Kolaborasi Oculus dan Xiaomi Hadirkan Headset VR Oculus Go dan Mi VR Standalone

Kolaborasi di ranah teknologi bukan hal baru, bahkan perusahaan sekelas Apple, Samsung dan LG yang kerap berkompetisi di pasar akhir, memiliki ketergantungan satu sama lain untuk menyempurnakan perangkatnya. Jadi, bukan kabar mengejutkan jika Facebook melalui Oculus dan Xiaomi yang notabene bukan kompetitor mengumumkan kesepakatan kolaborasi untuk meracik perangkat headset VR yang disebut ekslusif untuk pasar Tiongkok.

Dalam kesepakatan ini, Xiaomi akan menjadi pihak yang bertanggung jawab merakit Oculus Go, headset seharga $199 yang pertama kali diumumkan pada bulan Oktober tahun lalu. Dalam pengumuman yang sama, Oculus juga memperkenalkan headset baru Mi VR Standalone, headset berlabel Xiaomi yang mengemas teknologi Oculus untuk pasar Tiongkok. Secara fisik, headset ini tampak mirip sekali dengan Oculus Go.

acebook VP of VR Hugo Barra, Qualcomm Incorporated President Cristiano Amon, and Xiaomi VP Thomas Tang at CES 2018.
Facebook VP of VR Hugo Barra, Qualcomm Incorporated President Cristiano Amon, dan Xiaomi VP Thomas Tang di CES 2018.

Tergabung dalam kolaborasi tersebut adalah perusahaan perakit chipset, Qualcomm yang kemudian dipercaya membenamkan Snapdragon 821 Mobile VR Platform ke jeroan Oculus Go dan Mi VR Standalone. Belum jelas apakah kemiripan kedua perangkat terhenti di rupa dan juru gedor saja atau ada fitur-fitur pembeda yang belum diungkapkan.

Dalam laman resminya, Oculus menjelaskan bahwa  Mi VR Standalone akan tiba dengan Oculus Mobile SDK yang memungkinkan pengembang untuk membenamkan konten ke platform Xiaomi Mi VR di Tiongkok. Tentu setelah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen di sana. Sayangnya belum ada informasi resmi kapan kedua headset akan diluncurkan.

Headset VR Oculus Rift Memperoleh Pemangkasan Harga Besar-Besaran Secara Permanen

Di awal ketersediaannya, aspek utama yang menghambat pemasaran headset VR adalah tingginya harga dan kebutuhan hardware. Pelan-pelan hal itu berubah. Kini makin banyak tersedia sistem VR ready, baik dalam wujud desktop maupun laptop. Dan ada kabar gembira saat fokus produsen mulai beralih pada penyediaan unit standalone: harga HMD VR generasi pertama mulai menurun.

Di awal bulan Oktober, HTC mengabarkan pemotongan harga head-mounted display Vive ke US$ 600 dan membundelnya dengan game  Fallout 4 VR. Facebook tampaknya tak mau ketinggalan. Setelah resmi menyingkap Oculus Go, produsen juga mengumumkan pemangkasan harga Rift secara besar-besaran. Headset virtual reality yang dahulu dibanderol US$ 600 itu kini hanya dijajakan seharga US$ 400.

Lewat blog resmi, tim Oculus menjelaskan bahwa alasan mereka mengurangi harga Rift ialah karena ingin agar konten VR dapat bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. US$ 400 adalah harga paket all-in-one, sudah termasuk unit controller Oculus Touch serta sensor. Oculus belum mengabarkan apakah diskon berlaku buat headset yang dijual tanpa Touch.

Dan soal bonus konten, Facebook tak mau kalah dari penawaran HTC dengan Fallout 4 VR. Rift turut dibundel bersama tak kurang dari enam aplikasi gratis – di antaranya ada Robo Recall, dua tool garapan Oculus, yaitu Medium dan Quill, game shooter ARKTIKA.1, serta permainan Lone Echo dan Echo Arena.

