaatkan dua komponen unik: midsole Nike ZoomX dan pelat serat karbon unidirectional melengkung, dengan profile yang disuaikan pada bentuk kaki atlet. Tidak seperti sol busa biasa, ZoomX memberikan 13 persen energi lebih banyak, dan menghemat tenaga saat berlari sampai empat persen. Secara keseluruhan, desain Zoom Vaporfly Elite mengurangi jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh ketika berlari cepat.

Nike Zoom Vaporfly Elite 1

Midsole tersebut mempunyai tinggi 21-milimeter, kemudian melandai jadi 9-milimeter – arahan ini dimaksudkan buat mengurangi beban di otot dekat tumit. Lalu pelat serat karbon di sana memunculkan sensasi untuk terus melaju. Dr. Geng Luo selaku Lab Senior Researcher Nike menjelaskan bahwa pelat ‘kaku’ tersebut berfungsi mengurangi hilangnya energi ketika pelari menekuk jari.

Pelat tersebut-lah sumber kontroversi Zoom Vaporfly Elite. SGB Media mempertanyakan legalitas penggunaannya, karena peraturan International Association of Athletics Federation (IAAF) ke 143 menyatakan bahwa ‘sepatu tidak boleh memberikan atlet keunggulan tambahan, termasuk pemanfaatan teknologi apapun yang membuat pertandingan jadi tidak adil’.

Nike Zoom Vaporfly Elite 4

Nike sendiri mengaku tidak menyadari ada proses persetujuan formal yang harus diperoleh, dan juga bilang mereka tidak memakai sistem per ilegal.

Versi retail Nike Zoom Vaporfly Elite akan tersedia di bulan Juni 2017 nanti, dijual seharga US$ 250.

Sumber: Nike.