Mereka menyampaikan, “Rift tetap akan ada dan siap menghidangkan pengalaman virtual reality luar biasa hingga bertahun-tahun ke depan. Kami tidak sabar untuk menyingkap kejutan-kejutan yang telah disiapkan, dari mulai beragam fitur menarik di software baru, konten-konten seru, serta IP-IP kelas blockbuster.”

Sebelumnya, produsen sempat mengurangi harga Oculus Rift di bulan Juli silam, lalu memperpanjang program diskon ke bulan Agustus karena tingginya permintaan. Menurut informasi dari Oculus, konsumen mereka lebih memilih bundel all-in-one ketimbang membeli unit headset-nya saja. Promo tersebut dijadwalkan untuk berakhir pada tanggal 21 Agustus, namun kini Oculus malah menerapkannya secara permanen.

Berkat pemotongan harga di periode summer sale kemarin, penjualan Rift meningkat cukup drastis – sebesar delapan persen – membuatnya jadi pilihan lebih populer dari HTC Vive. Persentase market share sementara antara Oculus Rift dan HTC Vive yang diperoleh PCGamesN di bulan September ialah 43,81% versus 52,31% – menempatkan headset VR HTC itu di depan Rift.

Sumber: Oculus.

Developer Titanfall Garap ‘Proyek Video Game Rahasia’ Bersama Oculus

Tak banyak orang menyadari, sentuhan tangan Vince Zampella dan Jason West-lah yang membuat sejumlah game shooter memperoleh status legendaris. Kedua individu ini berjasa mendesain Medal of Honor: Allied Assault serta melambungkan kepopularitasan Call of Duty. Perseteruan keduanya dengan Activision berujung pada pengunduran diri dan terciptanya Respawn Entertainment.

Jason West akhirnya pensiun dari industri game pada tahun 2013, tapi semangatnya tetap diteruskan oleh sang rekan. Kreasi terbaru Respawn menjadi salah satu permainan action terbaik tahun lalu, dan kesuksesan tersebut membuat studio ini diberi kepercayaan untuk menggarap game  Star Wars. Namun ternyata proyek mereka tak cuma itu saja, Respawn juga digandeng Oculus Studios untuk mengerjakan sebuah permainan ‘super rahasia’.

Hal tersebut disampaikan oleh game director Peter Hirschmann di blog resmi Respawn, dibarengi penyingkapan video berisi visi serta penjelasan mengapa mereka memutuskan untuk masuk ke ranah virtual reality. Developer turut mengabarkan bahwa proyek itu betul-betul baru, tak berhubungan dengan franchise Titanfall ataupun Star Wars.

Di video, Vince Zampella menjelaskan bahwa kreasi anyar tersebut merupakan ekspansi dari pengalaman yang developer suguhkan dalam Titanfall. Di game shooter ini, pemain tak hanya harus berpikir bagaimana caranya mengapit posisi lawan secara horisontal, tapi juga mendorong gamer untuk mengawasi area atas dan bawah mereka. Elemen inilah yang diangkat oleh Respawn di permaian VR itu nantinya.

Meskipun Respawn belum mengonfirmasikan judul serta seperti apa konten game baru tersebut, di video, Zampella banyak membahas pengalaman pertempuran dalam sudut pandang orang pertama, dan upaya studio menerjemahkan apa yang dirasakan para prajurit di medan perang serta menciptakannya serealistis mungkin melalui virtual reality – contohnya faktor ketegangan, rasa takut, paranoia, dan amarah. Developer mengakui ambisi mereka untuk menggarap game yang bisa memberikan dampak besar bagi industri.

Menurut Respawn, virtual reality dapat membantu developer menyampaikan emosi ke pemain, karena layaknya simulasi, sistem ini seolah-olah membawa kita ke dunianya. Konten yang sudah ratusan kali Anda lihat di depan monitor akan jadi berbeda saat dinikmati dari headset VR, apalagi sensasi ‘immersion‘ itu disempurnakan oleh aktivitas seperti berjalan atau mengarahkan senjata secara alami – tak lagi menggunakan mouse.

Penasaran? Sayang sekali tampaknya kita harus menunggu cukup lama hingga game diumumkan secara resmi. Pengerjaannya baru saja dimulai, dan kemungkinan baru akan diluncurkan pada tahun 2019.

Sumber: Respawn.

Headset VR Oculus Go Bisa Beroperasi Tanpa Dukungan PC atau Smartphone

Konten virtual reality memang idealnya dinikmati tanpa membuat pengguna tertambat di satu tempat. Hal ini memotivasi produsen hardware untuk menciptakan PC berwujud tas punggung, dan juga mendorong pengembangan headset VR standalone. Kita tahu HTC sedang mencurahkan perhatian mereka pada versi mandiri Vive, dan tentu saja Oculus tak mau ketinggalan.

Dalam keynote Oculus Connect 4 hari Rabu kemarin, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengabarkan bahwa Oculus VR saat ini sedang menggarap head-mounted display virtual reality standalone yang mereka namai Oculus Go. Seperti perangkat anyar buatan HTC, Oculus Go bisa bekerja tanpa perlu tersambung ke komputer ataupun harus ditunjang oleh smartphone. Seluruh hardware esensial ada di dalamnya.

Oculus Go 1

Berdasarkan gambar yang dipublikasikan oleh Oculus VR, penampilan Oculus Go terlihat seperti campuran antara Daydream View baru dengan Rift. Bagian HMD-nya terlihat minimalis, tampaknya menggunakan struktur plastik, dilengkapi bantalan berlapis kain yang empuk dan mendukung sirkulasi udara. Bagian headband terbentang ke belakang kepala user, ditambah satu strap lagi di atas agar headset tak mudah terlepas.

Oculus Go 2

Oculus Go disiapkan untuk menangani bermacam-macam konten VR, dari mulai ‘pengalaman visual 360 derajat’, aplikasi sosial, dan game. Device juga bisa dimanfaatkan sebagai teater portable pribadi, buat menikmati film dan serial TV favorit.

Oculus Go 4

Untuk sekarang, Facebook belum mengungkap detail spesifikasi Oculus Go secara rinci. Dalam presentasinya, Hugo Barra selaku head of VR Facebook menyampaikan bahwa timnya merancang Oculus Go buat mengisi celah di antara headset VR high-end dengan device berbasis perangkat mobile. Produsen kabarnya memanfaatkan layar LCD ‘fast-switch‘ 2560x1440p, telah mengoptimalkan hardware-nya agar mampu menghidangkan konten 3D secara maksimal, serta membubuhkan dukungan sistem audio spasial.

Oculus Go 3

Oculus VR turut membekali Oculus Go dengan unit motion controller. Meskipun tak sebesar Oculus Touch, desainnya lebih ergonomis dari controller Daydream View, lalu ia juga mempunyai touchpad ala controller Vive. Selain itu, saya melihat ada tombol trigger, satu tombol back dan satu lagi tombol berlogo Oculus. Controller diamankan oleh tali yang bisa Anda sematkan di tangan.

Produsen berjanji, Oculus Go dapat mengakses lebih dari 1.000 konten virtual reality. Uniknya lagi, ekosistem Go juga tersambung ke Samsung Gear VR, sehingga app-app Android yang telah Anda beli buat Gear VR bisa diakses dari Oculus Go.

Oculus Go akan mulai dipasarkan di awal tahun 2018. Perangkat HMD VR tersebut dijajakan seharga mulai dari US$ 200.

Pengguna Oculus Rift dan Samsung Gear VR Kini Bisa Melakukan Refund Atas Game yang Dibeli

Sama seperti ketika TV 4K baru mulai tersedia di pasaran, salah satu kendala utama VR headset adalah ketersediaan konten. Selama satu tahun lebih sejak Oculus Rift dirilis, ekosistem kontennya sudah berkembang dengan pesat. Namun seperti yang kita semua tahu, kuantitas belum tentu menggambarkan kualitas.

Kuantitas besar berarti ada banyak game yang berkualitas, tapi banyak juga yang kurang bagus, sama kasusnya seperti di Google Play Store maupun Apple App Store. Satu game jelek yang dihargai cukup mahal saja sudah cukup untuk mengecilkan hati konsumen dan membuat mereka enggan membeli konten lain ke depannya.

Sebagai solusinya, Oculus pun menghadirkan fitur refund, baik untuk Rift maupun Samsung Gear VR. Fitur ini dapat diakses melalui halaman riwayat pembelian konten, namun hanya berlaku khusus untuk game saja – tidak termasuk film, bundle atau in-app purchase.

Oculus Home

Pastinya juga ada syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan refund. Buat pengguna Rift, game yang hendak di-refund hanya boleh dimainkan kurang dari dua jam, dan tidak boleh lewat dua minggu sejak pembelian. Untuk Gear VR, syaratnya lebih ketat: durasi main tidak boleh melebihi 30 menit, dan batas waktu sejak pembelian adalah tiga hari.

Oculus bilang kalau proses refund membutuhkan waktu sekitar lima hari. Fitur refund ini tentu saja hanya berlaku untuk game yang dibeli dari Oculus Store saja. Hal ini penting untuk dicatat mengingat Rift sekarang sudah bisa mengakses game Steam lewat portal bawaannya.

Sumber: TechCrunch dan Oculus.

Oculus Rift Kini Bisa Jalankan Game Steam Lewat Portal Aplikasi Bawaannya

Faktor pembeda utama Oculus Rift dan HTC Vive – selain desainnya tentu saja – adalah platform yang dijalankan masing-masing headset. Kendati demikian, hal ini bukan berarti Rift cuma bisa menjalankan game dari Oculus Store saja. Game VR yang dibeli dari Steam maupun GOG juga bisa selama memang kompatibel, tapi pengguna bakal sedikit direpotkan.

Repot karena setiap kali pengguna hendak memainkan game yang dibeli di luar Oculus Store tadi, mereka harus melepas headset terlebih dulu, lalu mengakses game yang bersangkutan lewat interface PC tradisional. Bukan masalah besar memang, tapi cukup membuat frustasi banyak pengguna Rift.

Beruntung Oculus telah meluncurkan software update yang menjadi solusi atas problem ini. Update versi 1.17 ini memungkinkan pengguna Rift untuk mengakses game yang dibeli di luar Oculus Store langsung melalui portal aplikasi bawaannya, tanpa harus melepas headset sama sekali.

Oculus Home

Pembaruan lain yang tak kalah menarik adalah kompatibilitas fitur Parties yang sebelumnya sudah hadir terlebih dulu untuk Gear VR. Dengan Parties, pengguna dapat tergabung dalam percakapan suara bersama tiga pengguna lain, dan percakapan ini akan terus berlanjut meski masing-masing tengah mengakses aplikasi yang berbeda.

Kehadiran Parties ini juga bisa menjadi pertanda kalau peluncuran fitur Rooms untuk Rift sudah semakin dekat, dan konsumen tak perlu khawatir fitur tersebut bakal digantikan oleh Facebook Spaces, yang secara fundamental memiliki tujuan yang berbeda.

Sumber: Gamasutra dan Oculus Forums.

Facebook Spaces Tak Akan Gantikan Oculus Rooms, Begitu Juga Sebaliknya

Diluncurkan menjelang akhir tahun lalu, Oculus Rooms menjanjikan pengalaman multiplayer yang seamless antara pengguna Samsung Gear VR dan Oculus Rift. Delapan bulan berselang, Rooms tak kunjung datang untuk Rift. Malahan, April lalu Facebook memperkenalkan app serupa bernama Spaces.

Meski sepintas mirip, dua aplikasi ini punya tujuan yang berbeda. Spaces lebih menitikberatkan aspek sosial, dimana aplikasi akan terhubung langsung dengan akun Facebook milik pengguna. Rooms di sisi lain menawarkan kemudahan untuk membentuk party di antara beberapa pemain, sebelum akhirnya masuk ke game multiplayer bersama-sama.

Berbicara kepada UploadVR, Rachel Franklin selaku Head of Facebook Spaces mengungkapkan bahwa mereka tidak punya wacana untuk menggantikan Oculus Rooms dengan Spaces, ataupun sebaliknya. Beliau lanjut menjelaskan bahwa Rooms punya peran penting terhadap platform Oculus berkat aspek multiplayer yang ditawarkannya.

Tanpa Rooms, multiplayer sebenarnya sudah bisa dinikmati, tapi harus langsung dari game yang bersangkutan. Dengan Rooms, interaksi antar pemain sejatinya bisa dilanjutkan sampai di luar game, atau ketika berpindah ke game lain.

Sayangnya sampai detik ini belum ada informasi pasti terkait kapan Rooms akan tersedia untuk Rift. Cofounder Oculus, Nate Mitchell, sebelumnya cuma mengatakan kalau timnya akan terus menyempurnakan Rooms untuk Gear VR sebelum menghadirkannya ke Rift.

Sumber: UploadVR.

GameFace Labs Kembangkan VR Headset yang Kompatibel dengan Platform Daydream, SteamVR dan Oculus

Mana yang Anda pilih: Oculus Rift, HTC Vive atau Google Daydream? Untuk bisa menjawabnya, Anda tak boleh sekadar menilai hardware-nya saja, tapi juga mempertimbangkan platform yang dijalankan beserta ekosistem kontennya. Namun kalau yang Anda pilih ternyata VR headset dari startup bernama GameFace Labs berikut, platform sama sekali tak perlu jadi bahan pertimbangan.

Ini dikarenakan headset yang masih berstatus prototipe ini dapat berjalan di atas tiga platform sekaligus: Oculus, SteamVR dan Daydream. Fleksibilitas semacam ini saya kira mustahil bisa Anda temukan pada headset besutan Oculus atau HTC, yang notabene bersaing secara langsung di ranah VR.

GameFace merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah mencoba mencegah terjadinya fragmentasi di segmen VR. Yang paling dirugikan sejatinya adalah developer indie, yang kerap memiliki keterbatasan dana sehingga tidak dapat mengembangkan konten untuk ketiga platform sekaligus.

GameFace Labs

Lain ceritanya dengan penawaran GameFace. Di sini developer hanya perlu membeli satu perangkat, dan itu saja sudah bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan konten untuk ketiga platform di atas. Hal yang sama juga dapat dinikmati konsumen; satu headset untuk mengonsumsi konten dari ketiga platform VR terbesar saat ini.

Lalu bagaimana sebenarnya cara kerja headset multi-platform ini? Secara default, ia merupakan sebuah standalone VR headset yang menjalankan sistem operasi Android, membuatnya kompatibel dengan konten untuk Cardboard maupun Daydream – meski tidak secara resmi.

Dirinya dibekali chipset Nvidia Tegra generasi terbaru dan sepasang layar beresolusi 2560 x 1440 pixel buatan Samsung, dengan sudut pandang seluas 120 derajat dan refresh rate 90 Hz. Fitur lainnya mencakup 3D tracking berkat integrasi kamera Intel RealSense dan sensor hand tracking rancangan Leap Motion.

GameFace Labs

Namun keistimewaannya akan langsung tampak ketika ia disambungkan dengan PC, dimana ia dapat menjalankan konten SteamVR seperti halnya HTC Vive. GameFace pun turut merancangnya supaya kompatibel dengan sistem tracking Lighthouse garapan Valve, terbukti dari berjejernya sensor di bagian depan headset macam yang terdapat pada Vive.

Kemudian untuk menjalankan konten dari platform Oculus, headset ini dapat mengandalkan bantuan software bernama ReVive. Kontrolnya sendiri bisa menggunakan controller milik Daydream atau Vive, akan tetapi GameFace berencana menyiapkan controller bawaan yang dilengkapi unit baterai, yang bakal menggantikan peran battery pack yang saat ini menyambung via kabel ke prototipe headset.

Kembali menyinggung soal fragmentasi tadi, GameFace memang menarget kalangan developer untuk headset-nya ini, terutama mereka yang berkantong cekak. Nantinya akan ada dua model yang ditawarkan: GF-DD seharga $500 dan GF-LD seharga $700. DD adalah versi Daydream standar, sedangkan LD adalah versi yang dibarengi Lighthouse base station yang kompatibel dengan SteamVR.

Sumber: Engadget.

Tahun Depan, Standalone VR Headset Besutan Oculus Meluncur ke Pasaran Seharga $200

Virtual reality terus menjadi topik perbincangan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun depan situasinya kurang lebih masih sama, apalagi mengingat bakal ada kategori baru yang sangat menarik perhatian konsumen, yakni standalone VR headset.

Kategori ini akan berada tepat di tengah-tengah mobile VR headset ala Gear VR dan VR headset high-end macam Oculus Rift. Immersive, praktis, tapi masih cukup terjangkau banyak kalangan, kira-kira begitu premis di balik standalone VR headset.

Oculus adalah salah satu yang sedang getol mempersiapkan standalone VR headset. Berdasarkan laporan Bloomberg, headset itu rencananya bakal diluncurkan tahun depan, dengan banderol harga tidak lebih dari $200, atau separuh harga Oculus Rift.

Terkait fisiknya, headset yang secara internal mendapat julukan “Pacific” ini disebut bakal menyerupai Rift versi ringkas. Di titik ini baik desain maupun deretan fiturnya memang belum final, akan tetapi narasumber Bloomberg mengklaim bahwa bobot perangkat ini bakal lebih ringan ketimbang Samsung Gear VR, plus dapat dioperasikan menggunakan sebuah wireless remote.

Poin menarik lain dari rumor ini adalah, Pacific berbeda dari prototipe headset bernama Santa Cruz yang Oculus pamerkan di konferensi developer mereka tahun lalu, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi pengganti Rift. Santa Cruz sendiri pada dasarnya merupakan Rift versi wireless dengan kapabilitas yang sama.

Anda boleh merasa skeptis dengan kabar ini, akan tetapi juru bicara Oculus, Alan Cooper, sempat mengonfirmasi kepada Bloomberg bahwa mereka memang sedang mengembangkan sesuatu yang signifikan di kategori standalone VR headset, meski untuk sekarang belum ada produk yang bisa mereka ungkap ke hadapan publik.

Sumber: Bloomberg.

Tak Lagi Bikin Konten VR Sendiri, Facebook Tutup Oculus Story Studio

Di saat ekosistem konten virtual reality masih belum begitu besar, kabar sedikit mengejutkan datang dari Oculus. Facebook selaku sang empunya memutuskan untuk menutup divisi khusus Oculus Story Studio yang selama ini berfokus pada kreasi konten VR sinematik.

Bukannya mereka putus asa, hanya saja Oculus menilai lebih baik mereka mengalihkan perhatian ekstranya ke arah pemecahan masalah yang masih menyelimuti hardware dan software seputar AR dan VR. Untuk urusan konten, mereka bisa menyerahkannya ke pihak luar yang sejatinya tidak kalah kreatif, hanya saja kerap terbatasi masalah dana.

Untuk itu, modal sebesar $250 juta telah Oculus siapkan sejak tahun lalu guna mendanai pengembangan konten VR dari komunitas developer. Dari angka sebesar itu, setidaknya $50 juta dikhususkan untuk pengembangan konten VR interaktif yang bukan gaming.

Henry memiliki kualitas visual dan animasi sekelas Pixar, tapi disajikan dalam format virtual reality yang immersive / Oculus
Henry memiliki kualitas visual dan animasi sekelas Pixar, tapi disajikan dalam format virtual reality yang immersive / Oculus

Kabar ini terkesan mengejutkan karena Oculus Story Studio sendiri sempat memenangkan penghargaan dari ajang bergengsi Emmy Awards lewat film pendeknya yang berjudul Henry. Proyek mereka selanjutnya, The Wolves in the Walls, kemungkinan besar terpaksa harus dibatalkan.

Beruntung mereka tidak mencabut Quill dari Oculus Store, yang pada dasarnya merupakan tool untuk keperluan storytelling, dimana kreator dapat memanfaatkannya untuk menggambar adegan 3D selagi menggunakan headset Rift, dengan art style seperti di film Dear Angelica.

Sumber: Variety dan Oculus.